EFEKTIVITAS PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DITINJAU DARI HASIL PEMERIKSAAN PSIKOLOGIS

(1)

EFEKTIVITAS PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA

DITINJAU DARI HASIL PEMERIKSAAN PSIKOLOGIS

TESIS

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Untuk Mencapai Derajat Magister Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh :

SIGIT ARI WITJAKSANA

S 850907118

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2009


(2)

ii

EFEKTIVITAS PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA

DITINJAU DARI HASIL PEMERIKSAAN PSIKOLOGIS

Disusun oleh :

SIGIT ARI WITJAKSANA NIM S 850907118

Telah disetujui oleh Tim Pembimbing Dewan Pembimbing

Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal

Pembimbing I Prof. Dr. Budiyono, M.Sc NIP. 130 794 445

Pembimbing II Drs. Suyono, M.Si NIP. 130 529 726

Mengetahui

Ketua Program Studi Pendidikan Matematika

Dr. Mardiyana, M. Si NIP 132 046 017


(3)

iii

EFEKTIVITAS PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA

DITINJAU DARI HASIL PEMERIKSAAN PSIKOLOGIS

DISUSUN OLEH : SIGIT ARI WITJAKSANA

NIM S 850907118

Telah Disetujui dan Disahkan oleh Tim Penguji Pada Tanggal :

Jabatan Nama Tanda tangan Ketua Dr. Mardiyana, M. Si ... Sekretaris Prof. Dr. Herman J. Waluyo, M.Pd ... Anggota Penguji :

1. Prof. Dr. Budiyono, M.Sc ... 2. Drs. Suyono, M.Si ...

Surakarta, Januari 2009 Mengetahui

Direktur PPs UNS Ketua Progdi Pendidikan Matematika

Prof. Drs. Suranto, M.Sc. Ph.D Dr. Mardiyana, M. Si NIP: 131 472 192 NIP 132 046 017


(4)

iv

PERNYATAAN

Yang bertandatangan di bawah ini, saya Nama : Sigit Ari Witjaksana NIM : S 850907118

menyatakan dengan sesungguhnya, bahwa tesis berjudul :

EFEKTIVITAS PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA

DITINJAU DARI HASIL PEMERIKSAAN PSIKOLOGIS

adalah betul-betul karya saya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam tesis ini, ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan hukum yang berlaku.

Surakarta, Desember 2008 Yang membuat pernyataan


(5)

v

MOTTO

Yang berhasil adalah yang bekerja keras, selagi yang lain masih tidur.

Karya Tesis ini saya persembahkan kepada: 1. SMK yang ada di Surakarta

2. Puji, Reyner dan Irene


(6)

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas bimbingan dan penyertaanNya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tesis ini. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. dr. Much. Syamsulhadi , Sp.Kj. selaku Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta

2. Prof. Drs. Suranto, M.Sc. Ph.D., selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah berkenan memberi kesempatan untuk mengikuti studi di PPs Program Studi Pendidikan Matematika.

3. Dr. Mardiyana, M.Si. selaku ketua Program Studi Pendidikan Matematika Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan dorongan dalam penulisan tesis ini.

4. Drs. Suyono, M.Si. selaku Sekretaris Program Studi Pendidikan Matematika Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta sekaligus pembimbing II dalam penyelesaian tesis ini.

5. Prof. Dr. Budiyono, M.Sc. sebagai pembimbing I dalam penulisan tesis ini. 6. Kepala SMK Kristen 2 Surakarta dan Kepala SMK Warga Surakarta yang

telah memberikan ijin penelitian untuk tesis ini, Kepala SMK Mikael Surakarta yang telah memberikan ijin untuk Uji coba instrumen prestasi belajar.

7. Bapak dan Ibu guru matematika SMK Kristen 2 Surakarta, SMK Warga Surakarta, dan SMK Mikael Surakarta yang telah membantu penyelesaian tesis ini.

8. Ayahanda Natanael Slamet Munir Hadi Subroto (Alm) dan Emmanuel Suratno (Alm) selaku Ayah mertua yang semasa hidupnya terus-menerus memotivasi untuk berjuang.


(7)

vii

Mudah-mudahan tesis ini bermanfaat bagi yang membaca.

Surakarta, Desember 2008


(8)

viii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL…………...………....………....…....i

HALAMAN PERSETUJUAN ...ii

PENGESAHAN TESIS...iii

PERNYATAAN...iv

MOTTO... v

KATA PENGANTAR...vi

DAFTAR ISI...viii

DAFTAR LAMPIRAN...x

DAFTAR TABEL...xii

DAFTAR GAMBAR...xiii

ABSTRAK...xiv

ABSTRACT...xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah………...…...1

B. Identifikasi Masalah………...…………...3

C. Pembatasan Masalah……...……….………...5

D. Perumusan Masalah…………...………..…..6

E. Tujuan Penelitian………...……….…...6

F. Manfaat Penelitian………....………...….7

BAB II A. KAJIAN TEORI 1. Teori-Teori Belajar...……...………...8

2. Pembelajaran CTL...14

3. Pembelajaran Konvensional ...23

4. Hasil Pemeriksaan Psikologis...28


(9)

ix

6. Materi Pembelajaran Aproksimasi Kesalahan...33

B. Penelitian Yang Relevan...………...….…..…....35

C. Kerangka Berpikir...36

D. Hipotesis Penelitian...39

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ………...………...……41

B. Jenis Penelitian………...41

C. Populasi dan sampel………....43

D. Teknik Pengumpulan Data………...……...45

E. Metode Pengumpulan Data………...…………...46

F. Teknik Analisis Data...49

BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan A. Kemampuan Awal...62

B. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Butir Soal...64

C. Deskripsi Data Prestasi Belajar...66

D. Analisis Variansi………...………...66

E. Uji lanjut Pasca Anava...69

F. Pembahasan Hasil Penelitian...70

G. Keterbatasan Penelitian...73

BAB V Kesimpulan, Implikasi dan Saran A. Kesimpulan...75

B. Implikasi...76

C. Saran...77


(10)

x

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Silabus Aproksimasi kesalahan...81

Lampiran 2 : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Konvensional ...82

Lampiran 3 : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) CTL ...87

Lampiran 4 : Kisi-kisi Tes Prestasi Belajar...96

Lampiran 5 : Tes Prestasi Belajar ...98

Lampiran 6 : Lembar Jawab Tes Uji Coba...102

Lampiran 7 : Lembar Jawab Tes Prestasi...103

Lampiran 8 : Ranking SMK Surakarta Tahun Ajaran 2007/2008...104

Lampiran 9 : Rekapitulasi Hasil Psikotes...106

Lampiran 10 : Data Induk Penelitian………...………...115

Lampiran 11 : Data Setelah Diurutkan………...120

Lampiran 12 : Desain Banyak Data Pengamatan…...………...129

Lampiran 13 : Discriptive Statistik Kemampuan Awal………...130

Lampiran 14 : Kemampuan Awal : -Uji Prasyarat : A. Uji Normalitas : Uji Normalitas Kelompok Eksperimen………...131

Uji Normalitas Kelompok Kontrol………...135

B. Uji Homogenitas : Uji Homogenitas Kelompok Eksperimen dan Kontrol……...140

- Uji Keseimbangan dan Beda Rereata : Uji Keseimbangan Kelompok Eksperimen dan Kontrol……....142

Lampiran 15 : Lembar Validitas Instrumen Tes Prestasi………...…………... 144

Lampiran 16 : Uji Reliabilitas Butir Soal ………...146

Lampiran 17 : Daya Beda dan Tingkat Kesukaran….………...153

Lampiran 18 : Data Prestasi Belajar Aproksimasi...154


(11)

xi

Lampiran 20 : Descriptive Statistik Prestasi………...163

Lampiran 21 : Prestasi : A. Uji Normalitas : Uji Normalitas Kelompok Eksperimen………...…...164

Uji Normalitas Kelompok Kontrol……….………...168

Uji Normalitas Kategori Disarankan………...172

Uji Normalitas Kategori Cukup Disarankan………...175

Uji Normalitas Kategori Kurang Disarankan………...179

B. Uji Homogenitas : Uji Homogenitas Kelompok Eksperimen dan Kontrol………...183

Uji Homogenitas Kategori Tes Bakat-Minat………....185

Lampiran 22: Analisis Variansi Prestasi...………....……...187

Lampiran 23 : Uji Lanjut Pasca Anava...188

Lampiran 24 : Permohonan Izin Penelitian dari Program Pascasarjana ke Dikpora.189 Lampiran 25 : Rekomendasi Izin Penelitian dari Dikpora ke SMK...190

Lampiran 26 : Surat Keterangan Penelitian dari SMK Michael Ska...191

Lampiran 27 : Surat Keterangan Penelitian dari SMK Warga Ska...192


(12)

xii

DAFTAR TABEL

1. Tabel 3.1 Jadwal Penelitian...41

2. Tabel 4.1 Descriptive Statistics : Kemampuan Awal...62

3. Tabel 4.2 Rangkuman Hasil Uji Normalitas Kemampuan Awal...63

4. Tabel 4.3 Rangkuman Hasil Uji Homogenitas Variansi Kemampuan Awal...64

5. Tabel 4.4 Rangkuman Uji Keseimbangan Kemampuan Awal...64

6. Tabel 4.5 Descriptive Statistics : Prestasi ……..………...…..66

7. Tabel 4.6a Rangkuman Hasil Uji Lilliefors...67

8. Tabel 4.6b Rangkuman Hasil Uji Kolmogorov-Smirnov...67

9. Tabel 4.7 Rangkuman Hasil Uji Homogenitas Prestasi...68

10. Tabel 4.8 Rangkuman Hasil Uji Hipotesis...69

11. Tabel 4.9 Rataan Masing-masing Sel dari Data Uji Hipotesis...70

12. Tabel 4.10 Rangkuman Komparasi ganda antar kolom...70

13. Tabel Distribusi Normal Baku...194

14. Tabel Nilai Kritik Uji Liliefors...195

15. Tabel Distribusi Student’s...196

16. Tabel Nilai Kritik Uji F...197


(13)

xiii

DAFTAR GAMBAR

1. Bagan 2.1 Kerangka Berpikir Penelitian...37

2. Gambar 4.1 Perbedaan Prestasi CTL dan Konvensional……...…...……71

3. Gambar 4.2 Perbedaan Prestasi Kategori Tes Bakat-Minat...72

4. Gambar 4.3 Interaksi untuk Prestasi...73

5. Gambar 1: Grafik Normalitas Kelas Eksperimen Kemampuan Awal………….135

6. Gambar 2: Grafik Normalitas Kelas Kontrol Kemampuan Awal ...139

7. Gambar 3: Grafik Normalitas Kelas Eksperimen Prestasi………167

8. Gambar 4: Grafik Normalitas Kelas Kontrol Prestasi...171

9. Gambar 5: Grafik Normalitas Kategori Disarankan untuk Prestasi...174

10.Gambar 6: Grafik Normalitas Kategori Cukup Disarankan untuk Prestasi...178

11.Gambar 7: Grafik Normalitas Kategori Kurang Disarankan untuk Prestasi...181


(14)

xiv ABSTRAK

Sigit Ari Witjaksana, S850907118. Efektivitas Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) Dalam Pembelajaran matematika Ditinjau dari Hasil Pemeriksaan Psikologis (Tes Bakat-Minat). Tesis: Program Studi Pendidikan Matematika Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) Apakah siswa yang diajar dengan pendekatan contextual teaching and learning (CTL) mempunyai prestasi belajar lebih baik dari siswa yang diajar dengan pendekatan konvensional. (2) Apakah siswa yang dikategori disarankan mempunyai prestasi belajar lebih baik dari pada siswa yang dikategori cukup disarankan, dan apakah siswa yang dikategori cukup disarankan mempunyai prestasi belajar lebih baik dari pada siswa yang dikategori kurang disarankan. (3) Apakah perbedaan prestasi belajar dari masing-masing kategori tes bakat-minat konsisten pada perbedaan prestasi belajar dari masing-masing pendekatan pembelajaran dan apakah perbedaan prestasi belajar dari masing-masing pendekatan pembelajaran konsisten pada perbedaan prestasi belajar dari masing-masing kategori tes bakat-minat.

