Hubungan tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada Materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dengan keterampilan berkomunikasi, integritas pribadi, dan minat belajar peserta didik : survei pada lima SMA di Kabupaten Gunungkidul.

(1)

viii ABSTRAK

HUBUNGAN TINGKAT KETERLAKSANAAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL PADA MATERI AKUNTANSI BERDASARKAN KURIKULUM 2006 DENGAN KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI,

INTEGRITAS PRIBADI, DAN MINAT BELAJAR PESERTA DIDIK Survei pada Lima SMA di Kabupaten Gunungkidul

Albeta Gusti Ayu Krismaharani Universitas Sanata Dharma

2016

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) hubungan positif tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dengan keterampilan berkomunikasi; 2) hubungan positif tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dengan integritas pribadi; 3) hubungan positif tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dengan minat belajar peserta didik.

Penelitian ini merupakan penelitian korelasi yang dilaksanakan pada lima SMA kelas XII IPS pada tahun ajaran 2015/2016 di Kabupaten Gunungkidul. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2016 sampai dengan bulan Februari 2016. Populasi penelitian sebanyak 943 peserta didik. Jumlah sampel penelitian sebanyak 275 peserta didik. Teknik penarikan sampel adalah cluster sampling. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan kuesioner. Teknik analisis data menggunakan korelasi Spearman.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) ada hubungan positif tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dengan keterampilan berkomunikasi (Spearman’s rho = 0,614; niai Sig.(1-tailed) = 0,000 < α = 0,01); 2) ada hubungan positif tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dengan integritas pribadi (Spearman’s rho = 0,169; niai Sig.(1-tailed) = 0,009 < α = 0,01); 3) ada hubungan positif tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dengan minat belajar peserta didik (Spearman’s rho = 0,503; niai Sig.(1-tailed) =


(2)

ix ABSTRACT

CORRELATION BETWEEN CONTEXTUAL LEARNING FULFILLMENT LEVEL IN ACCOUNTING BASED ON 2006 CURRICULUM AND COMMUNICATION SKILLS, PERSONAL

INTEGRITY, AND STUDENT LEARNING INTEREST A Survey at Five Senior High Schools in Gunungkidul Regency

Albeta Gusti Ayu Krismaharani Sanata Dharma University

2016

This study aims to find out: 1) correlation between fulfillment level of contextual learning in accounting based on 2006 curriculum and communication skills; 2) correlation between fulfillment level of contextual learning in accounting based on 2006 curriculum and personal integrity; 3) correlation between fulfillment level of contextual learning in accounting based on 2006 curriculum and student learning interest.

This study is a correlational research. It was carried out at five Senior High Schools at Gunungkidul. The research was conducted from December 2015 to February 2016. The population were 943 students of the twelfth grade. The samples were 275 students. The sampling technique was a cluster sampling. Data were analyzed by applying Spearman correlation

The result shows that: 1) there is a positive correlation between fulfillment level of contextual learning in accounting based on 2006 curriculum

and communication skills (Sperman’s rho = (+) 0,614; score sig (1-tailed) = 0,000 < α = 0,01); 2) there is a positive correlation between fulfillment level of contextual learning in accounting based on 2006 curriculum and personal

integrity (Sperman’s rho = (+) 0,169; score sig (1-tailed) = 0,009 < α = 0,01); 3) there is a positive correlation between fulfillment level of contextual learning in

accounting based on 2006 curriculum and student learning interest (Sperman’s


(3)

HUBUNGAN TINGKAT KETERLAKSANAAN

PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL PADA MATERI

AKUNTANSI BERDASARKAN KURIKULUM 2006 DENGAN

KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI, INTEGRITAS

PRIBADI DAN MINAT BELAJAR PESERTA DIDIK

Survei pada Lima SMA di Kabupaten Gunungkidul

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Ekonomi Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi

Oleh:

Albeta Gusti Ayu Krismaharani NIM : 121334063

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI

BIDANG KEAHLIAN KHUSUS PENDIDIKAN AKUNTANSI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2016


(4)

i

HUBUNGAN TINGKAT KETERLAKSANAAN

PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL PADA MATERI

AKUNTANSI BERDASARKAN KURIKULUM 2006 DENGAN

KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI, INTEGRITAS

PRIBADI DAN MINAT BELAJAR PESERTA DIDIK

Survei pada Lima SMA di Kabupaten Gunungkidul

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Ekonomi Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi

