PENGGUNAAN MEDIA TIGA DIMENSI UNTUK MENINGKATKAN KEAKTIFAN SISWA DALAM PEMBELAJARAN IPA MATERI GUNUNG API PADA KELAS VB SD KRAPYAK WETAN, SEWON, BANTUL.

(1)

PENGGUNAAN MEDIA TIGA DIMENSI UNTUK MENINGKATKAN KEAKTIFAN SISWA DALAM PEMBELAJARAN IPA MATERI

GUNUNG API PADA KELAS VB SD KRAPYAK WETAN, SEWON, BANTUL

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh Jonkenedi NIM 12108249075

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

i

PENGGUNAAN MEDIA TIGA DIMENSI UNTUK MENINGKATKAN KEAKTIFAN SISWA DALAM PEMBELAJARAN IPA MATERI

GUNUNG API PADA KELAS VB SD KRAPYAK WETAN, SEWON, BANTUL

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh Jonkenedi NIM 12108249075

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(3)

(4)

(5)

(6)

v MOTTO

Belajar dengan melakukan (learning by doing). (John Dewey)

Ketika anda tidak pernah melakukan kesalahan, itu artinya anda tidak pernah mencoba. (Anonim)


(7)

vi

PERSEMBAHAN

Tugas Akhir Skripsi ini penulis persembahkan untuk:

1. Ibu yang selalu mencurahkan kasih sayang dan pengorbanannya dalam penelitian ini.

2. Almamater FIP UNY sebagai wujud dedikasi. 3. Nusa, Bangsa, Negara dan Agama.


(8)

vii

PENGGUNAAN MEDIA TIGA DIMENSI UNTUK MENINGKATKAN KEAKTIFAN SISWA DALAM PEMBELAJARAN IPA MATERI GUNUNG API PADA KELAS VB SD KRAPYAK WETAN, SEWON,

BANTUL Oleh Jonkenedi NIM 12108249075

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran IPA materi gunung api melalui penggunaan media tiga dimensi pada siswa kelas VB SD Krapyak Wetan, Sewon, Bantul.

Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas yang dilaksanakan secara kolaboratif. Penelitian ini menggunakan model Kemmis dan Mc Taggart. Setiap siklus melalui empat tahapan yaitu perencanaan, pelaksanaan dan observasi, refleksi. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VB SD Krapyak Wetan, objek penelitian ini yaitu keaktifan siswa dalam pembelajaran IPA materi gunung api. Instrumen pengumpulan data yang digunakan yaitu lembar observasi dan wawancara. Teknik analisis data yaitu secara deskriptif kualitatif dan kuantitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan media tiga dimensi dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran IPA materi gunung api. Keaktifan siswa pada siklus 1 belum mencapai indikator keberhasilan karena terbatasnya bahan percobaan yang disediakan oleh peneliti. Peningkatan di siklus 1 hanya 60% pada pertemuan pertama dan 70% pada pertemuan kedua. Siklus 2, peneliti menyediakan bahan percobaan lebih banyak dari siklus 1 sehingga seluruh siswa sudah terlayani pada saat proses pembelajaran, peningkatan keaktifan siswa mencapai 80% . Data tersebut menunjukkan bahwa adanya peningkatan keaktifan siswa. Dengan demikian penggunaan media tiga dimensi dalam pembelajaran IPA materi gunung api dapat meningkatkan keaktifan siswa. Kata Kunci: keaktifan, gunung api, media tiga dimensi


(9)

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi ini. Skripsi ini disusun sebagai tugas akhir guna memenuhi salah satu syarat mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Penulis menyadari bahwa penulisan tugas akhir skripsi ini tidak lepas dari kerja sama, bimbingan, dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberi kesempatan untuk saya menyelesaikan studi pada Program Studi PGSD FIP Universitas Negeri Yogyakarta.

2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta, yang telah memberikan kesempatan kepada peneliti dalam melakukan penelitian ini. 3. Ketua Program Studi PGSD Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri

Yogyakarta, yang telah memberikan pengarahan dalam pengambilan Tugas Akhir Skripsi ini.

4. Bapak/Ibu Tim Penguji yang telah berkenan hadir pada saat pelaksanaan ujian.

5. Bapak Ikhlasul Ardi Nugroho, M.Pd selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan arahan, motivasi, bimbingan dan meluangkan waktu dalam menyesaikan Tugas Akhir Skripsi ini.

6. Kepala SD Krapyak Wetan yang telah memberikan izin SD Krapyak Wetan sebagai tempat penelitian.

7. Bapak Noor Sadiarto, S.Pd selaku guru kelas VB yang telah bersedia sebagai pelaksana kegiatan penelitian ini.

8. Bapak/Ibu guru dan Karyawan SD Krapyak Wetan yang telah membantu proses penlitian ini.

9. Dinas Pemuda dan Olahraga kabupaten Gayo Lues. 10.Ira Fitri, adik yang selalu mendengar keluh kesah penulis.


(10)

(11)

x DAFTAR ISI

Hal

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN ... ii

SURAT PERNYATAAN ………. iii

PENGESAHAN ……… iv

MOTTO ……… v

PERSEMBAHAN ………. vi

ABSTRAK ……… vii

KATA PENGANTAR... viii

DAFTAR ISI... x

DAFTAR TABEL... xiii

DAFTAR GAMBAR... xiv

DAFTAR LAMPIRAN... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Identifikasi Masalah... 7

C. Batasan Masalah... 7

D. Rumusan Masalah... 7

E. Tujuan Penelitian... 8

F. Manfaat Penelitian... 8

BAB II KAJIAN TEORI A. Tinjauan IPA... 9 1. Hakekat IPA... 9

2. Hakekat Pembelajaran IPA... 10

a. Belajar Mengajar IPA... 10

b. IPA untuk Sekolah Dasar... 13

c. Tujuan Pembelajaran IPA... 14


(12)

xi

1. Keaktifan ... 15

2. Jenis-jenis Keaktifan... 18

3. Manfaat Keaktifan dalam Pembelajaran... 20

C. Hakekat Karakteristik Siswa... 21

D. Kajian Tentang Media... 23

1. Pengertian Media... 23

2. Tujuan dan Manfaat Media Pembelajaran... 25

3. Pertimbangan Pemilihan Media Pembelajaran... 28

4. Fungsi Media Pembelajaran... 32

5. Prinsip-prinsip Penggunaan Media Pembelajaran... 34

E. Kajian Tentang Media Tiga Dimensi... 35

1. Pengertian Media Tiga Dimensi... 35

2. Jenis-jenis Media Tiga Dimensi... 37

3. Cara Penggunaan Media Tiga Dimensi (Benda Model) dalam Pembelajaran ... 39

F. Kerangka Pikir ... 41

G. Hipotesis ... 42

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian... 43 B. Subjek dan Objek Penelitian ... 44

1. Subjek Penelitian... 44

2. Objek Penelitian... 44

C. Tempat dan Waktu Penelitian... 45

1. Tempat Penelitian... 45

2. Waktu Penelitian... 45

D. Desain Penelitian... 45

E. Metode Pengumpulan Data... 48

F. Instrumen Penelitian... 51

G. Validitas Instrumen... 54


(13)

xii

I. Indikator Keberhasilan... 56

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian ……….. 57

B. Deskripsi Subyek Penelitian ………. 58

C. Kondisi Awal (Pra Tindakan) ………... 58

D. Hasil Penelitian ………. 60

1. Siklus 1 ……… 60

a. Perencanaan ……….. 60

b. Pelaksanaan dan Observasi ……… 62

c. Refleksi ……… 74

2. Siklus 2 ……… 77

a. Perencanaan ……….. 77

b. Pelaksanaan dan Observasi ………... 78

c. Refleksi ………. 89

E. Pembahasan ………... 90

F. Keterbatasan Penelitian ………. 93

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ………... 94 B. Saran ……….. 95

DAFTAR PUSTAKA... 96 LAMPIRAN ... 98


(14)

xiii

DAFTAR TABEL

Hal

Tabel 1. Kisi-kisi Lembar Observasi Aktivitas Guru... 52

Tabel 2. Kisi-kisi Lembar Observasi Aktivitas Siswa... 53

Tabel 3. Hasil Observasi Keaktifan Siswa Pra Tindakan ……… 59

Tabel 4. Hasil Observasi Keaktifan Siswa Siklus 1 ……… 71

Tabel 5. Hasil Refleksi dan Perbaikan Tindakan Setelah Refleksi …… 75

Tabel 6. Hasil Wawancara Dengan Siswa Yang Kurang Aktif ………... 76


(15)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Hal Gambar 1. Model Penelitian Tindakan dari Kemmis dan McTaggart... 46 Gambar 2. Diagram Perbandingan Keaktifan Siswa Siklus 1 dan Siklus 2 .. 73 Gambar 3. Diagram Perbandingan Keaktifan Siswa Siklus 1 dan Siklus 2 .. 88


(16)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Hal

Lampiran 1. Nama dan Inisial Siwa ……… 99

Lampiran 2. Hasil Observasi Pra Tindakan ………. 100

Lampiran 3. Lembar Observasi Aktivitas Guru ……….. 101

Lampiran 4. Lembar Observasi Aktivitas Siswa ………. 117

Lampiran 5. Hasil Observasi Keaktifan Siswa Siklus 1 ………. 129

Lampiran 6. Hasil Observasi Keaktifan Siswa Siklus 2 ……….. 130

Lampiran 7. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ……… 131

Lampiran 8. Materi Ajar ……….. 147

Lampiran 9. Lembar Kerja Siswa (LKS) ……… 157

Lampiran 10. Soal Evaluasi ………. 161

Lampiran 11. Foto-foto Dokumentasi Penelitian ……… 177


(17)

1 BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Kelas yang aktif ditandai dengan aktivitas yang dilakukan oleh siswanya. Dalam hal ini aktivitas yang dimaksudmenunjukkan perhatian dan keseriusan siswa dalam proses pembelajaran. Sehingga kegiatan yang dilakukan oleh siswa pada saat pembelajaran berlangsung bervariasi dan bermanfaat bagi perkembangan pengetahuan kognitif, afektif maupun psikomotorik siswa.

Aktivitas yang baik ialah dimana siswa sibuk melakukan kegiatan yang bermanfaat, sehinggaapa yang dilakukan oleh siswa bisa memunculkan perubahan pola tingkah laku, kecerdasan, dan terpenuhi rasa keingintahuan siswa terhadap materi pembelajaran. Selain itu, pengalaman siswa juga akan semakin bertambah dengan keterlibatan siswa dalam melakukan aktivitas pada saat proses pembelajaran berlangsung.

Terciptanya kelas yang aktif juga merupakan suatu harapan dan tujuan dari lembaga pendidikan nasional. Seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional nomor 20 tahun 2003 menyebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara. Harapannya, proses pembelajaran pada tiap mata pelajaran yang dilaksanakan di sekolah bisa bersifat aktif.


(18)

2

Proses pembelajaran IPA di Sekolah Dasar, idealnya bersifat aktif dan menyenangkan. Hal ini sesuai dengan pendapat Usman Samatowa (2010:68) bahwa karakteristik anak SD yang suka bermain, memiliki rasa ingin tahu yang besar, dan mudah terpengaruh oleh lingkungan perlu terciptanya lingkungan pembelajaran yang menyenangkan, antara lain prinsip belajar sambil bekerja dan prinsip bermain sambil belajar. Dengan demikian, dapat kita ketahui bahwa karakteristik proses pembelajaran yang di senangi oleh siswa SD yaitu proses pembelajaran yang aktif.