Penelitian dilakukan di kota Surakarta tahun pelajaran 2008/2009. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara Classter random sampling dengan sampel penelitian adalah siswa-siswa dari SMK Kristen 2 dan SMK Warga yang masing-masing terdiri dari satu kelas sebagai sampel kelas eksperimen dan satu kelas sebagai sampel kelas kontrol. Banyak anggota sampel seluruhnya adalah 146 siswa. Uji coba instrumen prestasi belajar matematika dilakukan di SMK Mikael dengan banyak responden 80 siswa. Hasil uji coba 25 butir soal instrumen tes dengan metode KR-20 menunjukkan bahwa besarnya indek reliabilitasnya = 0,8317. Pengujian keseimbangan kemampuan awal menggunakan uji-t yang sebelumnya dilakukan uji prasyarat yaitu uji normalitas dengan uji liliefors dan uji Kolmogorov-Smirnov, uji homogenitas dengan uji Bartlett dan uji-F. Hasil uji kemampuan awal menunjuk bahwa sampel berdistribusi normal, berasal dari populasi yang homogen dan mempunyai rerata yang sama.

Pengujian hipotesis menggunakan anava dua jalan dengan sel tak sama, dengan taraf signifikansi 0,05 yang sebelumnya dilakukan uji prasyarat yaitu uji normalitas dengan uji liliefors dan uji Kolmogorov-Smirnov, uji homogenitas dengan uji Bartlett. Hasil uji prestasi menunjuk bahwa sampel berdistribusi normal, dan juga berasal dari populasi yang homogen. Hasil uji anava menunjukkan (1) Ho(A) ditolak

yang berarti terdapat pengaruh yang signifikan antara pendekatan pembelajaran CTL dan konvensional terhadap prestasi belajar (2) Ho(B) ditolak yang berarti terdapat

pengaruh yang signifikan antara siswa dengan kategori disarankan, cukup disarankan dan kurang disarankan terhadap prestasi belajar (3) Ho(AB) diterima yang berarti

tidak terdapat interaksi yang signifikan antara penggunaan pendekatan pembelajaran dan kategori tes bakat-minat.


(15)

xv

Pengujian pasca anava menggunakan uji Scheffe’. Hasil komparasi ganda antar kolom (1) F.1-.2 diterima, yang berarti bahwa rerata siswa kategori disarankan

sama dengan rerata siswa kategori cukup disarankan, (2) F.2-.3 ditolak, yang berarti

bahwa rerata siswa kategori cukup disarankan lebih tinggi dari rerata siswa kategori kurang disarankan, dan (3) F.1-.3 ditolak, yang beararti bahwa rerata siswa kategori

disarankan lebih tinggi dari rerata siswa kategori cukup disarankan.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa: (1) Terdapat pengaruh yang signifikan dari pendekatan CTL dan konvensional terhadap prestasi belajar matematika. Kelompok siswa yang diajar dengan pendekatan CTL lebih tinggi dibandingkan dengan prestasi belajar matematika kelompok siswa yang diajar dengan pendekatan konvensional baik secara umum maupun ditinjau dari masing-masing kategori tes bakat-minat. (2) Terdapat pengaruh yang signifikan antara kategori tes bakat-minat terhadap prestasi belajar matematika. Setelah dilakukan uji lanjut dan dengan memperhatikan reratanya dapat disimpulkan bahwa kategori disarankan dan cukup disarankan menghasilkan prestasi yang lebih baik dari kategori kurang disarankan, kategori disarankan menghasikan prestasi yang sama dengan kategori cukup disarankan. (3) Perbedaan prestasi belajar approksimasi kesalahan dari masing- masing pendekatan pembelajaran konsisten pada masing-masing kategori tes bakat-minat dan perbedaan prestasi belajar approksimasi kesalahan dari masing-masing kategori tes bakat-minat konsisten pada masing-masing pendekatan pembelajaran.


(16)

xvi ABSTRACT

Sigit Ari Witjaksana, S850907118. The effectiveness of Contextual Teaching and Learning (CTL) Approach in Learning Mathematics viewed from the Psychology Test (aptitude and interest test). Thesis: Mathematics Education Graduate Study Program, Sebelas Maret University, Surakarta.

This research is having aim to find out: (1) whether students who were taught by using contextual teaching and learning (CTL) had better achievement than those who were taught by using conventional approach; (2) whether students who were categorized as strongly advised of the result of psychology test (aptitude and interest test) had better achievement than those who were categorized fairly advised of the result of psychology test , and whether students who were categorized as fairly advised of the result of psychology test had better achievement than those who were categorized as less advised of the result of psychology test (aptitude and interest test); (3) whether the difference of learning achievement from each category proposed by the psychology test (aptitude and interest test) was consistent on the difference of each learning approach and whether the difference of the learning achievement from each learning approach was consistent on the difference of learning achievement from each category of psychological test (aptitude and interest test).

This research was carried out in Surakarta term 2008/2009. Samples of the research were obtained by using cluster random sampling technique; and the samples were drawn from the students of SMK Kristen 2 Surakarta and SMK Warga which each having one class as the sample of experiment class and control class. The total amount of students was 146 students. The instrument of the research was analytically tested to 80 respondents of SMK Mikael’s students. The result of the 25 problems of instrument test by using KR-20 method showed that the reliability index was 0.8317. The balance test of the prior ability were carried out by using T- test which before the pre-requisite test was done first, those were the normality test by using Liliefors test, and Kolmogorov-Smirnov test, homogeneity test by using Barlett test and F-test were done. The result of the prior ability test showed that the samples had normal population distribution; and the samples were from the homogenous population and had the same average.

Hypothesis of the research were tested by using two way Analysis of Variants (ANOVA) with an unequal cell at the significance level of 0.05 which before was done the pre-requisite test those are the normality test by using Liliefors test and Kolmogorov-Smirnov test , homogeneity test by using Barlett test. The result of the pre-requisite test showed that the samples had normal population distribution; and the samples were from the homogenous population. The result of the ANOVA showed: (1) H0(A) was rejected; it meant that there was a significant influence between CTL

approach and Conventional approach toward learning achievement; (2) HO(B) was

rejected; it meant that there was a significant influence between students who were categorized strongly advised, fairly advised, and less advised from the psychology


(17)

xvii

test (aptitude and interest test) toward learning achievement; (3) HO(AB) was

accepted; it meant there was no significant interaction between the using of the learning approach and the category of (aptitude and interest test).

The post ANOVA test was using Scheffe’ test. The result of doubled comparison between columns (1) F.1-2 was accepted, it meant that the average of

students having strongly advised category were the same average with students having fairly advised; (2) F.2.3 was rejected, it meant that the average of students

having fairly advised category were higher than those students having less advised category; (3) F.1.3 was rejected, it meant that the average students having strongly

advised category was higher than those students having fairly advised category. Based on above result of research analysis, the conclusions were drawn as follows: 1) There was significant influence from contextual teaching and learning (CTL) approach and conventional approach toward the achievements of learning mathematics. A group of students which was taught by using CTL approach was higher than that which was taught by using conventional approach both viewed from general and viewed from each level category proposed by the psychology test (aptitude and interest test) 2) There was significant influence between each category proposed by psychological test (aptitude and interest test) toward the achievement of learning mathematic. After the advance test was done with the focus of the average, it was concluded that the strongly advised category and fairly advised category were having better result than those students who were categorized less advised, students who were categorized strongly advised had the same achievement with those students who ere categorized fairly advised. 3) The difference of learning achievement from each category proposed by the psychology test (aptitude and interest test) was consistent on the difference of each learning approach and whether the difference of the learning achievement from each learning approach was consistent on the difference of learning achievement from each category of psychological test (aptitude and interest test).


(18)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan lembaga pendidikan yang bertanggung jawab dalam mencetak sumber daya manusia yang memiliki kemampuan akademis sekaligus keahlian khusus. Siswa-siswinya mempelajari teori dan praktek sehingga berpengalaman dan mantap untuk langsung memasuki dunia kerja, bahkan saat ini banyak Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) bertaraf internasional yang dipersiapkan untuk menghadapi persaingan di era globalisasi ini.

Dalam salah satu program kerjanya, Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas ) sedang berupaya meningkatkan jumlah siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), sehingga pada tahun 2015 akan mencapai 30:70 yaitu 30% Sekolah Menengah Atas (SMA) dan 70% Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Untuk meningkatkan kwalitas, Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) akan terus bekerja sama dengan pihak industri dan swasta agar dapat menghasilkan lulusan yang siap kerja, cerdas, dan kompetitif.

Demikian besarnya tumpuan pada Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di waktu mendatang sehingga peneliti tertarik untuk mengamati dan meneliti pada salah satu aspek yang terkait langsung, yaitu siswa baru (input) Sekolah Menengah kejuruan (SMK). Penelitian ini berusaha menyumbangkan buah pikiran bagaimana menghasilkan out put yang lebih baik pada Sekolah Menengah


(19)

2

Kejuruan (SMK) terutama yang berdomisili di kota Surakarta, agar nantinya Surakarta benar – benar menjadi kota vokasi yang lagi didengung-dengungkan Pemerintah Daerah kota Surakarta.