Oleh:

Albeta Gusti Ayu Krismaharani NIM : 121334063

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI

BIDANG KEAHLIAN KHUSUS PENDIDIKAN AKUNTANSI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2016


(5)

(6)

(7)

iv

PERSEMBAHAN

Karya ini kupersembahkan untuk: Tuhan Yesus Kristus

Terimakasih Tuhan yang telah memberikah kemudahan dan kelancaran setiap langkahku dalam mengerjakan karya ini

Papa, Mama, Ibuk, dan Bulik

Bapak Agus Suryo Aji yang mendidik, mendoakan, dan memberikan semangat dalam hidupku

Ibu Sejati yang mendidik, mendoakan, memberikan nasihat, dan semangat Ibu Hastuti yang memberikan dukungan, dan mendoakanku

Ibu Yuliani yang memberikan semangat, dan mendoakanku Adek dan Aunty

Intan Karnelia Ezana Gusti yang selalu memberikan dukungan, semangat, dan menghiburku

Veronica Ima Retno yang selalu memberikan dukungan, perhatian, dan mendoakanku

Sahabat-sahabatku mahasiswa Pendidikan Akuntansi

Terimakasih atas segala semangat, dukungan, perhatian, bantuan dan doa yang kalian berikan kepadaku

Sahabat-sahabatku Alto-ers PSM Cantus Firmus 2012

Terimakasih atas segala “warna nada” selama masa kuliah ini, semangat, dukungan, perhatian, dan doa yang kalian berikan kepadaku

Kupersembahkan karya ini untuk almamaterku, Universitas Sanata Dharna


(8)

v

MOTTO

“7

Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu. 8Karena setiap orang yang meminta, menerima dan setiap orang yang mencari, mendapat dan setiap orang

yang mengetok, baginya pintu dibukakan.” (Matius 7: 7-8)


(9)

(10)

(11)

viii ABSTRAK

HUBUNGAN TINGKAT KETERLAKSANAAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL PADA MATERI AKUNTANSI BERDASARKAN KURIKULUM 2006 DENGAN KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI,

INTEGRITAS PRIBADI, DAN MINAT BELAJAR PESERTA DIDIK Survei pada Lima SMA di Kabupaten Gunungkidul

Albeta Gusti Ayu Krismaharani Universitas Sanata Dharma

2016

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) hubungan positif tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dengan keterampilan berkomunikasi; 2) hubungan positif tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dengan integritas pribadi; 3) hubungan positif tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dengan minat belajar peserta didik.

Penelitian ini merupakan penelitian korelasi yang dilaksanakan pada lima SMA kelas XII IPS pada tahun ajaran 2015/2016 di Kabupaten Gunungkidul. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2016 sampai dengan bulan Februari 2016. Populasi penelitian sebanyak 943 peserta didik. Jumlah sampel penelitian sebanyak 275 peserta didik. Teknik penarikan sampel adalah cluster sampling. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan kuesioner. Teknik analisis data menggunakan korelasi Spearman.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) ada hubungan positif tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dengan keterampilan berkomunikasi (Spearman’s rho = 0,614; niai Sig.(1-tailed) = 0,000 < α = 0,01); 2) ada hubungan positif tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dengan integritas pribadi (Spearman’s rho = 0,169; niai Sig.(1-tailed) = 0,009 < α = 0,01); 3) ada hubungan positif tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dengan minat belajar peserta didik (Spearman’s rho = 0,503; niai Sig.(1-tailed) =


(12)

ix ABSTRACT

CORRELATION BETWEEN CONTEXTUAL LEARNING FULFILLMENT LEVEL IN ACCOUNTING BASED ON 2006 CURRICULUM AND COMMUNICATION SKILLS, PERSONAL

INTEGRITY, AND STUDENT LEARNING INTEREST A Survey at Five Senior High Schools in Gunungkidul Regency

Albeta Gusti Ayu Krismaharani Sanata Dharma University

2016

This study aims to find out: 1) correlation between fulfillment level of contextual learning in accounting based on 2006 curriculum and communication skills; 2) correlation between fulfillment level of contextual learning in accounting based on 2006 curriculum and personal integrity; 3) correlation between fulfillment level of contextual learning in accounting based on 2006 curriculum and student learning interest.

