Tahap Refleksi Tindakan Pembelajaran Siklus I a. Tahap Perencanaan

Berdasarkan hasil observasi terhadap aktivitas peneliti diatas menunjukkan bahwa pembelajaran yang dilaksanakan dalam kategori baik, hanya saja masih terdapat beberapa aktivitas yang kurang maksimal diantaranya pengaturan peserta didik, pengelolaan kelas sehingga perlu diperbaiki agar tidak terjadi pada siklus berikutnya. Selain kegiatan observasi aktifitas siswa peneliti juga melakukan wawancara kepada siswa pada akhir tes siklus I. Teknik wawancara adalah dengan mewawancari 3 orang siswa yang masing-masing yang dipilih mewakili kemampuan tinggi, sedang, dan rendah. Dari hasil wawancara yang dilakukan pada pembelajaran siklus I pendapat siswa sangat bervariasi. Siswa yang berkemampuan tinggi rata-rata menyatakan respon yang sangat positif terhadap model pembelajaran pembelajaran Problem Solving yang telah diajarkan. Hal ini dapat dilihat dari komentar saat wawancara yang menunjukan siswa sudah bisa menerapkan pembelajaran ini karena sangat mudah untuk memahami asal usul jawabannya. Karena diajarkan dengan langkah-langkah yang lebih rinci. Sehingga sangat memacu kemampuan berpikir siswa dalam menjawab soal-soal yang lain,atau tertantang untuk menyelesaikan soal yang lain dan dengan langkah-langkah pembelajaran Problem Solving siswa menjadi lebih paham. dalam menjawab soal. Tanggapan positif ini didapat karena saat pembelajaran dikelas siswa tersebut memperhatikan, menyimak dan mencatat hal penting yang disampaikan guru. Disamping itu juga, siswa tersebut aktif dalam tanya jawab serta diskusi kelompok. Disisi lain pendapat lain dari siswa yang berkemampuan rendah kebanyakan berpendapat negatif antara lain ia mengatakan soal yang dibuat oleh peneliti guru terlalu sulit, dan langkah-langkah penyelesaiannya terlalu rumit karena banyak langkah-langkahnnya atau cara penyelesaiannya yang terlalu panjang dan membingungkan sehingga membuuat siswa tersebuut menjadi malas untuk berpikir. Pendapat ini didapat karena siswa tersebut kurang aktif dalam pembelajaran, kurang memperhatikan ketika peneliti menjelaskan materi. Sehingga saat mengerjkan soal siswa tersebut malas untuk berpikir yang terlalu kritis karena tidakdapat memahami isi soalnya. dan akhirnya siswa tersebut bingung sendiri dan selalu bertanya saat guru atau peneliti meminta untuk menyelesaikan soal LKS. Gambar 4.4 Kegiatan Wawancara Siswa Siklus I Selain itu tanggapan dari siswa yang berkemampuan sedang cenderung bersikap netral dilihat dari komentarnya yang menyatakan pendapat yang biasa-biasa saja terhadap pembelajaran ini bahkan memberi saran agar tidak terlalu cepat dalam menjelaskan materi yang sulit. Hal ini dikarenakan siswa tersebut sudah menerapkan langkah-langkah pembelajaran Problem Solving namun masih bingung dan kesulitan memahami cara untuk membaca soal an menyelesaikannya. siswa tersebut juga sudah dapat menyelesaikan dengan cara yang berbeda walaupun dengan memberikan jawaban dengan satu cara. Pengelolaan data angket atau kuisioner diberikan semata-mata bertujuan untuk melihat tanggapan siswa terhadap model pembelajaran pembelajaran Problem Solving, dan seberapa pengaruhnya penerapan model pembelajaran ini untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis siswa sehingga akhirnya siswa dapat menyelesaikan soal-soal yang berbasis masalah. Berdasarkan hasil angket yang telah disebar diperoleh jumlah skor rata-rata respon belajar matematika siswa yaitu sebesar 65,814. Hasil skor rata-rata angket respon siswa terhadap model pembelajaran pembelajaran Problem Solving yang diperoleh pada siklus I ini belum sesuai dengan hasil intervensi yang diharapkan. Pada tabel distribusi, frekuensi terbesar diperoleh pada interval 58 - 63 sebanyak 9 siswa dan terendah pada interval 40 – 45 yaitu sebanyak 3 siswa. Berikut dijabarkan dalam tabel distribusi frekuensi sebagai berikut : Tabel 4.3 Skor Angket Respon Siswa Terhadap Model Pembelajaran Problem Solving Siklus I NILAI INTERVAL FREKUENSI RELATIF ABSOLUT KUMULATIF 40-45 3 3 9 46-51 1 4 2 52-57 2 6 6 58-63 9 15 26 64-69 6 21 17 70-75 6 27 17 76-81 6 33 17 82-87 2 35 6 Jumlah 35 144 100 Dan berdasarkan tabel diatas dapat diinterprestasikan bahwa hasil rata-rata skor angket respon siswa terhadap model pembelajaran problem solving yang hanya 65,814 pada siklus I ini masih belum menunjukan hasil intervensi yang diharapkan yaitu dengan rata-rata mencapai 75. Sehingga tindakan siklus I masih perlu perbaikan untuk siklus selanjutnya. Dari hasil perolehan skor angket respon siswa teradap penerapan model pembelajaran Problem Solving sebanyak 26 siswa atau 74,286 dinyatakan belum memiliki ketertarikan pada model pembelajaran ini. Dari tabel diatas rata-rata persentase resppon siswa terhadap penerapan model pembelajaran pembelajaran Problem Solving pada siklus I dalam diagram batang berikut ini: Gambar 4.5 Grafik Respon Siswa Terhadap Penerapan Model Pembelajaran Problem