31
4. Kajian Membaca Pemahaman Bagi Tunarungu
Stauffer Stauffer, R.G., Directing Reading Maturity as a Cognitive Process,
Harper and Row, New York, 1969 dalam Pramila 2004: 51 menyatakan bahwa “kemampuan pemahaman anak-anak tersebar di sepanjang
garis kontinum yang panjang: di satu titik ekstrem adalah anak-anak yang semata-mata mereproduksi gagasan eksak dalam buku teks, dan titik ekstrem
lainnya adalah anak-anak yang mampu memproduksi bangunan mental baru secara kreatif dan orisinil.” Sementara Smith dalam Tagor Pangaribuan, 2008:
83 mengungkapkan pemahaman merupakan proses perpaduan antara informasi lama dan informasi baru. Informasi baru yang dimaksud terdiri dari
informasi auditif yang ditangkap alat pendengar, atau informasi visual yang ditangkap alat indera mata.
Tin Suharmini 2009: 38 memaparkan bahwa tingkatan perkembangan kognitif anak tunarungu ditentukan oleh : tingkat kemampuan bahasa, variasi
pengalaman, pola asuh atau kontrol lingkungan, tingkat ketunarunguan dan daerah bagian telinga yang mengalami kerusakan, serta ada tidaknya kecacatan
lainnya. Berdasarkan pemaparan para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa
kemampuan membaca pemahaman anak tunarungu dipengaruhi oleh keterbatasannya dalam menerima informasi, menyimpan informasi, dan
mengungkapkan informasi tersebut sebagai sebuah pemahaman dalam proses yang disebut sebagai proses kognitif. Hal-hal yang mempengaruhi
32 perkembangan kognitif tersebut dapat dihubungkan dengan kemampuan anak
tunarungu dalam berkomunikasi secara keseluruhan. Tingkat kemampuan bahasa sangat jelas mempengaruhi kemampuan kognitif seseorang, karena
kemampuan kognitif dapat berkembang dengan cara berkomunikasi dan mengelola informasi yang didapatkan dari lingkungan. Anak tunarungu akan
cepat memahami hal yang pernah dialaminya, sehingga variasi pengalamannya juga sangat mempengaruhi perkembangan kognitifnya. Lingkungan yang
berbahasa intensif akan lebih baik untuk perkembangan kognitif tunarungu, karena dengan dibiasakan berbahasa anak tunarungu akan menjadi lebih kaya
akan bahasa sehingga membantu perkembangan kognitifnya. Tingkat kecacatan dan terdapat kecacatan ganda atau tidaknya mempengaruhi
kemampuan anak tunarungu dalam beradaptasi dengan lingkungan dan dapat memperlambat kemampuan kognitifnya bahkan dapat berpengaruh lebih
kompleks. Intervensi terhadap kemampuan membaca pemahaman anak tunarungu perlu dilakukan melalui pelaksanaan pembelajaran membaca dengan
metode yang tepat agar pemrosesan informasi dapat berjalan dengan baik.
5. Evaluasi Kemampuan Membaca Pemahaman
Evaluasi merupakan suatu proses penilaian yang dilakukan secara terus-menerus dan tidak berhenti serta terfokus pada ujian akhir saja, namun
semua proses dilihat secara seksama, sehingga baik guru maupun orang tua
33 mendapatkan gambaran yang utuh mengenai kondisi belajar anak dari awal
sampai akhir Murni Winarsih, 2007: 174. Menurut Suharsimi Arikunto 2008: 20,
“evaluasi dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang terencana untuk mengetahui keadaan suatu objek
dengan menggunakan instrumen dan hasilnya dibandingkan dengan suatu tolak ukur untuk memperoleh su
atu kesimpulan.” Selain itu, Parwoto 2007:
65 menyatakan,
“Evaluasi siswa yang paling baik digambarkan secara kronologis dengan tiga tingkatan yaitu 1 evaluasi yang dilakukan dalam proses
analisis diagnosis persyaratan siswa untuk layanan, dasar asesmen psikologik, pendidikan, medik dan sosial; 2 evaluasi program
pendidikan individual untuk jangka waktu satu tahun yang meliputi program penempatan, penyusunan tujuan tahunan untuk PPI yang
baru;
dan 3
evaluasi pengajaran
harian pengukuran berbasis kurikuler yang menyediakan informasi tentang
kemajuan siswa.” Dari penuturan beberapa ahli di atas, dapat dipahami bahwa evaluasi
hasil belajar diperlukan untuk mengetahui sejauh mana perkembangan peserta didik dalam mengikuti suatu kegiatan pembelajaran untuk selanjutnya dapat
digunakan sebagai dasar penyusunan rancangan pembelajaran berikutnya.
