6
Tabel 4. Komposisi asam amino susu kambing peranakan Etawah PE dan Saanen Komposisi Asam Amino
Jumlah g100g susu Susu Kambing
PE Susu Kambing
Saanen Asam Amino Esensial
Tyrosin 0,28
0,19 Methionin
0,33 0,18
Valin 0,33
0,27 Phenilalanin
0,28 0,25
Isoleusin 0,24
0,25 Leusin
0,50 0,34
Lysin 0,51
0,10 Threonin
0,26 0,12
Asam Amino Non Esensial Asam Aspartat
0,39 0,40
Asam Glutamat 1,07
0,78 Serin
0,28 0,04
Histidin 0,25
0,17 Glisin
0,11 0,01
Arginin 0,24
0,22 Alanin
0,18 0,07
Rozali 2010 Tabel 5. Karakteristik susu kambing peranakan Etawah dan Saanen nilai per 100 gram
Karakteristik
Susu Kambing PE
Susu Kambing Saanen
Fisik Berat Jenis Suhu 27,5
o
C 1,031
1,0213 Kimia
Kadar Air 86,35
83,28 Berat Kering
16,64 16,72
Berat Kering Tanpa Lemak 9,74
7,72 Kadar Protein
4,10 2,93
Kadar Lemak 6,90
9,00 Kadar Abu
0,88 0,57
Rozali 2010
2.2. YOGHURT
Yoghurt adalah produk koagulasi susu yang dihasilkan melalui proses fermentasi bakteri asam laktat, Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermopilus, dengan atau tanpa
penambahan lain yang diizinkan Wahyudin, 2006. Yoghurt merupakan salah satu jenis produk susu fermentasi yang popular di masyarakat. Yoghurt berasal dari bahasa Turki, yaitu “jugurt”
yang berarti susu asam. Menurut SNI 01-2981 tahun 2009, yoghurt adalah produk yang diperoleh dari fermentasi susu dan atau susu rekonstitusi dengan menggunakan bakteri Lactobacillus
bulgaricus dan Streptococcus thermopilus dan atau bakteri asam laktat lain yang sesuai, dengantanpa penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan yang diizinkan.
Proses pembuatan yoghurt baik dengan cara tradisional maupun modern, secara garis besar terdiri atas empat langkah dasar yaitu pemanasan, inokulasi, inkubasi, dan pendinginan Rahman
et al., 1992. Pemanasan yang dilakukan pada produk susu sebelum diinokulasi kultur dilakukan pada suhu 80-85
C selama 15-30 menit. Proses pemanasan bertujuan untuk membunuh mikroba
yang tidak diinginkan sehingga kultur yoghurt dapat tumbuh secara optimum, menguapkan sebagian air, dan membebaskan sebagian oksigen sehingga menciptakan kondisi anaerob bagi
7
kultur selama proses fermentasi, memecahkan beberapa komponen susu, dan mendenaturasi dan mengkoagulasi albumin dan globulin susu.
Pengunaan starter yoghurt berkisar antara 2-5 dari bahan yang digunakan. Penggunaan inokulasi starter memungkinkan terjadinya perubahan laktosa dan produksi asam laktat yang
berakibat pada penurunan pH, sehingga kadar asam yoghurt relatif tinggi dan terbentuknya gumpalan yoghurt Robinson, 1990. Bahan yang diproduksi selama proses fermentasi tidak
hanya membantu proses pertumbuhan kultur starter, tetapi juga mempengaruhi karakteristik sensori yoghurt yaitu aroma, rasa, dan tekstur Zain, 2010.
Berdasarkan cara pembuatannya, yoghurt dibagi menjadi 2 tipe, yaitu set yoghurt dan stirred yoghurt. Keduanya berbeda dari cara pembuatannya dan struktur fisik koagulum yang
terbentuk. Tipe set yoghurt adalah yoghurt yang diinkubasi dengan kultur dalam kemasan- kemasan kecil siap jual sehingga gel atau koagulum yang terbentuk berasal dari aktivitas kultur
starter itu sendiri. Tipe stirred yoghurt adalah yoghurt yang difermentasi dengan kultur pada wadah besar. Koagulum yang terbentuk kemudian dipecah diaduk agar produk mudah dialirkan
ke dalam kemasan-kemasan kecil. Gel atau koagulum yang terbentuk dalam kemasan kecil bukan merupakan hasil aktivitas kultur starter tetapi karena penambahan stabilizer seperti gelatin
Helferich dan Westhoff, 1980 di dalam Prisilia, 2009. Set yoghurt mengacu pada acid set yoghurt dan stirred yoghurt mengacu pada pudding-type yoghurt atau fluid yoghurt.
Yoghurt dapat terbuat dari berbagai macam jenis susu yang berasal dari hewan sapi, kambing, domba, unta, kerbau, dan kuda. Komposisi susu berbeda menyebabkan perbedaan
karakteristik yoghurt yang dihasilkan. Secara tradisional yoghurt terbuat dari susu murni tanpa penambahan apapun. Namun seiring dengan perkembangan teknologi yoghurt telah dibuat dari
berbagai ingredient Hidayat, 2009.
Yoghurt memiliki keunggulan dari segi gizi jika dibandingkan dengan susu. Selama fermentasi mikroorganisme pada yoghurt memecah laktosa, sehingga kandungan laktosa yoghurt
dapat berkurang hingga 30. Oleh karena itu yoghurt lebih cocok dikonsumsi oleh penderita lactose intolerance. Selain itu, mikroorganisme yoghurt juga memecah protein. Hal ini
ditunjukkan dengan tingginya kadar asam amino prolin dan glisin sehingga protein pada yoghurt lebih mudah dicerna. Lemak susu juga mengalami perubahan, sebagian besar lemak telah dipecah
menjadi asam lemak. Yoghurt mengandung asam lemak linoleat yang lebih tinggi daripada susu Adolfsson et al., 2004.
Yoghurt memiliki keasaman kurang dari 1 sehingga dapat menyebabkan bakteri-bakteri patogen seperti Salmonella spp. menjadi inaktif. Selain itu, koliform menjadi tidak mampu
bertahan pada kondisi pH rendah dan penghambatan ini diperkuat dengan produksi senyawa- senyawa antibiotik yang dihasilkan oleh mikroorganisme yoghurt Tamime dan Robinson, 1989
di dalam Prisilia, 2009. Flavor dan konsistensi yoghurt bevariasi sesuai dengan daerah dan selera konsumen, tetapi pada prinsipnya terdapat dua jenis bakteri thermofilik yang mampu
memproduksi asam laktat dengan perbandingan jumlah bakteri yang relatif sama Rahman et al., 1992.
2.3. KULTUR STARTER