Pembelajaran IPA di SD harapannya mampu memberikan berbagai penelusuran ilmiah yang relevan dan siswa didorong untuk tidak hanya sekedar mampu menghapal konsep, tapi juga mampu mengaplikasikannya. Baik itu melalui percobaan dan pengalaman langsung pada saat proses pembelajaran maupun mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.

Claxton (Usman Samatowa,2010:9) menyatakan bahwa pendidikan sains akan dapat ditingkatkan, bila anak dapat lebih berkelakuan seperti seorang ilmuwan bagi diri mereka sendiri, dan jika mereka diperbolehkan dan didorong untuk melakukan hal itu. Dengan demikian, proses pembelajaran IPA yang dilakukan di SD sebaiknya tidak hanya sekedar menyampaikan materi, tapi juga mencoba melakukan percobaan dari berbagai materi yang diajarkan kepada siswa. Tentu saja percobaan yang dilakukan harus disesuaikan dengan jenis materi yang akan diajarkan. Bahan percobaan tersebut bisa saja dengan menggunakan media pembelajaran yang sesuai dengan materi pelajaran.


(19)

3

Terciptanya suasana belajar yang di warnai percobaan-percobaandengan menggunakan media pembelajaran dalam proses pembelajaran, tentunya siswa akan belajar secara aktif di dalam kelas. Melalui percobaan yang dilakukan pada saat proses pembelajaran, rasa ingin tahu siswa akan terpenuhi dan terjawab. Siswa akan mampu mengamati dan mengalami secara langsung percobaan yang dilakukannya. Ketika siswa telah melakukan percobaan, tentu saja akan muncul berbagai jenis pertanyaan dan mendapat berbagai jawaban pula. Sehingga kelas yang aktif dengan kegiatan bertanya dan menjawab akan terwujud melalui proses pembelajaran semacam ini.

Pada saat peneliti melaksanakan Magang di SD Krapyak Wetan. Peneliti menemukan beberapa kesenjangan proses pembelajaran IPA di SD tersebut jika dibandingkan dengan kondisi ideal pembelajaran IPA yang telah dibahas di atas. Proses pembelajaran IPA dilaksanakan secara verbalatau ceramah padahal materi tersebut seharusnya diajarkan dengan menggunakan media dan kegiatan percobaan. Siswa hanya mendengarkan guru menjelaskan materi di depan kelas dan mencatat materi pelajaran yang ditulis oleh guru di papan tulis, sehingga penggunaan dan peran media pembelajaran sangat tidak tampak pada saat proses pembelajaran.Kegiatan pembelajaran terlihat hanya searah, guru sebagai penyaji dan penyampai materi pelajaran, siswa sebagai penerima informasi dari apa yang telah guru jelaskan di depan kelas.

Berdasarkan hasil pengamatan pada saat Magang tersebut, mengundang perhatian peneliti untuk melakukan observasi dan wawancara lebih lanjut dengan pihak sekolah. Sasaran dari observasi dan wawancara tersebut yaitu guru dan


(20)

4

siswa kelas VB SD Krapyak Wetan. Tujuan untuk melakukan observasi dan wawancara ini yaitu untuk memenuhi rasa ingin tahu peneliti tentang proses pembelajaran IPA di SD tersebut. Kesenjangan yang peneliti temukan itu hanya kebetulan, atau memang proses pembelajaran yang dilakukan tidak sesuai dengan kondisi ideal Pembelajaran IPA di SD, permasalahan itulah yang ingin peneliti ketahui.

Pada saat peneliti mewawancarai guru kelas VB SD Krapyak Wetan, guru tersebut mengakui bahwa selama ini proses pembelajaran yang dilakukannya yaitu menggunakan metode ceramah dan jarang menggunakan media pada saat proses pembelajaran. Alasannya, karena tidak semua media pembelajaran IPA tersedia di sekolah. Selain itu, guru terkadang kesulitan untuk menentukan jenis media yang sesuai dengan materi pelajaran. Sehingga, ketika guru menggunakan media pembelajaran, guru lebih memilih media yang berupa poster.

Setelah mewawancarai guru, peneliti selanjutnya mewawancarai siswa kelas VB SD Krapyak Wetan. Berdasarkan hasil wawancara dengan siswa tersebut, siswa mengungkapkan bahwa selama ini siswa hanya mendengarkan guru menjelaskan materi pelajaran di depan kelas, tidak banyak aktivitas yang dilakukan pada saat pembelajaran berlangsung. Berdasarkan hasil wawancara yang diperoleh peneliti, kemudian peneliti ingin mengamati secara langsung proses pembelajaran yang dilaksanakan pada kelas VB di SD Krapyak Wetan dengan mengadakan observasi di kelas tersebut.

Masih belum puas dengan hasil wawancara, kemudian peneliti mengadakan observasi terkait proses pembelajaran di SD Krapyak Wetan. Peneliti


(21)

5

menemukan beberapa hal terkait proses pembelajaran di kelas VB pada mata pelajaran IPA tentang Peristiwa Alam materi Gunung Api. Peneliti mengamati guru tidak memanfaatkan media pembelajaran pada saat proses pembelajaran berlangsung.Siswa hanya mendengarkan penjelasan yang disampaikan oleh guru, padahal materi tersebut lebih cocok diajarkan menggunakan media pembelajaran yang bisa dilakukan percobaan, sehingga aktivitas yang dilakukan siswa pada saat proses pembelajaran akan bervariasi.Selain itu, kita ketahui bahwa, anak usia SD masih pada tahap operasional konkrit, dimana proses penyampaian informasi yang konkrit akan lebih mudah dipahami oleh anak daripada informasi yang abstrak.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti berkeinginan untuk menyelesaikan permasalahan kelas yang kurang aktif tersebut melalui penggunaan media tiga dimensi. Sesuai dengan pendapat Piaget (Rita Eka Izzaty, 2008:105) masa kanak-kanak akhir berada dalam tahap operasi konkrit dalam berpikir (usia 7-12 tahun) dimana konsep yang pada awal masa kanak-kanak merupakan konsep samar-samar dan tidak jelas sekarang lebih konkrit. Peneliti berusaha menyampaikam materi secara konkrit. Karena materi yang akan dijadikan penelitian ini tentang gunung api, sepertinya tidak memungkinkan untuk membawa siswa secara langsung ke daerah gunung api dengan berbagai macam pertimbangan. Oleh karena itu, peneliti menggunakan media tiga dimensi berupa tiruan dari gunung api untuk media pembelajaran pada materi tersebut.

Harapannya, melalui penggunaan media tiga dimensi ini, akan mampu meningkatkan keaktifan siswa pada saat proses pembelajaran berlangsung. Selain itu, siswa juga dapat secara langsung melakukan percobaan dengan media tiruan


(22)

6

dari gunung api. Sehingga rasa ingin tahu siswa tentang gunung api akan terpenuhi dan terjawab melalui penggunaan media tiga dimensi tersebut. Selain media tiga dimensi, memang masih bisa digunakan media bergambar. Akan tetapi, setelah peneliti mempertimbangkan keduanya, peneliti menganggap bahwa untuk materi gunung api, media tiga dimensi lebih cocok ketimbang media gambar. Karena media gambar hanya bisa dilihat oleh siswa, tapi media tiga dimensi berupa tiruan gunung api tersebut, selain bisa dilihat siswa juga bisa melakukan percobaan.

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi di atas, ternyata pada saat proses pembelajaran guru tidak menggunakan media. Selain itu, selama ini guru menggunakan metode ceramah pada saat proses pembelajaran berlangsung, padahal seharusnya guru menggunakan media pada pembelajaran tersebut. Disisi lain, siswa hanya duduk dan mendengarkan guru menjelaskan materi pelajaran. Dengan demikian, hal ini tidak menunjukkan bahwa adanya aktivitas yang bervariasi saat proses pembelajaran, selain aktivitas siswa mendengarkan guru menjelaskan materi pelajaran.Oleh karena itu, penelitian yang mengkaji lebih dalam tentang penggunaan media tiga dimensi untuk meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran IPA materi gunung api pada Kelas VB SD Krapyak Wetan, Sewon, Bantul penting untuk dilakukan.


(23)

7 B.Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan di atas maka didapatkan identifikasi permasalahannya sebagai berikut:

1. Siswa hanya mendengarkan dan mencatat materi yang dijelaskan oleh guru, padahal materi tersebut lebih cocok menggunakan percobaan. 2. Proses pembelajaran hanya searah, guru sebagai pemberi materi dan

siswa sebagai penerima informasi yang disajikan oleh guru. 3. Guru jarang menggunakan media pada saat proses pembelajaran. 4. Kurang bervariasinya aktivitas belajar di kelas.

C.Batasan Masalah

Dari berbagai identifikasi masalah di atas, fokus permasalahan pada penelitian ini hanya pada upaya meningkatkan keaktifan siswa dalam mengikuti pembelajaran IPA materi gunung api pada kelas VB SD Krapyak Wetan, Sewon, Bantul.

D.Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut:

Bagaimana penggunaan media tiga dimensi dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran IPA materi gunung api pada kelas VB SD Krapyak Wetan, Sewon, Bantul?


(24)

8 E.Tujuan Penelitian

Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah untuk meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran IPA materi gunung api pada kelas VB SD Krapyak Wetan, Sewon, Bantul melalui penggunaan media tiga dimensi. F. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini antara lain. 1. Bagi siswa

a. Meningkatkan keaktifan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran.

b. Siswa jadi lebih aktif dan senang dalam mengikuti proses pembelajaran.

2. Bagi guru

a. Menambah pengetahuan guru dalam memlih media yang digunakan untuk meningkatkan keaktifan siswa di kelas.


(25)

9 BAB II KAJIAN TEORI A. Tinjauan IPA

1. Hakekat IPA

Ilmu pengetahuan alam merupakan terjemahan kata-kata dalam bahasa inggris yaitu natural science, artinya ilmu pengetahuan alam (IPA) (Usman Samatowa, 2010: 3). Ilmu Pengetahuan Alam berhubungan dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam semesta. IPA juga erat kaitannya dengan gejala-gejala alam.

IPA merupakan ilmu yang membahas tentang alam semesta. Hendro Darmojo (Usman Samatowa, 2010: 2) mengungkapkan bahwa IPA adalah pengetahuan yang rasional dan objektif tentang alam semesta dengan segala isinya. Dengan demikian, kita ketahui bahwa, IPA merupakan suatu cara atau metode yang digunakan oleh manusia untuk mengamati gejala-gejala yang ada di alam semesta.

IPA membahas tentang gejala alam yang disusun secara sistematis yang berdasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan yang dilakukan oleh manusia (Usman Samatowa, 2010: 3). Gejala alam dan kebendaan yang terdapat di alam disusun secara teratur dan sistematis oleh para ahli, penyusunan ini dilakukan berdasarkan hasil pengamatan dan percobaan yang dilakukan oleh pakar IPA.

IPA tidak hanya berupa kumpulan materi tentang alam dan kebendaan yang terdapat di alam semesta. Akan tetapi, IPA memerlukan


(26)

10

kerja, cara berpikir dan cara untuk memecahkan masalah. Winaputra (Usman Samatowa, 2010: 3) mengemukakan bahwa tidak hanya merupakan kumpulan pengetahuan tentang benda atau makhluk hidup, tetapi memerlukan kerja, cara berpikir, dan cara memecahkan masalah.

