Hubungan tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi Akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dengan keterampilan berkomunikasi, integritas pribadi dan minat belajar peserta didik : survei pada lima SMA di wilayah Kota Yogyakarta.

(1)

ABSTRAK

HUBUNGAN TINGKAT KETERLAKSANAAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL PADA MATERI AKUNTANSI BERDASARKAN

KURIKULUM 2006 DENGAN KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI, INTEGRITAS PRIBADI DAN MINAT

BELAJAR PESERTA DIDIK Survei pada 5 SMA di Kota Yogyakarta

Patricia Adysta Ardhi Universitas Sanata Dharma

2016

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan positif: 1) tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dan keterampilan berkomunikasi; 2) tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dan integritas pribadi; 3) tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dan minat belajar peserta didik.

Penelitian ini merupakan penelitian korelasional yang dilaksanakan pada Bulan Januari 2016 sampai Bulan Maret 2016. Dari populasi penelitian sebanyak 1416 siswa, diambil jumlah sampel sebanyak 293 siswa dengan teknik Cluster Sampling. Data dikumpulkan dengan kuesioner yang dianalisis menggunakan korelasi Spearman.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) terdapat hubungan positif antara tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dan keterampilan berkomunikasi (Spearman’s rho = (+)0,283; nilai sig (1-tailed) = 0,000 < α = 0,01); 2) terdapat hubungan positif antara tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dan integritas pribadi (Spearman’s rho = (+)0,182; nilai sig (1-tailed) = 0,001< α = 0,01); 3) terdapat hubungan positif antara tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dan minat belajar (Spearman’s rho = (+)0,608; nilai sig (1-tailed) = 0,000 < α = 0,01).


(2)

ABSTRACT

THE CORRELATION BETWEEN CONTEXTUAL LEARNING FULFILLMENT LEVEL IN ACCOUNTING

BASED ON 2006 CURRICULUM AND COMMUNICATION SKILLS, PERSONAL INTEGRITY, AND STUDENT LEARNING INTEREST

A Survey in Five Senior High Schools in Yogyakarta

Patricia Adysta Ardhi Sanata Dharma University

2016

This research aims at finding the positive correlation between: 1) the fulfillment level of contextual learning in accounting based on 2006 curriculum and communication skills; 2) the fulfillment level of contextual learning in accounting based on 2006 curriculum and personal integrity; 3) the fulfillment level of contextual learning in accounting based on 2006 curriculum and student learning interest.

This study is a correlational research. The research was conducted from December 2015 to February 2016. The population were 1416 students. The samples were 302 students. The sampling technique is a cluster sampling. Data were collected by using questionnaires. Data were analyzed by using Spearman correlation.

The results show that: 1) there was a positive correlation between fulfillment level of contextual learning in accounting based on 2006 curriculum and communication skills (Spearman’s rho = (+)0,283; score sig (1-tailed) = 0,000 < α = 0,01); 2) there is a positive correlation between fulfillment level of contextual learning in accounting based on 2006 curriculum and personal integrity (Spearman’s rho = (+)0,182; score sig (1-tailed) = 0,001 < α = 0,01); 3) there is a positive correlation between fulfillment level of contextual learning in accounting based on 2006 curriculum and student learning interest (Spearman’s rho = (+)0,608; score sig (1-tailed) = 0,000 < α = 0,01).


(3)

HUBUNGAN TINGKAT KETERLAKSANAAN

PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL PADA MATERI

AKUNTANSI BERDASARKAN KURIKULUM 2006 DENGAN

KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI, INTEGRITAS

PRIBADI DAN MINAT BELAJAR PESERTA DIDIK

Survei pada Lima SMA di Wilayah Kota Yogyakarta SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Ekonomi Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi

OLEH:

PATRICIA ADYSTA ARDHI 121334080

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI

BIDANG KEAHLIAN KHUSUS PENDIDIKAN AKUNTANSI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2016


(4)

i

HUBUNGAN TINGKAT KETERLAKSANAAN

PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL PADA MATERI

AKUNTANSI BERDASARKAN KURIKULUM 2006 DENGAN

KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI, INTEGRITAS

PRIBADI DAN MINAT BELAJAR PESERTA DIDIK

Survei pada Lima SMA di Kota Yogyakarta SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah SatuSyarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Ekonomi Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi

OLEH:

PATRICIA ADYSTA ARDHI 121334080

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI

BIDANG KEAHLIAN KHUSUS PENDIDIKAN AKUNTANSI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2016


(5)

(6)

(7)

iv

PERSEMBAHAN

Tuhan Yesus

Kedua Orang Tua Terhebat

Alm.Bapak Petrus Jaswadi dan Ibu Kristina Artiyani

Adik Tercinta

Dionisius Destu Ginta Ardhi

Semua orang yang Tuhan hadirkan untuk menyentuh hidupku dengan berbagai makna

Kupersembahkan karya ini untuk almamaterku: Universitas Sanata Dharma


(8)

v

MOTTO

Orang-orang yang menabur dengan cucuran air mata, akan menuai dengan sorak-sorai

(Mazmur 126:5)

Nyanyikanlah hidupmu seperti sebuah lagu, maka semua akan terasa indah dan bermakna

(penulis)

Yang patah tumbuh, yang hilang berganti, yang sia-sia akan jadi makna, yang terus berulang, suatu saat nanti


(9)

(10)

(11)

viii ABSTRAK

HUBUNGAN TINGKAT KETERLAKSANAAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL PADA MATERI AKUNTANSI BERDASARKAN KURIKULUM 2006 DENGAN KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI,

INTEGRITAS PRIBADI DAN MINAT BELAJAR PESERTA DIDIK

Survei pada 5 SMA di Kota Yogyakarta

Patricia Adysta Ardhi Universitas Sanata Dharma

2016

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan positif: 1) tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dan keterampilan berkomunikasi; 2) tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dan integritas pribadi; 3) tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dan minat belajar peserta didik.

Penelitian ini merupakan penelitian korelasional. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2016 sampai bulan Maret 2016. Populasi penelitian sebanyak 1416 siswa, dengan jumlah sampel sebanyak 293 siswa. Teknik penarikan sampel adalah Cluster Sampling. Data dikumpulkan dengan kuesioner. Teknik analisis data yang digunakan adalah korelasi Spearman.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) terdapat hubungan positif antara tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi

berdasarkan kurikulum 2006 dan keterampilan berkomunikasi (Spearman’s rho =

(+)0,283; nilai sig (1-tailed) = 0,000 <α = 0,01); 2) terdapat hubungan positif antara tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi

berdasarkan kurikulum 2006 dan integritas pribadi (Spearman’s rho = (+)0,182;

nilai sig (1-tailed) = 0,001<α = 0,01); 3) terdapat hubungan positif antara tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan

kurikulum 2006 dan minat belajar (Spearman’s rho = (+)0,608; nilai sig (1-tailed)


(12)

ix ABSTRACT

THE CORRELATION BETWEENCONTEXTUAL LEARNING FULFILLMENT LEVELIN ACCOUNTING

BASED ON 2006 CURRICULUM AND COMMUNICATION SKILLS, PERSONAL INTEGRITY, AND STUDENT LEARNING INTEREST

A Survey in Five Senior High Schools in Yogyakarta Patricia Adysta Ardhi

Sanata Dharma University 2016

This research aims at finding the positive correlation between: 1) the fulfillment level of contextual learning in accounting based on 2006 curriculum and communication skills; 2) the fulfillment level of contextual learning in accounting based on 2006 curriculum and personal integrity; 3) the fulfillment level of contextual learning in accounting based on 2006 curriculum and student learning interest.

This study is a correlational research. The research was conducted from December 2015 to February 2016. The population were 1416 students. The samples were 302 students. The sampling technique is a cluster sampling. Data were collected by using questionnaires. Data were analyzed by using Spearman correlation.

The results show that: 1) there was a positive correlation between fulfillment level of contextual learning in accounting based on 2006 curriculum and communication skills (Spearman’s rho = (+)0,283; score sig (1-tailed) = 0,000

< α = 0,01); 2) there is a positive correlation between fulfillment level of

contextual learning in accounting based on 2006 curriculum and personal integrity

(Spearman’s rho = (+)0,182; score sig (1-tailed) = 0,001< α = 0,01); 3) there is a

positive correlation between fulfillment level of contextual learning in accounting based on 2006 curriculum and student learning interest (Spearman’s rho = (+)0,608; score sig (1-tailed) = 0,000 < α = 0,01).


(13)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat-Nya yang tidak berkesudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Hubungan Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual pada Materi Akuntansi Berdasarkan Kurikulum 2006 dengan Keterampilan Berkomunikasi, Integritas Pribadi, dan Minat Belajar Peserta Didik” dengan lancar. Penulisan skripsi ini diajukan sebagai untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Ekonomi Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi. Selama penyusunan dan penulisan skripsi ini banyak pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini dengan baik. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Rohandi, Ph. D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

2. Bapak Ignatius Bondan Suratno, S.Pd., M.Si. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Universitas Sanata Dharma.

3. Bapak Ignatius Bondan Suratno, S.Pd., M.Si. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Ekonomi Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi, Universitas Sanata Dharma.

4. Ibu Natalina Premastuti Brataningrum, S.Pd., M.Pd. selaku Dosen Pembimbing, terimakasih untuk doa, bimbingan, serta bantuannya selama ini. Terimakasih juga untuk motivasi, nasihat, kesabaran, dan perhatian yang telah ibu berikan kepada saya.


(14)

xi

5. Bapak dan Ibu Dosen Pendidikan Ekonomi BKK Pendidikan Akuntansi yang telah membagikan ilmu pengetahuan dan membimbing saya selama proses perkuliahan.

6. Staf Kesekretariatan Pendidikan Ekonomi BKK Pendidikan Akuntansi yang telah membantu saya dalam urusan administrasi selama proses perkuliahan.

7. Kedua Orang Tuaku Alm. Bapak Petrus Jaswadi dan Ibu Kristina Artiyani, yang tidak pernah berhenti berjuang untukku, memberikan kasih sayang yang sangat luar biasa, yang selalu mendengarkan keluh kesahku dan selalu memberikan doa, dukungan, semangat, dan menguatkan.

8. Adik-adiku yang hebat Dionisius Destu Ginta Ardhi, Brigita Tita Gildania, Agustinus Arka, dan Benedictus Cahyo yang selalu menjadi bagian semangatku untuk menyelesaikan skripsi.

