Klasifikasi Anak Tuna Rungu

17 Kekacauan bahasa meliputi: 1 Kelambatan bicara 2 Kekacauan dalam bahasa receptive menerima 3 Kekacauan dalam bahasa expressive menyampaikan atau menyatakan Kekacauan bicara Nampak pada produksi suara. Kekacauan berbicara meliputi: 1 Kesulitan dalam artikulasi, misalnya tidak dapat menghasilkan suara r, k, dan sebagainya. 2 Kekacauan suara 3 Kurang lancar dalam berbicara, misal gagap. Masalah bahasa anak tuna rungu menurut Ahmad Wasita 2013: 22 antara lain: 1 Miskin dalam kosa kata. 2 Terganggu bicaranya. 3 Dalam berbahasa dipengaruhi oleh emosi atau visual order apa yang dirasakan dan apa yang dilihat. 4 Tunarungu cenderung pemata. 5 Bahasa merupakan hasil interaksi mereka dengan hal-hal yang konkret. Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat diketahui bahwa anak tuna rungu memiliki karakteristik bahasa dan bicara yang berbeda dengan anak normal sebagai akibat dari gangguan pendengaran yang dimilikinya. Permasalahan bahasa dan bicara pada anak tuna rungu merupakan masalah yang harus diperhatikan dalam pendidikan anak tunarungu. Pernyataan ini diperkuat oleh pendapat Edja Sadjaah 2013: 55 bahwa faktor yang perlu mendapat perhatian untuk dikembangkan adalah faktor bahasa, sebagai prioritas utama dalam pelayanan pendidikannya. 18

c. Karakteristik Sosial, Emosi, dan Kepribadian

Menurut Tin Suharmini 2009: 83-85 anak tuna rungu cenderung menyendiri dan bersifat egocentris. Selain itu, menghadapi lingkungan yang bermacam-macam menyebabkan anak tuna rungu sering merasa kebingungan dan dihinggapi kecemasan sosial. Dalam menghadapi lingkungan sosial anak tunarungu cenderung mempunyai perasaan rendah diri dan merasa disingkirkan oleh keluarganya dan masyarakat. Ada perasaan cemburu dan merasa diperlakukan tidak adil, kurang dapat bergaul, mudah marah dan agresif. Kepribadian anak tuna rungu juga banyak ditentukan oleh disposisi pembawaan dan perlakuan-perlakuan dari lingkungan. Tidak ada perkembangan kepribadian secara khusus pada anak tuna rungu.

4. Perolehan Bahasa Anak Tuna Rungu

Pemerolehan bahasa pada anak tuna rungu berbeda dengan pemerolehan bahasa pada anak mendengar. Menurut Murni Winarsih 2007: 63 tentang pemerolehan bahasa pada anak tuna rungu: “pemerolehan bahasa pertama atau bahasa ibu pada bayi tunarungu akan celotehan dan ungkapan kata-kata ibu serta orang lain di lingkungan terdekatnya tentang suatu kejadian atau benda, ditangkap melalui penglihatannya”. Menurut Edja Sadjaah 2005: 161 bagi anak gangguan pendengaran dalam memperoleh bahasa memerlukan proses dan waktu yang rumit dan lama. Semua aspek keterampilan harus dikondisikan secara fokus. Hal demikian memerlukan upaya yang sungguh-sungguh dengan 19 menggunakan teknik dan metode pembelajaran yang tepat sehingga memudahkan pemahaman oleh anak. Berikut penjabaran perkembangan bahasa menurut Murni Winarsih 2007: 68 – 69 bahwa saat anak mendengar berada pada tahap reseptif auditori, anak tuna rungu mengerti bahasa lingkungannya melalui bahasa reseptif visual. Kemudian, ketika anak mendengar berada pada tahap ekspresi auditori melalui bicara, anak tuna rungu melalui bahasa ekspresif kinestetik merasakan getaran, gerakan, tetapi masih dikontrol oleh visual dan anak dapat mengucapkan contoh benda yang dilihatnya. Anak tuna rungu pada tahap bahasa reseptif visual, baru dikenalkan pada simbol bacaan dibantu dengan visualisasi yang konkret. Ketika anak mendengar mencapai bahasa ekspresif visual, mereka sudah dapat mengekspresikan lambang-lambang visual lewat tulisan. Sedangkan pada anak tuna rungu, apa yang diucapkannya baru ditulis dengan simbol- simbol bahasa. Hingga akhirnya anak tuna rungu mengerti apa maksud tulisannya. Oleh karena itu, dengan adanya tuna rungu di sekitar kita maka mengharuskan guru, orangtua anak, dan orang dewasa lainnya untuk dapat membahasakan seluruh benda, gerak-gerik, tatapan, atau kejadian yang terjadi di sekitar anak, hal ini berkaitan dengan kemampuan reseptif pada anak tuna rungu yang harus mendapatkan bantuan penuh. Setelah anak memiliki cukup bahasa reseptif maka imajinasi dan kreasi mengenai bahasa akan berjalan seperti layaknya pada anak normal.