Usman Samatowa (2010: 3) mengemukakan bahwa IPA adalah ilmu pengetahuan yang:

a. Mempunyai objek

b. Menggunakan metode ilmiah

Berdasarkan uraian di atas maka dapat kita ketahui bahwa, IPA adalah ilmu pengetahuan yang mempunyai objek dan menggunakan metode ilmiah. Oleh karena itu, untuk mempelajari suatu objek pada Ilmu Pengetahuan Alam, membutuhkan metode-metode ilmiah dalam memecahkan masalah IPA. Sehingga, pemecahan masalah dalam IPA membutuhkan cara kerja, cara berpikir dan cara bersikap yang ilmiah.

2. Hakekat Pembelajaran IPA a. Belajar Mengajar IPA

Proses belajar mengajar dalam pembelajaran IPA. Istilah lain yang sering dipakai adalah kegiatan belajar mengajar. Dalam kedua istilah tersebut kita melihat adanya dua proses kegiatan. Ada kegiatan belajar dan kegiatan mengajar.

Hergenhahn dan Olson (Patta Bundu, 2006: 14) mengemukakan lima hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan belajar, yaitu: (1) belajar menunjuk pada suatu perubahan tingkah laku, (2) perubahan tingkah laku tersebut relatif menetap, (3)


(27)

11

perubahan tingkah laku tidak segera terjadi setelah mengikuti pengalaman belajar, (4) perubahan tingkah laku merupakan hasil pengalaman dan latihan, dan (5) pengalaman dan latihan harus diberi penguatan. Santrock dan Yussen (Sugihartono, dkk 2012: 74) mendefisikan belajar sebagai perubahan yang relatif permanen karena adanya pengalaman.

Berdasarkan pendapat di atas, inti dari belajar adalah perubahan tingkah laku. Harapannya, setelah siswa mengalami proses belajar, akan ada perubahan tingkah laku. Meskipun perubahan tingkah laku tersebut tidak segera terjadi setelah mengikuti pengalaman belajar. Akan tetapi, perubahan tingkah laku dapat diperoleh dengan pengalaman belajar dan latihan yang dilakukan secara terus-menerus. Karena belajar merupakan suatu proses berlangsung sepanjang hayat manusia. Seperti yang diungkapkan oleh (Arief S. Sadiman, dkk 2011: 2) belajar adalah suatu yang kompleks yang terjadi pada semua orang dan berlangsung seumur hidup, sejak dia masih bayi hingga ke liang lahat nanti. Dengan latihan yang dilakukan sepanjang hayat, maka perubahan tingkah laku dapat bersifat menetap.

Istilah kedua yaitu mengajar. Seseorang yang mengajar biasa disebut sebagai guru, dosen, pelatih, instruktur, atau mentor. Wina Sanjaya (2011: 99) berpendapat bahwa mengajar tidak ditentukan oleh oleh selera guru, akan tetapi sangat ditentukan oleh siswa itu sendiri.


(28)

12

Proses pembelajaran seperti ini biasa disebut (Student Centered) mengajar yang berorientasi atau berpusat pada siswa.

Mengajar yang berorientasi pada siswa sangat cocok diterapkan dalam mata pelajaran IPA. Kita ketahui bahwa, dalam pembelajaran IPA siswa diperlukan untuk bekerja, berpikir dan memecahkan masalah. Mengajar dengan berpusat pada siswa akan memberi kesempatan kepada siswa untuk belajar sesuai dengan gayanya sendiri. Sehingga siswa mampu bekerja, berpikir dan memecahkan masalah dengan gaya belajarnya sendiri ketika guru mengajar dengan berpusat pada siswa.

Pada tingkat sekolah, IPA diajarkan di Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA) dan sekolah yang setara SD, SMP, dan SMA lainnya. Pembelajaran IPA di SMP dan SMA sudah dipecah-pecah lagi menjadi beberapa bagian yaitu, Biologi, Fisika untuk SMP, Fisika, Biologi dan Kimia untuk SMA.

Penelitian ini hanya membahas tentang pembelajaran IPA untuk sekolah dasar. Sehingga pembelajaran IPA yang dikaji dalam penelitian ini difokuskan pada pembelajaran IPA di Sekolah Dasar. Sekolah Dasar yang menjadi sasaran penelitian ini yaitu SD Krapyak Wetan, Sewon, Bantul.


(29)

13 b. IPA untuk Sekolah Dasar

IPA melatih siswa berpikir kritis, objektif dan rasional. Usman Samatowa (2010: 4) mengemukakan rasional artinya masuk akal atau logis, diterima oleh akal sehat. Objektif artinya sesuai dengan objeknya, sesuai dengan kenyataan atau sesuai dengan pengalaman pengamatan melalui panca indera.

Berdasarkan uraian di atas, kita tahu bahwa pelajaran IPA sangat baik diterapkan di Sekolah Dasar karena bersifat objektif dan rasional. Tapi, sebagai seorang guru tidak cukup hanya mengetahui alasan di atas. Setiap guru harus memahami akan alasan mengapa suatu mata pelajaran yang diajarkan perlu diajarkan di sekolahnya (Usman Samatowa, 2010: 6). Dengan memahami hal-hal tersebut, maka guru akan tahu manfaat yang akan diperoleh oleh siswa dengan mempelajari IPA di Sekolah Dasar. Sehingga, siswa mampu mengaplikasikan pengetahuannya dalam kehidupan sehari-hari dan memperoleh manfaat dari pelajaran IPA.

Pembelajaan IPA yang bersifat objektif dan rasional akan lebih baik diajarkan melalui percobaan-percobaan, sehingga siswa akan lebih mudah memahami materi IPA. Percobaan-percobaan yang dilakukan pada saat proses pembelajaran IPA bisa dibantu dengan menggunakan media pembelajaran. Sehingga siswa akan berperan aktif melalui bantuan media pembelajaran yang bisa dilakukan percobaan.


(30)

14

Mengingat tidak semua materi pelajaran IPA bisa dijangkau dengan mudah seperti materi gunung api, maka guru bisa menggunakan media tiga dimensi yang berupa tiruan dari gunung api. Melalui penggunaan media tiga dimensi, guru akan lebih mudah menyampaikan materi pembelajaran yang sulit dijangkau benda aslinya. Selain itu, media tiga dimensi yang bisa dilakukan percobaan akan mampu meningkatkan aktivitas belajar siswa di dalam kelas pada saat proses pembelajaran berlagsung.

c. Tujuan Pembelajaran IPA

Berbagai alasan yang menyebabkan pembelajaran IPA dimasukkan ke dalam kurikulum sekolah. Karena pembelajaran IPA memiliki tujuan tertentu sehingga penting untuk diajarkan pada siswa.Tujuan pembelajaran IPA di SD menurut Depdiknas (Lestary, 2016) yaitu sebagai berikut:

1. Menanamkan pengetahuan dan konsep-konsep Sains,

2. Menanamkan rasa ingin tahu dan sikap positif terhadap sains dan teknologi,

3. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah, dan membuat keputusan,

4. Ikut serta dalam memelihara, manjaga, dan melestarikan lingkungan alam,


(31)

15

5. Mengembangkan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara Sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat.

Melihat tujuan pembelajaran IPA di atas, kita sadar bahwa pembelajaran IPA sangat penting diajarkan pada siswa SD. Melalui pembelajaran IPA siswa akan mengetahui konsep-konsep IPA, menanamkan rasa ingin tahu siswa, mengembangkan keterampilan berpikir siswa, ikut melestarikan lingkungan alam dan sadar bahwa IPA sangat berperan dalam perkembangan teknologi.

B. Kajian Tentang Keaktifan Siswa dalam Pembelajaran 1. Keaktifan

Setiap guru tentunya ingin menciptakan suasana belajar yang aktif. Pembelajaran dikatakan aktif ketika siswa ikut terlibat dalam proses pembelajaran. Siswa secara aktif berpartisipasi saat proses pembelajaran berlangsung. Dengan demikian, peran guru tidak hanya sekedar mengajarkan materi pelajaran, tapi guru juga bertanggungjawab menciptakan pembelajaran aktif di dalam kelas dan melibatkan siswa saat proses pembelajaran berlangsung.

Proses pembelajaran yang aktif bisa dilihat dari aktivitas yang dilakukan siswa di dalam kelas. Aktivitas yang dimaksud yaitu berupa kegiatan yang bermanfaat, sehingga siswa dapat memperoleh pengetahuan yang bermakna. Siswa sibuk melakukan kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk memenuhi rasa ingin tahu terhadap suatu mata pelajaran. Dengan


(32)

16

bervariasinya aktivitas dalam pembelajaran, proses pembelajaran pun akan semakin berwarna.

Pembelajaran aktif memungkinkan siswa untuk terlibat dan berperan dalam proses pembelajaran. Isriani Hardini dan Dewi Puspitasari (2013: 83) mengemukakan dalam pembelajaran aktif peserta didik terlibat secara aktif dan banyak berperan dalam proses pembelajaran, sedangkan guru lebih banyak memberikan arahan, bimbingan, serta mengatur sirkulasi proses pembelajaran.

Siswa lebih banyak terlibat dan berperan dalam proses pembelajaran aktif. Karena pembelajaran aktif berpusat pada siswa, guru hanya sebagai fasilitator pada saat proses pembelajaran berlangsung. Siswa diberi kesempatan untuk mengembangkan pengetahuan dan berpikir secara kritis. Siswa bertanya untuk memperoleh jawaban terhadap sesuatu yang ingin diketahuinya. Siswa juga diberi kesempatan untuk menjawab, berpendapat, sehingga kemampuan berpikir siswa juga akan berkembang.

Fink (Warsono dan Hariyanto, 2012: 18) mengemukakan bahwa pembelajaran aktif terdiri atas dua komponen utama, yakni pengalaman (experience) dan komponen dialog. Pengalaman yang dimaksud yaitu pengalaman melakukan (doing) dan pengalaman mengamati (observing) dan dialog yang dimaksud yaitu dialog dengan diri sendiri ( dialogue with self) dan dialog dengan orang lain (dialogue with others).

Berdasarkan pendapat di atas, ada dua aspek perlu diperhatikan dalam pembelajaran aktif. Aspek tersebut yaitu pengalaman dan dialog.


(33)

17

Pembelajaran aktif bisa dilihat dari kedua aspek di atas. Misalnya pada aspek pengalaman, ketika siswa diarahkan untuk mengamati dan melakukan suatu kegiatan, maka siswa telah melakukan aktivitas mengamati dan melakukan.

Aspek dialog, aktivitas yang dilakukan bisa dialog dengan diri sendiri atau berpikir dan dialog dengan orang lain. Dialog dengan orang lain bisa saja berupa diskusi, bertanya, menjawab dan berpendapat. Aktivitas yang dilakukan siswa pada saat berdiskusi, bertanya, menjawab dan berpendapat tentu menjadikan kelas terlihat aktif.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat kita simpulkan bahwa, keaktifan siswa dapat dilihat dari aktivitas yang dilakukan siswa pada saat proses pembelajaran berlangsung. Semakin banyak variasi kegiatan pembelajaran, maka kemungkinan siswa terlibat secara aktif akan semakin besar. Sehingga guru harus mampu menciptakan kegiatan-kegiatan yang terencana dan memancing siswa untuk melakukan kegiatan lainnya yang bermanfaat.

Kegiatan yang terencana yang dimaksud ialah kegiatan sudah direncanakan pada saat sebelum proses pembelajaran. Misalnya, guru menyediakan media pembelajaran, kemudian guru menyiapkan langkah-langkah kegiatan yang akan dilakukan oleh siswa melalui media tersebut. Sehingga, pada saat proses pembelajaran guru akan mengarahkan siswa melakukan kegiatan sesuai yang telah direncanakan. Selain kegiatan yang terencana, guru juga harus mampu memancing siswa untuk melakukan


(34)

18

aktivitas lain seperti berdiskusi, bertanya, menjawab, dan berpendapat agar keaktifan siswa di dalam kelas semakin meningkat.