9. Alexander Benny Pradipta salah satu bagian terbaik dari rencana Tuhan yang menjadikan aku kuat.

10. Embah Uti, embah kung, dan seluruh keluarga besar Daryoto serta Alm. Mangun

11. Sahabat-sahabat terbaikku: Agnes, Destri, Eny, Okti, Olip, Valen, Ossa, Yoan, Didik, Dodik, Putri, Dana, Mbak Vita, Florensia Visca, dan Melly yang selalu mendukung, memberi saran dan masukan, perhatian, dan doa atas penyusunan skripsi ini.


(15)

xii

13. Teman-teman satu bimbingan skripsi: Helena, Albeta, Sophi, Ella, Sisil, Dilla, Nopi, Gisela dan Boru yang selalu menjadi teman diskusi yang baik dan menyenangkan saat penyusunan skripsi ini.

14. Teman-teman satu angkatan Pendidikan Akuntansi Angkatan 2012 yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu, terimakasih atas empat tahun yang sangat penuh dengan pengalaman luar biasa dan dinamika kita yang mendewasakan dimasa perkuliahan.

15. Adik-adik Solagospa Choir dan adik-adik pengurus HIMAPENSI yang selalu memberikan semangat dan rajin menanyakan kapan akan wisuda. 16. Semua pihak yang mendukung membantu dalam penyusunan skripsi ini


(16)

xiii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PERNYATAAN PUBLIKASI ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACK ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Batasan Masalah ... 7


(17)

xiv

D. Tujuan Penelitian ... 8

E. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II KAJIAN TEORI ... 10

A. Pembelajaran Kontekstual ... 10

B. Kurikulum 2006 ... 20

C. Keterampilan Berkomunikasi ... 25

D. Integritas Pribadi ... 30

E. Minat Belajar Peserta Didik ... 35

F. Kerangka Berpikir ... 39

G. Model Penelitian ... 41

H. Hipotesis Penelitian ... 42

BAB III METODE PENELITIAN... 44

A. Jenis Penelitian... 44

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 42

C. Subyek dan Obyek Penelitian ... 45

D. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling ... 45

E. Definisi Operasional Variabel dan Pengukurannya ... 51

F. Teknik Pengumpulan Data ... 57

G. Pengujian Instrumen Penelitian ... 58


(18)

xv

BAB IV GAMBARAN UMUM ... 76

A. Identitas SMA Negeri 4 Yogyakarta ... 76

B. Identitas SMA Negeri 6 Yogyakarta ... 77

C. Identitas SMA Negeri 9 Yogyakarta ... 79

D. Identitas SMA Negeri 10 Yogyakarta ... 80

E. Identitas SMA Negeri 11 Yogyakarta ... 81

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 83

A. Deskripsi Data ... 83

B. Pengujian Prasyarat Analisis Data……… ... 89

C. Pengujian Hipotesis ... 92

D. Pembahasan ... 97

BAB VI KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN ... 110

A. Kesimpulan ... 110

B. Keterbatasan ... 111

C. Saran ... 111

Daftar Pustaka ... 114


(19)

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Perbedaan Pembelajaran CTL dan Pembelajaran Tradisional .... 15

Tabel 3.1 Nama dan Alamat Sekolah ... 46

Tabel 3.2 Nama Sekolah dan JumlahSiswa... 47

Tabel 3.3 Nama Sekolah dan Jumlah Responden ... 50

Tabel 3.4 Operasional Variabel Pembelajaran Kontekstual ... 53

Tabel 3.5 Operasional Variabel Keterampilan Berkomunikasi... 55

Tabel 3.6 Operasional Variabel Integritas Pribadi ... 56

Tabel 3.7 Operasional Minat Belajar Peserta Didik ... 57

Tabel 3.8 Skor Instrumen ... 58

Tabel 3.9 Hasil PengujianValiditas Instrumen Variabel Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual ... 60

Tabel 3.10 Hasil PengujianValiditas Instrumen Variabel Keterampilan Berkomunikasi ... 61

Tabel 3.11 Hasil Pengujian Kedua Validitas Instrumen Variabel Keterampilan Berkomunikasi ... 63


(20)

xvii

Pribadi ... 64

Tabel 3.13 Hasil Pengujian Kedua Validitas Instrumen Variabel Integritas Pribadi ... 65

Tabel 3.14 Hasil Pengujian Ketiga Validitas Instrumen Variabel Integritas Pribadi ... 66

Tabel 3.15 Hasil Pengujian Keempat Validitas Instrumen Variabel Integritas Pribadi ... 67

Tabel 3.16 Hasil Pengujian Validitas Instrumen Variabel Minat Belajar Peserta Didik ... 67

Tabel 3.17 Hasil Pengujian Kedua Validitas Instrumen Variabel Minat Belajar Peserta Didik ... 68

Tabel 3.18 Hasil Pengujian Reliabilitas Instumen Penelitian ... 70

Tabel 3.19 Nilai Presentil PAP Tipe II ... 72

Tabel 3.20 Tingkat Korelasi dan Kekuatan Hubungan ... 74

Tabel 5.1 Responden Penelitian ... 85

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Jumlah Siswa Berdasarkan Asal Sekolah ... 85


(21)

xviii

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Jumlah Siswa Berdasarkan

Jenis Kelamin ... 86

Tabel 5.4 Interpretasi Penilaian Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual... 87

Tabel 5.5 Interpretasi Keterampilan Berkomunikasi ... 88

Tabel5.6 Interpretasi Integritas Pribadi ... 89

Tabel 5.7 Interpretasi Minat Belajar Peserta Didik ... 90

Tabel 5.8 Hasil Pengujian Normalitas Pembelajaran Kontekstual dan Keterampilan Berkomunikasi ... 91

Tabel 5.9 Hasil Pengujian Normalitas Pembelajaran Kontekstual dan Integritas Pribadi ... 91

Tabel 5.10 Hasil Pengujian Normalitas Pembelajaran Kontekstual dan Minat Belajar Peserta Didik ... 92

Tabel 5.11 Hasil Uji Hipotesis 1 ... 94

Tabel 5.12 Hasil Uji Hipotesis 2 ... 95


(22)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran ... 117

Lampiran1 Kuesioner Penelitian ... 119

Lampiran2 Data Jumlah Siswa Persekolah ... 130

Lampiran 3 Data Induk Penelitian ... 132

Lampiran 4 Perhitungan Tabel Korelasi r Person ... 152

Lampiran 5 Surat Ijin Penelitian ... 153

Lampiran 6 Surat Telah Melakukan Penelitian ... 155

Lampiran 7 Uji Validitas ... 159

Lampiran 8 Uji Reliabilitas ... 163

Lampiran 9 Uji Normalitas ... 164


(23)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada saat ini kita hidup di abad 21, yang ditandai oleh arus globalisasi, dimana komunikasi dan informasi berkembang sangat pesat. Teknologi informasi dan komunikasi seperti televisi, telepon, komputer, dan internet mengalami perkembangan yang begitu luar biasa. Informasi di belahan bumi lain dan informasi apapun akan dapat dengan mudah ditemukan. Dengan berkembangnya zaman, maka diperlukanlah individu-individu yang mampu bersaing dengan baik agar dapat menjawab tantangan-tantangan di abad 21. UNESCO menetapkan kompetensi untuk hidup pada abad 21, yaitu kreativitas dan inovasi, kemampuan berpikir kritis dan menyelesaikan masalah, komunikasi dan kolaborasi, keterampilan sosial dan lintas budaya, penguasaan informasi.

Jika kita lihat di dalam pendidikan itu sendiri, pendidikan merupakan proses pembentukan dan pengembangan potensi menjadi sebuah kompetensi, sehingga dapat dikatakan bahwa pendidikan adalah sebuah perjalanan kreatif dalam pembentukan jati diri. Pendidikan juga adalah sarana dimana setiap peserta didik menimba ilmu sesuai dengan yang diharapkan dan dibutuhkan peserta didik dalam hidupnya. Jika kita kaitkan dengan perkembangan teknologi dan informasi serta tantangan di abad 21 ini, seharusnya


(24)

pendidikan di Indonesia semakin baik. Pendidikan saat ini seharusnya membentuk peserta didik yang dapat menghadapi era globalisasi, masalah lingkungan hidup, kemajuan teknologi, komunikasi dan informasi, kemajuan ekonomi, serta dampak dari kemajuan teknologi untuk mempersiapkan memasuki dunia di abad 21 ini. Namun pada kenyataannya, kualitas pendidikan di Indonesia semakin memburuk.

Buruknya kualitas pendidikan di Indonesia dicerminkan berdasarkan survey United Nations Educational Scientific and Cultural Organization atau UNESCO terhadap kualitas pendidikan di Negara-negara berkembang se Asia Pasific, Indonesia pernah menempati peringkat ke 10 dari 14 negara, sedangkan untuk kualitas guru, Indonesia menempati urutan ke 14 dari 14 negara berkembang. Hal tersebut membuktikan bahwa kualitas pendidikan di Indonesia sangatlah rendah. Terlihat sekali bahwa individu-individu, guru, dan pendidikan di Indonesia tersebut belum siap dalam menghadapi tantangan abad ke-21 dan dengan seperti itu maka tujuan pendidikan nasional tidak berjalan dengan semestinya.

Jika kita melihat kemajuan zaman yang begitu pesat, maka diperlukan individu-individu yang siap menerima kemajuan tersebut dengan keterampilan-keterampilan yang memadai disertai karakter yang baik, khususnya peserta didik generasi muda sebagai penerus bangsa. Banyak sekali tantangan-tantangan yang harus dihadapi peserta didik, bukan hanya dalam keterampilan saja, namun peserta didik harus memiliki karakter yang baik dalam menghadapi era globalisasi ini.


(25)

Dalam UU No 20 Tahun 2003 telah dijelaskan bahwa pendidikan hakikatnya adalah mengembangkan potensi diri peserta didik dengan berlandaskan kepribadian yang baik. Melihat tantangan pada abad ke-21 yang dihadapi oleh siswa, serta kemerosotan pendidikan di Indonesia, maka pendidikan memiliki peran penting dalam mencerdaskan anak bangsa, tidak hanya cerdas namun memiliki karakter yang baik.

Dari pihak sekolah, khususnya guru sangat berperan penting dalam membentuk dan menghasilkan siswa yang unggul dan memiliki kompetensi yang tinggi serta memiliki karakter yang baik. Guru adalah orang yang bertanggung jawab atas peningkatan moralsiswa dan juga kemerosotannya. Untuk itu tugas guru tidak terbatas pada pengajaran mata pelajaran, tapi yang paling penting adalah pembentuk karakter peserta didik. Seringkali kita jumpai pendidik yang memaksakan kehendaknnya, tidak memperhatikan kebutuhan peserta didik. Sangat diharapkan sekali dalam proses pendidikan dapat memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan bakat dan minatnya.