Solving pada siklus I Berdasarkan grafik respon siswa terhadap penerapan model pembelajaran problem based learning pada silus I menunjukan belum adanya peningkatan dari indikator keberhasilan . dan masih diperlukannya arahan agar respon siswa meningkat terhadap proses pembelajaran menerapkan model pembelajaran Problem Solving sehingga kemampuan berpikir kritis matematis siswa meningkat. Hasil tes kemampuan berpikir kritis matematis siswa menggunakan penerapan model Problem Solving pada siklus I diperoleh nilai terendah sebesar 40 dan nilai tertinggi 95. Untuk lebih jelasnya deskripsi data disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi sebagai berikut: Tabel 4.4 Hasil Tes Kemampuan Berpikir Kritis MatematisSiklus I No Nilai Frekuensi Relatif Absolut Kumulatif 1 40-49 14 14 37 2 50-59 8 22 23 3 60-69 3 25 11 4 70-79 4 29 11 5 80-89 3 32 9 6 90-99 3 35 9 JUMLAH 35 157 100 Rata-rata 59,64 2 4 6 8 10 0-41 40-45 46-51 52-57 58-63 64-69 70-75 76-81 82-87 Dari tabel 4.4 distribusi frekuensi diatas, dapat diketahui banyaknya kelas ada 6 kelas dengan panjang interval 10. Sedangkan skor yang paling banyak diperoleh siswa pada rentang 40-49 yaitu 37 atau sebanyak 14 siswa. Berdasarkan hasil perhitungan tes kemampuan berpikir kritis matematis, diperoleh nilai rata-rata sebesar 59,64. Hal ini menunjukan bahwa hasil rata-rata tes kemampuan berpikir kritis siswa pada siklus I masih belum menunjukan hasil intervensi yang diharapkan yaitu dengan nilai-rata kelas yang baru mencapai 70. Sehingga tindakan siklus I masih perlu perbaikan untuk siklus selanjutnya. Dari hasil perolehan nilai tes kemampuan berpikir kritis sebanyak 71 yaitu 25 siswa dinyatakan belum tuntas karena belum mencapai KKM , artinya hanya 29 atau 10 siswa yang sudah mencapai KKM. Adapun hasil tes kemampuan berpikir kritis siklus I ini disajikan dalam bentuk histogram sebagai berikut: Gambar 4.6 Grafik Tes Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Pada Siklus I Kemampuan berpikir kritis matematis siswa pada sikllus I dengan menerpakan model pembelajaran pembelajaran Problem Solving masih belum mencapai intervensi yang diharapkan. Berdasarkan pengamatan melihat kemampuan berpikir kritis siswa hasilnya masih banyak siswa yang belum 2 4 6 8 10 12 14 0-39 40-49 50-59 60-69 70-79 80-89 90-99 F re k u e n si Rentang Nilai kritis dalam mengorganisasikan berbagai macam cara dalam menyelesaikan masalah dan kurang memperinci langkah-langkah penyelesaian. Pada aktivitas ini hanya sebagian siswa pandai yang dapat menggunakan berbagai macam cara yang berbeda dalam menyelesaikan masalah. Sebagian siswa yang memilki nilai dibawah KKM terlihat mereka tidak menyelesaikan masalah dengan berbagai macam cara bahkanterdapat siswa yang berpindah tempat dudk untuk melihat penjelasan dari siswa yang pandai. Setelah melakukan proses pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran pembelajaran Problem Solving maka berdasarkan hasil tes siklus I, diperoleh nilai rata-rata kelas 59,64. Nilai ini menunjukan belum tercapainya keberhasilan pembelajaran menggunakan model pembelajaran pembelajaran Problem Solving, hal ini bisa dilihat dari kurangnya nilai rata- rata kelas yang diharapkan yaitu 70. Tahap ini dilakukan untuk perbaikan terhadap proses pembelajaran model pembelajaran pembelajaran Problem Solving pada siklus II. Sehingga hasil yang diperoleh meningkat dari siklus sebelumnya. Berdasarkan hasil lembar observasi,angket,wawancara dan tes akhir kemampuan berpikir kritis matematis siswa diperoleh hasil analisis kegiatan refleksi. Hasil refleksi tersebut akan diuraikan dalam tabel dibawah ini : Tabel 4.5 Hasil Refleksi Penerapan model pembelajaran Problem solving Pada Siklus I No. Permasalahan Solusi 1. Sebagian siswa masih belum terbiasa menggunakan model pembelajaran pembelajaran Problem Solving, hal ini terlihat masih adanya siswa yang bingung untuk menyelesikan soal yang diberikan dan kurangnya focus dalam belajar karena Susana kelas yang belum kondusif saat penilaian tes kemampuan berpikir kritis siklus I Siswa dibimbing peneliti dalam menyelesaikan soal yang diberikan Dan peneliti membahas kembali soal-soal ynag belum dimengerti, sehingga dengan pembahasan yang dilakukan setiap pertemuan diharapkan siswa terbiasa dengan model pembelajaran pembelajaran Problem Solving 2. Keaktifan siswa pada kegiatan Tanya jawab, presentasi hasil jawaban serta pembahasan LKS didominasi hanya siswa yang pintar sedangkan yang lalin cenderung diam,belum berani mengungkapkan pendapatnya Diberikan arahan,motivasi berupa hadiah bagi siswa yang mencapai nilai diatas 80. Memberikan motivasi agar siswa lebih aktif serta berani mengungkapkan pendapat dan mempresntasikan jawaban. 3. Kurangnya penugasan peneliti terhadap siswa,sehingga ada beberapa siswa yang tidak disiplin atau bercanda saat proses pembelajaran. Peneliti bertindak lebih tegas dalam memberikan reward atau hadiah dan punishment terhadap siswa