2. Jenis-jenis Keaktifan

Keaktifan siswa di dalam kelas bisa dilihat dari aktivitas yang dilakukan oleh siswa pada saat proses pembelajaran berlangsung. Keaktifan siswa di dalam kelas banyak sekali macam-macamnya. Oleh karena itu, para ahli mengklasifikasikan keaktifan berdasarkan jenis aktivitas dalam pembelajaran. Berikut ini keaktifan berdasarkan aktivitas siswa dalam proses pembelajaran menurut para ahli, beberapa diantaranya ialah:

1) Paul D. Diereich (Oemar Hamalik, 2013: 172-173) membagi kegiatan belajar siswa dalam 8 kelompok, ialah:

a) Kegiatan-kegiatan visual

Melihat dan mengamati media tiga dimensi (benda model). b) Kegiatan-kegiatan lisan (oral)

Mengajukan pertanyaan, memberi saran, mengemukakan pendapat, diskusi, menjawab pertanyaan.

c) Kegiatan-kegiatan mendengarkan

Mendengarkan penyajian bahan, mendengarkan diskusi kelompok. d) Kegiatan-kegiatan menulis

Membuat rangkuman.

2) Getrude M. Whipple (Oemar Hamalik, 2013: 173-175) membagi kegiatan-kegiatan siswa sebagai berikut:


(35)

19

1) Mengamati penjelasan materi pelajaran, mengamati media pembelajaran.

b) Mempelajari masalah-masalah

1) Menjawab pertanyaan-pertanyaan. 2) Mempelajari buku pelajaran.

3) Membuat catatan-catatan saat diskusi kelompok.

4) Melakukan eksperimen, misalnya melakukan percobaan media tiga dimensi.

5) Membuat rangkuman. c) Cek dan tes

1) Mengerjakan soal latihan

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka dapat kita simpulkan bahwa keaktifan belajar siswa banyak sekali macam-macamnya. Macam-macam keaktifan belajar siswa dapat dikelompokkan berdasarkan jenis aktivitas siswa dalam proses pembelajaran. Dengan adanya pengelompokan jenis-jenis aktivitas belajar siswa di dalam kelas, akan memudahkan guru untuk mengamati kegiatan-kegiatan siswa sesuai dengan jenis aktivitas belajar siswa di dalam kelas.

Seorang guru harapannya mampu mengetahui jenis-jenis keaktifan belajar siswa di dalam kelas pada saat proses pembelajaran berlangsung. Agar guru bisa mendesain dan merencanakan suatu pembelajaran yang bisa memfungsikan berbagai jenis-jenis keaktifan belajar siswa yang telah dikelompokkan oleh para ahli di atas. Untuk melihat keaktifan siswa, maka


(36)

20

kita harus mengetahui jenis-jenis keaktifan siswa di dalam kelas pada saat proses pembelajaran berlangsung. Berdasarkan pengelompokan para ahli di atas tentang keaktifan belajar, peneliti menyederhanakan jenis-jenis keaktifan secara umum (keaktifan yang mudah diamati/dilihat), diantaranya yaitu:

a) Keaktifan visual (kegiatan-kegiatan visual) b) Keaktifan lisan (kegiatan-kegiatan lisan/oral)

c) Keaktifan mendengarkan ( kegiatan-kegiatan mendengarkan) d) Keaktifan menulis (kegiatan-kegiatan menulis)

3. Manfaat Keaktifan dalam Pembelajaran

Keaktifan belajar siswa dalam proses pembelajaran, memiliki manfaat tertentu bagi siswa. Karena aktivitas yang dilakukan oleh siswa pada saat proses pembelajaran, secara langsung atau tidak langsung akan berdampak pada siswa tersebut. Seperti yang dikemukakan oleh Oemar Hamalik (2013: 175) bahwa aktivitas besar nilainya bagi pengajaran siswa, oleh karena:

1. Para siswa mencari pengalaman sendiri dan langsung mengalami sendiri. 2. Berbuat sendiri akan mengembangkan seluruh aspek pribadi siswa secara

integral.

3. Memupuk kerja sama yang harmonis di kalangan siswa. 4. Para siswa bekerja menurut minat dan kemampuan sendiri.

5. Memupuk disiplin kelas secara wajar dan suasana belajar menjadi demokratis.

6. Mempererat hubungan sekolah dan masyarakat, dan hubungan orang tua dengan guru.

7. Pengajaran diselenggarakan secara realistis dan konkret sehingga mengembangkan pemahaman dan berpikir kritis serta menghindarkan verbalitas


(37)

21

8. Pengajaran di sekolah menjadi hidup sebagaimana aktivitas dalam kehidupan masyarakat.

Berdasarkan uraian di atas, kita ketahui bahwa keaktifan belajar siswa dalam proses pembelajaran sangat bermanfaat bagi siswa, baik secara kelompok atau individu. Oleh karena itu, sangat penting untuk menciptakan suasana belajar yang aktif. Agar siswa dapat berkembang dan memperoleh manfaat dari aktivitas yang dilakukan di dalam kelas pada saat proses pembelajaran berlangsung. Selain itu, semakin banyak variasi aktivitas-aktivitas belajar siswa di dalam kelas, maka kemampuan sendiri/kelompok, kerja sama yang harmonis, minat siswa, interaksi sosial dan aspek pribadi siswa akan semakin berkembang dan terlatih.

C. Hakekat Karakteristik Siswa

Piaget (Rita Eka Izzaty, dkk 2008: 35) mengemukakan bahwa ada empat tahap perkembangan kognitif: sensorimotor, preoperational, concret operational, dan formal operational. Pada usia lahir- 18 bulan anak berada pada tahap sensorimotor ( sensorimotor), 18 bulan- 6 tahun pada tahap praoperasional (preoperational), 6 -12 tahun berada pada tahap operasional konkrit (concret operational), 12 tahun atau lebih berada pada tahap operasional formal (formal operational).

Siswa Sekolah Dasar berada pada tahap operasional konkrit. Pengetahuan akan lebih mudah dipahami oleh siswa melalui penyajian yang konkrit. Penggunaan media pembelajaran pada saat proses pembelajaran sangat membantu siswa untuk memahami materi pelajaran pada tahap ini. Masa operasional konkrit ini disebut juga masa kanak-kanak akhir.


(38)

22

Rita Eka Izzati, dkk (2008: 116) mengemukakan bahwa masa kanak-kanak akhir dibagi menjadi dua fase:

a. Masa kelas-kelas rendah Sekolah Dasar yang berlangsung antara usia 6/7 tahun - 9/10 tahun, biasanya mereka duduk di kelas 1, 2 dan 3 Sekolah Dasar. b. Masa kelas-kelas tinggi Sekolah Dasar, yang berlangsung antara usia 9/10

tahun – 12/13 tahun, biasanya mereka duduk di kelas 4, 5 dan 6 Sekolah Dasar.

Berdasarkan uraian di atas, siswa Sekolah Dasar berada pada tahap operasional konkrit. Proses pembelajaran akan lebih mudah dipahami oleh siswa melalui penyajian yang konkrit. Dengan demikian, penggunaan media pembelajaran yang berupa media tiga dimensi akan sangat membantu siswa untuk memahami pembelajaran. Media tiga dimensi yang berupa benda model/tiruan dari benda aslinya tentu saja akan menbantu guru untuk menyajikan pembelajaran secara konkrit. Siswa Sekolah Dasar dapat di kelompokkan menjadi dua yaitu kelas rendah dan kelas tinggi. Siswa yang duduk di kelas 1, 2 dan 3 adalah kelas rendah dan siswa yang duduk di kelas 4, 5 dan 6 adalah kelas tinggi.

Perkembangan siswa Sekolah Dasar bisa dilihat dari perkembangan fisik, kognitif, bahasa, moral, emosi dan sosial. Selain itu, perkembangan siswa Sekolah Dasar dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan siswa yaitu, lingkungan tempat tinggal, status sosial keluarga siswa, ekonomi keluarga, dan keyakinan dari keluarga siswa. Sehingga, seorang guru harus mampu memperhatikan perkembangan peserta didiknya agar bisa menyesuaikan cara mengajar dengan karakteristik belajar siswa yang ada di kelasnya.


(39)

23 D. Kajian Tentang Media

1. Pengertian Media

Menurut Bovee (Hujair AH Sanaky, 2013: 3) media adalah sebuah alat yang mempunyai fungsi menyampaikan pesan. Sebuah alat yang memiliki fungsi untuk menyampaikan pesan kepada sasaran. Dalam sebuah kelas, berarti media berfungsi untuk menyampaikan pesan kepada siswa dalam kelas tersebut. Maka dapat dikatakan bahwa, komunikasi antara guru dan siswa akan kurang berhasil karena tanpa bantuan sarana untuk menyampaikan pesan.

Mengingat tidak semua materi pelajaran mudah untuk diterima oleh siswa, maka guru akan memerlukan sarana untuk menyampaikan materi yang akan diajarkan. Seperti yang di ungkapkan oleh Schramm (Hujair AH Sanaky, 2013: 4) media adalah teknologi pembawa informasi atau pesan instruksional. Maka sarana yang dibutuhkan oleh guru untuk menyampaikan materi pembelajaran adalah media. Karena media merupakan teknologi yang akan membantu guru untuk menyampaikan informasi pada saat proses pembelajaran.

Banyak batasan atau pengertian yang diungkapkan oleh para ahli tentang media. Berikut ini pendapat para ahli tentang media, diantaranya adalah:

a. Gagne (Hujair AH Sanaky, 2013:4) mengatakan bahwa media adalah berbagai jenis komponen atau sumber belajar dalam lingkungan pembelajaran yang dapat merangsang pembelajar


(40)

24

untuk belajar. Berdasarkan teori ini dapat kita ketahui bahwa, media merupakan suatu sarana pendukung yang dapat membantu siswa untuk belajar dan merangsang siswa untuk dapat menerima informasi sesuai tujuan pembelajaran.

b. Briggs (Hujair AH Sanaky, 2013: 4) berpendapat bahwa media adalah segala wahana atau alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta merangsang pembelajar untuk belajar. Media merupakan wahana untuk meningkatkan dan merangsang pembelajar untuk belajar, dimana penyajian dan penyampaian pesan tersebut bisa dilakukan dengan alat fisik.

c. Hujair AH Sanaky (2013: 4) mengatakan bahwa media pembelajaran adalah sarana atau alat bantu pendidikan yang dapat digunakan sebagai perantara dalam proses pembelajaran untuk mempertinggi efektifitas dan efisiensi dalam mencapai tujuan pengajaran. Teori ini menjelaskan bahwa media sebagai sarana dan alat bantu yang digunakan dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran.

d. Arief S. Sadiman, dkk (2011: 7) mengungkapkan bahwa media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi.


(41)

25

Berdasarkan pendapat di atas, dapat kita ketahui bahwa, media pembelajaran merupakan suatu wahana, sarana atau alat bantu yang digunakan untuk membantu proses pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran bisa tercapai dan informasi pembelajaran bisa tersampaikan. Dalam hal ini, media dapat digunakan untuk menyalurkan informasi dan pesan pada saat proses pembelajaran. Selain itu, media tidak terbatas karena semua komponen dalam lingkungan yang bisa merangsang siswa untuk belajar merupakan media pembelajaran. Sehingga komunikasi guru dengan siswa bisa searah atau menyambung.