Untuk memperoleh hasil yang baik bagi peserta didik, selain guru, kurikulum juga sangat berpengaruh terhadap kemajuan peserta didik, sehingga pendidikan di Indonesia semakin membaik. Kurikulum sangat menentukan keberhasilan guru untuk membantu siswa dalam mencapai keberhasilan pembelajaran. Kurikulum yang dapat digunakan sebagai pedoman dalam pembelajaran ialah kurikulum 2006. Menurut Kunandar (2008: 125) kurikulum 2006 adalah kurikulum operasional yang disusun dan


(26)

dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. Di dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan, guru memiliki keuntungan/keleluasaan dalam memilih bahan ajar peserta didik, yang diharapkan dapat mengembangkan potensi sesuai dengan kemampuan, kebutuhan, dan minatnnya. Dalam kurikulum 2006 guru sendirilah yang mendeskripsikan standar kompetensi dan kompetensi dasar, yaitu guru menentukan sendiri indikator dan materi pokok pelajaran yang disesuaikan dengan situasi daerah dan minat peserta didik.

Kurikulum 2006 diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional. Pengembangan kurikulum 2006 memberikan keleluasaan kepada setiap sekolah untuk mengembangkan kurikulum berdasarkan pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan siswa dan lingkungannya. Salah satu unsur terpenting dalam penerapan kurikulum 2006 sangat tergantung pada pemahaman guru dalam menerapkan strategi pembelajaran kontekstual. Dalam kurikulum 2006 hanya dideskripsikan standar kompetensi dan kompetensi dasar, sehingga guru sendiri yang harus menentukan indikator dan materi pokok pelajaran yang disesuaikan dengan situasi daerah dan minat peserta didik. Dengan kurikulum 2006 diharapkan siswa dapat mengembangkan bakatnya, kemampuan, dan minat secara konsisten.

Dalam kurikulum 2006 terdapat acuan operasional penyusunan kurikulum 2006, acuan tersebut antara lain peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia. Keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia menjadi dasar


(27)

pembentukan kepribadian peserta didik secara utuh. Kurikulum disusun dengan memungkinkan semua mata pelajaran dapat menunjang peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia, dan acuan lainnya yaitu peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat sesuai dengan tingkat perkembangan dan kemampuan peserta didik. Menurut Mulyana (2007:168), kurikulum disusun agar memungkinkan pengembangan keragaman potensi, minat, kecerdasan, intelektual, emosional, spiritual, dan kinestik peserta didik secara optimal sesuai dengan tingkat perkembangan. Melihat kembali peran guru yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan peserta didik, melalui kurikulum tingkat satuan pendidikan maka guru memerlukan pembelajaran yang sesuai dengan acuan kurikulum 2006 yaitu pembelajaran kontekstual. Dengan pembelajaran kontekstual, siswa diajarkan untuk menemukan makna dari setiap yang diajarkan oleh guru.

Dalam pembelajaran kontekstual peserta didik diharapkan mampu untuk melakukan kerjasama dengan temannya atau yang disebut dalam pembelajaran kontekstual adalah learning community. Begitu juga tercermin dalam prinsip pelaksanaan kurikulum yang dilaksanakan sesuai dengan lima pilar belajar yang keempat, yaitu belajar untuk hidup bersama. Apabila dalam pembelajaran kontekstual, peserta didik tidak dapat hidup bersama atau berkomunikasi yang baik dengan orang lain, maka kerjasama dengan temannya tidak akan berjalan dengan maksimal. Di dalam pembelajaran kontekstual, siswa diharapkan untuk terus dapat mengkomunikasikan kepada teman-temannya dari hasil mengaitkan pembelajaran sehari-hari dan


(28)

menemukan fakta baru. Demikian pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan keterampilan berkomunikasi peserta didik.

Keberhasilan peserta didik dalam suatu pembelajaran tidak hanya baik dalam aspek akademik saja, melainkan harus diimbangi dengan karakter yang baik pula. Pendidikan karakter sangat penting bagi kemajuan peserta didik. Begitu juga tercermin dalam acuan operasional penyusunan kurikulum 2006 yaitu meningkatkan iman dan takwa serta akhlak mulia. Karakter yang harus dibangun dalam diri peserta didik salah satunya yang paling mendasari adalah kejujuran. Melihat dari banyaknya perilaku tidak jujur yang dilakukan peserta didik seperti dijelaskan di atas, yaitu mencontek, plagiatisme dan sebagainnya. Dalam pembelajaran kontekstual terdapat prinsip yang paling inti yaitu menemukan atau inquiry. Dalam inquiry ditegaskan bahwa pengetahuan dan keterampilan serta kemampuan-kemampuan lain yang diperlukan bukan merupakan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta melainkan hasil menemukan sendiri. Dalam pembelajaran, siswa diharapkan mampu mengolah hasil pembelajaran sesuai dengan apa yang mereka temukan, tidak mengada-ada atau memalsukan sebuah fakta atau pernyataan. Dengan demikian pembelajaran kontekstual akan membentuk integritas pribadi peserta didik.

Dalam pembelajaran kontekstual, belajar tidak hanya dilakukan di dalam ruangan kelas saja, guru tidak hanya terus-menerus ceramah, namun melibatkan siswa secara aktif. Sesuai dengan ciri-ciri pembelajaran kontekstual yang menyenangkan, tidak membosankan, dan belajar dengan


(29)

bergairah diharapkan mampu menumbuhkan rasa senang dan tidak bosan, sehingga peserta didik memiliki minat yang tinggi terhadap pelajaran.

Berdasarkan fenomena-fenomena dan uraian di atas, maka penulis berkeinginan untuk meneliti “Hubungan tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dengan keterampilan berkomunikasi, integritas pribadi, dan minat belajar peserta didik.”

B. Batasan Masalah

Untuk lebih mengarahkan penelitian yang dilakukan, maka penelitian ini berfokus pada hubungan tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual, berdasarkan minat, integritas dan keterampilan berkomunikasi siswa. Penelitian ini secara spesifik berfokus pada siswa SMA kelas XII IPS di Kota Yogyakarta yang menerapkan kurikulum 2006.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan suatu masalah sebagai berikut:

1. Apakah ada hubungan positif antara tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dan keterampilan berkomunikasi?


(30)

2. Apakah ada hubungan positif antara tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dan integritas pribadi (kejujuran)?

3. Apakah ada hubungan positif antara tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dan minat belajar peserta didik?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui:

1. Untuk mengetahui adanya hubungan positif antara tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dan keterampilan berkomunikasi.

2. Untuk mengetahui adanya hubungan positif antara tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dan integritas pribadi(kejujuran).

3. Untuk mengetahui adanya hubungan positif antara tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dan minat belajar peserta didik.


(31)

E. Manfaat Penelitian 1. Bagi Mahasiswa

Diharapkan dengan adanya penelitian ini, maka dapat digunakan mahasiswa sebagai sarana penerapan ilmu yang diperoleh selama perkuliahan dan dapat memperbanyak ilmu pengetahuan yang didapat sehingga dapat menjadi bekal masa depan.

2. Bagi Guru

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan evaluasi bagi guru dalam menerapkan proses pembelajaran dengan kurikulum yang ada dalam melakukan perbaikan-perbaikan/evaluasi.

3. Bagi Sekolah

Diharapkan penelitian ini berguna bagi pihak sekolah apabila ingin mengetahui sejauh mana pembelajaran kontekstual melalui kurikulum yang ada mempengaruhi minat, integritas, dan keterampilan berkomunikasi siswa.

4. Bagi Universitas

Penelitian ini dapat dijadikan sarana aktualisasi pengetahuan yang telah didapatkan penulis selama studi.


(32)

BAB II KAJIAN TEORI

A. Pembelajaran Kontekstual

1. Keterlaksanan Pembelajaran Kontekstual

Keterlaksanaan berasal dari kata laksana, yang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007:627) berarti sifat, laku, atau perbuatan. Imbuhan keter-an menyatakan sesuatu hal atau peristiwa yang telah terjadi. Dengan demikian, keterlaksanaan berarti sesuatu hal yang sudah dapat dilaskanakan.

Kesadaran perlunya pendekatan kontekstual dalam pembelajaran didasarkan adanya kenyataan bahwa sebagian besar siswa tidak mampu menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dengan bagaimana pemanfaatannya dalam kehidupan nyata. Selama ini rata-rata siswa memperoleh ilmu yang bersifat abstrak, selalu ditekankan dalam konteks hafalan, tanpa diikuti pemahaman, yang bisa diterapkan saat siswa menghadapi situasi baru dalam kehidupannya. Oleh karena itu, untuk memahaminnya, kita harus tahu apakah yang dimaksud dengan pembelajaran kontekstual tersebut.

Menurut Masnur (2007: 41) pembelajaran kontekstual atau contextual teaching and learning(CTL) adalah pendekatan belajar yang membantu guru mengaitkan antar materi pembelajaran dengan situasi dunia nyata siswa, mendorong siswa membuat hubungan antara


(33)

pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari.

Menurut Blanchard, Berns, dan Erickson (Kokom, 2011: 6) pembelajaran kontekstual adalah pendekatan belajar dan mengajar yang membantu guru mengkaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga negara, dan pekerja.

Menurut Elaine B. Jhonson (Rusman, 2010: 187) mengatakan pembelajaran kontekstual adalah sebuah sistem yang merangsang otak untuk menyusun pola-pola yang mewujudkan makna. Pembelajaran kontekstual adalah suatu sistem pembelajaran yang cocok dengan otak yang menghasilkan makna dengan menghubungkan muatan akademis dengan konteks dari kehidupan sehari-hari siswa. Sementara itu menurut Hull’s dan Sounders (Kokom, 2011: 6) menjelaskan di dalam pembelajaran kontekstual, siswa menemukan hubungan penuh makna antara ide-ide abstrak dengan penerapan praktis di dalam konteks dunia nyata. Sedangkan menurut Johnson (Kokom, 2011: 187) mengatakan pembelajaran kontekstual memungkinkan siswa menghubungkan isi materi dengan konteks kehidupan sehari-hari untuk mengungkapkan makna.


(34)

Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual adalah derajat yang menunjukkan seberapa sering kegiatan pembelajaran memenuhi kriteria yang memiliki karakteristik kontekstual (Komalasari, 2011:7). Menurut Kokom (2011: 7) pembelajaran kontekstual adalah pendekatan pembelajaran yang mengkaitkan antara materi yang dipelajari dengan kehidupan nyata siswa sehari-hari, baik dalam lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat maupun warga negara, dengan tujuan untuk menemukan makna materi tersebut bagi kehidupannya.

