1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu bahasa daerah yang ada di Indonesia dengan jumlah pemakai paling banyak adalah Bahasa Jawa. Bahasa Jawa biasanya digunakan oleh
masyarakat Jawa sebagai alat komunikasi dalam kehidupan sehari-hari baik dalam lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat. Masyarakat
menggunakan Bahasa Jawa tidak sekedar untuk bercakap-cakap tetapi juga dalam komunikasi yang lebih resmi.
Perkembangan kehidupan masyarakat diera modern ternyata berdampak pada keberadaan Bahasa Jawa. Pola-pola tingkatan sebagai simbol adat
kesopanan dalam berbahasa sudah tidak dipegang lagi. Ditambah lagi saat ini orangtua lebih banyak mendidik anak mereka untuk berbahasa Indonesia atau
berbahasa asing
daripada mengajarkan
anak untuk
berkomunikasi menggunakan Bahasa Jawa. Agustinus Ngadiman 2006 mengemukakan
bahwa banyak orang tua yang tidak mengajarkan Bahasa Jawa kepada anaknya karena mereka takut anaknya tidak dapat mengikuti pelajaran di sekolah yang
menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar. Membudayakan penggunaan Bahasa Jawa adalah upaya untuk
mempertahankan kekayaan budaya bangsa. Penggunaan Bahasa Jawa sebagai bahasa resmi kedaerahan dapat diterapkan salah satunya melalui pendidikan
formal di sekolah. Iskandarwassid dan Dadang Suhendar 2008: 81 mengemukakan bahwa pendidikan merupakan bagian penting kebudayaan
suatu bangsa. Pendidikan perlu memperbaiki kedudukan kebahasaan dari
2 semua kelompok kebudayaan yang menembus batas-batas komunikasi dan
dapat menyediakan kesempatan kerja, manfaat-manfaat bagi kehidupan nasional, hak-hak warga negara dan sebagainya. Oleh karena itu, upaya untuk
membiasakan serta memperbaiki penggunaan Bahasa Jawa dapat dilakukan melalui pendidikan.
Berdasarkan Kurikulum Muatan Lokal 2010, pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta menetapkan mata pelajaran bahasa, sastra dan budaya
Jawa sebagai muatan lokal yang ada disetiap jenjang pendidikan, dalam rangka pemberdayaan masyarakat yang berlandaskan budaya, adat istiadat yang
adiluhung, pengenalan, dan pelestariannya perlu diberikan kepada siswa melalui jalur kurikulum. Pelaksanaan pembelajaran muatan lokal bahasa,
sastra, dan budaya Jawa di sekolah dasar SD mempunyai tujuan-tujuan tertentu. Mata pelajaran bahasa, sastra, dan budaya Jawa bertujuan agar siswa
memiliki kemampuan sebagai berikut. 1.
Berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai etika dan unggah-ungguh yang berlaku, baik secara lisan maupun tulis.
2. Menghargai dan bangga menggunakan Bahasa Jawa sebagai sarana
berkomunikasi dan sebagai lambang kebanggaan serta identitas daerah. 3.
Memahami Bahasa Jawa dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk berbagai tujuan.
4. Menggunakan Bahasa Jawa untuk meningkatkan kemampuan intelektual,
serta kematangan emosional dan sosial. 5.
Menikmati dan memanfaatkan karya sastra dan budaya Jawa untuk memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan
kemampuan berbahasa. 6.
Menghargai dan mengembangkan sastra Jawa sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia.
Berdasarkan tujuan di atas, pembelajaran muatan lokal bahasa, sastra, dan budaya Jawa diarahkan agar siswa memiliki kemampuan berkomunikasi
3 menggunakan Bahasa Jawa dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun
tulis, serta menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya sastra dan budaya Jawa.
Ruang lingkup pembelajaran Bahasa Jawa di sekolah dasar mencakup empat keterampilan yaitu menyimak, berbicara, membaca serta menulis. Salah
satu keterampilan bahasa yang penting adalah keterampilan berbicara. Keterampilan berbicara Bahasa Jawa harus diajarkan sejak dini, jika hal
tersebut dilalaikan, maka seorang anak tidak akan bisa berbicara Bahasa Jawa dengan tepat.
Agustinus Ngadiman 2006 menyebutkan bahwa salah satu ukuran untuk mengetahui tingkat kesantunan seseorang dalam masyarakat Jawa dapat
dilihat dari bagaimana orang tersebut bertutur kata. Pepatah Jawa mengatakan “ajining dhiri dumunung ana ing lathi” yang artinya harga diri seseorang dapat
dilihat dari tutur katanya. Lebih dalam lagi pepatah ini mengandung makna bahwa seseorang akan dihargai oleh orang lain karena kesantunan bahasa
unggah-ungguhing basa yang dipergunakannya. Pentingnya penguasaan keterampilan berbicara juga disampaikan oleh Iskandarwassid dan Dadang
Sunendar 2008: 241 bahwa keterampilan berbicara menduduki tempat utama dalam memberi dan menerima informasi serta memajukan hidup dalam
peradaban dunia modern. Salah satu bentuk keterampilan berbicara adalah keterampilan bercerita.