This study is a correlational research. It was carried out at five Senior High Schools at Gunungkidul. The research was conducted from December 2015 to February 2016. The population were 943 students of the twelfth grade. The samples were 275 students. The sampling technique was a cluster sampling. Data were analyzed by applying Spearman correlation

The result shows that: 1) there is a positive correlation between fulfillment level of contextual learning in accounting based on 2006 curriculum

and communication skills (Sperman’s rho = (+) 0,614; score sig (1-tailed) = 0,000 < α = 0,01); 2) there is a positive correlation between fulfillment level of contextual learning in accounting based on 2006 curriculum and personal

integrity (Sperman’s rho = (+) 0,169; score sig (1-tailed) = 0,009 < α = 0,01); 3) there is a positive correlation between fulfillment level of contextual learning in

accounting based on 2006 curriculum and student learning interest (Sperman’s


(13)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat karunia dan berkat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Hubungan Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual pada Materi Akuntansi Berdasarkan Kurikulum 2006 dengan Keterampilan Berkomunikasi, Integritas Pribadi, dan Minat Belajar Peserta Didik” dengan lancar. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Ekonomi Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi.

Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak bimbingan, bantuan, dan dukungan dari berbagai pihak baik secara langsung ataupun tidak langsung sehingga skripsi dapat terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Rohandi, Ph. D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma;

2. Bapak Ignatius Bondan Suratno, S.Pd., M.Si. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Universitas Sanata Dharma;

3. Bapak Ignatius Bondan Suratno, S.Pd., M.Si. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Ekonomi Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi, Universitas Sanata Dharma;

4. Ibu Natalina Premastuti Brataningrum, S.Pd., M.Pd. selaku Dosen Pembimbing, ibu terima kasih untuk doa, bimbingan, serta bantuannya


(14)

xi

selama ini. Terima kasih pula untuk motivasi, nasihat, kesabaran, dan perhatian yang telah ibu berikan kepada saya;

5. Dosen penguji, terima kasih atas saran dan kritik yang telah diberikan sehingga penulisan skripsi ini menjadi lebih baik;

6. Para dosen Program Studi Pendidikan Akuntansi yang telah memberikan berbagai pengetahuan dalam proses perkuliahan;

7. Para karyawan Program Studi Pendidikan Akuntansi khususnya Ibu Aris yang telah memberikan bimbingan dan pelayanan selama mengikuti perkuliahan di Universitas Sanata Dharma;

8. Orang tuaku Bapak Agus Suryo Aji dan Ibu Sejati serta Ibu Hastutik dan Ibu Yuli yang selalu mendukung, mendoakan, dan sangat memperhatikan selama proses penyusunan skripsi;

9. Adikku Intan Karnelia Ezana Gusti dan sepupuku Veronica Retno yang selalu mendukung dan memberikan semangat;

10. Teman-teman satu bimbingan, Dila dan keluarga di Gunungkidul, Nopi, Sopik, Sisil, Helena, Boru, Adys, Gisel, dan Ella yang telah membantu, memberi semangat, berbagi suka dan duka selama proses penyelesaian skripsi;

11. Sahabat-sabahat dari PSM Cantus Firmus, dan Gita Bahana Nusantara 2011 yang selalu menghibur dan memberi semangat;

12. Teman-temanku dari Paduan Suara Vocalista Angels yang setiap minggunya selalu memberi “warna” sehingga penulis merasa semangat dalam mengerjakan skripsi.


(15)

xii

13. Teman-teman seperjuangan Pendidikan Akuntansi 2012 yang telah membantu dan memberi dukungan selama proses skripsi;

14. Segenap pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terimakasih untuk bantuan dan dukungannya selama ini.

Dengan kerendahan hati, penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak keterbatasan dan kekurangan yang ada maka dari itu penulis mengaharapkan adanya kritik atau saran dari berbagai pihak. Akhirnya penulis mengucapkan selamat membaca semoga bermanfaat bagi kita semua.


