Unsur- unsur Pembangun Cerita Pendek

nada berhubungan dengan pilihan gaya yang berfungsi untuk mengekspresikan sikap tertentu Wiyatmi, 2006: 42. 7 Tema Tema adalah makna cerita, atau dasar cerita. Tema dalam fiksi biasanya berpangkal pada motif tokoh Sayuti, 2000: 187. Lebih lanjut Sayuti menyatakan bahwa tema berfungsi sebagai penyatu unsur-unsur lainnya. Tema juga berfungsi melayani visi, yaitu response total pengarang terhadap pengalaman dan hubungan totalnya dengan jagad raya Sayuti, 2000: 192. Sayuti 2000: 195-197 menyatakan bahwa tema dapat ditafsirkan melalui cara-cara tertentu, yaitu 1 mempertimbangkan tiap detail erita yang tampak terkedepankan, 2 tidak bertentangan dengan tiap detail cerita, 3 tidak mendasarkan diri pada bukti-bukti yang tidak dinyatakan baik secara langsung maupun tidak langsung, dan 4 mendasarkan pada bukti yang secara langsung ada atau diisyaratkan pada cerita.

5. Pembelajaran Membaca di SMA

Pembelajaran membaca di sekolah memiliki beberapa tujuan yang sejalan dengan jenis membaca yang diajarkan. Tujuan tersebut diantaranya untuk membina dan meningkatkan kemampuan membaca siswa. Membaca di sekolah mencakup dua hal yaitu, membaca teks sastra dan nonsastra. Berdasarkan pada jenis keterampilan yang ada, membaca cerita pendek merupakan membaca yang termasuk dalam pembelajaran membaca teks sastra yang kompetensinya harus diajarkan pada siswa SMA kelas X. Tujuan pembelajaran membaca teks sastra perlu diajarkan pada siswa karena mengingat adanya tuntutan siswa untuk dapat memahami isi, menghayati, dan memaparkannya. Memahami isi berkaitan dengan kemampuan memahami makna dalam bacaan, memahami suasana dalam penuturan teks sastra yang dibaca dan sikap pengarang. Menghayati isi berkaitan dengan memahami dunia pengalaman batin yang digambarkan pengarang dari teks sastra yang akan dibaca, memasukkan diri sendiri sebagai tokoh yang digambarkan oleh pengarang dalam cerita sehingga akan merasakan jalan cerita saat membaca teks sastra tersebut. Memaparkan isi cerita berkaitan dengan kesan yang dapat diambil setelah selesai membaca, sehingga setelah selesai membaca siswa dapat menjelaskan mengenai isicerita teks sastra yang dibacanya. Standar kompetensi dan kompetensi dasar membaca dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan kelas X yaitu sebagai berikut. Tabel 1: Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Keterampilan Membaca SMA Kelas X Semester 1 Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Membaca 3. Memahami berbagai teks bacaan nonsastra dengan berbagai teknik membaca 7. Memahami wacana sastra melalui kegiatan membaca puisi dan cerpen 3.1 Menemukan ide pokok berbagai teks nonsastra dengan teknik membaca cepat 250 katamenit 3.2 Mengidentifikasi ide teks nonsastra dari berbagai sumber melalui teknik membaca ekstensif 7.1 Membacakan puisi dengan lafal, nada, tekanan, dan intonasi yang tepat. 7.2 Menganalisis keterkaitan unsur intrinsik suatu cerpen dengan kehidupan sehari-hari. Kompetensi dasar yang menjadi acuan dalam penelitian ini adalah menganalisis keterkaitan unsur intrinsik suatu cerpen dengan kehidupan sehari- hari. Pembelajaran membaca cerita pendek ini akan dipadukan dengan strategi Bingkai Cerita Story Frames untuk membentuk suatu model pembelajaran di kelas.

6. Strategi Bingkai Cerita Story Frames

Strategi adalah suatu cara, teknik, taktik, atau siasat yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang guna mencapai tujuan yang telah ditentukan Pringgawidagda, 2002: 88. Proses membaca juga dibutuhkan strategi atau teknik yang digunakan untuk mencapai tujuan yakni pemahaman bacaan. Wisendanger 2001 dalam bukunya Strategies for Literacy Education menyebutkan ada beberapa jenis strategi dalam pembelajaran membaca, antara lain strategi Story Impressions, DRTA Directed Reading-Thinking Activity, strategi Story Character Map, strategi Episodic Mapping, dan strategi Bingkai Cerita Story Frames. Beberapa strategi tersebut masing-masing memiliki langkah, tujuan, dan keunggulan yang berbeda. Salah satu dari strategi yang sudah disebutkan adalah strategi Cerita Story Frames. Strategi Bingkai Story Frames menurut Cudd Roberts, 1987; Fowler, 1982; dan Gee Olsen, 1991 melalui Wiesendanger 2001: 142 dijabarkan dalam kutipan sebagai berikut. Story Frames make use of the cloze procedure by leaving out words or key phrases within a paragraph that summarizes a story. The strategy focuses on the story’s structure to aid in comprehension. Story Frames gives students an independent guide for organizing and remembering information about the story. The strategy can be used with any grade level for both narrative and expository text. Expository paragraph frames focus on content area material and help in reviewing and reirforcing specific content and in familiarizing students with the different ways in which authors organize material. This is a postreading strategy. Expository paragraph frames allow the readers to write about what they have just read, thus reinforcing the material. Berdasarkan kutipan tersebut, strategi Bingkai Cerita Story Frames merupakan strategi yang menggunakan prosedur klose dengan mengabaikan kata-kata atau frasa kunci di dalam paragraf yang dapat meringkas isi cerita. Strategi ini berfokus pada struktur cerita untuk membantu pemahaman. Bingkai Cerita Story Frames juga memberikan panduan independen bagi siswa untuk mengorganisasikan dan mengingat informasi mengenai cerita. Strategi ini dapat digunakan untuk semua tingkatan dengan menggunakan teks narasi dan ekspositori. Bingkai paragraf ekspositori berfokus pada materi isi dan membantu meringkas dan menguatkan konten spesifik dan mengenalkan kepada siswa beberapa cara berbeda yang digunakan pengarang untuk menyusun materi. Ini merupakan strategi pasca membaca. Bingkai paragraf ekspositori memungkinkan pembaca untuk menulis mengenai apa yang baru saja dibaca, yang dapat menguatkan materi. Selain dari definisi yang dikemukakan di atas, Fowler juga menjelaskan strategi Bingkai Cerita Story Frames sebagai berikut.