f. Sejarah dan kisah-kisah
Sejarah atau kisah-kisah adalah cerita orang-orang terdahulu yang mendapat kejayaan akibat ketaatannya dan kehancuran akibat
keingkarannya yang dapat dijadikan pelajaran. g.
Dorongan untuk berpikir Di dalam Al-
Qur’an banyak ayat yang mengulas bahasan yang memerlukan pemikiran manusia untuk mendapatkan manfaat dan juga
untuk membuktikan kebenarannya.
49
4. Tata Cara Membaca Al-Qur’an
Untuk dapat membaca Al- Qur’an dengan baik dan benar, maka
diperlukan pengetahuan mengenai ilmu tajwid. Secara bahasa, ilmu tajwid berasal dari kata jawwada yang mengandung arti tahsin, artinya
memperindah atau memperelok. Sedangkan menurut istilah adalah ilmu yang menjelaskan tentang hukum-hukum dan kaidah-kaidah yang menjadi
landasan wajib ketika membaca Al- Qur’an, sehingga sesuai dengan bacaan
rasulullah SAW. tajwid pun biasa disebut sebagai ilmu yang mempelajari tentang bagaimana cara mengucapkan kalimat-kalimat Al-
Qur’an.
50
Tajwid yaitu memberikan kepada huruf akan hak-hak dan tertibnya, mengembalikan huruf kepada makhraj dan asalnya, serta menghaluskan
pengucapannya dengan cara yang sempurna tanpa berlebihan, kasar, tergersa-gesa dan dipaksa-paksakan.
Tajwid sebagai suatu disiplin ilmu mempunyai kaidah-kaidah tertentu yang harus dipedomani dalam pengucapan huruf-huruf dari
makhrajnya di samping harus pula diperhatikan hubungan setiap huruf dengan yang sebelum dan sesudahnya dalam cara pengucapannya.
Oleh karena itu tajwid tidak diperoleh hanya sekedar dipelajari namun juga harus melalui latihan, praktik dan menirukan orang yang baik
49
Ibid., h. 208.
50
Abu Nizhan, op. cit., h. 13.
membacanya. Dan kaidah tajwid itu berkisar pada cara waqaf, imalah, idgam, penguasaan hamzah, tarqiq, tafkhim dan makharijul huruf.
51
Materi pembelajaran Al- Qur’an meliputi pengajian membaca Al-
Qur’an dengan tajwid sifat dan makhrajnya maupun kajian makna, terjemahan dan tafsirnya.
52
Metode yang digunakan dalam belajar membaca Al- Qur’an adalah
Metode Iqra’ membaca, Qiro’ati, baghdadiyah atau yang dikenal dengan
juz amma, Targhib dan Tarhib Metode ini adalah cara memberikan dorongan atau memperoleh kegembiraan bila mendapatkan sukses dalam
kebaikan.
53
Dari sisi tempo atau iramapembacaan Al- Qur’an, para ahli tajwid
membagi empat tingkatan atau martabat bacaan Al- Qur’an, yakni :
a. Tahqiq, yaitu tempo bacaannya seperti tartil hanya saja lebih lambat dan
perlahan, seperti membetulkan bacaan huruf dan makhraj-nya, menepatkan kadar bacaan mad, dan dengung. Tingkatan bacaan tahqiq
ini biasanya dilakukan oleh mereka yang baru belajar membaca Al- Qur’an agar mereka dapat melatih lidah untuk melafalkan huruf dan sifat
huruf dengan baik dan tepat. b.
Hadr, yaitu tempo bacaan yang cepat dan dalam saat yang sama tepat menjaga hukum-hukum bacaan tajwid. Tingkatan bacaan hadr ini
biasanya dilakukan oleh mereka yang telah menghafal Al- Qur’an, supaya
mereka dapat mengulang taqrir bacaannya dalam waktu yang relatif lebih singkat.
c. Tadwir, yaitu tempo bacaan yang berada pada pertengahan antara tempo
bacaan tartil dan hadar, dan dalam waktu yang sama tetap memelihara hukum-hukum tajwid.
d. Tartil, yaitu tempo bacaan dengan perlahan-lahan, tenang, dan
melafalkan setiap huruf dari makhraj-nya secara tepat serta menurut
51
Al-Qattan, op. cit., h. 265-273.
52
Abdul Majid, op. cit., h. 13.
53
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992, h. 146.
hukum-hukum bacaan tajwid dengan sempurna, merenungkan maknanya, hukum, dan kandungan dari ayat tersebut. Tingkatan bacaan tartil ini
biasanya bagi mereka yang sudah mengenal makharij al-huruf, sifat-sifat huruf, dan hukum-hukum tajwid. Tingkatan bacaan ini adalah lebih baik
dan lebih utama dianjurkan.
54
Selain di atas, bisa juga menggunakan tempo bacaan Al- Qur’an di
bawah ini : a.
Tilawah, berasal dari kata tala, yang berarti membaca secara tenang, berimbang dan menyenangkan. Pada masa pra-Islam, kata ini digunakan
untuk merujuk pembacaan syair. Pembacaan semacam ini mencakup cara sederhana pendengungan atau pelaguan yang disebut tarannum.
b.
Qira’ah, berasal dari kata qara’a, yang berarti “membaca” yang mesti dibedakan penggunaannya untuk merujuk pada istilah yang berarti
keragaman bacaan Al- Qur’an. Disini, pembacaan Al-Qur’an mencakup
hal-hal yang ada dalam istilah-istilah lain, seperti titi nada tinggi rendah, penekanan pada pola-pola durasi bacaan dan lain-lain
.
55
Bagi para pendidik yang mengajarkan Al- Qur’an kepada anak
didiknya, ada beberapa kewajiban yang semaksimal mungkin harus dilaksanakan, yaitu:
a. Melatih dan memfasihkan lidah siswa agar membaca Al-Qur’an dengan
tajwid yang tepat. b.
Membina kekhusyukan membaca dan menjiwai bacaannya sehingga dalam jiwanya tertanam kerinduan pada surga atau kecintaan kepada
Allah. c.
Membina anak agar memahani bacaannya sehingga terpatrilah tekad untuk mengamalkan ajaran Al-
Qur’an dalam kehidupan sehari-hari mereka.
d. Membina anak agar mereka biasa mengambil intisari Al-Qur’an,
merenungkan apa yang ditunjukkan Al- Qur’an sebagai bukti keagungan
54
Supriyadi, op. cit., h. 15-16.
55
Achmad Lutfi, Pembelajaran Al- Qur’an dan Hadits, Jakarta: Direktorat Jendral
Pendidikan Islam DEPAG RI, 2009, h.87.