3. Tindakan Pembelajaran Siklus II

Kegiatan siklus II merupakan tindak lanjut dari siklus I yang didasarkan pada hasil refleksi peneliti dan guru kolaborator terhadap pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Problem Solving untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang belum mencapai indikator keberhasilan.

a. Tahap Perencanaan

Kegiatan yang dilakukan pada tahap perencanaan pada perencanaan siklus II ini adalah seperti pada siklus sebelumya yaitu menyiapkan RPPRencana Pelaksanaan Pembelajaran, lembar observasi, lembar wawancara,lembar angket, LKS Lembar Kerja Siswa,ringkasan materi serta instrument siklus II yakni berupa soal tes kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang terdiri dari 5 butir soal essay. Berdasarkan hasil refleksi dari siklus I, pada siswa ini pembelajaran lebih terarah. Peneliti harus mampu mengelola kelas lebih baik, seperti mengoptimalkan waktu yang digunakan agar pmbelajaran menggunakan model pembelajaran Problem Solving ini dapat selesai sesuai alokasi kels dan memberikan reward kepada siswa yang berani mempersentsikan hasil diskusi maupun hasil jawaban pada LKS maupun kuis yang diadakan sebelum memulai pelajaran. Pada siklus II ini pembelajaran difokuskan dengan belajar kelompok. Pada kegiatan diskusi kelomppok, peneliti memberikan pengarahan lebih kepada siswa tentang cara berpikir dalam memahami, menemukan dan mempresentasikan jawaban pada materi pecahan dengan langkah-langkah model problem based learning, dimana siswa harus bisa mengidentifikasi masalah yang ada pada soal, mendiagnosis masalahnya atau menganalisis masalah dari soal yang ada,merumuskan alternatif strategi untuk mempermudah menjawab selanjutnya menerapkan alternatifstrategi dimana siswa dapat menuliskan jawabannya dan selanjutnya peneliti yang akan mengevaluasi jawaban siswa. selain itu siswa juga diarahkan untuk lebih memperinci langkah-langkah penyelesaian dari pertemuan-pertemuan sebelumnya agar siswa dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis lebih baik dari siklus sebelumnya.