Pada mata pelajaran Bahasa Jawa kelas IV SD, bercerita diajarkan pada semester genap. Hal ini sesuai dengan standar kompetensi berbicara yaitu
4 mampu mengungkapkan pikiran, pendapat, gagasan, dan perasaan secara lisan
sesuai dengan unggah-ungguh Bahasa Jawa, melalui menceritakan kesan, mengajukan dan menjawab pertanyaan dan menceritakan upacara adat dengan
kompetensi dasar menceritakan upacara adat. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan guru kelas IV SD
Muhammadiyah Nglatihan Kulon Progo yang dilakukan pada tanggal 12 sampai dengan 24 November 2015 ditemukan berbagai masalah dalam
pembelajaran bercerita Bahasa Jawa. Permasalahan tersebut adalah sebagai berikut: 1 siswa kesulitan bercerita Bahasa Jawa sesuai unggah-ungguh 2
penggunaan metode pembelajaran yang digunakan guru belum sesuai dengan tujuan pembelajaran bercerita; 3 media pembelajaran bercerita Bahasa Jawa
yang digunakan guru masih terbatas; 4 siswa masih enggan dan merasa gugup ketika bercerita di depan kelas.
Berikut ini uraian dari setiap permasalahan di atas. Pertama, siswa masih kesulitan bercerita Bahasa Jawa sesuai unggah-ungguh. Siswa masih
menggunakan Bahasa Jawa ragam ngoko ketika diminta untuk bercerita menggunakan ragam krama. Siswa sering keliru menggunakan Bahasa Jawa
ragam ngoko dan ragam krama sesuai tingkat tutur. Kesalahan penggunaan Bahasa Jawa itu dapat dilihat dengan adanya penerapan tingkat tutur yang
kurang tepat dan juga adanya pengaruh Bahasa Indonesia ke dalam Bahasa Jawa. Kesalahan tersebut mengakibatkan hasil penilaian keterampilan bercerita
Bahasa Jawa siswa masih rendah dibandingkan dengan keterampilan berbahasa lainnya. Berdasarkan data yang diperoleh di kelas IV SD Muhammadiyah
5 Nglatihan dapat diketahui bahwa ada 10 siswa 83,33 yang nilainya
mencapai KKM pada pembelajaran keterampilan menyimak Bahasa Jawa, 9 siswa 75 yang nilainya mencapai KKM pada pembelajaran keterampilan
membaca Bahasa Jawa, 9 siswa 75 yang nilainya mencapai KKM pada pembelajaran keterampilan menulis Bahasa Jawa, dan hanya 2 siswa 16,67
yang nilainya mencapai KKM pada pembelajaran keterampilan berbicara Bahasa Jawa, khususnya pada keterampilan bercerita Bahasa Jawa.
Kedua, penggunaan metode pembelajaran yang digunakan guru belum sesuai dengan tujuan pembelajaran bercerita. Pembelajaran bercerita bertujuan
agar siswa dapat aktif melakukan kegiatan bercerita. Pada kenyataannya guru hanya menggunakan metode ceramah dalam pembelajaran bercerita Bahasa
Jawa. Guru kurang melibatkan siswa untuk aktif bercerita. Tugas siswa untuk bercerita diganti dengan menulis cerita atau membaca cerita serta menjawab
pertanyaan tentang suatu cerita. Seharusnya guru memilih metode yang tepat sehingga tujuan pembelajaran bercerita Bahasa Jawa dapat tercapai.
Ketiga, media pembelajaran bercerita Bahasa Jawa yang digunakan guru masih terbatas. Guru belum menggunakan media yang menarik bagi siswa
untuk bercerita. Media yang digunakan guru selama pembelajaran bercerita adalah buku teks.
Keempat, siswa masih enggan dan gugup ketika bercerita di depan kelas. Siswa kurang percaya diri ketika guru menunjuk siswa untuk bercerita di depan
kelas. Hal ini disebabkan karena kurangnya siswa dalam menguasai cerita dan kurang mampunya siswa bercerita Bahasa Jawa.
6 Melihat luasnya permasalahan yang terjadi dalam pembelajaran Bahasa
Jawa di kelas IV SD Muhammadiyah Nglatihan Kulon Progo, maka penelitian dibatasi pada kesulitan siswa bercerita Bahasa Jawa sesuai unggah-ungguh.
Kesulitan siswa kelas IV SD Muhammadiyah Nglatihan dalam bercerita Bahasa Jawa sesuai unggah-ungguh disebabkan oleh dua faktor.
Pertama, pemilihan metode pembelajaran belum sesuai dengan tujuan pembelajaran. Pembelajaran bercerita bertujuan agar siswa dapat aktif
melakukan kegiatan bercerita. Seharusnya guru menggunakan metode yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif bercerita. Namun guru
hanya menggunakan metode ceramah. Ketika menggunakan metode ini, siswa tidak melakukan kegiatan bercerita.