Perlu diketahui, standar kelulusan Sekolah Menengah kejuruan (SMK) secara nasional sangat rendah dibandingkan dengan negara berkembang lain. Hasil penelitian Programme for International Student Assessment (PISA, 2003) menunjukkan bahwa penguasaan matematika siswa Indonesia berada di peringkat 2 terbawah yaitu ranking 39 dari 41 negara (www.suaramerdeka.com).

Persentase ketidaklulusan secara nasional sangat memprihatinkan Demikian pula yang terjadi pada lulusan sekolah menengah kejuruan (SMK) di kota Surakarta, tidak jauh berbeda dengan realitas tersebut, yaitu dengan standar nilai kelulusan yang demikian rendah, tetapi masih tingginya angka ketidaklulusan siswa.

Sangat kompleknya permasalahan pendidikan di negara kita, amat mengusik peneliti untuk terus memperhatikannya. Terlebih peneliti adalah salah satu komponen yang terjun langsung di dalamnya. Dalam hal ini, peneliti ingin mengadakan penelitian pada salah satu permasalahan yang sangat mendasar sebelum permasalahan yang lain terjadi selama proses belajar di sekolah menengah kejuruan (SMK) yaitu masalah penerimaan siswa baru.

Bagaimana memilih siswa baru yang tepat merupakan masalah utama bagi Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang setiap tahun harus dihadapi.. Banyak Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di kota Surakarta yang menerima siswa baru pada awal tahun pelajaran hanya memperhatikan


(20)

3

jumlah nilai ujian nasional SMP sebelumnya. Padahal Sekolah Menegah Kejuruan (SMK) adalah sekolah yang berbasis pada ketrampilan dan keahlian, dimana kedua hal tersebut nantinya akan menjadi akhir yang dituju. Diketauinya seseorang calon siswa mempunyai dasar ketrampilan dan keahlian tertentu dapat dilihat dari hasil pemeriksaan bakat-minatnya.

Demikian pula sistem pengajaran konvensional yang selama ini dipakai tentu tidak akan pernah menyelesaikan permasalahan pendidikan yang ada. Menurut pengalaman dan pengamatan peneliti dilapangan, banyak berkembang dan munculnya teori pembelajaran baru merupakan bukti bahwa sistem pembelajaran yang selama ini dipakai, menunjukkan masih banyak kelemahan dan kekurangan pengajaran konvensional.

Saling terkaitnya materi pembelajaran satu dengan yang lain, menunjukkan bahwa proses belajar mengajar merupakan suatu sistem. Oleh karena itu sangat penting mengerti keterkaitan antar materi pembelajaran yang dipakai. Dalam penelitian ini dipilih materi aproksimasi kesalahan karena materi ini banyak dipakai oleh mata pelajaran yang lain sebagai materi terapan, baik pelajaran teori maupun praktek di Sekolah Menegah Kejuruan (SMK).

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan hal-hal yang diuraikan pada latar belakang masalah, dapat diidentifikasikan beberarapa masalah sebagai berikut :

1. Terdapat kemungkinan rendahnya prestasi matematika siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di kota Surakarta disebabkan oleh metode seleksi penerimaan siswa baru pada awal tahun pelajaran dan metode


(21)

4

mengajar yang kurang tepat. Terkait dengan masalah ini muncul pertanyaan, kalau metode penerimaan siswa baru yang sebelumnya tanpa tes bakat-minat (hanya berdasarkan nilai ujian SMP atau asal menerima siswa tanpa memperhatikan apapun untuk pertimbangan diterima) kemudian diubah dengan menerima siswa baru menggunakan seleksi tes bakat–minat dan pendekatan konvensional yang biasa untuk mengajar diganti dengan pendekatan contextual teaching and learning (CTL), apakah prestasi belajar matematika dapat meningkat. Untuk menjawab hal ini dapat dilakukan penelitian yang dapat melihat pengaruh tes bakat-minat dan pendekatan pengajaran terhadap prestasi pembelajaran.

2. Ada kemungkinan rendahnya prestasi matematika siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di kota Surakarta disebabkan minat belajar yang terlalu rendah. Terkait dengan masalah ini muncul pertanyaan, bagaimana menumbuhkan minat belajar siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di kota Surakarta. Untuk menjawab hal ini dapat dilakukan penelitian yang menyangkut latar belakang dan tujuan siswa / peserta didik memilih sekolah.

3. Ada kemungkinan rendahnya prestasi matematika siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di kota Surakarta disebabkan oleh tenaga pengajarnya yang kurang profesional. Dalam konteks ini dapat dilakukan penelitian tentang penyeleksian tenaga pengajarnya dan metode - metode yang digunakan tenaga pengajarnya.


(22)

5

4. Ada kemungkinan rendahnya prestasi matematika siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di kota Surakarta disebabkan oleh materi yang diberikan tenaga pengajarnya kurang relevan dan signifikan. Dalam konteks ini dapat dilakukan penelitian tentang kurikulum yang diajarkan. C. Pembatasan Masalah

Dari keempat masalah yang diidentifikasi di atas, peneliti hanya ingin melakukan penelitian yang terkait dengan permasalahan pertama, yaitu yang terkait penggunaan tes bakat - minat saat menerima siswa baru dan pendekatan pembelajaran yang dipakai pengajaran Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Surakarta. Alasan dipilihnya masalah tersebut adalah:

1. Kemampuan dasar seseorang bisa dilihat dari tes bakat-minatnya, Ketepatan memilih siswa merupakan modal utama yang berpengaruh besar dalam proses berikutnya.

2. Prestasi pembelajaran yang dimaksud adalah nilai pembelajaran approksimasi kesalahan. Materi ini sangat penting di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), karena banyak digunakan untuk dasar perhitungan mata pelajaran lain, contoh : dalam mata pelajaran gambar teknik, pekerjaan permesinan, kerja bangku dan pengukuran.

3. Penggunaan metode pengajaran yang bervariasi akan mengatasi kejenuhan siswa sehingga dapat dikatakan bahwa metode pengajaran dalam menyajikan materi sangat berpengaruh pada tingkat pemahaman yang akhirnya dapat mempengaruhi pretasi siswa. Oleh karena itu guru tidak harus terpaku dengan menggunakan satu metode tetapi sebaiknya menggunakan


(23)

6

pendekatan / metode yang bervariasi agar proses pembelajaran tidak membosankan bahkan lebih menarik perhatian siswa. Dalam hal ini dipilih pendekatan contextual teaching and learning (CTL) untuk kelas eksperimen dan pendekatan konvensional untuk kelas kontrol.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Apakah siswa yang diajar dengan pendekatan contextual teaching and learning (CTL) mempunyai prestasi belajar lebih baik dari siswa yang diajar dengan pendekatan konvensional.

2. Apakah siswa yang dikategorikan disarankan mempunyai prestasi belajar lebih baik dari pada siswa yang dikategorikan cukup disarankan, dan apakah siswa yang dikategorikan cukup disarankan mempunyai prestasi belajar lebih baik dari pada siswa yang dikategorikan kurang disarankan. 3. Apakah perbedaan prestasi belajar dari masing-masing kategori tes

bakat-minat konsisten pada perbedaan prestasi belajar dari masing-masing pendekatan pembelajaran dan apakah perbedaan prestasi belajar dari masing-masing pendekatan pembelajaran konsisten pada perbedaan prestasi belajar dari masing-masing kategori tes bakat-minat.

E. Tujuan Penelitian

Dengan penelitian ini diharapkan dapat menjadi tolak ukur bagi Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dalam menerimaan siswa baru maupun dalam pembelajaran matematika. Secara rinci tujuan penelitian ini adalah:


(24)

7

1. Membandingkan hasil penggunaan metode / pendekatan contextual teaching

and learning (CTL)dan pendekatan konvensional.

2. Membandingkan prestasi belajar matematika dengan topik pembelajaran approksimasi kesalahan, antara siswa dengan kategori disarankan dengan kategori cukup disarankan, dan kurang disarankan.

3. Mengetahui perbedaan prestasi dari masing-masing kategori tes bakat-minat dan masing-masing pendekatan pembelajaran.

F. Manfaat Penelitian

Berdasarkan hal-hal yang disebutkan di atas, dapat kita ambil manfaat penelitian sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan pembelajaran dan dapat menjadi salah satu rujukan bagi peneliti lain, serta memperkaya jenis penelitian yang sudah ada.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi siswa, guru, sekolah, peneliti yang lain, pemerintah kota Surakarta, dan Pihak yang berwenang.

a. Bagi Siswa

Siswa mendapat pengajaran dengan metode yang berbeda dari biasanya, diharapkan sangat dapat meningkatkan semangat belajar siswa


(25)

8

b. Bagi Guru

Hasil penelitian ini bermanfaat sebagai alat evaluasi terhadap proses pembelajaran yang telah dilaksanakan dan sebagai informasi untuk peningkatan kualitas pembelajaran di waktu-waktu mendatang.

c. Bagi Sekolah

Hasil penelitian ini bermanfaat sebagai alat evaluasi terhadap proses penerimaan siswa baru pada awal tahun pelajaran di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di kota Surakarta agar menghasilkan lulusan / output yang lebih baik.

d. Peneliti yang lain

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan dan sebagai umpan balik dan perlu ditindaklanjuti oleh peneliti lain dengan pendekatan dan variabel yang lebih bervariasi.

e. Pemerintah Kota Surakarta

Membantu salah satu program pemerintah daerah kota Surakarta sebagai kota vokasi dengan meningkatkan sumber daya manusianya yang nantinya akan terkait langsung di dalamnya.

f. Pihak yang berwenang

Membantu pihak yang berwenang dalam menentukan kebijakan di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).


(26)

BAB II

KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A. Kajian Teori

1. Teori – Teori Belajar

Dewasa ini, tinjauan mengenai teori pembelajaran terus berkembang. Berawal dari pandangan yang menganggap siswa sebagai penerima secara pasif dari berbagai fakta dan informasi, hingga pandangan yang menganggap bahwa siswa adalah sobyek yang aktif. Tinjauan teori pembelajaran bermula dari penelitian tentang tingkah laku (behaviorisme) hingga konstruktivisme. Secara garis besar ada tiga macam teori dalam psikologi belajar yang mendasari penerapan contextual teaching and learning (CTL) yaitu behaviorisme, kognitivisme dan konstruktivisme:

a. Behaviorisme (Tingkah Laku)

Pada awalnya konsep behaviorisme dikemukakan oleh Aristoteles (kurang lebih 350 SM) bahwa behaviorisme bisa terjadi karena: kesamaan (similiarity), berlawanan (contrast), dan berurutan dalam waktu dan tempat terhadap tanggapan – tanggapan, serta hubungan sebab akibat (cause and effect).