Berdasarkan beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa keterlaksanaan pembelajaran kontekstual adalah suatu pendekatan pembelajaran yang telah dilaksanakan oleh suatu sekolah dengan cara mengaitkan antara materi pembelajaran dengan situasi dunia nyata siswa, dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. 2. Tujuan Pembelajaran Kontekstual

Pembelajaran kontekstual bertujuan membekali siswa dengan pengetahuan yang lebih bermakna, secara fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari suatu permasalahan kepermasalahan lain dan dari satu konteks ke konteks lainnya. Transfer dapat juga terjadi di dalam suatu konteks melalui pemberian tugas yang terkait erat dengan materi pelajaran. Hasil pembelajaran kontekstual diharapkan dapat lebih bermakna bagi siswa untuk memecahkan persoalan, berpikir kritis, dan


(35)

melaksanakan pengamatan serta menarik kesimpulan dalam kehidupan jangka panjangnya (Depdiknas, 2007 : 4).

3. Karakteristik pembelajaran kontekstual

Menurut Masnur (2007: 42), untuk menjalankan pembelajaran kontekstual, maka sebelumnya harus memahami karakteristik dari pembelajaran kontekstual itu sendiri.

a. Pembelajaran dilaksanakan dalam konteks autentik, yaitu pembelajaran yang diarahkan pada ketercapaian keterampilan dalam konteks kehidupan nyata atau pembelajaran yang dilaksanakan dalam lingkungan yang alamiah (learning in real life setting)

b. Pembelajaran memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengerjakan tugas-tugas yang bermakna (meaningful learning) c. Pembelajaran dilaksanakan dengan memberikan pengalaman

bermakna kepada siswa (learning by doing)

d. Pembelajaran dilaksanakan melalui kerja kelompok, berdiskusi, saling mengoreksi antar teman (learning in a group)

e. Pembelajaran memberikan kesempatan untuk menciptakan rasa kebersamaan, kerjasama, dan saling memahami antara satu dengan yang lain secara mendalam (learning to know each other deeply) f. Pembelajaran dilaksanakan secara aktif, kreatif, produktif, dan

mementingkan kerja sama ( learning to ask, to inquiry, to work together).


(36)

g. Pembelajaran dilaksanakan dalam situasi yang menyenangkan (learning as an enjoy activity)

Menurut Komalasari (2010:13), pembelajaran kontekstual memiliki karakteristik sebagai berikut:

a. Keterkaitan (relating), artinya proses pembelajaran yang memiliki keterkaitan (relevansi) dengan bekal pengetahuan (prerequisite knowledge) yang telah ada pada diri peserta didik dan dengan konteks pengalaman dalam kehidupan dunia nyata peserta didik. b. Pengalaman langsung (experiencing), artinya proses pembelajaran

yang memberikan kesempatan pada peserta didik untuk mengonstruksi pengetahuan dengan cara menemukan dan mengalami sendiri secara langsung.

c. Aplikasi (applying), artinya proses pembelajaran yang menekankan pada penerapan fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang dipelajari dalam situasi dan konteks lain yang berbeda sehingga bermanfaat bagi kehidupan peserta didik.

d. Kerja sama (cooperating), artinya pembelajaran yang mendorong kerja sama di antara peserta didik, antara peserta didik dengan guru dan sumber belajar.

e. Pengaturan diri (self-regulating), artinya pembelajaran yang mendorong peserta didik untuk mengatur diri dan pembelajarannya secara mandiri.


(37)

f. Asesmen autentik (authentic assessment), artinya pembelajaran yang mengukur, memonitor, dan menilai semua sapek hasil belajar (yang tercakup dalam domain kognitif, afektif, dan psikomotor), baik yang tampak sebagai hasil akhir dari suatu proses pembelajaran maupun berupa perubahan dan perkembanagan aktivitas, dan perolehan belajar selama proses pembelajaran di dalam kelas ataupun di luar kelas.

4. Perbedaan Pembelajaran Kontektual dengan Pembelajaran Tradisional menurut Ditjen Dikdasmen dalam (Komalasari: 2010, 18-19).

Tabel 2.1

Perbedaan Pembelajaran CTL dengan Pembelajaran Tradhisional Pendekatan CTL Pendekatan Tradisional Peserta didik secara aktif terlibat

dalam proses pembelajaran

Peserta didik adalah penerima informasi secara pasif

Peserta didik belajar dari teman melalui proses bekerja kelompok, diskusi, dan saling mengoreksi

Peserta didik belajar secara individual

Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata atau masalah yang distimulasikan

Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis

Perilaku dibangun atas kesadaran diri Perilaku dibangun atas kebiasaan Hadiah untuk perilaku baik adalah

kepuasan

Hadiah untuk perilaku baik adalah pujian dan nilai

Keterampilan dibangun atas dasar pemahaman

Keterampilan dikembangkan atas dasar latihan

Seseorang tidak melakukan yang jelek karena dia sadar hal itu keliru dan merugikan

Seseorang tidak melakukan yan jelek karena takut hukuman


(38)

Pembelajaran CTL Pembelajaran Tradisional Bahasa yang diajarkan dengan

pendekatan komunikatif, yakni peserta didik diajak menggunakan bahasa dalam konteks nyata

Bahasa yang diajarkan menggunakan konteks struktural, rumus diterangkan sampai paham kemudian, dilatihkan kepada peserta didik

Pendekatan rumus didasarkan berdasar pendekatan skemata yang sudah ada dalam diri peserta didik

Rumus itu ada di luar diri peserta didik, jadi rumus harus diterangkan, diterima, dihafalkan, serta dilatihkan

Pemahaman rumus itu relatif berbeda antar peserta didik yang satu dengan peserta didik yang lainnya sesuai dengan skemata peserta didik

Rumus adalah kebenaran absolut karena hanya ada dua pemahaman rumus yatu yang salah dan benar Peserta didik diminta bertanggung

jawab memonitor dan mengembangkan pembelajaran mereka masing-masing

Guru adalah penentu jalannya proses pembelajaran

Penghargaan terhadap pengalaman peserta didik sangat diutamakan

Pembelajaran tidak memperhatikan pengalaman peserta didik

Hasil belajar diukur dengan berbagai cara proses bekerja, hasil karya, penampilan, rekaman, tes, dll.

Hasil belajar diukur hanya dengan tes

Pembelajaran terjadi di berbagai tempat, konteks dan setting

Pembelajaran hanya terjadi dalam kelas

Penyesalan adalah hukuman dari perilaku jelek

Sanksi adalah hukuman dari perilaku jelek

Perilaku baik berdasar motivasi instrinsik

Perilaku baik berasal dari motivasi ekstrinsik

Seorang berperilaku baik karena yakin itulah yang terbaik dan bermanfaat

Seseorang berperilaku baik karena dia terbiasa melakukan begitu. Kebiasaan yang ada dibangun dengan hadiah yang menyenangkan


(39)

5. Prinsip Dasar Komponen Utama CTL

Setiap komponen utama CTL mempunyai prinsip-prinsip dasar yang harus diperhatikan ketika akan menerapkan dalam pembelajaran. Prinsip-prinsip dasar CTL menurut Mansur (2007: 44) yaitu:

a. Konstruktivisme

Konstruktivis memerupakan landasan filosofis (berpikir) pendekatan CTL. Menekankan terbangunnya pemahaman sendiri secara aktif, kreatif, dan produktif berdasarkan pengetahuan dan pengetahuan terdahulu dan dari pengalaman belajar yang bermakna. Pengetahuan bukanlah serangkaian fakta, konsep, dan kaidah yang siap dipraktikannya. Manusia harus mengkonstruksikannya terlebih dahulu pengetahuan tersebut dan memberikan makna melalui pengalaman nyata. Siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan mengembangkan ide-ide yang ada pada dirinya.

b. Bertanya (questioning)

Pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu bermula dari bertanya. Penerapan bertanya dalam CTL harus difasilitasi oleh guru. Belajar dalam pembelajaran CTL dipandang sebagai upaya guru yang bisa mendorong siswa untuk mengetahui sesuatu, mengarahkan siswa untuk memperoleh informasi, sekaligus mengetahui sesuatu, mengarahkan siswa untuk memperoleh informasi, sekaligus mengetahui perkembangan kemampuan berpikir siswa.


(40)

c. Menemukan (inquiry)

Komponen menemukan merupakan kegiatan inti CTL. Kegiatan ini diawali dari pengamatan terhadap fenomena, dilanjutkan dengan kegiatan-kegiatan bermakna untuk menghasilkan temuan yang diperoleh sendiri oleh siswa. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh oleh siswa tidak dari hasil mengingat seperangkat fakta, tetapi hasil menemukan sendiri dari fakta yang dihadapinya.

d. Masyarakat Belajar (learning community)

Pada konsep ini hasil belajar diperoleh dari kerja sama dengan orang lain. Hasil belajar diperoleh dengan sharing antar teman, antar kelompok, dan antara yang tahu kepada yang tidak tahu, baik di dalam maupun di luar kelas. Pembelajaran yang dikemas dalam berdiskusi kelompok yang anggotannya heterogen, dengan jumlah yang bervariasi, sangat mendukung komponen learning community.

e. Pemodelan (modelling)

Pendekatan CTL menyarankan bahwa pembelajaran keterampilan dan pengetahuan tertentu diikuti dengan model yang bisa ditiru oleh siswa. Model yang dimaksud bisa berupa dengan pemberian contoh tentang, misalnya cara mengoperasikan sesuatu, menunjukkan hasil karya, mempertontonkan suatu penampilan. Model atau contoh bisa diperoleh langsung dari yang berkompeten


(41)

atau ahlinya. Cara pembelajaran ini akan lebih cepat dipahami oleh siswa daripada hanya bercerita atau memberikan penjelasan kepada siswa tanpa ditunjukkan model ataupun contohnya.

f. Refleksi (reflection)

Komponen ini merupakan bagian perenungan kembali atas pengetahuan yang baru dipelajari. Dengan memikirkan apa yang baru dipelajari, menelaah dan merespon semua kejadian, aktivitas, atau pengalaman yang terjadi dalam pembelajaran, bahkan memberikan masukan atau saran jika diperlukan siswa akan menyadari bahwa pengetahuan yang baru diperoleh merupakan pengayaan atas pengetahuan sebelumnya. Kesadaran seperti ini penting ditanamkan kepada siswa agar bersikap terbuka terhadap pengetahuan-pengetahuan baru.

g. Penilaian autentik (authentic assesment)

Penilaian autentik bukan menghakimi siswa, namun merupakan pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran atau informasi tentang perkembangan pengalaman belajar siswa. Penilaian autentik diarahkan pada proses mengamati, menganalisis, dan menafsirkan data yang telah terkumpul ketika atau dalam proses pembelajaran siswa berlangsung, bukan semata-mata pada hasil pembelajaran. Penilaian autentik memberikan kesempatan siswa untuk dapat mengembangkan penilaian diri dan penilaian sesama. Penilaian autentik juga dapat dimanfaatkan oleh siswa,


(42)

orang tua, dan sekolah untuk mendiagnosis kesulitan belajar, umpan balik pembelajaran, dan untuk menentukan prestasi.