Bentuk-bentuk komunikasi yang dapat merangsang siswa untuk belajar bisa digunakan media cetak, audio, visual maupun media audio-visual. Selain itu masih terdapat jenis media lainnya seperti media grafis dan media tiga dimensi yang berupa model atau alat tiruan sederhana/mock-up, serta media proyeksi yang dibantu melalui projector LCD baik itu berupa slide atau film strip.

2. Tujuan dan Manfaat Media Pembelajaran

Media pembelajaran memiliki tujuan dan manfaat masing-masing tergantung dari media dan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Hujair AH Sanaky (2013: 5) mengungkapkan tujuan media pembelajaran sebagai alat bantu pembelajaran yaitu:

1) Mempermudah proses pembelajaran di kelas, 2) Meningkatkan efisiensi proses pembelajaran,

3) Menjaga relavansi antara materi pelajaran dengan tujuan belajar, 4) Membantu konsentrasi pembelajar dalam proses pembelajaran.


(42)

26

Berdasarkan pendapat di atas, dapat kita ketahui bahwa, media pembelajaran bertujuan untuk mempermudah proses pembelajaran. Pihak yang dipermudah tidak hanya guru saja melainkan siswa juga akan lebih mudah untuk menerima pesan dan informasi pada saat proses pembelajaran berlangsung. Efisiensi proses pembelajaran juga akan semakin meningkat melalui penggunaan media.

Selain itu, media pembelajaran bertujuan untuk menjaga relavansi antara materi pelajaran dengan tujuan belajar. Media pembelajaran tidak terlepas dari tujuan pembelajaran karena media dibuat sebagai sarana untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dengan begitu, media pembelajaran akan membantu siswa untuk konsentrasi terhadap materi pelajaran yang disajikan oleh guru.

Manfaat dari media pembelajaran dapat dilihat secara umum maupun secara khusus. Secara umum yaitu manfaat yang di dapat secara keseluruhan baik itu guru maupun siswa. Secara khusus yaitu manfaat yang di dapat oleh guru pribadi dan manfaat yang di dapat oleh siswa.

Zainal Aqib (2013: 51) mengungkapkan manfaat media pembelajaran secara umum yaitu:

1) Menyeragamkan penyampaian materi 2) Pembelajaran jadi lebih jelas dan menarik 3) Proses pembelajaran lebih interaksi 4) Efisiensi waktu dan tenaga

5) Meningkatkan kualitas hasil belajar

6) Belajar dapat dilakukan kapan saja dan dimana saja


(43)

27

8) Meningkatkan peran guru ke arah yang lebih positif dan produktif

Manfaat media pembelajaran secara umum mampu menyeragamkan penyampaian materi. Maksudnya agar persepsi siswa terhadap materi pelajaran yang disajikan tidak berbeda-beda atau tidak seragam. Proses pembelajaran juga akan semakin jelas dan menarik karena persepsi siswa diawal telah seragam, sehingga interaksi antara guru dan siswa akan semakin jelas dan ter arah. Maka efisien waktu dan hasil belajar yang meningkat pun akan diperoleh.

Manfaat dari media pembelajaran bagi guru. Hujair AH Sanaky (2013: 6) mengungkapkan sebagai berikut:

1) Memberikan pedoman, arah untuk mencapai tujuan pembelajaran 2) Menjelaskan urutan dan strukstur pengajaran secara baik

3) Memberikan kerangka sistematis mengajar secara baik 4) Memudahkan kendali pengajar terhadap materi pelajaran

5) Membantu kecermatan, ketelitian dalam penyajian materi pelajaran 6) Membangkitkan rasa percaya diri sebagai seorang pengajar

7) Meningkatkan kualitas pengajaran

8) Memberikan dan meningkatkan variasi belajar

9) Menyajikan inti informasi, pokok-pokok secara sistematik, sehingga memudahkan penyampaian, dan

10) Menciptakan kondisi dan situasi belajar yang menyenangkan dan tanpa tekanan

Media pembelajaran juga memberi manfaat bagi siswa. Hujair AH Sanaky (2013: 6) mengungkapkan manfaat media pembelajaran bagi siswa adalah sebagai berikut:

1) Meningkatkan motivasi pembelajar

2) Memberikan dan meningkatkan variasi belajar bagi pembelajar 3) Memudahkan pembelajar untuk belajar


(44)

28

5) Pembelajaran dalam kondisi dan situasi belajar yang menyenangkan dan tanpa tekanan, dan

6) Pembelajar dapat memahami materi pelajaran secara sistematis yang disajikan.

Berdasarkan Pendapat di atas, media pembelajaran sangat membantu untuk meningkatkan motivasi belajar siswa. Mengingat bahwa motivasi belajar, gaya belajar, minat setiap siswa berbeda satu sama lainnya. Perbedaan gaya belajar, minat, intelegensi, keterbatasan daya indera, cacat tubuh atau hambatan jarak geografis, jarak waktu dan lain-lain dapat dibantu diatasi dengan pemanfaatan media pendidikan (Arief S. Sadiman, dkk 2011: 14). Oleh karena itu, pemanfaatan media pembelajaran sangat lah penting dalam proses pembelajaran untuk tercapainya tujuan pembelajaran.

3. Pertimbangan Pemilihan Media Pembelajaran

Sebagaimana yang telah disinggung di depan, kita mengetahui tujuan dan manfaat media pembelajaran. Langkah yang selanjutnya ialah menentukan atau memilih media pembelajaran yang akan digunakan dalam proses pembelajaran. Maka harapannya seorang guru mampu untuk menentukan pilihannya sesuai dengan kebutuhan pada saat melakukan kegiatan pembelajaran, agar media pembelajaran bisa mempermudah dan mempercepat proses penyampaian informasi yang berupa materi pelajaran.

Seorang guru harus mampu untuk mempertimbangkan media yang akan dipilih sebagai sarana menyampaikan pesan. Saat guru akan memilih media pembelajaran untuk digunakan, maka saat itulah seorang guru perlu memperhatikan dan mempertimbangkan beberapa prinsip media. Sudirman


(45)

29

(Rostina Sundayana, 2013: 15-16) mengungkapkan prinsip media pembelajaran yang perlu diperhatikan dan dipertimbangkan oleh guru dibagi menjadi tiga kategori, sebagai berikut:

a. Tujuan pemilihan b. Alternatif pilihan

c. Kriteria pemilihan media

Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat kita ketahui bahwa guru harus mempertimbangkan ketiga kategori tersebut. Pertama, seorang guru harus mampu menentukan tujuan pemilihan media pembelajaran. Memilih media pembelajaran yang akan digunakan dalam proses pembelajaran harus berdasarkan maksud dan tujuan yang jelas.

Guru harus menentukan maksud dan tujuan dari media pembelajaran yang akan digunakan. Apakah media yang dipilih bertujuan untuk sekedar mengisi waktu kosong di dalam kelas, ataukah untuk mempermudah guru menyampaikan informasi berupa materi pelajaran kepada siswa. Tujuan pemilihan media harus sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Dalam tahap ini, guru harus mampu juga menentukan sasaran dari media yang dipilih, apakah untuk individu ataukah untuk pengajaran berkelompok. Sehingga media pembelajaran yang dipilih bisa mencapai tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.

Kedua, menentukan alternatif pilihan. Memilih suatu media pembelajaran, berarti guru harus membuat beberapa alternatif pilihan. Tujuannya agar beberapa alternatif pilihan itu bisa dibandingkan dan dicocokan dengan materi maupun tujuan pembelajaran. Ketika guru sudah


(46)

30

membandingkan media pembelajaran yang sesuai dengan materi dan tujuan pembelajaran, maka guru sudah bisa memilih salah satu dari beberapa alternatif pilihan yang tersebut

Ketiga, kriteria pemilihan media. Kriteria utama dalam pemilihan media pembelajaran adalah ketepatan tujuan pembelajaran, artinya dalam menentukan media yang digunakan pertimbangannya bahwa media tersebut harus memenuhi kebutuhan atau mencapai tujuan yang diinginkan (Rostina Sundayana, 2013: 16). Dengan demikian, kriteria pemilihan media pembelajaran harus sesuai dengan tujuan pembelajaran, agar media dengan meteri pelajaran tidak bertolak belakang satu sama lain.

Mengenai pertimbangan pemilihan media pembelajaran. Menurut Oemar Hamalik (Hujair AH Sanaky , 2013: 6-7) pertimbangan pemilihan media pembelajaran perlu dilakukan karena harus sesuai dengan:

1) Tujuan pengajaran 2) Bahan pelajaran 3) Metode mengajar

4) Tersedia alat yang dibutuhkan 5) Pribadi pengajar

6) Kondisi siswa; minat dan kemampuan pembelajar, dan 7) Situasi pengajaran yang sedang berlangsung

Media pembelajaran harus sesuai dan terkait dengan tujuan pembelajaran. Tidak hanya itu, media juga harus terkait dengan materi pelajaran, metode yang digunakan dan kondisi siswa. Keterkaitan media pembelajaran dengan tujuan pembelajaran, materi, metode, dan kondisi pembelajar, harus menjadi perhatian dan pertimbangan pengajar dalam


(47)

31

memilih dan menggunakan media dalam proses pembelajaran di kelas, sehingga media yang digunakan lebih efektif dan efisien untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Media pembelajaran tidak dapat berdiri sendiri. Media harus terkait dan memiliki hubungan secara timbal balik dengan tujuan pembelajaran, materi, metode dan kondisi pembelajar. Dengan demikian, media pembelajaran harus sesuai dengan ke empat aspek tersebut, sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien.

Dick dan Carey (Arief S. Sadiman, dkk 2011: 86) mengatakan bahwa dalam mempertimbangkan media pembelajaran, setidaknya masih ada empat faktor lagi yang perlu diperhatikan. Pertama adalah ketersediaan sumber setempat. Artinya, bila media yang bersangktan tidak terdapat pada sumber yang ada, harus dibeli atau dibuat sendiri. Kedua adalah apakah untuk membeli atau memproduksi sendiri tersebut ada dana, tenaga dan fasilitasnya. Ketiga dalah faktor yang menyangkut keluwesan, kepraktisan dan ketahanan media yang bersangkutan untuk waktu yang lama.

Faktor yang menyangkut keluwesan, kepraktisan dan ketahanan media untuk waktu yang lama di atas maksudnya bahwa, media bisa digunakan dimana saja dengan peralatan yang ada disekitarnya. Selain itu, media mudah dijinjing dan dipindahkan serta tidak mudah rusak. Faktor terakhir adalah efektivitas biayanya dalam jangka waktu yang panjang. Media yang mahal tapi bisa digunakan berulang-ulang dalam jangka waktu yang lama , jika


(48)

32

dilihat dari kestabilan penggunaanya bisa saja biayanya lebih murah. Karena media yang hanya sekali pemakaian, meskipun dengan harga murah, bisa saja akan memakan baiaya yang lebih mahal jika dibuat secara berulang-ulang.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat kita simpulkan. Bahwa, dalam mempertimbangkan pemilihan media, seorang guru harus mampu menyesuaikan tujuan pembelajaran, materi pelajaran, metode dan kondisi siswa di dalam kelas. Selain itu, guru juga harus memperhatikan faktor lain seperti ketersediaan media, harus diproduksi sendiri atau bisa dibeli. Jika dibeli atau memproduksi sendiri, maka guru harus mengetahui kira-kira ada dana, tenaga dan fasilitasnya. Setelah itu, guru juga memperhatikan tentang kepraktisan dan ketahanan media serta efektivitas biayanya dalam waktu yang panjang.