D. Kajian Tentang Metode Bermain Peran Role Playing
1. Pengertian Metode Bermain Peran
Bermain peran adalah berakting sesuai dengan peran yang telah ditentukan terlebih dahulu untuk tujuan-tujuan tertentu seperti menghidupkan
kembali suasana historis misalnya mengungkapkan kembali perjuangan para
34 pahlawan kemerdekaan, atau mengungkapkan kemungkinan keadaan yang
akan datang, misalnya saja keadaan yang kemungkinan dihadapi karena semakin besarnya jumlah penduduk, atau menggambarkan keadaan imajiner
yang dapat terjadi dimana saja dan kapan saja Abdul Azis Wahab, 2012: 109. Biasanya sosiodrama role playing tidak memerlukan perlengkapan
lain-lain, pelaku-pelakunya berpakaian biasa dan berperan dengan mimik atau panto mimik seperlunya Winarno Surakhmad, 1984: 130. Menurut Zainal
Aqib 2014: 114 menyatakan bahwa, “ metode bermain peran adalah metode yang melibatkan interaksi antara dua siswa atau lebih tentang suatu topik atau
situasi.” Metode bermain peran pada dasarnya mendramatisasikan tingkah laku dalam hubungannya dengan masalah sosial Nana Sudiana, 2002: 84.
Dijelaskan lebih lanjut oleh Nana Sudiana 2002: 90 bahwa dalam bermain peran ditujukan untuk mengkreasikan kembali suatu peristiwa, kemungkinan
dan kejadian. Dari pemaparan ahli-ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa metode
bermain peran merupakan metode yang digunakan dalam pembelajaran dengan melibatkan peran siswa dalam memainkan peran yang telah disepakati
bersama untuk tujuan tertentu.
2. Keunggulan dan Kelemahan Metode Bermain Peran
Dasar pemilihan metode pembelajaran yang diterapkan pada siswa tentunya memiliki kelebihan. Namun tidak menutup kemungkinan suatu
35 metode pembelajaran yang digunakan juga terdapat kelemahannya.
Adapun kelebihan dari metode bermain peran antara lain : melatih siswa memahami
dan mengingat isi bahan yang akan diperankan, dapat menumbuhkan kerjasama khususnya antara pemain, melatih siswa menghayati suatu
peristiwa dan menarik kesimpulan, serta melatih cara berpikir dan kemampuan bahasa lisan siswa Darwin Syah, 2007: 154-155. Buchari Alma
2010: 74 menyebutkan bahwa bermain peran mendorong siswa menjadi lebih memperhatikan pelajaran, dapat mengembangkan kreatifitas siswa,
memupuk kerja sama, memupuk keberanian, dan mengembangkan bakat siswa. Selain itu, melalui metode bermain peran dapat melatih siswa untuk
menganalisa masalah dan mengambil keputusan dalam waktu singkat. Roestiyah N.K. 2008: 22-23 menyebutkan keunggulan penerapan
metode bermain peran dalam kegiatan pembelajaran, antara lain: menyenangkan siswa, mendorong guru untuk mengembangkan kreatifitas
siswa, memungkinkan eksperimen berlangsung tanpa memerlukan lingkungan yang sebenarnya, mengurangi hal-hal yang abstrak, tidak memerlukan
pengarahan yang mendalam, menimbulkan semacam interaksi antar siswa yang memberi kemungkinan timbulnya keutuhan dan kegotong-royongan
serta kekeluargaan yang sehat, menimbulkan respon yang positif dari siswa yang kurang cakap, menumbuhkan cara berpikir yang kritis, dan
memungkinkan guru bekerja dengan tingkat kemampuan yang berbeda-beda.