Teori ini menekankan pada kondisi contiguity dan reinforcement. Guithrie dalam Gredler (1994:78) mendefinisikan contiguity adalah gabungan stimulus-stimulus yang disertai oleh suatu gerakan, dan pada waktu timbul kembali, cenderung akan diikuti oleh gerakan yang sama. Sedangkan reinforcement menurut Skinner dalam Winkel (2004 : 622) adalah penguatan atas


(27)

10

hasil yang telah dicapai. Dalam teori behaviorisme ini, belajar merupakan usaha mendapatkan tanggapan sebanyak – banyaknya dan menggabungkan tanggapan – tanggapan, serta hubungan sebab akibat ( cause and affect).

Menurut Suyarno dalam Krisno Anggara, belajar adalah usaha mendapatkan tanggapan sebanyak – banyaknya dan menggabungkan tanggapan – tanggapan ini dengan jalan mengulang – ulanginya. Adapun penekanan teori behaviorisme terletak pada: pengaruh lingkungan, bagian – bagian, peranan reaksi, mekanisme terbentuknya hasil belajar, sebab – sebab waktu yang lalu, pembentukan kebiasaan, pemecahan problem dengan ciri trial and error.

Karakteristik pembelajaran berdasarkan paradigma mengajar menurut Yansen Marpaung (2003:2) sangat kuat dipengaruhi oleh psikologi tingkah laku:

a. Guru aktif, siswa pasif.

b. Pembelajaran berpusat pada guru.

c. Guru mentransfer pengetahuan ke pikiran siswa. d. Pembelajaran bersifat mekanistik.

e. Siswa diam (secara fisik) dan penuh konsentrasi (mental) memperhatikan apa yang diajarkan oleh guru.

Untuk menerapkan teori behaviorisme dalam pembelajaran, Sri Esti Wuryani Djiwandono dalam Krisno Anggoro melakukannya dengan:

1. mendefinisikan dan menyatakan secara operasional tingkah laku yang akan diubah.

2. memperoleh suatu gambaran dari tingkah laku tingkat operant dimana guru mempertimbangkan untuk mengubahnya.


(28)

11

3. mengatur situasi belajar atau situasi perlakuan sehingga tingkah laku yang diinginkan dapat terjadi.

4. mengidentifikasi reinforment yang terjadi.

5. membentuk dan memperkuat tingkah laku yang diinginkan, menyusun catatan dari tingkah laku yang diperkuat untuk menentukan apakah penguatan atau frekuensi dari respon bertambah.

b. Kognitivisme

Dasar kognitivisme adalah proses pemikiran yang terjadi dibalik tingkah laku. Perubahan tingkah laku diamati dan digunakan sebagai indikator terhadap apa yang terjadi di dalam pikiran.

Menurut Piaget dalam Moh. Nur dan M. Ibrahim (2001:17,18) pedagogi yang baik harus melibatkan pemberian anak dengan situasi-situasi di mana anak itu mandiri melakukan eksperimen, dalam arti paling luas, mencoba segala sesuatu untuk melihat apa yang terjadi, memanipulasi tanda-tanda, memanipulasi simbol, mengajukan pertanyaan dan menemukan sendiri jawabannya, mencocokkan apa yang ia temukan pada saat tertentu dengan yang ia temukan pada saat yang lain, membandingkan yang ia temukan dengan temuan anak lain.

Dengan mengembangkan psikologi perkembangan yang dipelopori oleh Piaget, aliran ini percaya bahwa seseorang akan memperoleh pengetahuan, dengan terus menerus memperbaiki skemata yang ada, ketika informasi baru tidak sesuai dengan strutur yang ada. Bila suatu informasi dapat dipahami dengan pengetahuan yang ada maka akan menguatkan pengetahuan yang telah ada. Dengan demikian


(29)

12

proses belajar tidak hanya dapat dilihat dari tampilan luar dalam bentuk unjuk kerja seseorang tetapi bisa dijelaskan dengan proses di dalam pikiran seseorang.

Menurut paham kognitivisme peserta didik harus berpartisipasi aktif bukan pasif hanya menerima informasi dari guru, sesuai dengan salah satu karakteristik pendekatan contextual teaching and learning (CTL).

c. Konstruktivisme

Teori-teori konstruktivisme menyatakan bahwa siswa itu sendiri yang harus secara pribadi menemukan dan menerapkan informasi komplek, mengecek informasi baru dibandingkan dengan aturan lama dan memperbaiki aturan itu apabila tidak sesuai lagi.

Esensi dari teori konstruktivisme adalah ide bahwa siswa harus menemukan dan mentransformasi suatu informasi ke suatu yang lain. Siswa harus mengkonstruksi bukan hanya menerima pengetahuan, dan siswa merupakan pusat kegiatan.

Menurut Muhamad Nur (2001:2), hal yang terpenting dalam pendidikan konstruktivisme di sekolah adalah guru tidak dapat hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun pengetahuan di benaknya sendiri. Guru dapat membantu proses ini, dengan cara-cara mengajar yang membuat informasi menjadi sangat bermakna dan sangat relevan bagi siswa, dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan dan menerapkan sendiri ide-ide ataupun strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar.

Menurut Brooks dan Brooks dalam Y. Marpaung (2003:6), pembelajaran kontruktivis memiliki ciri-ciri sebagai berikut:


(30)

13

a. Kurikulum disajikan dari keseluruhan ke bagian-bagian dengan menekankan ide-ide dasar.

b. Keberanian siswa mengajukan pertanyaan–pertanyaan dinilai tinggi. c. Aktivitas kurikuler berdasarkan pada sumber-sumber data primer dan

penggunaan benda-benda manipulatif.

d. Siswa dianggap pemikir dengan memunculkan teori-teori tentang dunia. e. Guru pada umumnya bertingkah laku yang interaktif, dengan memediasi

lingkungan pada siswa (menggunakan lingkungan sebagai titik tolak pembelajaran).

f. Guru berusaha menyelidiki pandangan siswa untuk memahami konsepsinya yang akan digunakan pada pelajaran berikutnya.

g. Assesmen hasil belajar siswa terintergrasi dengan pembelajaran melalui pengamatan oleh guru selama siswa belajar, melalui pameran siswa akan kemampuannya dan portofolio.

h. Mengutamakan belajar dalam kelompok.

Di lain pihak, Suparno dalam Y. Marpaung (2003:6) menyebut bahwa ciri-ciri belajar kontruktivis adalah:

1. belajar berarti membentuk makna.

2. belajar berarti mengkonstruksi terus menerus.

3. belajar adalah mengembangkan pemikiran, bukan mengumpulkan fakta-fakta dan menghafalnya.


(31)

14

5. hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman pebelajar dengan dunia fisik dan lingkungannya.

6. belajar kelompok adalah baik dan dianjurkan.

7. dalam proses pembelajaran guru berperan sebagai fasilitator dan mediator. Dapat dikatakan bahwa dalam pembelajaran dengan pendekatan kontruktivisme guru tidak lagi mengajari siswa apa yang harus siswa lakukan dan bagaimana dia melakukannya, tetapi memotivasi siswa dan memfasilitasi siswa agar mau secara aktif mengolah informasi, baik secara individu atau interaksi dan negoisasi dalam kelompok.

2. Pembelajaran CTL (Contextual Teaching and Learning)

Webster dalam Johnson (2007:82) menulis: Konteks” berasal dari kata kerja latin “contexere” yang berarti “menjalin bersama”. Kata Konteks” merujuk pada “keseluruhan situasi, latar belakang, atau lingkungan” yang berhubungan dengan diri dan yang terjalin dengan bersamanya.

Menurut Johnson (2002:25) Pembelajaran contextual teaching and learning (CTL) dapat digambarkan sebagai berikut:

“An educational process that aims to help students see meaning in the academic material they are studying by connecting academic subyects with the context of their daily live, that is, with context of their personal, social, and culture circumstance. To achieve this aims, the system

encompasses the following components: making meaningful

connections, doing significant work, self-regulated learning,

collaborating, critical and creative thinking, nurturing the individual, reaching high standards, using authentic assessment”.

Yang dapat diterjemahkan sebagai berikut: Sebuah proses pendidikan yang bertujuan menolong siswa melihat makna didalam materi akademik yang mereka pelajari dengan cara menghubungkan subyek-subyek akademik dengan konteks


(32)

15

dalam kehidupan keseharian mereka, yaitu dengan konteks keaadan pribadi, sosial dan budaya mereka. Untuk mencapai tujuan ini, pembelajaran harus memenuhi komponen-komponen berikut: membuat keterkaitan-keterkaitan yang bermakna, melakukan pekerjaan yang berarti, melakukan pembelajaran yang diatur sendiri, melakukan kerja sama, berpikir kritis dan kreatif, membantu individu untuk berkembang, mencapai standar yang tinggi, menggunakan penilaian autentik.

Sedangkan menurut Nurhadi (2002:6), pembelajaran konstektual (CTL) adalah konsep belajar yang mendorong guru untuk menghubungkan / mengaitkan antara materi yang diajarkan dan situasi dunia nyata siswa.

Pembelajaran berbasis CTL melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran produktif, yakni:

a. Konstruktivisme (Constructivism)

Konstruktivisme merupakan landasan berpikir (filosofi) dari pendekatan contextual teaching and learning ( CTL) yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit) dan tidak secara tiba-tiba. Pengetahuan bukanlah sekelompok fakta-fakta, konsep-konsep atau kaidah yang siap diambil dan diingat. b. Menemukan (Inquiri)

Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran yang berbasis CTL. Ketrampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tapi dari menemukan sendiri. Guru harus merancang kegiatan yang menunjuk pada penemuan.


(33)

16

c. Bertanya (Questioning)

Bertanya merupakan strategi utama yang berbasis CTL. Bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa. Bagi siswa, kegiatan bertanya merupakan bagian penting.

Dalam sebuah pembelajaran yang produktif, kegiatan bertanya berguna untuk:

1). mengggali informasi, baik administrasi maupun akademis. 2). mengecek pemahaman siswa.

3).membangkitkan respon pada siswa.

4). mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa. 5). mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa.

6). memfokuskan perhatian siswa pada sesuatu yang dikehendaki guru. 7). untuk membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa. 8). untuk menyegarkan kembali pengetahuan siswa.

d. Masyarakat Belajar (Learning Community)

Konsep learning community menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerja sama dengan orang lain. Dalam CTL, guru disarankan selalu melaksanakan pembelajaran dalam kelompok-kelompok belajar (learning

community). Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok yang anggotanya

heterogen. Yang pandai mengajari yang lemah, yang tahu memberitahu yang belum tahu, yang cepat menangkap mendorong temannya temannya yang lambat.