5. Ciri-Ciri Pembelajaran Kontekstual

Menurut Kunandar (2008: 298) ciri-ciri yang menandakan terciptanya pembelajaran kontekstual antara lain: adanya kerjasama antar semua pihak, menekankan pentingnya pemecahan masalah atau problem; bermuara pada keragaman konteks kehidupan siswa yang berbeda-beda; saling menunjang, menyenangkan dan tidak membosankan; belajar dengan bergairah, pembelajaran terintegrasi, menggunakan berbagai sumber, siswa aktif, sharing dengan teman, siswa kritis dan guru kreatif,dinding kelas dan lorong-lorong penuh dengan hasil karya siswa, laporan kepada orang tua bukan hanya rapor, tetapi hasil karya siswa, laporan hasil praktikum, karangan siswa dan sebagainya.

B. Kurikulum 2006

1. Pengertian kurikulum

Terlebih dahulu sebelum kita mengetahui tentang pengertian kurikulum 2006, berikut ini dijelaskan pengertian dari kurikulum itu sendiri. Menurut Oemar (2007: 17) kurikulum merupakan suatu program pendidikan yang disediakan untuk membelajarkan siswa. Dengan program itu siswa melakukan berbagai kegiatan belajar, sehingga terjadi perubahan dan perkembangan tingkah laku siswa, sesuai dengan tujuan pendidikan dan pembelajaran.


(43)

Menurut Undang-undang No.2 Tahun 1989 kurikulum merupakan suatu alat pendidikan dalam rangka pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas. Dengan ini kurikulum menyediakan kesempatan yang luas bagi peserta didik untuk mengalami proses pendidikan dan pembelajaran untuk mencapai target tujuan pendidikan nasional.

Beberapa pengertian kurikulum menurut Hamalik (1994:17)

a. Kurikulum memuat isi dan materi pelajaran, yaitu sejumlah mata ajaran yang harus ditempuh dan dipelajari oleh siswa untuk memperoleh sejumlah pengetahuan.

b. Kurikulum sebagai rencana pembelajaran, yaitu suatu program pendidikan yang disediakan untuk membelajarkan siswa.

c. Kurikulum sebagai pengalaman belajar, yaitu merupakan serangkaian pengalaman belajar

Dari beberapa pengertian di atas, menunjukkan bahwa kegiatan-kegiatan kurikulum tidak terbatas di dalam ruangan saja, melainkan mencakup juga kegiatan-kegiatan di luar kelas.

Kurikulum 2006 merupakan kurikulum operasional yang disusun dan dlaksanakan masing-masing sekolah. Menurut Kunandar (2008:125) kurikulum 2006 dikembangkan oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite sekolah atau madrasah di bawah koordinasi dan supervisi Dinas Pendidikan atau Kantor Dinas Pendidikan atau Kantor Depag Kabupaten atau Kota untuk Pendidikan Dasar dan Dinas Pendidikan atau Kantor Depag untuk Pendidikan Menengah dan


(44)

Pendidikan Khusus. Menurut Masnur (2007) kurikulum 2006 memberikan keleluasaan kepada guru dan sekolah untuk mengembangkannya.

2. Karakteristik Kurikulum 2006

Menurut Kunandar (2008: 138), kurikulum 2006 memiliki beberapa karakteristik yaitu antara lain:

a. Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara kurikulum 2006 individual maupun klasikal. Dalam kurikulum 2006 siswa dibentuk untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, kemampuan, nilai, sikap dan minat, yang pada akhirnya akan membentuk pribadi yang terampil dan mandiri.

b. Kurikulum 2006 berorientasi pada hasil belajar dan keberagaman c. Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan metode yang

bervariasi.

d. Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif.

e. Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.

3. Prinsip Pelaksanaan Kurikulum

Dalam pelaksanaan kurikulum di setiap satuan pendidikan menggunakan prinsip-prinsip sebagai berikut (Kunandar, 2008: 142):

a. Pelaksanaan kurikulum didasarkan pada potensi, perkembangan, dan kondisi peserta didik untuk menguasai kompetensi yang berguna


(45)

bagi dirinya. Peserta didik harus mendapatkan pelayanan pendidikan yang bermutu, serta memperoleh kesempatan untuk mengekspresikan dirinya secara bebas, dinamis, dan menyenangkan. b. Kurikulum dilaksanakan dengan menegakkan kelima pilar belajar,

yaitu: (1) belajar untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, (2) belajar untuk memaham dan menghayati, (3) belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif, (4) belajar untuk hidup bersama dan berguna bagi orang lain, dan (5) belajar untuk membangun dan menemukan jati diri, melalui proses pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan.

c. Pelaksanaan kurikulum memungkinkan peserta didik mendapat pelayanan yang bersifat perbaikan, pengayaan, dan percepatan sesuai dengan potensi, tahap perkembangan, dan kondisi peserta didik dengan tetap memperhatikan keterpaduan pengembangan pribadi peserta didik yang berdimensi Ketuhanan, keindividuan, kesosialan, dan moral.

d. Kurikulum dilaksanakan dalam suasana hubungan peserta didik dan pendidik yang saling menerima dan menghargai, akrab, terbuka, dan hangat.

e. Kurikulum dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan multistrategi dan multimedia, sumber belajar dan teknologi yang memadai, dan memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar.


(46)

f. Kurikulum dilaksanakan dengan mendayagunakan kondisi alam, sosial, dan budaya serta kekayaan daerah untuk keberhasilan pendidikan muatan seluruh bahan kajian secara optimal.

g. Kurikulum yang mencakup seluruh komponen kompetensi mata pelajaran, muatan lokal, dan pengembangan diri diselenggarakan dalam keseimbangan, keterkaitan, dan kesinambungan yang cocok dan memadai antar kelas dan jenis serta jenjang pendidikan.

4. Acuan Operasional Penyusunan Kurikulum 2006

Acuan operasional penyusunan Kurikulum 2006 mencakup 12 poin (Mulyasa, 2007: 168), yaitu:

a. Peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia

b. Peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat sesuai dengan tingkat perkembangan dan kemampuan peserta didik.

c. Keragaman potensi dan karakteristik daerah dan lingkungan. d. Tuntutan pembangunan daerah dan nasional.

Pengembangan kurikulum harus memperhatikan keseimbangan tuntutan pembangunan daerah dan nasional.

e. Tuntutan dunia kerja.

Kurikulum harus membekali kecakapan hidup untuk membekali peserta didik dalam mamasuki dunia kerja.


(47)

5. Tujuan Kurikulum 2006

Tujuan diterapkannya kurikulum 2006 menurut Mulyana (2007: 22) adalah untuk memandirikan dan memberdayakan satuan pendidikan melalui pemberian kewenangan (otonomi) kepada lembaga pendidikan dan mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan secara partisipatif dalam pengembangan kurikulum. Secara khusus tujuan diterapkannya kurikulum 2006 adalah:

a. Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengembangkan kurikulum, mengelola, dan memberdayakan sumber daya yang tersedia.

b. Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam pengembangan kurikulum melalui pengambilan keputusan bersama. c. Meningkatkan kompetisi yang sehat antar satuan pendidikan tentang

kualitas pendidikan yang akan dicapai. C. Keterampilan Berkomunikasi

1. Pengertian komunikasi

Komunikasi adalah unsur utama dalam segala kegiatan manusia. Sepanjang rentan waktu, manusia tidak pernah lepas dari aktivitas komunikasi. Kemampuan komunikasi seseorang tidak timbul begitu saja, namun membutuhkan proses yang harus diupayakan. Setiap manusia memiliki keunikan tersendiri dalam berkomunikasi dan bagaimana mewujudkan segala potensi yang ada dalam dirinya tergantung dengan sikap dan kepribadiannya. Menurut Makmun (2015:5), secara sederhana


(48)

komunikasi dapat terjadi apabila ada kesamaan antara penyampaian pesan dan orang yang menerima pesan. Sedangkan menurut Johnson (Supratiknya, 1995: 30), secara luas komunikasi adalah setiap bentuk tingkah laku seseorang baik verbal maupun non verbal yang ditanggapi oleh orang lain. Komunikasi mencakup pengertian yang lebih luas dari sekadar wawancara. Setiap bentuk tingkah laku mengungkapkan pesan tertentu, sehingga merupakan sebentuk komunikasi. Secara sempit komunikasi diartikan sebagai pesan yang dikirimkan seseorang kepada satu atau lebih penerima dengan maksud sadar untuk memengaruhi tingkahlakusipenerima. Menurut Handoko (Makmun, 2015:6) mengartikan komunikasi sebagai proses perpindahan pengertian dalam bentuk gagasan, informasi dari seseorang ke orang lain.

Dari beberapa pengertian komunikasi di atas, maka dapat disimpulkan pengertian komunikasi adalah penyampaian informasi melalui bentuk tingkah laku berupa pesan, ide, gagasan, dari suatu pihak ke pihak lain dapat menggunakan media atau lambang-lambang tertentu. 2. Komponen-Komponen Komunikasi

Dalam berinteraksi dengan lingkungan terutama dalam melakukan komunikasi terdapat hal-hal yang harus ada agar komunikasi dapat berlangsung dengan baik. Menurut Laswell komponen-komponen komunikasi adalah (Mulyana, dalam Makmun, 2015:16).

a. Pihak pengirim atau komunikator adalah pihak yang mengirimkan pesan kepada pihak lain.


(49)

b. Pesan adalah isi atau maksud yang akan disampaikan oleh satu pihak kepada pihak lain.

c. Saluran adalah media dimana pesan disampaikan kepada komunikan. Dalam komunikasi antar-pribadi saluran dapat berupa udara yang mengalirkan getaran nada/suara.

d. Penerima adalah pihak yang menerima pesan dari pihak lain.

e. Umpan balik adalah tanggapan dari penerima pesan atas isi pesan yang disampaikan.

f. Aturan yang disepakati para pelaku komunikasi tentang bagaimana komunikasi itu akan dijadikan.