4. Fungsi Media Pembelajaran

Media pembelajaran berfungsi untuk memberikan pengalaman nyata kepada siswa karena beberapa media bisa dilakukan percobaan, sehingga siswa bisa mendapat pengalaman langsung dari percobaan yang dilakukannya. Wina Sanjaya (Martiyono, 2012: 141) menjabarkan fungsi dan nilai praktis dari media pembelajaran. Fungsi media pembelajaran adalah: a. Menangkap objek atau peristiwa tertentu;

b. Memanipulasi keadaan, peristiwa, atau objek tertentu; c. Menambah gairah dan memotivasi belajar siswa Adapun nilai praktisnya adalah:

a. Mengatasi keterbatasan pengalaman yang dimiliki oleh siswa; b. Mengatasi batas ruang kelas;


(49)

33 d. Menghasilkan keragaman pengamatan;

e. Menambahkan konsep yang benar, nyata, dan tepat; f. Membangkitkan motivasi belajar;

g. Mengontrol kecepatan belajar;

h. Memberikan pengalaman yang menyeluruh dari yang konkrit sampai yang abstrak.

Media pembelajaran memungkinkan siswa untuk menangkap objek dan peritiwa tertentu. Maksudnya, media pembelajaran akan membantu siswa untuk lebih mudah menerima penyampaian materi. Siswa akan lebih mudah menangkap materi pelajaran, misalnya saja pada materi gunung api, melalui penggunaan media tiga dimensi berupa tiruan dari gunung api, siswa akan mampu menangkap seperti apa gunung api dan mengetahui seperti apa objek gunung api tersebut.

Media juga mampu memanipulasi keadaan, peristiwa atau objek tertentu. Seperti contoh di atas, media pembelajaran bisa memanipulasi keadaan nyata, sehingga siswa akan merasa berada pada kondisi objek yang sebenarnya melalui penggunaan media berupa tiruan dari gunung api. Dimanipulasi dalam hal ini artinya, suatu objek tersebut bisa dibuat tiruan dari objek yang asli. Sehingga siswa akan merasa sedang melihat keadaan nyata suatu objek tersebut.

Media pembelajaran juga berfungsi untuk meningkatkan motivasi belajar siswa. Media yang menarik tentunya mampu meningkatkan motivasi belajar siswa. Karena media dapat menarik perhatian siswa dan siswa akan merasa senang untuk belajar melalui penggunaan media. Sehingga siswa juga akan semakin bergairah untuk belajar di kelas maupun diluar kelas.


(50)

34

5. Prinsip-prinsip Penggunaan Media Pembelajaran

Penggunaan media pembelajaran harapanya mampu mempermudah proses penyampaian materi pelajaran. Mempermudah guru untuk menyampaikan materi ajar sesuai dengan tujuan pembelajaran dan membantu siswa untuk lebih mudah memahami materi pelajaran. Agar penggunaan media bisa mencapai tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, perlu diperhatikan prinsip-prinsip pennggunaan media.

Wina Sanjaya (2011: 173-174) mengemukakan bahwa prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dalam penggunaan media pembelajaran ialah:

a. Media yang akan digunakan guru harus sesuai dan diarahkan untuk mencapai tujuan pembelajaran.

b. Media yang akan digunakan guru harus sesuai dengan materi pembelajaran.

c. Media pembelajaran harus sesuai dengan minat, kebutuhan, dan kondisi siswa.

d. Media yang digunakan harus memperhatikan efektivitas dan efisien. e. Media yang digunakan harus sesuai dengan kemampuan guru dalam

mengoperasikannya.

Sri Anita (Martiyono, 2012:145) juga mengemukakan pendapatnya tentang prinsip-prinsip penggunaan media pembelajaran, yaitu:

a. Penggunaan media pembelajaran dipandang sebagai bagian integral dalam sistem pembelajaran;

b. Media pembelajaran hendaknya dipandang sebagai sumber daya;

c. Guru hendaknya memandang hierarkhi (sequence) dari jenis alat dan kegunaannya;

d. Pengujian media hendaknya berlangsung terus, sebelum, selama, dan sesudah pemakaian;

e. Penggunaan multimedia akan sangat menguntungkan dan memperlancar proses pembelajaran;


(51)

35

Berdasarkan uraian di atas, dapat kita simpulkan bahwa, guru harus menyesuaikan media pembelajaran yang akan digunakan dengan kondisi, minat, dan kebutuhan siswa. Sebagaimana kita ketahui bahwa kondisi, minat dan kebutuhan siswa berbeda tiap-tiap individunya. Oleh karena itu, guru harus mampu menyesuaikan media dengan kondisi, minat dan kebutuhan siswa agar media bisa bermanfaat bagi semua siswa yang mengikuti proses pembelajaran.

Media pembelajaran juga harus disesuaikan dengan materi pelajaran dan kemampuan guru dalam mengoperasikannya. Media pembelajaran yang digunakan harus sesuai dan terkait dengan materi pelajaran. selain itu, guru harus menyesuaikan kemampuannya dalam mengoprasikan media pembelajaran, agar guru mampu mengopersikan media pembelajaran yang digunakannya. Sehingga media pembelajaran bisa berguna dan mampu mencapai tujuan pembelajaran yang akan dicapai.

E. Kajian Tentang Media Tiga Dimensi 1. Pengertian Media Tiga Dimensi

Media tiga dimensi ialah sekelompok media tanpa proyeksi yang penyajiannya secara visual tiga dimensional (Daryanto, 2013: 29). Dikatakan media tiga dimensi, karena penyajiannya secara tiga dimensi. Baik itu berupa benda yang asli, benda tiruan atau benda yang disederhanakan bentuknya. Media tiga dimensi dapat dilihat dari sisi depan, belakang, samping kanan dan kiri. Bisa dikatakan bahwa, media tiga dimensi merupakan media


(52)

36

pembelajaran yang bisa dilihat dari segala arah, tidak seperti poster yang hanya bisa dilihat dari arah depan.

Media tiga dimensi yang berupa benda asli, ketika difungsikan sebagai media pembelajaran dapat dibawa langsung ke dalam kelas. Jika tidak memungkinkan untuk dibawa ke kelas, maka siswa bisa dikerahkan langsung ke dunia sesungguhnya dimana benda itu berada. Seperti yang di kemukakan Daryanto (2013: 29) bahwa benda asli ketika akan difungsikan sebagai media pembelajaran dapat dibawa langsung ke kelas, atau siswa sekelas dikerahkan ke dunia sesungguhnya dimana benda asli itu berada.

Jika tidak memungkinkan untuk menggunakan benda asli sebagai media tiga dimensi, maka bisa menggunakan tiruan dari benda aslinya. Untuk pembuatan media tiga dimensi berupa model atau tiruan dapat diproduksi dengan mudah, sesuai kreatifitas guru merancang dan membuatnya. Karena media tiga dimensi tergolong sederhana, baik dalam proses pembuatan, penggunaan dan pemanfaatannya. Seperti yang dikemukakan Daryanto (2013:29) bahwa media tiga dimensi yang dapat diproduksi dengan mudah, adalah tergolong sederhana dalam penggunaan dan pemanfaatanya, karena tanpa harus memerlukan keahlian khusus, dapat dibuat sendiri oleh guru, bahannya mudah diperoleh di lingkungan sekitar.

Meskipun dalam beberapa kondisi media tiga dimensi bisa tergolong mahal biayanya, misalnya media tiga dimensi tiruan manusia berupa patung. Untuk kondisi seperti ini, biasanya media berupa patung sudah tersedia di sekolah, disediakan oleh pemerintah. Jika di sekolah tidak tersedia, guru


(53)

37

harus berupaya menyediakannya dengan mengeluarkan biaya untuk membeli patung, atau mencoba mengganti dengan media lain yang relevan.

Moedjiono (Daryanto, 2013: 29) mengatakan bahwa media sederhana tiga dimensi memiliki kelebihan-kebelihan: memberikan pengalaman secara langsung, penyajian secara konkrit menghindari verbalisme, dapat menunjukkan objek secara utuh baik konstruksi maupun cara kerjanya, dapat memperlihatkan struktur organisasi secara jelas, dapat menunjukkan alur suatu proses secara jelas.

2. Jenis-jenis Media Tiga Dimensi

Hujair AH Sanaky (2013: 127) mengatakan bahwa beberapa benda yang digo-longkan ke dalam media tiga dimensi antara lain: kelompok pertama, adalah kelompok benda asli, model, atau tiruan sederhana, mock-up, dan barang contoh atau specimen. Kelompok kedua, adalah diorama dan pameran.

Berdasarkan pendapat di atas, benda yang tergolong ke dalam jenis-jenis media tiga dimensi yaitu: benda asli, model ,alat tiruan sederhana/ mock-up, specimen, diorama, dan pameran. Dalam penelitian ini, media tiga dimensi yang digunakan sebagai media pembelajaran pada mata pelajaran IPA materi gunung api adalah benda model.

Benda model dapat diartikan sebagai suatu yang dibuat dengan ukuran tiga dimensi, sehingga menyerupai benda aslinya untuk menjelaskan hal-hal yang mungkin diperoleh dari benda sebenarnya (Hujair AH Sanaky, 2013: 129). Benda yang asli dibuat tiruannya yang menyerupai wujud benda


(54)

38

aslinya, sehingga melalui tiruan tersebut siswa dapat memahami apa yang ingin dijelaskan dari wujud nyatanya.

Nana Sudjana dan Ahmad Rivai (2013: 156) menjelaskan lebih lengkap bahwa model adalah tiruan tiga dimensional dari beberapa objek nyata yang terlalu besar, terlalu jauh, terlalu kecil, terlalu mahal, terlalu jarang, atau terlalu ruwet untuk dibawa ke dalam kelas dan dipelajari siswa dalam wujud aslinya.

Berdasarkan uraian di atas, dapat kita simpulkan bahwa media tiga dimensi yang berupa benda model adalah benda tiruan yang sengaja dibuat menyerupai benda aslinya, agar dapat digunakan sebagai media pembelajaran. Media tiga dimensi berupa benda model memiliki tujuan tertentu dalam penggunaan dan pemanfaatannya.

Seperti yang dikemukakan oleh Daryanto (2013: 31) ada beberapa tujuan belajar dengan menggunakan model, yaitu: mengatasi kesulitan yang muncul ketika mempelajari objek yang terlalu besar, untuk mempelajari obyek yang menjadi sejarah di masa lampau, untuk mempelajari obyek-obyek yang tak terjangkau secara fisik, untuk mempelajari obyek yang mudah dijangkau tetapi tidak memberikan keterangan yang memadai (misalnya mata manusia, telinga manusia), untuk mempelajari konstruksi-konstruksi yang abstrak, untuk memperlihatkan proses dari obyek yang luas ( misalnya proses peredaran planet-planet).

Benda model akan mampu mengatasi kesulitan yang muncul ketika mempelajari suatu objek. Misalnya, objek yang terlalu besar dan berbahaya


(55)

39

seperti gunung api. Mengingat gunung api objeknya yang sangat besar dan berbahaya, tidak memungkinkan untuk membawa siswa secara langsung pada objek sebenarnya. Oleh karena itu, peneliti ingin menggunakan benda model sebagai media pembelajaran untuk materi gunung api pada siswa kelas V SD Krapyak Wetan.

Harapannya melalui penggunaan media tiga dimensi berupa benda model pada saat proses pembelajaran berlangsung, siswa dapat memahami materi dengan mudah. Selain itu, siswa juga akan semakin aktif di kelas. Karena media tiga dimensi berupa benda model yang akan digunakan sebagai media pembelajaran pada materi gunung api, tidak hanya diperlihatkan pada siswa, tapi bisa dilakukan percobaan oleh siswa di kelas, sehingga aktivitas siswa di kelas semakin bervariasi.