(34)

17

Masyarakat belajar bisa terjadi apabila ada proses komunikasi dua arah. Seorang guru yang mengajari siswanya bukan contoh masyarakat belajar karena komunikasi hanya satu arah. Seseorang yang terlibat dalam masyarakat belajar memberi informasi yang diperlukan teman bicaranya dan sekaligus minta informasi yang diperlukan dari teman bicaranya.

e. Pemodelan (Modeling)

Maksud dari pemodelan adalah jika dalam sebuah pembelajaran ketrampilan atau pengetahuan tertentu, pasti ada model yang bisa ditiru. Model itu bisa berupa cara mengoperasikan sesuatu. Misalnya guru memberi contoh mengerjakan sesuatu, dengan begitu guru memberi model tentang bagaimana cara belajar.

Dalam pendekatan CTL, guru bukan satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa. Seorang siswa bisa ditunjuk untuk memberi contoh temannya dan model juga dapat didatangkan dari luar.

f. Refleksi (Reflection)

Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah dilakukan di masa yang lalu. Siswa mengendapkan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang baru, yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya. Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang baru diterima.

Pengetahuan yang bermakna diperoleh melalui proses. Pengetahuan yang dimiliki siswa diperluas melalui konteks pembelajaran, yang diperluas


(35)

18

sedikit demi sedikit. Guru atau orang dewasa membantu siswa membuat hubungan-hubungan antara pengetahuan yang dimiliki sebelumnya dengan pengetahuan yang baru.

Kunci dari semua itu adalah bagaimana pengetahuan itu mengendap dibenak siswa. Siswa mencatat apa yang sudah dipelajari dan bagaimana merasakan ide-ide baru.

g. Penilaian yang sebenarnya (Authentic Assessment)

Assessment adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui oleh guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran dengan benar. Apabila data yang dikumpulkan guru mengidentifikasikan bahwa siswa mengalami kemacetan dalam belajar, maka guru segera bisa mengambil tindakan yang tepat agar siswa terbebas dari kemacetan belajar. Karena gambaran tentang kemajuan belajar itu diperlukan disepanjang proses pembelajaran, maka assessment tidak dilakukan diakhir periode (cawu/semester), pembelajaran seperti pada kegiatan Ujian Akhir Nasional, tetapi dilakukan bersama secara terintegrasi (tidak terpisahkan) dari kegiatan pembelajaran.

Data yang dikumpulkan melalui kegiatan penilaian bukanlah untuk mencari informasi tentang belajar siswa. Pembelajaran yang benar memang seharusnya ditekankan pada upaya membantu siswa agar mampu mempelajari (learning by doing), bukan ditekankan pada diperolehnya sebanyak mungkin informasi diakhir periode pembelajaran.


(36)

19

Karena assessment menekankan proses pembelajaran, maka data yang dikumpulkan harus diperoleh dari kegiatan nyata yang dikerjakan siswa pada saat melakukan proses pembelajaran. Data yang diambil dari kegiatan siswa saat melakukan kegiatan baik di dalam kelas maupun di luar kelas itulah yang disebut data autentik.

Kemajuan belajar dilihat dari proses, bukan melulu hasil. Penilaian autentik menilai pengetahuan dan ketrampilan (performansi) yang diperoleh siswa. Penilai tidak hanya guru, tetapi bisa juga teman lain atau orang lain. Karakteristik authentic assessment:

1). Dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung. 2). Bisa digunakan untuk formatif maupun sumatif.

3). Yang diukur ketrampilan dan performansi, bukan mengingat fakta. 4). Berkesinambungan.

5). Terintegrasi.

6). Dapat digunakan sebagai feedback.

Intinya, dengan authentic assessment, pertanyaan yang ingin dijawab adalah “apakah anak-anak belajar?” , bukan “apa yang sudah diketahui?” Jadi, siswa dinilai kemampuannya dengan berbagai cara. Tidak melulu dari hasil ulangan tulis.

Komponen CTL yang di pilih pada penelitian ini adalah: (1) masyarakat belajar; (2) kontruktivisme ; (3) menemukan ; dan (4) refleksi disesuaikan dengan karakter pembelajaran aproksimasi kesalahan.


(37)

20

Dalam menerapkan pembelajaran contextual teaching and learning (CTL) ada sejumlah strategi yang sama pentingnya, semuanya secara proporsional dan rasional yang mesti ditempuh yaitu :

1. Pengajaran harus berbasis problem. Dengan adanya problem yang dihadapi, siswa ditantang untuk berpikir kritis dalam memecahkannya. Problem seperti ini akan membawa makna personal dan sosial bagi siswa.

2. Menggunakan konteks yang beragam. Makna / pengetahuan tersebut ada dalam konteks fisikal dan sosial (sekolah, keluarga, masyarakat dan sebagainya), sehingga makna yang diperoleh semakin berkualitas.

3. Mempertimbangkan kebhinekaan siswa. Guru harus mengayomi setiap individu dan meyakini bahwa perbedaan individual dan sosial seyogianya dibermaknakan menjadi mesin penggerak untuk belajar saling menghormati dan membangun toleransi demi terwujudnya ketrampilan interpersonal.

4. Memberdayakan siswa untuk belajar mandiri. Menjadikan pendidikan formal sebagai kawah candradimuka bagi pembelajaran siswa untuk belajar mandiri di kemudian hari. Oleh karena itu perlu dilatih berpikir kritis dan kreatif dalam mencari dan menganalisis informasi.

5. Belajar melalui kolaborasi. Siswa seyogianya dibiasakan saling belajar dari dan dalam kelompok untuk berbagi pengetahuan dan menentukan fokus belajar.

6. Menggunakan penilaian autentik, yaitu mengakui adanya kekhasan sekaligus keleluasaan dalam pembelajaran, materi ajar dan prestasi yang dicapai siswa.


(38)

21

7. Mengejar standar tinggi. Siswa perlu diberi pengertian untuk terus menjadi manusia kompetitif pada era seperti sekarang ini, sehingga standar tinggi merupakan hal yang penting.

Menurut Y. Marpaung (2006:8) pada pembelajaran kontektual, siswa: 1. harus aktif mengolah informasi untuk memperoleh pengetahuan.

2. materi selalu dikaitkan dengan masalah-masalah kontektual. Dengan demikian siswa secara perlahan-lahan melihat makna pengetahuan dalam hubungannya dengan kebutuhan mereka.

3. berinteraksi dengan sesama siswa. Belajar dengan bekerja sama lebih efektif dari pada belajar dengan kompetisi individu.

4. dibimbing oleh guru menuju pencapaian pengetahuan yang diharapkan.

Pembelajaran kontekstual (CTL) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari – hari. Pengetahuan dan ketrampilan siswa diperoleh dari usaha siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan ketrampilan baru ketika ia belajar.

Dalam kelas kontektual, menurut Nurhadi (2002:2) tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya. Maksudnya guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah team yang bekerja bersama untuk menemukan pengetahuan dan ketrampilan yang datang dari menemukan sendiri bukan dari apa kata guru.


(39)

22

Pembelajaran kontekstual merupakan bagian dari kerangka pendidikan yang dapat digunakan untuk membantu siswa membuat pembelajaran menjadi lebih bermakna bagi siswa. Guru memiliki konteks pembelajaran yang tepat bagi siswa dengan cara mengkaitkan pembelajaran dengan kehidupan nyata dan lingkungan dimana anak itu hidup serta budaya yang berlaku dalam masyarakat. Jadi penyajian pengetahuan, pemahaman, ketrampilan, nilai dan sikap yang ada dalam silabus dilakukan dalam keterkaitan apa yang dipelajari dalam kelas dengan kehidupan sehari – hari siswa.

Dengan memilih konteks secara hati – hati siswa secara perlahan – lahan digerakkan pemikirannya agar tidak hanya berkonsentrasi dalam pembelajaran di lingkungan kelas saja, tetapi mengkaitkan aspek – aspek pembelajaran itu dengan kehidupan mereka sehari – hari, masa depan mereka dan lingkungan masyarakat yang lebih luas.

Pengalaman belajar siswa tidak dikotak – kotakkan dalam silabus yang terpisah – pisah. Karenanya, guru memilih konteks dan merancang pembelajaran yang kondusif untuk belajar, yaitu yang terintegrasi (saling berkaitan), interdisipliner (dipandang dari berbagai bidang ilmu), dan mencerminkan situasi kehidupan nyata.

Di era informasi saat ini sangat diperlukan kemampuan berpikir kristis dan imajinatif, kemampuan menganalisis fakta, menilai logika, dan melahirkan kemungkinan – kemungkinan imajinatif atas ide – ide tradisional. Untuk itu, siswa perlu dilatih agar dapat berpikir demikian.


(40)

23

Berpikir kritis dan kreatif memungkinkan siswa mengkaji masalah – masalah secara sistematis, ditantang untuk mencari cara – cara yang terorganisasi dengan baik dalam memecahkan suatu masalah, dapat merumuskan pertanyaan – pertanyaan yang inovatif dan dapat merancang pemecahan masalah secara tepat.. Berpikir kritis bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang paling lengkap. Berpikir kritis membantu siswa memahami bagaimana mereka melihat diri mereka sendiri, bagaimana mereka melihat dunia yang seluas ini, dan bagaimana mereka berhubungan dengan orang lain. Berpikir kritis membantu siswa menguji sikap mereka sendiri dan menghargai nilai – nilai yang harus mereka pelajari. Itu sebabnya, berpikir kritis menjadi salah satu prinsip yang mendasar dalam pembelajaran kontekstual.

3. Pembelajaran Konvensional

Menurut kamus besar bahasa Indonesia (2003: 529) ”konvensional” diartikan tradisional. Sedangkan tradisional diartikan sebagai sikap dan cara berpikir serta bertindak yang selalu berpegang teguh pada norma-norma dan adat kebiasaan yang ada secara turun menurun (h.1208).

Johnson (2002:2) menggambarkan pembelajaran konvensional sebagai berikut:

”Traditionally, education has emphasized the acquisition and manipulation of content. Students have memorized facts, figures, names, dates, places, and events; studied subjects in isolation from one another; and drilled in rote fashion to acquire basic writing and computing skill” Dengan kata lain, secara tradisional pendidikan menekankan kemahiran dan manipulasi isi. Siswa mengingat fakta, tanggal, tempat, dan kejadian; materi


(41)

24

diajarkan secara terpisah satu sama lain; dan di drill dalam bentuk hafalan untuk memperoleh dasar menulis dan keahlian menghitung.

Di dalam pendekatan konvensional, guru memegang peranan utama dalam menentukan isi dan urutan langkah penyampaian isi atau materi pelajaran tersebut pada siswa. Kegiatan proses belajar mengajar terpusat kepada guru sebagai pemberi informasi. Dalam mengajar, guru cenderung mengandalkan metode ceramah dan guru sangat mendominasi karena guru menjadi pusat informasi.