(16)

xiii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ii

HALAMAN PENGESAHAN iii

HALAMAN PERSEMBAHAN iv

HALAMAN MOTTO v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA

ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS vii

ABSTRAK viii

ABSTACT ix

KATA PENGANTAR x

DAFTAR ISI xiii

DAFTAR TABEL xvi

DAFTAR LAMPIRAN xix

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang Masalah 1

B. Batasan Masalah 9

C. Rumusan Masalah 9

D. Tujuan Penelitian 10


(17)

xiv

BAB II KAJIAN TEORI 12

A. Kurikulum 2006 (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) 12 B. Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual 16

C. Keterampilan Berkomunikasi 27

D. Integritas Pribadi 35

E. Minat Belajar 40

F. Kerangka Berpikir 43

G. Model Penelitian 46

H. Hipotesis Penelitian 47

BAB III METODE PENELITIAN 48

A. Jenis Penelitian 48

B. Waktu dan Tempat Penelitian 48

C. Subjek dan Objek Penelitian 49

D. Populasi dan Sampel Penelitian 50 E. Operasionalisasi Variabel dan Pengukuran 53

F. Teknik Pengumpulan Data 60

G. Pengujian Instrumen Penelitian 60

H. Teknik Analisis Data 71

BAB IV GAMBARAN UMUM 80

A. Identitas SMA Negeri 1 Patuk 80

B. Identitas SMA Negeri 1 Playen 82

C. Identitas SMA Dominikus 82

D. Identitas SMA Negeri 1 Semanu 84


(18)

xv

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN 88

A. Deskripsi Data 88

1. Deskripsi Responden Penelitian 88 2. Deskripsi Variabel Penelitian 91

B. Uji Prasyarat Analisis Data 96

C. Pengujian Hipotesis 99

D. Pembahasan Hasil Penelitian 104 1. Hubungan Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual

pada Materi Akuntansi Berdasarkan Kurikulum 2006

dengan Keterampilan Berkomunikasi 104 2. Hubungan Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual

pada Materi Akuntansi Berdasarkan Kurikulum 2006 dengan

Integritas Pribadi 107

3. Hubungan Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual pada Materi Akuntansi Berdasarkan Kurikulum 2006 dengan

Minat Belajar 110

BAB VI KESIMPULAN, KETERBATASAN, DAN SARAN 113

A. Kesimpulan 113

B. Keterbatasan 114

C. Saran 115

DAFTAR PUSTAKA 119


(19)

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Perbedaan Pembelajaran CTL dengan Pembelajaran Tradhisional 21 Tabel 3.1 Nama dan Alamat Lokasi Penelitian 49 Tabel 3.2 Nama Sekolah dan Jumlah Populasi 50

Tabel 3.3 Sampel Penelitian 52

Tabel 3.4 Operasionalisasi Variabel Pembelajaran Kontekstual 54 Tabel 3.5 Operasionalisasi Variabel Keterampilan Berkomunikasi 57 Tabel 3.6 Operasionalisasi Variabel Integritas Pribadi 58 Tabel 3.7 Operasionalisasi Variabel Minat Belajar 59

Tabel 3.8 Sebagian dari r tabel 62

Tabel 3.9 Hasil Pengujian Validitas Variabel Tingkat Keterlaksanaan

Pembelajaran Kontekstual 62

Tabel 3.10 Hasil Pengujian Validitas Variabel Keterampilan Berkomunikasi 63 Tabel 3.11 Hasil Pengujian Ulang Validitas Variabel Keterampilan

Berkomunikasi 65

Tabel 3.12 Hasil Pengujian Validitas Variabel Integritas Pribadi 66 Tabel 3.13 Hasil Pengujian Ulang Validitas Variabel Integritas Pribadi 67


(20)

xvii

Tabel 3.14 Hasil Pengujian Validitas Variabel Minat Belajar 68 Tabel 3.15 Hasil Pengujian Reliabilitas Instrumen Penelitian 70 Tabel 3.16 Tabel Persentil PAP Tipe II 72 Tabel 3.17 Rentang Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual 73 Tabel 3.18 Rentang Keterampilan Berkomunikasi 74 Tabel 3.19 Rentang Integritas Pribadi 74