3. Cara Penggunaan Media Tiga Dimensi (Benda Model) dalam Pembelajaran

Seorang guru pada saat melakukan proses pembelajaran dengan menggunakan media pembelajaran perlu mempertimbangkan seperti: a) Yakinkan bahwa semua media dan peralatan telah lengkap dan siap

untuk digunakan.

b) Jelaskan tujuan yang akan dicapai.

c) Jelaskan lebih dahulu apa yang harus dilakukan oleh peserta didik selama proses pembelajaran.

d) Hindari kejadian-kejadian yang sekiranya dapat mengganggu perhatian/konsentrasi, dan ketenangan peserta didik.

Alvian Putranto. (2012). Langkah Penggunaan Media dan Metode. Diakses dari http://sialvianputranto.blogspot.co.id/2012/04/langkah-penggunaan-media-dan-metode.html.


(56)

40

Uraian di atas menjelaskan tentang cara penggunaan media secara umum. Cara penggunaan media yang telah diuraikan di atas dapat dikembangkan lebih luas lagi. Cara penggunaan media dikembangkan sesuai dengan jenis media yang akan digunakan. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan media tiga dimensi (benda model) sebagai media pembelajaran pada mata pelajaran IPA materi gunung api. Agar penggunaan media tiga dimensi dapat berfungsi secara optimal perlu diperhatikan langkah-langkah penggunaan media tiga dimensi benda model berikut ini: 1) Mengecek kelengkapan dan kesiapan media tiga dimensi (benda model)

untuk digunakan.

2) Memberi penjelasan kepada siswa tentang media tiga dimensi (benda model). Siswa akan aktif secara visual saat memperhatikan penjelasan guru.

3) Memberi penjelasan tentang tujuan yang ingin dicapai melalui penggunaan media tiga dimensi (benda model). Saat siswa mendengarkan penjelasan guru, siswa akan aktif mendengarkan.

4) Memberi penjelasan dan pengarahan kepada siswa tentang langkah-langkah penggunaan media tiga dimensi (benda model).

5) Membimbing siswa pada saat menggunakan media tiga dimensi (benda model).

6) Siswa diberi pengarahan dan bimbingan pada saat melakukan percobaan media tiga dimensi (benda model).


(57)

41

7) Siswa berkesempatan untuk berdiskusi dengan teman sekelompoknya tentang apa yang didapatnya selama mengamati dan melakukan percobaan media tiga dimensi (benda model). Saat berdiskusi, siswa akan aktif secara lisan.

8) Siswa diberi kesempatan untuk menyimpulkan hasil temuan kelompoknya dari penggunaan media tiga dimensi (benda model)

9) Siswa diberi kesempatan untuk merangkum dan mencatat materi yang telah dipelajari. Saat siswa merangkum dan mencatat materi yang telah dipelajari, siswa akan aktif menulis.

10) Memberi penjelasan tentang manfaat yang diperoleh oleh siswa melalui penggunaan media tiga dimensi (benda model) pada materi gunung api. F. Kerangka Pikir

Pembelajaran IPA pada hakikatnya mengkaji tentang gejala alam. Gejala alam yang dibahas dalam mata pelajaran IPA akan lebih mudah dipahami oleh siswa jika disajikan sesuai dengan objeknya. Guru tidak hanya sekedar mengajarkan teori semata, tapi melibatkan siswa secara langsung untuk memecahkan masalah dari suatu objek. sehingga siswa akan memperoleh pengalaman langsung dari masalah yang telah dipecahkannya. Dalam beberapa kondisi, pembelajaran IPA tidak memungkinkan siswa untuk mengalami secara langsung terhadap objek nyata karena beberapa alasan tertentu. Ketika guru mengalami kondisi seperti ini, maka guru bisa menggunakan media pembelajaran .


(58)

42

Media pembelajaran harapannyatidak hanya sekedar diamati oleh siswa, tapi mampu meningkatkan keaktifan siswa di dalam kelas saat proses pembelajaran berlangsung. Media pembelajaran yang mampu meningkatkan aktivitas belajar akan lebih menyenangkan dan tidak monoton.Media pembelajaran juga mampu membantu guru untuk menyampaikan materi yang objeknya susah didapatkan, terlalu jauh, terlalu berbahaya atau beberapa pertimbangan lainnya. Ketika mengalami hal tersebut, maka penggunaan media pembelajaran merupakan solusinya.

Ada beberapa materi pelajaran yang harus dipertimbangkan jika membawa siswa secara langsung pada objek aslinya. Seperti materi gunung api, tentu saja sangat berbahaya dan banyak pertimbangan lainnya. Oleh karena itu, guru bisa menggunakan media tiga dimensi berupa tiruan/model dari gunung api yang sesuai dengan objek aslinya. Siswa akan merasa seperti sedang mengalami dan melihat objek aslinya. Selain itu, siswa bisa melakukan percobaan melalui media tiga dimensi yang akan meningkatkan aktivitas siswa di dalam kelas. Sehingga pembelajaran di kelas semakin aktif dan menyenangkan melalui penggunaan media tiga dimensi pada saat proses pembelajaran berlangsung. G. Hipotesis

Hipotesis penelitian merupakan sebuah rumusan yang memuat usulan untuk menghasilkan perbaikan yang diinginkan. Berdasarkan kajian teori di atas maka peneliti dapat mengambil hipotesis penggunaan media tiga dimensi dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran IPA materi gunung api pada siswa kelas VB SD Krapyak Wetan, Sewon, Bantul.


(59)

43 BAB III

METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Dave Ebbutt (Zainal Arifin, 2011: 97) menjelaskan, penelitian tindakan kelas adalah suatu studi percobaan yang sistematis untuk untuk memperbaiki praktik pendidikan dengan melibatkan kelompok partisipan (guru) melalui tindakan pembelajaran dan refleksi mereka sebagai akibat dari tindakan tersebut. Penelitian ini dilakukan secara kolaboratif dengan guru kelas VB SD Krapyak Wetan, Sewon, Bantul.

Kolaborasi sangat penting dilakukan dalam PTK agar memperolah hasil yang lebih baik. Sebagaimana yang ditegaskan oleh Kemmis dan McTaggart (Zainal Arifin, 2011: 106) bahwa (a) penelitian tindakan yang sejati adalah penelitian tindakan kolaboratif, yaitu penelitian yang dilakukan oleh sekelompok peneliti melalui kerja sama dan kerja bersama, (b) PTK kolaboratif dapat dilaksanakan melalui tindakan anggota kelompok perorangan yang diperiksa secara kritis, refleksi demokratis dan dialogis, (c) optimalisasi fungsi PTK kolaboratif dapat mencakup gagasan-gagasan dan harapan-harapan semua oranga yang terlibat dalam situasi terkait, dan (d) pengaruh langsung hasil PTK kolaboratif kepad guru dan peserta didik serta pada situasi dan kondisi yang ada.

Guru dan peneliti berkolaborasi dalam memantau kegiatan pembelajaran, mulai dari awal perencanaan pembelajaran dan menentukan


(60)

44

materi yang akan dipelajari pada saat tindakan. Guru bertindak sebagai pelaksana proses pembelajaran di kelas, sedangkan peneliti bertindak sebagai observer. Penelitian Tindakan Kelas ini dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran IPA melalui penggunaan media tiga dimensi.

B. Subjek dan Objek Penelitian 1. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VB SD Krapyak Wetan, Sewon, Bantul, tahun pelajaran 2015/2016 yang berjumlah 25 siswa, yang terdiri dari 13 siswa laki-laki dan 12 siswa perempuan. Peneliti memilih SD Krapyak Wetan karena SD tersebut merupakan SD dimana peneliti melaksanakan Magang yang telah dilakukan dua kali periode, sehingga peneliti cukup mengetahui kondisi siswa-siswi di SD Krapyak Wetan. Termasuk kondisi siswa kelas VB yang memiliki keaktifan dalam pembelajaran IPA tergolong rendah. Oleh karena itu, peneliti memutuskan melakukan penelitian di SD N karapyak Wetan pada siswa kelas VB.

2. Objek Penelitian

Objek yang akan diteliti dalam penelitian adalah keaktifan siswa dalam pembelajaran IPA materi gunung api pada kelas VB SD Krapyak Wetan, Sewon, Bantul.


(61)

45 C. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Sekolah yang dipilih untuk penelitian ini adalah kelas VB SD Krapyak Wetan, Sewon, Bantul, Yogyakarta. Sekolah ini terletak di Krapyak Wetan, Panggungharjo, Sewon, Bantul, Yogyakarta.

2. Waktu Penelitian

Waktu yang digunakan oleh peneliti untuk penelitian ini ialah awal Maret 2016 sampai dengan April 2016. Diperkirakan, peneliti melakukan penelitian di SD Krapyak Wetan, Sewon, Bantul, Yogyakarta selama 2 bulan. Rinciannya, 1 bulan digunakan untuk meneliti dan 1 bulannya lagi akan dipergunakan untuk mengolah data dan pengurusan administrasi penelitian.

D. Desain Penelitian

Penelitian Tindakan Kelas in menggunakan model tindakan yang dikembangkan oleh Kemmis dan Mc Taggart (Zainal Arifin, 2013: 110) yang mencakup empat komponen, yaitu tahap perencanaan (plan), setelah itu diadakan tindakan (act), sementara tindakan berlangsung dilakukan pengamatan (observe), lalu tahap selanjutnya refleksi (reflect). Keempat komponen di atas saling terkait satu sama lain. Keterkaitan keempat komponen tersebut bisa kita lihat dari tahapan-tahapannya yang tersusun secara berurutan mulai dari perencanaan (plan), tindakan (act), pengamatan (observe) dan refleksi (reflect). Berikut ini adalah gambaran bagan yang disusun oleh Kemmis dan Mc Taggart:


(62)

46

Gambar 1. Model Penelitian Tindakan dari Kemmis dan McTaggart.

Berdasarkan gambar di atas, masing-masing siklus terdiri dari empat tindakan, yaitu perencanaan (plan), tindakan (act), pengamatan (observe) dan refleksi (reflect). Berikut penjelasan dari masing-masing tindakan tersebut: a. Perencanaan (Plan)

Tahap perencanaan merupakan proses merencanakan tindakan yang akan dilakukan oleh peneliti. Tahap perencanaan dimuali dari penemuan masalah, dari menemukan masalah tersebut kemudian dirancang secara rinci suatu tindakan yang akan dilakukan. Perencanaan dalam penelitian ini disusun dengan langkah-langkah sebagai berikut:

Reflect

Keterangan: Siklus I:

Plan (Perencanaan Tindakan Siklus I) Act & observe (Tindakan dan Observasi I) Reflect (Refleksi I)

Siklus II:

Plan (Perencanaan Tindakan Siklus II) Act & observe (Tindakan dan Observasi II) Reflect (Refleksi II)

Plan

Act & observe

Act & observe Reflect

Plan Revised


(63)

47

1. Menemukan suatu masalah berdasarkan hasil wawancara dan diskusi dengan guru kelas VB.

2. Peneliti dan guru menentukan cara meningkatkan keaktifan melalui penggunaan media tiga dimensi.

3. Peneliti dan guru menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). RPP disesuaikan dengan langkah-langkah penggunaan media tiga dimensi yang bertujuan untuk meningkatkan keaktifan siswa kelas VB SD Krapyak Wetan, Sewon, Bantul. Sebelumnya RPP dikonsultasikan terlebih dahulu dengan dosen pembimbing.

4. Peneliti bekerjasama dengan guru menyiapkan media pembelajaran berupa media tiga dimensi (benda model) yang ditiru dari bentuk gunung api, sesuai dengan materi pelajaran.

