Hubungan Antara Persepsi Budaya Organisasi dan Motivasi Intrinsik dengan Burnout pada Karyawan

commit to user a. Faktor Indiviual Seperti intelegensi, persepsi individu akan pentingnya tugas, kontribusi orang lain, misalnya keluarga, rekan kerja dan atasan, minat, dan perkembangan individual yang unik antara satu karyawan dengan rekan kerja yang lainnya. b. Faktor Situasional Seperti pengaruh situasi yang mengundang adanya semangat atau dorongan dalam mengerjakan pekerjaaan, bentuk ruang kerja, dan peraturan-peraturan yang mengikat karyawan. Faktor-faktor motivasi intrinsik ini dapat dijadikan dorongan dari dalam diri seseorang yang memiliki kekuatan besar untuk mencapai segala sesuatu yang sesuai dengan harapannya dalam pemenuhan kebutuhannya dalam berkompetisi dengan lingkungannya. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa motivasi intrinsik seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah pekerjaan itu sendiri, prestasi yang diraih, peluang untuk maju, pengakuan orang lain, dan tanggung jawab.

D. Hubungan Antara Persepsi Budaya Organisasi dan Motivasi Intrinsik dengan Burnout pada Karyawan

Maslach 1993 menjelaskan mengenai definisi burnout secara operasional, yang berdasarkan batasan-batasan ini dapat ditentukan kapan seseorang telah mengalami burnout, dengan cara meneliti gejala-gejala commit to user kekeringan emosional, adanya depersonalisasi, dan penurunan rasa keberhasilan dalam melakukan tugas sehari-hari. Burnout dikenal secara luas dalam dunia kerja dan secara khusus nampak pada helping professions Cox, 1993. Burnout merupakan suatu keadaan penderitaan psikologis yang mungkin dialami oleh seorang pekerja yang berpengalaman setelah bekerja untuk suatu periode waktu tertentu. Caputo 1991 mengungkapkan, burnout merupakan situasi yang tak henti-hentinya dialami oleh karyawan dalam memenuhi keinginannya mencapai tujuan dengan sumber daya yang mencukupi dan menghasilkan transformasi dalam berkomitmen, kebosanan, dan kelelahan fisik. Benardin dalam Rosyid, 1996 menggambarkan burnout sebagai suatu keadaan yang mencerminkan reaksi emosional pada individu yang bekerja di bidang kemanusiaan human service setting, atau bekerja erat dengan masyarakat. Istilah burnout juga diartikan sebagai suatu keadaan keletihan exhaustion fisik, emosional, dan mental yang menganggu dirinya. Ciri yang muncul adalah psysikal depletion habisnya energi fisik dengan perasaan tidak berdaya dan putus harapan, keringnya perasaan, konsep diri yang negatif dan sikap negatif terhadap kerja dan orang lain Prawasti, 1991. Melihat kondisi tersebut apabila didukung oleh lingkungan yang kurang kondusif dan motivasi intrinsik yang kurang baik akan menjadi pemicu timbulnya keletihan fisik, emosi, dan mental dalam diri karyawan yang biasanya disebut dengan burnout. Lingkungan yang kondusif dapat terwujud dengan adanya persamaan persepsi atas budaya organisasi. Persepsi merupakan pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan commit to user informasi dan menafsirkan pesan Rakhmat, 2005. Persepsi dipengaruhi oleh beberapa faktor internal dan eksternal, yaitu faktor perceiver, obyek yang dipersepsi dan konteks situasi persepsi dilakukan. Sedangkan budaya organisasi adalah suatu sistem makna bersama yang dianut oleh anggota-anggota yang membedakan organisasi tersebut dengan organisasi yang lain Robbins, 1991. Budaya organisasi memberikan karyawan rasa kenyamanan, keamanan, kebersamaan, rasa tanggung jawab, ikut memiliki, tahu bagaimana bersikap, apa yang harus mereka kerjakan, dan sebagainya. Oleh karena itu, dibutuhkannya keinginan yang kuat dari masing-masing karyawan untuk menyamakan persepsi budaya organisasi, sehingga dapat membantu untuk memajukan organisasi. Keinginan yang ada pada diri karyawan merupakan motivasi intrinsik dalam menentukan perannya di lingkungan organisasi tersebut. Motivasi intrinsik ini berperan dalam penyelesaian sesuatu hal karena ini merupakan motivator yang sangat kuat dari perilaku manusia dan dapat digunakan untuk membuat seseorang lebih produktif. Winardi 2001, mengatakan motivasi intrinsik merupakan motivasi yang berfungsi tanpa adanya rangsangan dari luar, dalam diri individu sudah ada suatu dorongan untuk melakukan tindakan. Motivasi intirnsik ini juga merupakan ruang lingkup ‘pemberdayaan’ karyawan untuk mencapai hasil dari penerapan kemampuan dan bakat yang dimilikinya Ivancevich, dkk,. 2007. Intinya, motivasi intrinsik bisa berupa aktivitas apapun yang menghasilkan perbedaan besar pada dirinya sendiri bahkan organisasi. Seluruh uraian di atas menunjukkan adanya kemungkinan persepsi budaya organisasi yang diwujudkan dalam motivasi intrinsik pada setiap karyawan commit to user penting untuk mendukung kemajuan organisasi, sehingga karyawan dapat terhindar dari kemungkinan munculnya burnout. Persepsi budaya organisasi merupakan salah satu cara menyamakan visi dan misi yang terkandung di dalam organisasi. Selain itu, dibutuhkannya dukungan dan partisipasi karyawan dalam organisasi yang dikenal dengan motivasi intrinsik. Karyawan yang memiliki motivasi intrinsik tinggi akan merasa bahwa pekerjaan mereka bernilai, maka mereka akan merasa bernilai pula. Persepsi budaya organisasi yang positif dan motivasi intrinsik yang tinggi akan mengurangi tingkat burnout pada karyawan.

E. Hubungan Antara Persepsi Budaya Organisasi dan Burnout Pada Karyawan