3. Keterampilan Dasar Berkomunikasi

Agar ide, informasi, pengetahuan, dan konsep dapat tersampaikan dengan baik, dan dapat dimengerti oleh lawan bicara, serta komunikasi dapat terjadi dengan akrab, hangat, dan produktif dengan orang lain, maka orang perlu memiliki keterampilan berkomunikasi.

Menurut Johnson (Supratiknya, 1995:10) beberapa keterampilan dalam berkomunikasi, yaitu:

a. Harus mampu memahami satu sama lain

Kemampuan ini mencakup sikap percaya, pembukaan diri, dan penerimaan diri.

b. Harus mampu mengkomunikasikan pikiran dan perasaan kita secara tepat dan jelas


(50)

Kemampuan ini harus disertai juga dengan kemampuan menunjukkan sikap hangat dan rasa senang, serta kemampuan mendengarkan.

c. Harus mampu saling menerima, saling memberikan dukungan atau saling tolong menolong

d. Kita harus bisa menanggapi keluhan orang lain dengan cara-cara yang bersifat menolong, yaitu menunjukkan sikap memahami dan bersedia menolong.

e. Harus mampu memecahkan konflik dan bentuk-bentuk masalah antar pribadi lain yang mungkin muncul dalam komunikasi dengan orang lain, melalui cara-cara yang konstruktif.

4. Komunikasi Efektif

Menurut Suwardi (2010: 50) mengatakan bahwa komunikasi terjadi apabila kita memiliki makna yang sama dengan pihak kedua. Komunikasi dapat dikatakan efektif apabila tercipta saling pengertian satu sama lain. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar pesan yang disampaikan dapat dimengerti oleh penerima pesan, yaitu antara lain:

a. Sumber pesan jelas, bukan gunjingan, desas-desus atau rumor. b. Isi pesan jelas, tidak ambigu, dan tidak mengandung makna ganda,

agar tidak terjadi kesalahpahaman.


(51)

d. Pesan verbal selaras dengan pesan non verbal, contohnnya kalau mengucapkan kata terimakasih sebaiknya dibarengi dengan raut wajah gembira dan senyum.

e. Tumbuhkan kepercayaan, karena keprcayaan dan kejujuran menentukan efektivitas komunikasi.

5. Jenis Komunikasi

Menurut Suwardi (2010: 46), komunikasi dapat digolongkan dalam dua jenis, yaitu:

a. Komunikasi Verbal

Komunikasi yang menggunakan bahasa untuk mengungkapkan gagasan. Bahasa sebagai socially shared hanya dapat dipahami bila ada kesepakatan di antara anggota-anggota kelompok sosial untuk menggunakannya.

b. Komunikasi Non Verbal

Komunikasi yang tidak menggunakan bahasa atau non bahasa. Menurut Suwardi (2010: 46), komunikasi ini menggunakan gerak tubuh atau bahasa tubuh, misalnya: senyuman, sorotan mata, kerutan kening, dan sebagainnya.

6. Cara Mempelajari Keterampilan Berkomunikasi

Keterampilan berkomunikasi adalah keterampilan yang harus dipelajari dan dilatih. Menurut Johnson (Supraktiknya, 1995:12) ada beberapa cara untuk mempelajari keterampilan berkomunikasi:


(52)

a. Harus menyadari mengapa keterampilan berkomunikasi penting untuk dikuasai dan penting manfaatnya.

b. Harus memahami keterampilan berkomunikasi dan bentuk-bentuk perilaku komponennya yang perlu dikuasai.

c. Harus rajin mencari dan menemukan situasi-situasi di mana kita dapat mempraktikkan keterampilan tersebut.

d. Tidak boleh segan atau malu menerima bantuan orang lain untuk memantau usaha kita serta memberikan penilaian-penilaian tentang kemajuan dan kekurangan-kekurangan.

e. Harus terus belajar dan berlatih

f. Keseluruhan latihan harus dibagi dalam bagian-bagian tertentu, agar setiap kali dapat merasakan keberhasilan usaha kita.

g. Saling menolong bila dapat menemukan teman yang dapat diajak berlatih.

h. Keterampilan berkomunikasi dengan seluruh komponen atau bagiannya harus terus-menerus dilatih dampai akhirnya menjadi bagian diri.

D. Integritas Pribadi 1. Pengertian

Menurut Yaumi (2014:66) menjelaskan bahwa integritas adalah integritasi antara etika dan moralitas, semakin terintegrasi, semakin tinggi level integritas yang ada. Dengan demikian, integritas dapat menghasilkan sifat keteladanan seperti kejujuran, etika, dan moral. Salah


(53)

satu sifat keteladanan yaitu kejujuran yang merupakan salah satu program yang dilakukan oleh sekolah untuk menumbuhkan kejujuran bagi para peserta didik. Dalam penelitian ini, peneliti lebih fokus pada salah satu sifat keteladanan yaitu kejujuran.

Menurut Filosofi Yunani Aristoteles (Lickona, 2013: 74) mendefinisikan karakter yang baik sebagai hidup dengan tingkah laku yang benar, tingkah laku yang benar dalam hal berhubungan dengan orang lain dan berhubungan dengan diri sendiri. Terdapat komponen-komponen karakter yang baik yaitu: yang pertama pengetahuan moral yang terdiri dari kesadaran moral, mengetahui nilai-nilai moral, pengambilan perspektif, penalaran moral, pengambilan keputusan, dan pengetahuan diri; yang kedua perasaan moral yang terdiri dari dari hati nurani, penghargaan diri, empati, menyukai kebaikan, kontrol diri, dan kerendahan hati; yang ketiga aksi moral yang terdiri dari kompetensi, kemauan, dan kebiasaan.

Menurut Mustari (2014:11), jujur adalah perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan, baik terhadap diri sendiri maupun terhadap pihak lain. Dalam suatu percakapan pernyataan dapat betul-betul benar dan akan menjadi tidak jujur jika niatan dari pernyataan itu adalah untuk membohongi pendengarnnya.


(54)

Jujur bermakna keselarasan antara berita dengan kenyataan yang ada (Mustari, 2014:13). Jika berita sesuai dengan keadaan yang ada, maka dikatakan benar/jujur, tetapi jika tidak maka dikatakan dusta.

Menurut Syamsul (2013:205), jujur adalah lawan kata dari dusta dan memiliki arti kecocokan sesuatu sebagaimana dengan fakta. Jujur dapat dimaknai sebagai kebenaran, artinya jika tidak ada kebenaran dalam sebuah berita yang disampikan berarti tidak jujur.

2. Ciri-Ciri Orang Jujur

Orang yang memiliki karakter jujur dicirikan dengan perilaku-perilaku berikut ini (Dharma et al, 2011:17; Mustari, 2014:16):

a. Jika bertekad untuk melakukan sesuatu, tekatnya adalah kebenaran dan kemaslahatan.

b. Jika berkata tidak bohong.

c. Adanya kesamaan antara yang diakatakan dihatinya dengan apa yang dilakukan.

d. Tidak suka menyontek. e. Berani mengakui kesalahan.

f. Tidak memanipulasi fakta/informasi.


(55)

3. Komponen-Komponen Karakter yang Baik

Lickona (2013: 74) beberapa komponen-komponen karakter yang baik, yaitu:

a. Pengetahuan Moral 1) Kesadaran moral

Kesadaran moral adalah kendala untuk bisa mendapatkan informasi. Dalam membuat penilaian moral seringkali kita tidak bisa memutuskan mana yang benar sampai kita mengetahui keadaan sesungguhnya.

2) Mengetahui nilai-nilai moral

Nilai-nilai yang dimaksud yaitu seperti menghormati kehidupan, bertanggung jawab terhadap orang lain, kejujuran, keadilan, toleransi, sopan santun, disiplin diri, integritas, belas kasih, kedermawaan, dan keberanian adalah faktor penentu dalam membentuk pribadi yang baik.

3) Pengambilan Perspektif

Kemampuan untuk mengambil sudut pandang orang lain, membayangkan bagaimana mereka akan berpikir, bereaksi, dan merasa.

4) Penalaran Moral

Memahami makna sebagai orang yang bermoral dan mengapa kita harus bermoral.


(56)

5) Pengambilan Keputusan

Kemampuan ini disebut juga pengambilan keputusan reflektif, yaitu memikirkan langkah yang mungkin akan diambil seseorang yang sedang menghadapi persoalan moral.

b. Perasaan Moral 1) Hati Nurani

Terdapat dua sisi, yaitu sisi kognitif dan sisi emosional. Sisi kognitif menuntun kita dalam menentukan hal yang benar, sedangkan sisi emosional menjadikan kita merasa berkewajiban untuk melakukan hal yang benar.

2) Penghargaan Diri

Jika kita memiliki penghargaan diri yang sehat, kita dapat menghargai diri sendiri. Dengan demikian, kecil kemungkinan kita membiarkan diri kita ataupun orang lain merusak tubuh dan pikiran kita.

3) Empati

Empati yaitu kemampuan mengenali atau merasakan keadaan yang tengah dialami oleh orang lain. Empati merupakan sisi emosional dari pengambilan perspektif.

4) Menyukai Kebaikan

Dengan mencintai kebaikan, maka setiap orang akan senang melakukan kebaikan.


(57)

5) Kontrol Diri

Emosi dapat menghanyutkan akal. Oleh sebab itu, kontrol diri sangatlah penting. Dapat mengontrol diri sendiri berarti mampu mengkondisikan diri sendiri dan dapat menahan emosi dan amarah dalam diri.

6) Kerendahan Hati

Kerendahan hati adalah bagian dari pemahaman diri. Suatu bentuk keterbukaan murni terhadap kebenaran sekaligus kehendak untuk berbuat sesuatu demi memperbaiki kegagalan kita.

c. Aksi Moral 1) Kompetensi

Kompetensi moral adalah kemampuan mengubah pertimbangan dan perasaan moral ke dalam tindakan moral yang efektif. 2) Kemauan

Kemauan dibutuhkan untuk menjaga emosi agar dapat terkendali oleh akal, dan dibutuhkan untuk dapat melihat dan memikirkan suatu keadaan melalui seluruh dimensi moral. 3) Kebiasaan

Kebiasaan merupakan faktor pembentuk perilaku moral. Untuk menjadi orang baik, perlu dibiasakan dan dilatih membangun kebiasaan baik.