Kedua, kurangnya kesempatan siswa untuk bercerita Bahasa Jawa. Hal ini disebabkan karena jam pelajaran Bahasa Jawa yang hanya dua jam
pelajaran dalam satu minggu dengan materi pelajaran yang banyak. Oleh karena itu, guru mengganti tugas bercerita dengan tugas menulis cerita untuk
menghemat waktu. Kedua faktor tersebut berdampak pada keterampilan siswa kelas IV SD
Muhammadiyah Nglatihan dalam bercerita Bahasa Jawa. Siswa masih kesulitan bercerita Bahasa Jawa sesuai unggah-ungguh. Masalah tersebut perlu
diatasi karena bercerita merupakan kompetensi penting yang harus dikuasai siswa. Melalui bercerita siswa dapat terbiasa untuk menyampaikan sesuatu
secara lisan. Siswa mulai dibina untuk terampil bercerita dari tingkat sekolah dasar terutama di kelas IV, sehingga pada kelas yang lebih tinggi bahkan ke
7 jenjang sekolah yang lebih tinggi siswa akan terbiasa mengemukakan berbagai
ide, pengalaman serta mengungkapkan perasaan kepada orang lain menggunakan Bahasa Jawa. Oleh sebab itu, diperlukan penerapan metode
pembelajaran yang sesuai untuk meningkatkan keterampilan siswa dalam bercerita.
Untuk meningkatkan keterampilan bercerita Bahasa Jawa, guru tidak mungkin hanya menggunakan metode ceramah. Siswa harus mengalami sendiri
pengalaman menggunakan Bahasa Jawa untuk membiasakan diri bukan menghafal. Selaras dengan pendapat Henry Guntur Tarigan 1987 yang
mengungkapkan bahwa keterampilan berbicara hanya dapat diperoleh dengan jalan praktik dan banyak latihan. Berdasarkan pendapat tersebut, peneliti
menggunakan metode sosiodrama untuk meningkatkan keterampilan bercerita Bahasa Jawa khususnya bagi siswa kelas IV SD Muhammadiyah Nglatihan
Kulon Progo. Metode sosiodrama menurut Wina Sanjaya 2013: 160 adalah metode pembelajaran bermain peran untuk memecahkan masalah-masalah
yang berkaitan dengan fenomena sosial, permasalahan yang menyangkut hubungan antara manusia.
Metode sosiodrama merupakan salah satu metode yang memberi kesempatan kepada siswa untuk praktik dan latihan menggunakan Bahasa Jawa
dalam berbagai konteks berbahasa. Dalam penerapan metode ini siswa akan praktik menggunakan Bahasa Jawa ketika bermain peran, berdiskusi, bertanya
kepada guru maupun teman, serta mengungkapkan pendapat. Seperti yang diungkapkan oleh Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain 2006 bahwa
8 dalam bermain sosiodrama siswa akan dilatih untuk mengemukakan
pendapatnya dengan waktu yang tersedia. Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain 2006 juga menjelaskan bahwa dalam sosiodrama siswa berkesempatan
untuk berdiskusi sebelum bermain drama agar dalam memainkan drama terjadi kekompakan dan keserasian antarpemain. Diskusi kelas juga dilakukan untuk
memecahkan persoalan yang ada pada sosiodrama. Keterampilan siswa dalam berbahasa juga akan semakin meningkat
karena dalam pembelajaran metode sosiodrama terdapat proses penilaian serta pengulangan. Seperti yang diungkapkan oleh Oemar Hamalik 2010: 199
bahwa dalam sosiodrama siswa belajar melalui pengkajian, penilaian, dan pengulangan. Para peserta dapat memperbaiki keterampilan-keterampilan
mereka dengan mengulanginya dalam penampilan berikutnya. Melalui metode sosiodrama siswa akan lebih memahami masalah
maupun karakter tokoh yang diperankan sehingga dapat bercerita dengan baik. Seperti yang diungkapkan oleh Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain
2006 bahwa melalui sosiodrama siswa dapat melatih dirinya untuk memahami, dan mengingat isi bahan yang akan didramakan.
Metode pembelajaran
sosiodrama tersebut
diterapkan dalam
pembelajaran Bahasa Jawa di kelas IV SD Muhammadiyah Nglatihan dengan standar kompetensi berbicara yaitu mampu mengungkapkan pikiran, pendapat,
gagasan, dan perasaan secara lisan sesuai dengan unggah-ungguh Bahasa Jawa, melalui menceritakan kesan, mengajukan dan menjawab pertanyaan dan
menceritakan upacara adat dan kompetensi dasar menceritakan upacara adat.
9 Melalui penerapan metode ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan
siswa dalam bercerita Bahasa Jawa. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti akan melakukan penelitian tin
dakan kelas dengan judul “Meningkatkan Keterampilan Bercerita Bahasa Jawa dengan Metode Sosiodrama Kelas IV SD
Muhammadiyah Nglatihan Kulon Progo”.
B. Identifikasi Masalah