5. Peneliti dan guru mencoba melakukan percobaan media tiga dimensi sebelum dilakukan penelitian.

6. Peneliti menyusun instrumen penelitian berupa lembar observasi mengenai aktivitas guru dan siswa saat pembelajaran IPA dengan menggunakan media tiga dimensi (benda model). Lembar observasi digunakan sebagai pedoman dalam mengamati kegiatan guru dan siswa pada saat proses pembelajaran berlangsung.

b. Tindakan (Act)

Tahap pelaksanaan tindakan merupakan implementasi dari isi rancangan sebelumnya pada tahap perencanaan. Peneliti dan guru berkolaborasi dalam melaksanakan tindakan. Pelaksanaan tindakan harus


(64)

48

benar-benar sesuai dengan RPP, strategi dan skenario pembelajaran yang telah dirancang pada tahap perencanaan.

c. Pengamatan (Observe)

Tahap observasi yaitu kegiatan pengamatan terhadap proses pembelajaran. Tahap ini berjalan bersamaan dengan dengan tahap pelaksanaan tindakan. Observasi dilakukan oleh peneliti dan dibantu oleh dua orang rekan peneliti dengan menggunakan lembar observasi yang telah ditentukan. Peneliti bersama kedua rekan peneliti melakukan pengamatan dan mencatat segala hal-hal yang tercantum dalam lembar observasi. Kegiatan ini terjadi selama proses pembelajaran berlangsung, mulai dari awal kegiatan sampai akhir kegiatan pembelajaran.

d. Refleksi (Reflect)

Refleksi merupakan kegiatan yang dilakukan oleh peneliti untuk mengevaluasi perubahan yang terjadi atau hasil yang diperoleh pada saat tindakan. Peneliti mengkaji lebih dalam tentang hasil yang diperoleh pada saat tindakan berdasarkan data yang telah terkumpul. Pada tahap refleksi ini, peneliti dan guru mendiskusikan tentang kekurangan maupun ketercapaian pembelajaran dan selanjutnya hasil tindakan tersebut dikonsultasikan dengan dosen pembimbing. Berdasarkan refleksi inilah bisa dilakukan perbaikan terhadap siklus berikutnya.

E. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data adalah cara yang digunakan oleh peneliti untuk memperoleh data yang dibutuhkan. Dalam menggunakan metode


(65)

49

tersebut, peneliti memerlukan instrumen, yaitu „alat bantu‟ agar pekerjaan mengumpulkan data menjadi lebih mudah (Suharsimi Arikunto, 2010: 175). Data yang diperoleh dalam penelitian ini bersumber dari peneliti, guru dan siswa dalam pembelajaran IPA materi gunung api dengan menggunakan media tiga dimensi untuk meningkatkan keaktifan siswa. untuk memperoleh data yang diperlukan tersebut, peneliti akan menggunakan metode berikut ini pada saat penelitian:

1. Observasi

Pengamatan atau observasi adalah proses pengambilan data dalam penelitian dimana peneliti atau pengamat melihat situasi penelitian (Wijaya Kusumah dan Dedi Dwitagama, 2010: 66). Peneliti mengamati proses pembelajaran mulai dari awal sampai akhir kegiatan pembelajaran, baik itu aktivitas siswa maupun aktivitas yang dilakukan oleh guru.

Proses observasi dilakukan dengan menggunakan alat bantu, yaitu dengan menggunakan lembar observasi untuk memudahkan peneliti mengamati keaktifan siswa berdasarkan item-item yang tercantum dalam lembar penelitian tersebut. Melalui lembar pengamatan yang berisikan item-item tentang aktivitas siswa dan guru tersebut, peneliti akan lebih mudah untuk melihat situasi pembelajaran dan memudahkan peneliti untuk mencatat hasil pengamatan.

Observasi dalam penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan data tentang aktivitas siswa pada saat proses pembelajaran berlangsung. Oleh karena itu, selain proses pengamatan peneliti juga akan mencatat hal-hal


(66)

50

penting yang berkaitan dengan penelitian. Hal-hal penting yang berkaitan dengan penelitian dimaksud adalah hal-hal yang tercantum dalam lembar pengamatan penelitian yang telah disusun oleh peneliti.

Observasi yang dilakukan difokuskan pada aspek-aspek tertentu yang telah disusun dalam lembar pengamatan. Observasi adalah pengamatan dan pencatatan tentang suatu obyek yang difokuskan pada perilaku tertentu (Daryanto, 2011: 80). Pengamatan yang akan dilakukan oleh peneliti hanya berfokus pada aspek aktivitas guru dan siswa yang telah ditentukan dalam lembar pengamatan.

Observasi dalam penelitian ini digunakan oleh peneliti untuk melihat keaktifan belajar siswa pada saat proses belajar-mengajar berlangsung. Melihat apakah aktivitas belajar siswa semakin meningkat melalui penggunaan media tiga dimensi pada pembelajaran IPA materi gunung api. Mengingat untuk mengetahui keaktifan belajar siswa lebih efektif dengan melihat dan mengamati aktivitas yang dilakukan oleh siswa. Maka peneliti berpendapat bahwa melakukan observasi adalah metode yang tepat untuk mengetahu keaktifan siswa dalam pembelajaran IPA materi gunung api pada kelas VB SD Krapyak Wetan, Sewon, Bantul.

2. Wawancara

Wawancara adalah metode pengumpulan data dengan mengajukan pertanyaan secara lisan kepada subjek yang diteliti (Wijaya Kusumah dan Dedi Dwitagama, 2011: 77). Subjek yang akan diteliti oleh peneliti


(67)

51

diajukan beberapa pertanyaan yang terkait dengan penelitian. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan diseseuaikan dengan permasalahan yang di alami oleh siswa.

Wawancara dalam penelitian ini bertujuan untuk menggali permasalahan-permasalahan yang terjadi pada siswa terkait dengan keaktifan belajar. Mengungkap hal-hal yang tidak sesuai dengan harapan peneliti pada saat tindakan berlangsung. Sehingga, peneliti akan mampu menggali dan mengungkap hal-hal tersebut dengan baik melalui wawancara.

F. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian merupakan suatu alat yang digunakan untuk mengumpulkan data. Intstrumen penelitian sesuai dengan metode yang digunakan untuk mengumpulkan data penelitian. Berdasarkan metode penelitian yang digunakan oleh peneliti, maka dalam penelitian ini peneliti menggunakan lembar observasi tentang keaktifan siswa dalam pembelajaran IPA materi gunung api, dengan menggunakan media tiga dimensi sebagai instrumen penelitian.

1) Lembar Observasi

Lembar observasi digunakan sebagai pedoman agar peneliti lebih mudah dan terarah dalam melaksanakan observasi. Lembar observasi berisi tentang pernyataan-pernyataan yang berhubungan dengan keaktifan siswa dalam pembelajaran IPA materi gunung api dengan menggunakan media tiga dimensi. Peneliti melakukan pengamatan terhadap guru dan


(68)

52

siswa selama proses pembelajaran berlangsung dengan menggunakan media tiga dimensi untuk meningkatkan keaktifan siswa.

Hasil pengamatan ditulis pada lembar observasi yang telah disediakan. Peneliti menggunakan check list berupa YA atau TIDAK untuk mengamati aktivitas guru. Tanda check list juga digunakan dalam lembar observasi keaktifan siswa, peneliti akan memberikan tanda check list apabila variabel yang terdapat pada lembar observasi muncul atau dilakukan oleh siswa pada saat proses pembelajaran berlangsung. Berikut ini merupakan kisi-kisi aktivitas guru dan siswa dalam menerapkan penggunaan media tiga dimensi untuk meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran IPA materi gunung api.

Tabel 1. Kisi-Kisi Lembar Observasi Aktivitas Guru

No. Aspek Yang Diamati Item Jumlah

1. Kegiatan pra pembelajaran 1, 2, 3, 4, 5 5 2. Kegiatan Inti Pembelajaran 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12,

13, 14, 15, 16, 17, 18

13 3. Kegiatan Penutup 19, 20, 21 3


(69)

53

Tabel 2. Kisi-Kisi Lembar Observasi Aktivitas Siswa Aspek Indikator Keaktifan

Siswa Kemuncul-an Penilai-an Des-kripsi Ya Tidak 1 2 3 4

Keakti-fan Siswa dalam Proses Pembela-jaran

Siswa mengamati guru menjelaskan materi dengan serius

Siswa mengamati media tiga dimensi dengan serius Siswa mendengarkan guru menjelaskan materi dengan baik dan serius Siswa bertanya apabila ada hal yang belum dipahami atau dimengerti

Siswa berani menjawab pertanyaan dari guru dan teman-temannya tentang materi yang sedang dipelajari

Siswa melakukan percobaan media tiga dimensi yang digunakan pada saat pembelajaran berlangsung

Siswa melakukan percobaan media tiga dimensi dengan baik sesuai langkah-langkah penggunaan media tiga dimensi yang dijelaskan oleh guru

Siswa aktif berdiskusi

dengan teman

kelompoknya

Siswa merangkum hasil pengamatan yang ditemukan dari penggunaan media tiga dimensi pada saat proses pembelajaran

Siswa berani


(1)

183

Gambar 13. Siswa mengemukakan pendapat mewakili kelompoknya


(2)

184 Gambar 15. Siswa menyelesaikan soal evaluasi


(3)

185 Lampiran 12. Surat Ijin Penelitian


(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

PENGGUNAAN MEDIA TIGA DIMENSI UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA

0 7 166

Penggunaan Media Tiga Dimensi Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa.

2 9 166

PENINGKATAN KEAKTIFAN BELAJAR MATEMATIKA MELALUI PENGGUNAAN MEDIA TIGA DIMENSI PADA SISWA KELAS V SD N 1 Peningkatan Keaktifan Belajar Matematika Melalui Penggunaan Media Tiga Dimensi Pada Siswa Kelas V SD N 1 Jepang Kudus Tahun Ajaran 2012/2013.

0 1 17

PENINGKATAN KEAKTIFAN BELAJAR MATEMATIKA MELALUI PENGGUNAAN MEDIA TIGA DIMENSI PADA SISWA KELAS V SD N 1 Peningkatan Keaktifan Belajar Matematika Melalui Penggunaan Media Tiga Dimensi Pada Siswa Kelas V SD N 1 Jepang Kudus Tahun Ajaran 2012/2013.

0 1 12

PENGGUNAAN ALAT PERAGA TIGA DIMENSI UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA PADA MATERI POKOK BANGUN RUANG.

0 2 32

PENERAPAN PENDEKATAN COOPERATIVE LEARNING TIPE JIGSAW UNTUK MENINGKATKAN KEAKTIFAN SISWA DALAM PEMBELAJARAN PKn KELAS VA SD NEGERI 1 BLUNYAHAN, SEWON, BANTUL.

0 1 156

PENGGUNAAN MEDIA PAPAN BERPAKU UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA MATERI BANGUN DATAR PADA SISWA KELAS 3 SDN SAWIT SEWON, BANTUL, YOGYAKARTA.

0 8 123

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MENGGUNAKAN METODE STUDI KASUS PADA PEMBELAJARAN IPS KELAS IV SD KRAPYAK WETAN SEWON BANTUL.

4 17 167

UPAYA MENINGKATKAN MINAT BELAJAR SISWA DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA GAMBAR DALAM PEMBELAJARAN IPA KELAS IV SD KRAPYAK WETAN.

0 2 143

FUNGSI PERPUSTAKAAN DALAM MEMBINA MINAT BACA SISWA DI SD NEGERI KRAPYAK WETAN KECAMATAN SEWON KABUPATEN BANTUL.

0 0 132