Menurut Nasution (2000:209) ciri-ciri pembelajaran konvensional adalah:

1. Bahan pelajaran disajikan kepada kelompok kelas. Kelas sebagai keseluruhan tanpa memperhatikan individu siswa.

2. Kegiatan umumnya berbentuk ceramah, tugas tertulis dan media lain menurut pertimbangan guru.

3. Siswa umumnya bersifat pasif, karena yang utama adalah mendengarkan uraian guru.

4. Kecepatan belajar siswa tergantung dari kecepatan guru mengajar.

5. Guru berfungsi sebagai penyebar atau penyalur pengetahuan atau sumber informasi (pengetahuan).

Sedangkan kelebihan dan kekurangan metode konvensional menurut Purwoto dalam Sumardi adalah sebagai berikut:


(42)

25

1. Dapat menampung kelas besar, tiap murid mempunyai kesempatan yang sama untuk mendengarkan, dan karenanya biaya yang diperlukan menjadi relatif lebih murah.

2. Bahan pelajaran atau keterangan dapat diberikan secara lebih urut oleh guru. Konsep-konsep yang disajikan secara hirarki memberikan fasilitas belajar kepada siswa.

3. Guru dapat memberi tekanan terhadap hal-hal yang penting, hingga waktu dan energi dapat digunakan sebaik mungkin.

4. Isi silabus dapat diselesaikan dengan lebih mudah, karena guru tidak harus menyesuaikan dengan kecepatan belajar siswa.

5. Kekurangan atau tidak adanya buku pelajaran dan alat bantu pelajaran, tidak menghambat dilaksanakannya pelajaran dengan ceramah.

b. Kekurangannya:

1. Pelajaran berjalan membosankan murid dan murid menjadi pasif, karena tidak punya kesempatan untuk menentukan sendiri konsep yang diajarkan. Murid hanya aktif membuat catatan saja.

2. Kepadatan konsep-konsep yang diberikan dapat berakibat murid tidak mampu menguasai bahan yang diajarkan.

3. Pengetahuan yang diperoleh melalui ceramah lebih cepat terlupakan. 4. Ceramah menyebabkan belajar murid menjadi “belajar menghafal” (rote

learning) yang tidak mengakibatkan timbulnya pengertian.

Dalam metode pembelajaran ini, proses belajar mengajar lebih banyak terpusat pada guru sehingga siswa akan merasa cepat jenuh.


(43)

26

Sedangkan menurut Ruseffendi dalam Sumardi, dalam pembelajaran konvensional pada umumnya mempunyai ciri-ciri tertentu, misalnya dalam pembelajaran lebih mengutamakan hafalan daripada pengertian, mengutamakan ketrampilan berhitung daripada pemahaman konsep, mengutamakan hasil dari proses belajar, dan pembelajaran berpusat pada guru. Metode yang mendominasi adalah ceramah dan ekspositori.

Menurut Brooks dan Brooks dalam Y. Marpaung (2003:6), pembelajaran konvensional / tradisional memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1. Kurikulum disajikan dari bagian-bagian menuju ke keseluruhan dengan menekankan ketrampilan –ketrampilan dasar.

2. Keterikatan yang ketat pada kurikulum yang sudah ditetapkan bernilai tinggi.

3. Aktivitas kurikulum bertitik berat pada buku teks dan lembar kerja.

4. Siswa dianggap ”kotak kosong” yang dapat diisi oleh guru dengan informasi-informasi.

5. Guru pada umumnya bertingkahlaku menurut dikdatik yang menseminasikan informasi ke siswa.

6. Guru menggunakan jawaban yang benar sebagai tanda siswa belajar. 7. Assesmen hasil belajar siswa dianggap terpisah dari proses pengajaran

dan dilakukan pada umumnya melalui tes. 8. Pada dasarnya siswa belajar sendiri-sendiri.

Dalam pendekatan konvensional (tradisional) ini, masih terjadi dualisme antara abstrak dan nyata yaitu membedakan antara pikiran dan tindakan, konsep


(44)

27

dan praktek dalam mempelajari materi akademik. Mereka mengajak para siswa untuk menyerap tapi tidak menggunakan, mendengar tapi tidak bertindak, berteori tapi tidak mempraktekkan. Tugas siswa adalah mengingat fakta dan gagasan, bukan mengalami gagasan itu dalam tindakan.

Dari uraian di atas, secara sederhana perbedaan antara pendekatan CTL dan Konvensional dapat dirangkum sebagai berikut:

No Pendekatan CTL Pendekatan Konvensional

1 Siswa secara aktif terlibat dalam proses pembelajaran.

Siswa adalah penerima informasi secara pasif.

2 Siswa belajar dari teman melalui kerja kelompok, diskusi, saling mengoreksi.

Siswa belajar secara individual. 3 Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan

nyata atau masalah yang disimulasikan.

Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis.

4 Perilaku dibangun atas kesadaran diri Perilaku dibangun atas kebiasaan. 5 Ketrampilan dikembangkan atas dasar

pemahaman

Ketrampilan dikembangkan atas dasar latihan.

6 Hadiah untuk perilaku baik adalah kepuasan diri.

Hadiah untuk perilaku baik adalah pujian atau nilai rapor.

7 Seseorang tidak melakukan yang jelek karena dia sadar hal itu keliru dan merugikan.

Seseorang tidak melakukan yang jelek karena dia takut hukuman.

8 Bahasa diajarkan dengan pendekatan komunikatif, yakni siswa diajak

menggunakan bahasa dalam kontek nyata.

Bahasa diajarkan dengan pendekatan struktural; rumus diterangkan sampai paham, kemudian dilatih (didrill). 9 Pemahaman rumus dikembangkan atas

dasar skemata yang sudah ada dalam diri siswa.

Rumus itu berada di luar siswa , diterima, dihafalkan dan dilatihkan. 10 Pemahaman rumus itu relatif berbeda antara

satu dan yang lain,sesuai dengan skemata siswa (on going process of development).

Rumus adalah kebenaran absolut (sama untuk semua orang). Hanya ada dua kemungkinan yaitu pemahaman rumus yang salah dan pemahaman rumus yang benar

11 Siswa menggunakan kemampuan berpikir kritis, terlibat penuh dalam mengupayakan terjadinya proses pembelajaran yang efektif, ikut bertanggungjawab atas terjadinya proses pembelajaran yang efektif, dan membawa skemata masing-masing ke dalam proses pembelajaran.

Siswa secara pasif menerima rumus atau kaidah (membaca, mendengarkan, mencata, menghafal) tanpa memberikan kontribusi ide dalam proses


(45)

28

No Pendekatan CTL Pendekatan Konvensional

12 Pengetahuan yang dimiliki siswa, dikembangkan oleh siswa sendiri. Siswa menciptakan atau membangun pengetahuan dengan cara memberi arti dan memahami

Pengetahuan adalah penangkapan terhadap serangkaian fakta, konsep, atau hukum yang berada di luar diri siswa.

13 Karena ilmu pengetahuan itu dikembangkan (dikonstruksi) oleh manusia sendiri,

sementara manusia selalu mengalami peristiwa baru, maka pengetahuan itu tidak pernah stabil, selalu berkembang (tentatif dan incomplete)

Kebenaran bersifat absolut dan pengetahuan bersifat final.

14 Siswa diminta bertanggung jawab memonitor dan mengembangkan pembelajaran masing-masing.

Guru adalah penentu jalannya proses pembelajaran.

15 Penghargaan terhadap pengalaman siswa sangat diutamakan.

Pembelajaran tidak memperhatikan pengalaman siswa.

16 Hasil belajar diukur dengan berbagai cara: proses bekerja, hasil karya, penampilan , rekaman, tes,dll.

Hasi belajar diukur hanya dengan tes.

17 Pembelajaran terjadi di berbagai tempat, konteks, dan setting.

Pembelajaran terjadi hanya di dalam kelas.

18 Penyesalan adalah hukuman dari perilaku jelek.

Sanksi adalah hukuman dari perilaku jelek.

19 Perilaku baik berdasar motivasi intrinsik. Perilaku baik berdasar motivasi ektrinsik.

20 Seseorang berperilaku baik karena dia yakin itulah yang terbaik dan bermanfaat.

Seseorang berperilaku baik karena dia terbiasa melakukan begitu. Kebiasaan ini dibangun dengan hadiah yang menyenangkan.

4. Hasil Pemeriksaan Psikologis (Tes Bakat-Minat)

Dari pemeriksaan psikologi (tes bakat-minat), seseorang dapat diketahui apakah orang tersebut mempunyai dasar ketrampilan dan keahlian tertentu atau tidak. Banyak aspek yang dapat diungkap dari hasil pemeriksaan

psikologis (tes bakat-minat) ini. Dalam penjelasan hasil tes dari Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana, beberapa aspek yang diungkap dalam tes bakat-minat ini adalah: (1) berpikir dengan kata-kata; (2) berpikir


(46)

29

dengan bilangan ; (3) Berpikir abstrak ; (4) hubungan ruang ; (5) teknik–keahlian; (6) teknik -ketrampilan ; (7) kemampuan belajar.

Adapun penjelasan setiap aspek tersebut sebagai berikut : a. Berpikir dengan Kata-kata

Berpikir dengan kata-kata mengungkapkan kemampuan : 1) memahami ide – ide yang dinyatakan dengan kata – kata, 2) berpikir dengan jelas dan menalar dengan kata – kata,

Berpikir dengan kata, merupakan salah satu elemen penting untuk semua bidang. Tes ini digunakan terutama untuk memprediksi keberhasilan seseorang dalam bidang yang memerlukan pemahaman hubungan verbal yang kompleks, dan kecakapan dalam memanipulasi konsep-konsep secara verbal. b. Berpikir dengan Bilangan

Berpikir dengan bilangan mengungkapkan kemampuan: 1) penguasaan hubungan angka – angka / bilangan

2) berpikir / memahami ide yang dinyatakan dengan angka, 3) berpikir jelas dalam penalaran dengan angka.

Bidang pendidikan / pekerjaan yang membutuhkan kemampuan ini meliputi: matematika, fisika, kimia, teknik, program yang berhubungan dengan mesin dan ilmu sosial, dan bidang – bidang lain yang berkaitan dengan berpikir kuantitatif. Berpikir dengan bilangan, merupakan salah satu elemen yang diperlukan dalam menguasai hampir seluruh mata pelajaran / pekerjaan akademik.


