Adanya kebijakan pemerintah mengimpor sapi potong

79 pupuk organik yang dapat dimanfaatkan. Adanya hasil sampingan yang diperoleh oleh kelompok tani berupa kotoran sapi yang akan merupakan peluang bagi kelompok yang lebih besar apabila kotoran ternak sapi tersebut diolah menjadi kompos, hal ini akan menjadi keuntungan yang lebih besar . Selama ini limbah produksi kotoran sapi tidak diolah menjadi kompos oleh kelompok penerima dana BLM, kelompok langsung menjual kotoran sapi kepada petani-petani yang menggunakannya sebagai pupuk seperti dari daerah Brastagi Kabupaten Karo Ancaman 1. Diberlakukannya era pasar bebas free trade Dengan terbukanya perdagangan bebas dunia maka masing-masing negara menggabungkan diri ke dalam berbagai organisasi, baik bersifat regional maupun internasional, seperti dengan disetujuinya kerjasama di kawasan segi tiga pertumbuhan STP Indonesia Malaysia Singapura IMS-GT dan Indonesia Malaysia Thailand IMT-GT dalam rangka AFTA ASEAN Free Trade Area, WTO dan lain-lain untuk mengantisipasi kemungkinan yang timbul akibat adanya perdagangan bebas tersebut. Adanya perdagangan bebas menyebabkan tidak adanya lagi hambatan atau batas negara terhadap sebuah produk, sehingga keluar masuknya barang dari negara lain asalkan sesuai dengan kualitas dan ketentuan yang dibuat maka barang tersebut bebas masuk. Ini tentunya dapat menjadi ancaman bagi para kelompok tani ternak di Kabupaten Deli Serdang khususnya kelompok penerima program BLM ini untuk mengembangkan ternak sapi dengan mutu produk yang sesuai dengan permintaan pasar.

2. Adanya kebijakan pemerintah mengimpor sapi potong

Dari wawancara dengan peternak di keluhkan terjadinya penurunan permintaan sapi sebagai akibat kebiajakan pemerintah mengimpor sapi hidup dan produk turunannya, kondisi yang demikian mengakibatkan harga ternak di tingkat peternak mengalami penurunan Peternak sapi meminta impor sapi dari Australia tetap dihentikan mengingat harga daging sapi hidup lokal sudah mulai meningkat sehingga peternak bergairah melakukan pemeliharaan ternak. www.nitropdf.com UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SIMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 80 Impor daging dan sapi bakalan semula dimaksudkan hanya untuk mendukung dan menyambung kebutuhan daging sapi yang terus meningkat. Di beberapa daerah ternyata daging dan sapi bakalan impor justru berpotensi mengganggu usaha agribisnis sapi potong lokal. Harga daging, jeroan dan sapi bakalan impor relatif sangat murah, karena sebagian besar merupakan produk atau barang yang kurang berkualitas. Kegiatan agroindustri sapi potong skala besar semakin menjurus pada kegiatan hilir saja yaitu impor dan perdagangan, dengan perputaran modal yang sangat cepat dan resiko yang lebih kecil.

3. Pertambahan penduduk