b. Tahap Pelaksanaan

1 Pertemuan keenam Jumat,07 Maret 2014 Kegiatan membuka pelajaran pada awal pertemuan sebagai pembukaan siklus II seperti biasa sesuai apa yang ada dalam RPP Rencana Pelaksanaan Pembelajaran pada kegiatan awal peneliti melakukan salam pembuka dilanjutkan dengan absensi siswa. Awal yang bagus pada pertemuan ini adalah semua siswa hadir. Selanjutnya melakukan ice breaking dengan melakuakn gerakan dan menyayikan lagu semangat. selanjutnya peneliti memberikan apersepsi dengna mengajukan beberapa pertanyaan sebagai upaya untuk mengetahui tingkat daya ungat siswa pada materi sebelumnya serta mengorientasikan siswa pada masalah serta menginformasikan mengenai tujuan pembelajaran dan pokok bahasan yang akan dibahas yaitu berkaitan tentang bagaimana cara menentukan pengurangan pecahan dengna penyebut yang sama, dan bagaimana cara menentukan hasil pengurangan pecahan dengna penyebut yang berbeda. Pada pertemuan keenam ini, peneliti memberikan pengarahan agar siswa semakin aktif, disiplin dan lebih antusias mengikuti pembelajaran aar lebih baik dari siklus sebelumnya. Setelah menjelaskan materi dengan memberikan contoh masalah yang berkaitan dengan pengurangan pecahan, kemudian dengan soal yang sama peneliti mengajarkan kembali dengan model pembelajarann Problem Based Learning dengan langkah-langkah seperti siklus sebelumnya agar siswa lebih paham saat siswa mempresentasikan jawabannya kembali. dan hal ini juga dimaksudkan agar siswa dapat lebih paham dan lancar dalam menerapkan seiap langkah-langkah pembelajaran Problem Solving. Bentuk soal cerita yang berbasis masalah yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa juga yang berkaitan dengan kehidupan siswa sehari-hari. siswa diarahkan untuk membaca soal dengan teliti agar dapta memahami isi soal dan mengungkap permasalahan yang ada pada soal cerita tersebut, kemudian siswa menjabarkan dan menuliskan kembali secara rinci setiap langkah penyelesaian dengan kalimatnya sendiri. siswa juga diingatkan agar tidak tergesa-gesa serta tidak asal menjawab soal, selalu mengoreksi ulang kembali jawaban dengan memerikasa hasil penafsiran dan perhitungan pada langkah- langkah sebelumnya dengan teliti, sampapi siswa yakin dengan hasil jawaban yang diperoleh. Setelah itu, peneliti membagikan LKS yang terdiri dari 4 soal cerita untuk dikerjakan. Sebelum mengerjakan soal peneliti membentuk kelompok menjadi 8 kelompok yang setiap kelompok terdiri dari 4-5 orang. saat propses penyelesaian LKS berlangsung terlihat setiap kelompok mulai menunjukan kebersamaan dan saling membantu, Susana saat belajar kelompok juga tenang tidak ada kegaduhan yangbiasanya dilakukan oleh sebagian siswa yang biasanya melakukan kenakalan. setelah selesai menyelesaikan LKS bersama kelompok, peneliti meminta kepada siswa dari berbagai kelompok untuk maju kedepan mempresentasikan jawabannya sambil tim lain memeriksa jawabannya dan menanggapi jawaban tim yang maju. Peneliti memberikan umpan balik dari kegiatan kelompok ini dengan bertanya kepada siswa mengenai materi yang belum dipahami dan menanggapi pertanyaan siswa dengan jawaban yang tepat. Dilanjutkan dengan melakukan tanya jawab berupa kuis yang ditujukan kepada siswa secara acak dan memberikan hadiah pada siswa yang bisa menjawab dengan benar. Hal ini bertujuan untuk memancing siswa agar lebih berani dan aktif di kelas. Sebelum menutup pelajaran, siswa menyimpulkan bersama materi yang telah dipelajari, kemudian peneliti menginformasikan pada pertemuan berikutnya akan diadakan pembentukan kelompok dengan anggota kelompok yang sudah ditentukan dan memberikan tugas pada siswa untuk membaca dan mempelajari materi yang akan diajarkan dipertemuan berikutnya mengenai cara menentukan hasil pecahan dengan operasi hitung campuran dan menentukan hasil pecahan dari soal cerita. 