(47)

30

c. Berpikir Mekanik

Berpikir mekanik mengungkapkan kemampuan :

1) daya penalaran prinsip – prinsip umum fisika yang dapat diamati di sekitar. 2) daya penalaran di bidang kerja mekanis dan memahami hukum - hukum

yang berlaku pada barang-barang, alat-alat atau mesin-mesin dan gerakan-gerakan.

Bidang-bidang yang membutuhkan kemampuan ini antara lain: ahli mesin, pemeliharaan mesin, tukang kayu, perakit (assembler), teknisi, ahli reparasi, bidang kontruksi dan industri.

d. Berpikir Abstrak

Berpikir abstrak mengungkapkan kemampuan :

1) memahami adanya hubungan yang logis / ide-ide yang tidak dinyatakan dengan kata- kata.

2) memecahkan masalah tanpa ada pertolongan kata-kata. Tes ini relevan untuk pelajaran atau pekerjaan yang memerlukan persepsi hubungan antara benda-benda atau untuk memahami proses yang tidak terlihat, seperti bidang-bidang: fisika, biologi, teknik, programmer komputer, dan kimia.

e. Hubungan Ruang

Hubungan ruang mengungkapkan kemampuan :

1) mengenal barang-barang / benda-benda konkrit melalui proses pengelihatan khususnya mengenal benda-benda dalam tiga dimensi.


(48)

31

f.Teknik Keahlian

Mencakup pekerjaan-pekerjaan yang menuntut tanggung jawab besar yang bersangkutan dengan pembuatan, pembangunan, atau transportasi hasil – hasil atau perlengkapan-perlengkapan seperti dalam pekerjaan – pekerjaan keinsinyuran, desain – desain struktural dan navigasi.

Contoh – contoh pekerjaan :

Insinyur desain kapal terbang, pilot, insinyur kimia, analis penerbangan, insinyur industri, arsitek, insinyur kapal, insinyur mekanik, ahli navigasi kapal, insinyur nuklir, direktur teknik / radio / televisi, analis ruang angkasa, insinyur listrik, insinyur perencanaan logam, ahli metal, insinyur pertambangan, insinyur pemroses data, perencanaan peralatan.

g. Teknik Ketrampilan

Mencakup pekerjaan-pekerjaan yang berkaitan dengan pembuatan, pembangunan atau pengangkutan hasil –hasil atau perlengkapan-perlengkapan yang biasanya menyangkut pekerjaan-pekerjaan yang menggunakan ketrampilan tangan seperti : mekanik, teknisi, dan bermacam-macam pekerjaan industri kontruksi.

Contoh-contoh pekerjaan :

Mekanik pesawat terbang, tenaga servis alat listrik, tenaga assembling alat elektronik, mekanik mobil, pekerja bangunan, teknisi peralatan pemroses data, mekanik disel, tenaga gambar listrik, teknisi elektronik, asisten insinyur, masinis, mekanik pemeliharaan.


(49)

32

h. Kemampuan Belajar

Mengungkap kemampuan belajar secara umum (general learning ability), atau dapat dikatakan sebagai kesimpulan dari semua aspek-aspek yang diungkap.

5. Prestasi Belajar

Kata “prestasi “ berasal dari bahasa Belanda yaitu “prestatie” yang berarti “hasil usaha”. Prestasi belajar yang dimaksud dalam penelitian ini adalah hasil tes kemampuan belajar ranah kognitif mata pelajaran matematika bab approksimasi kesalahan. Khusus untuk ranah kognitif ini, Bloom (1971) membaginya ke dalam enam aspek yang tersusun secara hirarkhis, yang diurutkan menurut taraf kesukaran mulai yang paling mudah yaitu: pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.

Untuk menentukan hasil belajar benar-benar telah tercapai atau belum, diperlukan adanya alat, yaitu tes atau penilaian. Tes merupakan prosedur yang sistematis, artinya:

a) Item – item dalam tes di susun menurut cara dan aturan tertetu. b) Aturan administrasi dan pemberian skor atau angka dilakukan

dengan jelas dan dispesialisasikan secara terinci.

Webster’s Collegiate dalam Suharsimi Arikunto (1987:29)

menyatakan bahwa tes adalah

“any series of question or exercise or other means of measuring the skill, knowledge, intelligence, capacities of aptitudes or an individual or group”.


(50)

33

maksudnya adalah sederetan pertanyaan atau latihan alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, bakat, intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok.

Anderson, S.B. dalam suharsimi Arikunto (1987:29) menyederhanakan pengertian tersebut

“ test is comprehensive assessment of an individual or to an entire program evaluation effort”

maksudnya tes adalah penilaian yang komprehensif terhadap seorang individu atau keseluruhan usaha evaluasi program.

Menurut Suharsimi Arikunto (1989:53) tes yang baik harus memenuhi persyaratan – persyaratan, yaitu : (1) tes harus reliabel ; (2) tes harus valid ; (3) tes harus obyektif ; (4) tes harus praktikabilitas ; (5) tes harus ekonomis.

Anas Sudijono (2006:35) mengemukakan bahwa ciri – ciri tes hasil belajar yang baik adalah:

1. bersifat validitas tinggi

2. tes hasil belajar bersifat reliabel, maksudnya sebuah tes hasil belajar apabila digunakan secara berulang – ulang hasilnya senantiasa stabil. 3. tes belajar bersifat obyektif, maksudnya tes hasil belajar disusun sesuai

dengan indikator yang telah disusun sebelumnya (seadanya). 4. tes hasil belajar bersifat praktis, maksudnya mudah dilakukan. 6. Materi Pembelajaran Approksimasi Kesalahan

Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidkan (KTSP) SMK, materi pembelajaran approksimasi kesalahan merupakan salah satu pokok bahasan mata pelajaran matematika kelas X semester satu dengan standar kompetensi:


(51)

34

memecahkan masalah yang berkaitan dengan konsep approksimasi kesalahan, dengan kompetensi dasar :

1. menerapkan konsep kesalahan pengukuran 2. menerapkan konsep operasi hasil pengukuran

Approksimasi kesalahan adalah kesalahan - kesalahan yang dapat dibenarkan dalam suatu pengukuran. Istilah - istilah dan rumus yang digunakan dalam pembelajaran approksimasi adalah sebagai berikut :

1. Hasil pengukuran = Hp

2. Pengukuran terkecil (PK) adalah satuan terkecil yang digunakan dalam pengukuran.

3. Salah Mutlak (SM) = 1 2PK 4. Salah Relatif (SR) = SM

HP

5. Prosentase Kesalahan = SR * 100% 6. Batas Atas (BA) = HP + SM 7. Batas Bawah (BB) = HP - SM 8. Toleransi = BA - BB Operasi hitung Approksimasi kesalahan :

1. Penjumlahan : a. Batas Atas Jumlah (BAj) = BA1 + BA2 b. Batas Bawah Jumlah (BBj) = BB1 + BB2 2. Pengurangan : a. Batas Atas Selisih (BAs) = BA1 - BB2 b. Batas Bawah Selisih (BBs) = BB1 - BA2 3. Perkalian : a. Batas Atas Kali (BAk) = BA1 * BA2


(52)

35

b. Batas Bawah Kali (BBk) = BB1 * BB2 4. Pembagian : a. Batas Atas Bagi (BAb) = BA1 / BB2 b. Batas Bawah Bagi(BBb) = BB1 / BA2 B. Penelitian yang Relevan

Untuk mendukung penelitian ini, berikut akan di sajikan beberapa penelitian yang relevan :

Sumardi (2006) dalam penelitian yang berjudul “Pengaruh Pendekatan Kontekstual Terhadap Prestasi Belajar Geometri Datar Ditinjau dari Kemampuan awal Siswa“. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah secara umum Siswa yang diajar dengan pendekatan kontekstual mempunyai prestasi lebih baik dari siswa yang diajar dengan pendekatan konvensional. Secara umum siswa dengan kemampuan awal tinggi cenderung mempunyai prestasi lebih baik dari siswa dengan kemampuan awal sedang dan kemampuan awal rendah. Sedangkan untuk siswa dengan kemampuan awal sedang lebih baik dari siswa dengan kemampuan awal rendah.

Pentatito Gunowibowo (2008) dalam penelitiannya yang berjudul “Efektivitas Pendekatan Realistik Dalam Meningkatkan Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita dan Sikap Terhadap Matematika Ditinjau Dari Kemampuan Awal Siswa Kelas IV SD Kecamatan Purworejo Kabupaten Purworejo” secara sederhana menyimpulkan bahwa pembelajaran dengan pendekatan realistik lebih efektif untuk meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika dan sikap terhadap matematika jika dibandingkan dengan pembelajaran dengan pendekatan mekanistik, baik


(53)

36

untuk siswa dengan kemampuan awal tinggi maupun siswa dengan kemampuan awal rendah.

Dari beberapa penelitian diatas, terdapat beberapa perbedaan utama dengan penelitian ini, yaitu materi pembelajaran untuk memperoleh prestasi sebagai variabel terikat, variabel bebas yang dipakai pada kedua penelitian diatas menggunakan kemampuan awalnya nilai standar akhir semester, sedangkan dalam penelitian ini menggunakan kategori tes bakat-minat. Pada penelitian diatas mempersoalkan sikap siswa sebagai hasil pembelajaran, dalam penelitian ini tidak mempersoalkan dan jenjang pendidikan siswa yang diteliti dalam penelitian ini adalah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).

Sedangkan kesamaan penelitian ini dengan penelitian yang dikemukakan sebelumnya adalah penggunaan pendekatan konvensional/ mekanistik untuk pengajaran kelas kontrol, dan pendekatan kontektual / realistik / contextual teaching and learning (CTL) untuk pengajaran kelas eksperimen. C. Kerangka Berpikir

Pengajaran dengan pendekatan contextual teaching and learning (CTL) adalah sebuah proses pendidikan yang bertujuan menolong siswa melihat makna didalam materi akademik yang mereka pelajari dengan cara menghubungkan subyek-subyek akademik dengan konteks dalam kehidupan keseharian mereka, yaitu dengan konteks keaadan pribadi, sosial dan budaya mereka.

Pemeriksaan psikologis (test bakat-minat) merupakan langkah untuk mengerti kondisi dasar calon siswa. Dari pemeriksaan psikologis ini dapat diungkap aspek-aspek kejiwaan calon siswa yang dapat digolongkan dalam 3


(54)

37

kategori, yaitu : (1) Disarankan ; (2) Cukup Disarankan ; (3) Kurang Disarankan Dengan penggolongan tersebut nantinya akan terlihat pengaruh masing-masing kategori terhadap prestasi belajar aproksimasi kesalahan .

Pembelajaran approksimasi kesalahan adalah materi yang sangat penting di SMK karena banyak perhitungan pada pembelajaran mata pelajaran lain yang merupakan terapan dari pembelajaran ini, baik secara teori di kelas maupun praktek di bengkel.