Dokumen yang terkait

PENGARUH GERAK DASAR PADA PENDIDIKAN JASMANI ADAPTIF DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN MOTORIK ANAK TUNA RUNGU DI SLB B C YAYASAN PEMBINA SEKOLAH LUAR BIASA (YPSLB) KARTASURA TAHUN 2009

4 83 66

GAMBARAN KEMAMPUAN PERAWATAN DIRI (SELF CARE AGENCY) PADA ANAK DISABILITAS (TUNA GRAHITA DAN TUNA NETRA) DI SEKOLAH LUAR BIASA NEGERI 1 BANTUL

2 7 149

PENGGUNAAN METODE AISMA UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MEMBACA PERMULAAN MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI ANAK TUNA RUNGU WICARA KELAS II SEKOLAH DASAR LUAR BIASA DI SLB ABCD ‘YPALB ‘ CEP

1 5 7

PENDIDIKAN KARAKTER RELIGIUS DAN KEMANDIRIAN PADA ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (Studi Kasus pada Kelas B Tuna Rungu Pendidikan Karakter Religius Dan Kemandirian Pada Anak Berkebutuhan Khusus (Studi Kasus pada Kelas B Tuna Rungu Wicara di Sekolah Luar Biasa

0 2 10

METODE PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA ANAK KELAS 6 SEKOLAH DASAR LUAR BIASA (SDLB) TUNA Metode Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Pada Anak Kelas 6 Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) Tuna Laras Bhina Putera Banjarsari Surakarta Tahun Ajaran 2013

0 1 18

METODE PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA ANAK KELAS 6 SEKOLAH DASAR LUAR BIASA (SDLB) TUNA Metode Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Pada Anak Kelas 6 Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) Tuna Laras Bhina Putera Banjarsari Surakarta Tahun Ajaran 2013/2

0 1 18

MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS TUNAGRAHITA RINGAN DENGAN PENDEKATAN BERBASIS MULTIMEDIA UNTUK SEKOLAH LUAR BIASA.

0 5 29

Analisis deskriptif penggunaan media gambar untuk penguasaan kosa kata benda pada siswa tuna rungu di SLB B Dena Upakara Wonosobo.

0 1 16

PENGGUNAAN AKTIVITAS MELUKIS SEBAGAI POSITIVE REINFORCEMENT UNTUK MENGURANGI PERILAKU INATTENTION PADA ANAK AUTISTIK KELAS II DI SEKOLAH LUAR BIASA MARDI MULYO KRETEK BANTUL.

0 0 191

Pembelajaran matematika di Sekolah Luar Biasa (SLB) Khusus Tuna Rungu Karnnamanohara Tingkat SMP.

0 0 103