(58)

E. Minat

1. Pengertian minat

Minat memainkan peran yang penting dalam kehidupan seseorang, dan mempunyai dampak yang besar atas perilaku dan sikap. Namun seringkali orang menyalah artikan minat dengan “kesenangan”. Menurut Slameto (2010: 180), minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa ketertarikan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh. Minat pada dasarnya adalah penerimaan akan suatu hubungan antara diri sendiri dengan sesuatu di luar diri. Semakin kuat atau dekat hubungan tersebut, semakin besar minat. Suatu minat dapat diekspresikan melalui suatu pernyataan yang menunjukkan bahwa siswa lebih menyukai suatu hal daripada hal lainnya, dapat pula dimanifestasikan melalui partisipasi dalam suatu aktivitas. Siswa yang memiliki minat terhadap subyek tertentu cenderung untuk memberikan perhatian yang lebih besar terhadap subyek tersebut.

Minat menurut Winkel (2004: 212), adalah kecenderungan subjek yang menetap, untuk merasa tertarik pada bidang studi atau pokok bahasan tertentu dan merasa senang mempelajari materi itu. Menurut Reber (Muhibbin, 2003:151), minat secara sederhana diartikan sebagai kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu.

Sedangkan menurut Slameto (Syaiful, 2011: 191) minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa ketertarikan pada suatu hal atau


(59)

aktivitas, tanpa ada yang menyuruh. Minat pada dasarnya adalah penerimaan akan suatu hubungan antar diri sendiri dengan sesuatu di luar diri. Semakin kuat dan dekat hubungan tersebut, semakin besar minat. Menurut Hurlock (Makmun, 2011:88), minat merupakan motivasi yang mendorong orang untuk melakukan apa yang mereka inginkan bila mereka bebas memilih.

Dari beberapa pengertian minat menurut para ahli, dapat disimpulkan bahwa minat adalah suatu rasa suka dan ketertarikan, sesuai dengan yang diinginkan terhadap suatu hal maupun aktivitas. 2. Indikator Minat

Menurut (Harun dalam Jannah, 2010), ada empat indikator yang mempengaruhi minat, yaitu antara lain:

a. Ketertarikan

Siswa yang memiliki ketertarikan uuntuk belajar berarti siswa tersebut berminat terhadap mata pelajaran itu.

b. Perhatian

Perhatian merupakan konsentrasi atau aktivitas jiwa seseorang terhadap pengamatan, pengertian, ataupun yang lainnya dengan mengesampingkan hal lain daripada itu. Siswa akan mempunyai perhatian dalam belajar, jiwa dan pikiran terfokus dengan apa yang dipelajarinnya.


(60)

c. Motivasi

Suatu usaha atau pendorong yang dilakukan secara sadar untuk melakukan tindakan belajar dan mewujudkan perilaku yang terarah demi tercapainnya tujuan yang diharapkan dalam situasi interaksi belajar yang akan mendorong siswa semangat untuk belajar.

d. Pengetahuan

Siswa yang berminat terhadap suatu pelajaran maka ia akan mempunyai pengetahuan yang luas tentang pelajaran serta bagaimana manfaat belajar dalam kehidupan sehari-hari.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Minat a. Faktor dari dalam diri

1) Niat

Merupakan titik sentral yang pokok dari segala bentuk perbuatan seseorang.

2) Rajin dan kesungguhan belajar

Seseorang akan memperoleh sesuatu yang dikehendaki dengan cara maksimal, dalam menuntut ilmu tertentu dibutuhkan kesungguhan belajar yang matang dan ketekunan yang intensif pada diri orang tersebut.


(61)

3) Motivasi

Merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi minat seseorang karena adanya dorongan yang timbul dalam diri seseorang untuk berbuat sesuatu dalam mencapai tujuan.

4) Perhatian

Minat merupakan sebab dari perhatian, karena perhatian merupakan pengaruh tenaga jiwa yang ditujukan kepada suatu objek yang menimbulkan perasaan suka.

b.Faktor dari luar 1) Keluarga

Adanya bimbingan, perhatian, dan dukungan dari orang tua akan memberikan motivasi yang sangat baik bagi perkembangan minat anak.

2) Guru dan fasilitas sekolah

Guru merupakan faktor penting dalam proses belajar mengajar di sekolah, cara guru menyajikan pelajaran di kelas dan penugasan materi yang tidak membuat siswa malas, akan mempengaruhi minat belajar siswa. Begitupula dengan fasilitas di sekolah apabila tidak lengkap dan kurang mendukung, maka akan mempengaruhi minat siswa.

3) Teman sepergaulan

Dengan masa perkembangan siswa yang senang membuat kelompok dan banyak bergaul dengan kelompok yang diminati,


(62)

maka teman sepergaulan akan mempengaruhi minat belajar siswa tersebut.

4) Media massa

Kemajuan teknologi sangat mempengaruhi minat belajar siswa, contohnya seperti VCD, telepon, handphone, televisi, internet, dan media cetak

F. Kerangka Berpikir

1. Hubungan tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual dengan keterampilan berkomunikasi.

Dalam pembelajaran kontekstual terdapat 7 prinsip pembelajaran, salah satunya adalah masyarakat belajar atau Learning Community. Dalam prinsip ini, siswa dibiasakan untuk melakukan kerjasama dan memanfaatkan sumber belajar dari teman-teman belajarnya. Seperti yang disarankan dalam learning community, bahwa hasil pembelajran diperoleh dari kerjasama dengan orang lain melalui berbagai pengalaman (sharing). Dalam melakukan kerjasama tentunya dibutuhkan keterampilan berkomunikasi. Keterampilan yang dimaksud adalah dalam mengungkapkan pesan tertentu kepada pihak lain. Sehingga orang lain yang menjadi lawan bicara mengetahui maksud dari pesan tersebut. Dalam pembelajaran kontekstual, akan selalu dituntut untuk terus mengembangkan keterampilan berkomunikasi, karena apabila siswa tidak mempunyai keterampilan berkomunikasi dengan baik, maka kerjasama tersebut tidak akan terjalin dengan baik. Oleh sebab itu, pembelajaran


(63)

kontekstual sangatlah penting, dimana akan membuat seseorang memiliki keterampilan berkomunikasi untuk melakukan kerjasama, untuk mengacu pada salah satu prinsip pembelajaran kontekstual yaitu Learning Community.

2. Hubungan tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual dengan integritas pribadi (kejujuran).

Salah satu prinsip dalam pembelajaran kontekstual yaitu menemukan (Inquiry), merupakan kegiatan inti dalam pembelajaran kontekstual, melalui upaya menemukan akan memberikan penegasan bahwa pengetahuan dan keterampilan serta kemampuan-kemampuan lain yang diperlukan bukan merupakan hasil dari mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi merupakan hasil menemukan sendiri. Dengan demikian maka pembelajaran kontekstual akan membentuk integritas pribadi siswa yaitu kejujuran. Siswa diharapkan dengan prinsip ini mampu mengolah hasil pembelajaran sesuai dengan apa yang mereka temukan, tidak mengada-ada atau memalsukan sebuah fakta atau pernyataan. Siswa akan mengkaitkan materi pembelajaran dengan apa yang sesungguhnya mereka amati dan rasakan dalam kehidupan nyata sehari-hari.

3. Hubungan tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual dengan minat belajar siswa.

Dalam pelaksanaan pembelajaran kontekstual, yang termuat dalam ciri-cirinya, pembelajaran kontekstual dilaksanakan dengan


(64)

menyenangkan, tidak membosankan, dan belajar dengan bergairah. Dengan ini, siswa dapat dengan nyaman dan senang untuk mengikuti pembelajaran, dan tidak merasakan bosan dengan pelajaran yang mereka dapatkan. Guru dapat melakukan banyak hal dalam pembelajaran kontekstual agar dalam pembelajaran dapat berjalan dengan menyenangkan dan tidak membosankan. Contoh yang dapat dilakukan oleh guru adalah membawa model baik dari teman dari salah satu siswa, pembicara, ataupun dari guru tersebut. Dari metode pembelajaran yang bermacam-macam serta menarik yang dapat melibatkan peran aktif peserta didik juga dapat dilakukan. Dengan cara seperti itu, maka diharapkan peserta didik akan merasa senang dan memiliki minat yang tinggi untuk terus belajar. Dengan demikian, pembelajaran kontekstual dapat mengembangkan minat belajar peserta didik.

G. Model Penelitian

Hubungan antara variabel-variabel dalam penelitian ini jika digambarkan secara sistematis dalam paradigma penelitian adalah sebagai berikut:

1 2

3

Y1

Y2

Y3 X


(65)

X : Tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontesktual Y : 1. Keterampilan Berkomunikasi

2. Integritas Pribadi (kejujuran) 3. Minat Belajar

1. Hubungan tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dengan keterampilan berkomunikasi 2. Hubungan tingkat keterlaksanaan pembelajaran

kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dengan integritas pribadi.

3. Hubungan tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dengan minat belajar.

H. Hipotesis

Menurut Gulo (2002: 57) hipotesis adalah suatu pernyataan yang pada waktu diungkapkan belum diketahui kebenarannya, tetapi memungkinkan untuk diuji dalam kenyataan empiris. Hipotesis memungkinkan kita menghubungkan teori dengan pengamatan, atau pengamatan dengan teori. Maka dapat dirumuskan hipotesis dari penelitian ini yaitu:


(66)

1. Ho: Tidak ada hubungan positif antara tingkat keterlaksanaan

pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dengan keterampilan berkomunikasi.

Ha: Ada hubungan positif antara tingkat keterlaksanaan pembelajaran

kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dengan keterampilan berkomunikasi.

2. Ho: Tidak ada hubungan positif antara tingkat keterlaksanaan

pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dengan integritas pribadi (kejujuran).

Ha: Ada hubungan positif antara tingkat keterlaksanaan pembelajaran

kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dengan integritas pribadi (kejujuran).

3. Ho: Tidak ada hubungan positif antara tingkat keterlaksanaan

pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dengan minat belajar.

Ha: Ada hubungan positif antara tingkat keterlaksanaan pembelajaran

kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dengan minat belajar.


(67)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah jenis penelitian korelasional. Menurut Cholid dan Abu (2007: 46) penelitian korelasional merupakan penelitian yang bertujuan untuk menyelidiki sejauh mana variasi-variasi pada suatu faktor berkaitan dengan variasi-variasi-variasi-variasi pada satu atau lebih faktor lain berdasarkan pada koefisien korelasi.

Penelitian korelasional menurut Suharsimi (2005: 247) merupakan penelitian yang dimaksud untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara dua variabel.Tujuan penelitian korelasional menurut Suryabrata (2008: 82) adalah untuk mendeteksi sejauh mana variasi-variasi pada satu atau lebih faktor lain berdasarkan koefisien korelasi. Jadi, peneliti akan mendeskripsikan gejala yang sekarang terjadi di tempat penelitian untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara dua variabel.

B. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian :

Lima SMA di wilayah Kota Yogyakarta yang menerapkan Kurikulum 2006


(68)

Tabel 3.1

Nama dan Alamat Sekolah

No Nama Sekolah Alamat

1. SMA N 4 Jl. Magelang, Karangwaru 2. SMA N 6 Jl. C. Simanjuntak 2 Yogyakarta 3. SMA N 9 Jl. Sagan No 1

4. SMA N 10 Jl. Gadean No. 5

5. SMA N 11 Jl. AM Sangaji No 50 Yogyakarta

2. Waktu Penelitian :

Penelitian ini dilakukan mulai dari bulan Januari 2016 sampai dengan bulan Maret 2016.

C. Subjek dan Objek Penelitian 1. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah siswa SMA kelas XII IPS di wilayah Kota Yogyakarta yang menerapkan Kurikulum 2006.

2. Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah persepsi siswa mengenai hubungan tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual dengan keterampilan berkomunkasi, integritas pribadi (kejujuran), dan minat belajar.

D. Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling 1. Populasi

Menurut (Sugiyono, 2011: 80) Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi bukan hanya orang, tetapi juga obyek dan benda-benda alam lain. Populasi juga bukan


(69)

sekedar jumlah yang ada pada obyek atau subyek yang dipelajari, tetapi meliputi seluruh karakteristik atau sifat yang dimiliki oleh subyek atau obyek itu.

Menurut (Margono, 2010: 118), populasi adalah seluruh data yang menjadi perhatian kita dalam suatu ruang lingkup dan waktu yang kita tentukan. Jadi populasi berhubungan dengan data, bukan manusianya. Kalau setiap manusia memberikan suatu data, maka banyaknya atau ukuran populasi akan sama dengan banyaknya manusia.

Populasi sebagai sumber data dalam penelitian ini adalah semua siswa SMA kelas XII IPS di wilayah Kota Yogyakarta yang menerapkan Kurikulum 2006. Datanya adalah sebagai berikut:

Tabel 3.2

Nama Sekolah dan Jumlah Siswa

No. Nama Sekolah Jumlah Siswa

1. SMA N 4 74

2. SMA N 5 72

3. SMA N 6 77

4. SMA N 7 95

5. SMA N 9 44

6. SMA N 10 43

7. SMA N 11 96

8. SMA Muhammadiyah 3 95

9. SMA Muhammadiyah 4 81

10. SMA Muhammadiyah 5 59 11. SMA Muhammadiyah 6 11


(70)

No. Nama Sekolah Jumlah Siswa 12. SMA Muhammadiyah 7 136

13. SMA BOPKRI 2 50

14. SMA BOPKRI 3 4

15. SMA Stella Duce 2 75

16. SMA Marsudi Luhur 8

17. SMA PIRI 1 29

18. SMA Taman Madya Jetis 27 19. SMA Taman Madya Ibu

Pawiyatan

9

20. SMA Budya Wacana 29

21. SMA 17 Yogyakarta 14

22. SMA Santa Maria 72

23. SMA Bhinneka Tunggal Ika 9

24. SMA Santo Thomas 21

25. SMA Ma’arif Yogyakarta 22

26. SMA Gadjah Mada 36

27. SMA Perak Yogyakarta 12

28. SMA Gotong Royong 8

29. SMA Budi Luhur 35

30. SMA Sang Timur 16

31. SMA Pangudi Luhur 99

32. SMA Sultan Agung 12

33. SMA Berbudi 8

34. SMA Islam Terpadu Abu Bakar 43 35. SMA Bina Anak Sholeh 0


(71)

2. Sampel

Dalam bukunya (Sugiyono, 2011: 81)sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga, dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu.

Menurut (Asep, 2009: 147), sampel merupakan suatu bagian dari populasi. Hal ini mencakup sejumlah anggota yang dipilih dari populasi. Dengan demikian, sebagian elemen dari populasi merupakan sampel. Dengan mengambil sampel peneliti ingin menarik kesimpulan yang akan digeneralisasi terhadap populasi.Dalam penelitian iniyang digunakan dalam menentukan besaran sampel dari populasi adalah menggunakan rumus yang dikemukakan Krejcie dan Morgan, rumus ini digunakan karena jumlah populasi diketahui.Rumus untuk menghitung sampel adalah sebagai berikut:

�= 2 �−�2��(1−�) 1+�2(1−�)

Dengan keterangan sebagai berikut: S= jumlah anggota sampel

N= jumlah anggota populasi P= proporsi populasi (0,5) d= tingkat ketelitian (0,05)


(72)

Jadi sampel dalam penelitian ini adalah

�= 3,84.1416.0,5(1−0,5)

0,052 14161 + 3,84.0,5(10,5) S= 302 responden

Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 302 responden. Namun demikian besarnya sampel dalam yang digunakan hanya berjumlah 293 responden.Berdasarkan teknik sampling yang dipilih, maka penelitian inidilaksanakan di SMA N 4, SMA N 6, SMA N 9, SMA N 10, dan SMA N 11. Data sampel dalam penelitian ini adalah berikut:

Tabel 3.3

Nama Sekolah dan Jumlah Responden

No. Nama Sekolah Jumlah Responden

1. SMA N 4 73

2. SMA N 6 59

3. SMA N 9 38

4. SMA N 10 40

5. SMA N 11 83

Jumlah Responden 293

Oleh karena terkendala pada saat proses pengisian kuesioner maka jumlah sampel dalam penelitian ini tidak memenuhi proporsi sampel yang seharusnya yaitu sebanyak 302 peserta didik maka sampel dalam penelitin hanya menggunakan sejumlah 293 peserta didik. Dalam penelitian ini terdapat 9 kuesioner tidak terisi baik karena pada saat proses pengisian kuesioner responden melarikan diri karena tidak ada guru yang mengawasi


(73)

dan tidak masuk karena sakit atau ijin, sehingga perhitungan ulang untuk derajat ketelitian sebagai berikut:

�= � 1 +� 2 Keterangan: n = jumlah sampel N = jumlah populasi

e = batas toleransi kesalahan dengan Margin of Error.

� = 1416 1 + 1416 2 293 (1+1416e2) = 1416

293+414.888 e2 = 1416 414.888 e2 = 1416-293 414.888 e2 =1123 e2 = 1123/414.888 e2 = 0,0027067545 e = 0,0520264 e = 5,2%

Dikarenakan dalam penelitian ini jumlah sampel yang didapatkan lebih kecil dari jumlah sampel minimal hasil perhitungan, maka margin of error berubah dari 5% menjadi 5,2% dengan perhitungan menggunakan rumus Slovin.


(1)

164

D.

Variabel Minat Belajar

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha

Cronbach's Alpha Based on

Standardized Items

N of Items .855 .856 20


(2)

LAMPIRAN 9


(3)

164

1.

Hasil Uji Normalitas Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran

Kontekstual dengan Keterampilan Berkomunikasi

Model Summary and Parameter Estimates

Dependent Variable: chisquare

Equation Model Summary Parameter Estimates R Square F df1 df2 Sig. Constant b1 Linear .512 304.891 1 291 .000 .038 .014 The independent variable is Mahalanobis Distance.

2.

Hasil Uji Normalitas Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran

Kontekstual dengan Integritas Pribadi

Model Summary and Parameter Estimates

Dependent Variable: chisquare

Equation Model Summary Parameter Estimates R Square F df1 df2 Sig. Constant b1 Linear .512 304.891 1 291 .000 .038 .014 The independent variable is Mahalanobis Distance.

3.

Hasil Uji Normalitas Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran

Kontekstual dengan Minat Belajar

Model Summary and Parameter Estimates

Dependent Variable: chisquare

Equation Model Summary Parameter Estimates R Square F df1 df2 Sig. Constant b1 Linear .512 304.891 1 291 .000 .038 .014 The independent variable is Mahalanobis Distance.


(4)

LAMPIRAN 10

UJI KORELASI

SPEARMAN


(5)

165

1.

Hasil Uji Korelasi Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual

dengan Keterampilan Berkomunikasi

2.

Hasil Uji Korelasi Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual

dengan Integritas Pribadi

Correlations

Kontekstual Integritas Spearman's

rho

Kontekstual

Correlation Coefficient 1.000 .182** Sig. (1-tailed) . .001 N 293 293 Integritas

Correlation Coefficient .182** 1.000 Sig. (1-tailed) .001 . N 293 293 **. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).

Correlations

Kontekstual Komunikasi Spearman's

rho

Kontekstual

Correlation Coefficient 1.000 .283** Sig. (1-tailed) . .000 N 293 293 Komunikasi

Correlation Coefficient .283** 1.000 Sig. (1-tailed) .000 . N 293 293 **. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).


(6)

3.

Hasil Uji Korelasi Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual

dengan Minat Belajar

Correlations

Kontekstual Minat Spearman's

rho

Kontekstual

Correlation Coefficient 1.000 .608** Sig. (1-tailed) . .000 N 293 293 Minat

Correlation Coefficient .608** 1.000 Sig. (1-tailed) .000 . N 293 293 **. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).


Dokumen yang terkait

Hubungan tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dengan keterampilan berkomunikasi, integritas pribadi, dan minat belajar siswa.

0 0 2

Hubungan tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2013 dengan keterampilan berkomunikasi, integritas pribadi, dan minat belajar siswa: survei pada siswa kelas XII IIS di SMA N 1 Wates, SMA N 2 Wates, dan

0 2 219

Hubungan tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dengan keterampilan berkomunikasi, integritas pribadi, dan minat belajar siswa.

0 2 229

Hubungan tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada Materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dengan keterampilan berkomunikasi, integritas pribadi, dan minat belajar peserta didik : survei pada lima SMA di Kabupaten Gunungkidul.

0 0 211

Hubungan tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2013 dengan keterampilan berkomunikasi, integritas pribadi, dan minat belajar siswa: survei pada siswa Kelas XII IIS SMA Negeri di Kabupaten Bantul.

0 0 232

Hubungan tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2013 dengan keterampilan berkomunikasi, integritas pribadi, dan minat belajar siswa.

5 14 226

Hubungan tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dengan Keterampilan berkomunikasi, integritas pribadi, dan minat belajar siswa.

0 0 205

Hubungan tingkat keterlaksanaan pembelajaran aktif pada materi Akuntansi dengan kecerdasan emosional dan keterampilan berpikir kreatif siswa

0 1 163

Hubungan tingkat keterlaksanaan pembelajaran aktif pada materi Akuntansi dengan keterampilan berpikir kreatif dan efikasi diri

0 4 189

SURVEY KETERLAKSANAAN KURIKULUM 2013 PADA PEMBELAJARAN KIMIA DI SMA WILAYAH KOTA YOGYAKARTA.

0 0 1