Pemilihan pendekatan pembelajaran yang cocok dengan materi ajar dianggap perlu untuk meningkatkan prestasi pembelajaran matematika. Penggunaan pendekatan contextual teaching and learning ( CTL) di dalam proses pembelajaran diharapkan dapat meningkatkan dalam memahami konsep-konsep yang diajarkan sehingga siswa dapat dengan mudah menyelesaikan permasalahan matematika yang dihadapinya dan nantinya prestasi belajar meningkat.

Secara sederhana skema kerangka pemikiran dapat digambar sebagai berikut :

Bagan 2.1 Kerangka Berpikir Penelitian Hasil

Pemerik- saan Psikologi

Pen-dekatan pembel ajaran

Prestasi Belajar Matema-tika


(55)

38

Dengan demikian, nantinya penelitian ini dapat mengungkap effektifitas pendekatan contextual teaching and learning (CTL) dan hasil pemeriksaan psikologis (tes bakat-minat) terhadap prestasi belajar approksimasi Kesalahan, yang rinciannya sebagai berikut:

1. Kaitannya pendekatan contextual teaching and learning (CTL) dan pendekatan konvensional terhadap prestasi belajar aproksimasi kesalahan: Bahwa pendekatan contextual teaching and learning (CTL) akan memberikan prestasi belajar approksimasi kesalahan yang lebih baik dari pendekatan konvensional, karena pendekatan contextual teaching and learning (CTL) memiliki karakteristik pembelajaran yang sangat kontras dengan pendekatan konvensional. Dalam pendekatan contextual teaching and learning (CTL) menempatkan soal sebagai acuan dalam pembelajaran yang dapat ditemukan siswa sendiri pada akhir pembelajaran, sedangkan dalam pendekatan konvensional menempatkan soal hanya sebagai aplikasi dari serentetan aturan yang telah diinformasikan dan dilatihkan pada siswa, sehingga akan berpengaruh terhadap prestasi siswa.

2. Kaitannya hasil pemeriksaan psikologi (tes bakat-minat) dengan prestasi belajar aproksimasi kesalahan:

Setiap kategori dari pemeriksaan psikologi (tes bakat-minat) akan menghasilkan prestasi belajar aproksimasi kesalahan yang berbeda. Sesuai dengan karakteristik pembelajaran matematika, yang tersusun secara hirarkhis, bertahap tingkat kesulitannya dari mudah sampai sukar, sedangkan perlakuannya sama maka konsekuensi logisnya adalah


(56)

39

Siswa kategori disarankan mempunyai prestasi lebih baik dari siswa kategori cukup disarankan dan kurang disarankan dan siswa Kategori cukup disarankan mempunyai prestasi lebih baik dari kategori kurang disarankan. 3. Demikian pula kaitannya hasil pemeriksaan psikologi (tes bakat-minat) dan

pendekatan pembelajaran terhadap prestasi belajar approksimasi kesalahan: Setiap kategori dari pemeriksaan psikologi (tes bakat-minat) dan pendekatan pembelajaran akan mempengaruhi prestasi dengan alasan yang sama dengan kerangka berpikir nomor 2 diatas.

D. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka berpikir di atas, dapat diajukan hipotesis sebagai berikut :

1. Pada umumnya prestasi belajar aproksimasi kesalahan dengan pendekatan contextual teaching and learning (CTL) lebih baik dari prestasi belajar aproksimasi kesalahan dengan pendekatan konvensional.

2. Pada umumnya prestasi belajar approksimasi kesalahan siswa kategori disarankan lebih baik dari pada siswa kategori cukup disarankan, dan pada umumnya prestasi belajar approksimasi kesalahan siswa kategori cukup disarankan lebih baik dari pada siswa kategori kurang disarankan.

3. Perbedaan prestasi belajar approksimasi kesalahan dari masing- masing pendekatan pembelajaran konsisten pada masing-masing kategori tes bakat-minat dan perbedaan prestasi belajar approksimasi kesalahan dari


(57)

40

masing-masing kategori tes bakat-minat konsisten pada masing-masing pendekatan pembelajaran.


(58)

41


(1)

f3 = 32 ;

X3= 176,5 ; 2 3

X

= 990,75

(

)

2 2

1

X

SS X

n

=

=2099,5 -

2 (297)

44 = 94,7500

(

)

2

2 2

X

SS X

n

=

= 2972,75 -

2 (444,5)

69 = 109,2681

(

)

2

2 3

X

SS X

n

=

= 990,75 -

2 (176,5)

33 = 46,7424 Tabel Kerja Untuk Menghitung χobs2

Populasi N fj 1 / fj SSj sj2 log sj2 (fj)log sj2

1 44 43 0,0233 94,7500 2,2035 0,3431

14,753 8

2 69 68 0,0147 109,2681 1,6069 0,2060

14,006 9

3 33 32 0,0313 46,7424 1,4607 0,1646 5,2660

Jumlah 146 143 0,0692 250,7605

34,026 7

RKG = MSerror =

f SSJ

= 1,7536 f.log RKG = 34,8810 ; k = 3

(

)

       − − + =

f f k C j 1 1 1 3 1

1 = 1,0104

2 2,303

C

χ = ( f log RKG -

fjlog 2 j

S ) = 1,9473

e). Daerah Kritik:

{ 2 2 2 0,05;k 1

χ χ >χ − = 5,991};χ02bs = 1,9473∉ DK f). Keputusan Uji: H0 diterima


(2)

Lampiran 22:

ANALISIS VARIAN PRESTASI

MTB > GLM Prestasi = Pdkt|ktgr; SUBC> Mean Pdkt|ktgr.

General Linear Model: Prestasi versus Pdkt, ktgr Factor Type Levels Values

Pdkt fixed 2 ctl, kvsnl

ktgr fixed 3 ckpdsrn, dsrnk, krgdsrn

Analysis of Variance for Prestasi, using Adjusted SS for Tests Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P Pdkt 1 25,874 23,503 23,503 14,89 0,000 ktgr 2 39,162 42,676 21,338 13,52 0,000 Pdkt*ktgr 2 4,906 4,906 2,453 1,55 0,215

Error 140 221,003 221,003 1,579 - - Total 145 290,918 - - - -

Pdkt Mean SE Mean ctl 6,649 0,1641 kvsnl 5,791 0,1499 ktgr

ckpdsrn 6,362 0,1561 dsrnk 6,911 0,1945 krgdsrn 5,387 0,2213 Pdkt*ktgr

ctl ckpdsrn 6,686 0,1916 ctl dsrnk 7,618 0,3047 ctl krgdsrn 5,643 0,3358 kvsnl ckpdsrn 6,038 0,2464 kvsnl dsrnk 6,204 0,2418 kvsnl krgdsrn 5,132 0,2882


(3)

Lampiran 23:

UJI LANJUT PASCA ANAVA Komparasi Rataan Antar Kolom :

1. Rataan Masing-masing sel:

Pendekatan Kategori Tes Rataan Marginal Disarankan Cukup DisarankanKurang Disarankan

CTL 7,618 6,686 5,643 6,649

Konvensional 6,204 6,038 5,132 5,791 Rataan

Marginal 6,911 6,362 5,387 2. Komparasi dan Hipotesis:

Komparasi Ho H1

.1vs .2

µ µ µ.1 =µ..2 µ.1 ≠µ.2

.2vs .3

µ µ µ.2.3 µ.2 ≠µ.3

.1vs .3

µ µ µ.1.3 µ.1 ≠µ.3

3. α =0, 05

4. Komputasi :

(

)

2

.1 .2

6 , 9 1 1

6 , 3 6 4

1

1

1, 5 7 9

4 4

6 9

F

=

+

= 5,1284

(

)

2

.2 .3

6 , 3 6 4

5 , 3 8 7

1

1

1, 5 7 9

6 9

3 3

F

=

+

= 13,4397

(

)

2

.1 .3

6 , 9 1 1

5 , 3 8 7

1

1

1, 5 7 9

4 4

3 3

F

=

+

= 27,7373 5. Daerah kritik:


(4)

= { F | F > 6} 6. Keputusan Uji :

Dengan membandingkan F obs dengan daerah kritik tampak bahwa

perbedaan yang signifikan terjadi antara µ2 dan µ3 serta µ1 dan µ3. 7. Kesimpulan :

Prestasi belajar kategori disarankan sama baiknya dengan kategori cukup disarankan , prestasi belajar kategori disarankan dan cukup disarankan lebih baik dari kategori kurang disarankan.


(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Peningkatan Hasil Belajar Siswa Pada Konsep Sumber Energi Gerak melalui Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) ( Penelitian Tindakan Kelas di MI Muhammadiyah 2 Kukusan Depok)

0 14 135

Peningkatan hasil belajar siswa pada konsep sumber energi gerak melalui pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL): penelitian tindakan kelas di MI Muhammadiyah 2 Kukusan Depok

2 3 135

Penagruh pendekatan contextual teaching laering (CTL) terhadap hasil bejaran biologi siswa kuasi Ekperimen di SMPN 1 Cisauk

0 7 208

Peningkatan Hasil Belajar PKn dalam Materi Peranan Globalisasi Melalui Pendekatan Contekstual Teaching Learning (CTL) di kelas IV MI. Masyirotul Islamiyah Tambora Jakarta Barat Tahun Pelajaran 2013/2014.

0 4 180

Penerapan pendekatan pembelajaran contextual teaching and learnig/CTL untuk meningkatkan hasil belajar PKN pada siswa kelas IV MI Miftahussa’adah Kota Tangerang

0 10 158

Upaya meningkatkan hasil belajar IPA pada konsep perkembangbiakan tumbuhan melalui pendekatan kontekstual: penelitian tindakan kelas di MI Hidayatul Athfal Gunungsindur

0 19 141

EKSPERIMEN PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN OPEN-ENDED DAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) TERHADAP Eksperimen Pembelajaran Dengan Pendekatan Open-Ended Dan Contextual Teaching And Learning (Ctl) Terhadap Prestasi Belajar Matematika Ditinjau Dari M

0 2 16

EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI STRATEGI CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) DAN Eksperimentasi Pembelajaran Matematika Melalui Strategi Contextual Teaching And Learning (CTL) Dan Open Ended Terhadap Hasil Belajar Ditinjau Dari Kreativ

0 2 17

IMPLEMENTASI PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) TERHADAP PEMBELAJARAN MATEMATIKA

0 1 7

BAB II LANDASAN TEORI A. Implementasi Contextual teaching and Learning ( CTL ) 1. Pengertian Pendekatan Contextual teaching and Learning ( CTL ) - Implementasi Pendekatan Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)Dalam Meningkatkan Hasil Belajar

0 0 32