2 Pertemuan Ketujuh Rabu,19 Maret 2014 Seperti pada pertemuan sebelumnya, kegiatan pembelajaran diawali dengan memberikan motivasi, melakukan apersepsi dan menyampaikan materi yang akan dipelajari pada pertemuan ini. Materi yang akan dibahas adalah cara menentukan hasil pecahan dengan operasi hitung campuran. motivasi siswa guru mengadakan kuis cepat tanggap. Dan guru akan memberikan reward berupa hadiah bagi siswa yang memiliki nilai terbanyak. Gambar 4.7 Kegiatan Motivasi Siswa Awal Pembelajaran Sebelum penjelasan dimulai peneliti memberikan contoh soal dengan menggunakan langkah pembelajaran Problem Solving pada materi ini. Sebagai pedoman perbaikan kelompok pada siklus II, kelompok yang dibentuk heterogen dari segi kemampuan akademik yaitu setiap kelompok terdiri atas siswa yang berkemampuan tinggi, sedang dan rendah baik siswa laki-laki maupun siswa perempuan. Siswa dibentuk kelompok kecil untuk menyelesaikan lembar kerja kelompok. Agar penggunaan waktu lebih efisien dan efektif, peneliti memberikan pengarahan kepada siswa bahwa penggunaan waktu yang tersedia untuk menyelesaikan permasalahan secara berkelompok dibatasi 15 menit. Agar dalam pembagian kerja diskusi kelompok lebih efektif, diadakan penentuan ketua kelompok, pencatat sesuai dengan kesepakatan kelompok. Akan tetapi dalam penyelesaian masalah yang diberikan tetap dilakukan bersama melalui diskusi. Dalam diskusi kelompok peneliti dan observer berkeliling melakukan observasi terhadap kinerja dan perilaku siswa. Hal ini bertujuan untuk mengamati proses diskusi dan hasil pekerjaan siswa dalam menyelesaikan permasalahan yang diberikan. Setelah semua perwakilan kelompok mempresentasikan dan membahas hasil diskusi kelompoknya di depan kelas, siswa diminta mencatat semua cara penyelesaian berbeda yang mereka temukan. Kemudian peneliti memberikan beberapa cara penyelesaian tambahan.

Dokumen yang terkait

Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Pbm) Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa Di Smk Dharma Karya Jakarta

1 16 221

Pengaruh model pembelajaran learning cycle 5e terhadap kemampuan berpikir kritis matematis siswa: penelitian quasi eksperimen di salah satu SMP di Tangerang.

6 24 248

Pengaruh Model Pembelajaran Collaborative Problem Solving Terhadap Kemampuan Representasi Matematis Siswa

6 49 0

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER BERBASIS PROBLEM SOLVING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA

0 7 214

Penerapan Model Pembelajaran Treffinger untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi Matematis siswa

2 22 286

UPAYA PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN KEAKTIFAN SISWA MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA (PTK Pembelajaran Matematika di Kelas IV SD Negeri Pabelan 01).

0 0 11

PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN ESTIMASI DAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA SISWA KELAS IV SD.

0 2 28

PENERAPAN METODE PROBLEM SOLVING MODEL POLYA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIKA PADA MATERI PECAHAN.

2 7 37

PENERAPAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM SOLVING (CPS) SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA.

0 3 34

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIKA PADA SISWA KELAS IV A SD N MARGOYASAN.

0 1 242