Tabel 3.20 Rentang Minat Belajar 75

Tabel 3.21 Tingkat Korelasi dan Kekuatan Hubungan 78

Tabel 5.1 Responden Penelitian 89

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Jumlah Peserta Didik Asal Sekolah 89 Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Jumlah Peserta Didik Berdasarkan Status

Sekolah 90

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Jumlah Peserta Didik Berdasarkan Jenis

Kelamin 90

Tabel 5.5 Deskripsi Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual 91 Tabel 5.6 Deskripsi Keterampilan Berkomunikasi 93 Tabel 5.7 Deskripsi Integritas Pribadi 94


(21)

xviii

Tabel 5.9 Hasil Uji Normalitas Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual Pada Materi Akuntansi Berdasarkan Kurikulum 2006 Dengan Keterampilan Berkomunikasi 96 Tabel 5.10 Hasil Uji Normalitas Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran

Kontekstual Pada Materi Akuntansi Berdasarkan Kurikulum 2006

Dengan Integritas Pribadi 97

Tabel 5.11 Hasil Uji Normalitas Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual Pada Materi Akuntansi Berdasarkan Kurikulum 2006

Dengan Minat Belajar 98

Tabel 5.12 Hasil Uji Korelasi Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran

Kontekstual Pada Materi Akuntansi Berdasarkan Kurikulum 2006 Dengan Keterampilan Berkomunikasi 100 Tabel 5.13 Hasil Uji Korelasi Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran

Kontekstual Pada Materi Akuntansi Berdasarkan Kurikulum 2006

Dengan Integritas Pribadi 101

Tabel 5.14 Hasil Uji Korelasi Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran

Kontekstual Pada Materi Akuntansi Berdasarkan Kurikulum 2006


(22)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuesioner Instrumen Penelitian 122 Lampiran 2 Data Jumlah Peserta Didik Per Sekolah Kabupaten

Gunungkidul 137

Lampiran 3 Data Induk Penelitian 140

Lampiran 4 Tabel r 158

Lampiran 5 Uji Validitas 166

Lampiran 6 Uji Reliabilitas 173

Lampiran 7 Uji Normalitas 176

Lampiran 8 Uji Korelasi Spearman 178

Lampiran 9 Surat Ijin Penelitian 181


(23)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kebijakan Pendidikan di Indonesia saat ini masih belum sinkron. Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) sendiri menilai bahwa standar pendidikan di Indonesia masih menemukan ganjalan saat akan diterapkan standar baku pendidikan. Standar pendidikan nasional yang awalnya dirancang dengan baik di bidang pendidikan, seringkali menemukan hambatan saat akan diterapkan menjadi peraturan. Banyak para ahli menilai standar pendidikan tersebut kurang memperhatikan kesenjangan kualitas peserta didik di sekolah negeri dan swasta serta hanya bertumpu mengejar ketertinggalan kualitas peserta didik di Indonesia dengan negara tetangga. Tujuan standar pendidikan yang tinggi itu adalah murni untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Namun, ketika di lapangan standar tersebut dirasa membebani peserta didik dan menyebabkan mutu pendidikan di Indonesia tidak kunjung membaik. Terlihat nyata ketika dilaksanakannya ujian nasional, lebih dari 60 persen peserta didik di Indonesia tidak berlaku jujur saat ujian nasional (Sumber: http://m.okezone.com/read/2015/09/22/65/1218782/kebijakan-pendidikan-indonesia-tak-sinkron). Di sisi lain juga dapat dilihat dari laporan tentang pembangunan manusia Indonesia yang dipublikasi United Nations Development Programme (UNDP) tahun 2013, dimana Human Delevopment Indonesia berada di urutan ke-108 dari 187 negara.


(24)

Kondisi Indonesia yang memprihatinkan inilah yang mendorong para ahli untuk selalu berusaha mencari cara untuk meningkatkan mutu pendidikan Indonesia. Berbagai upaya dilakukan guna memperbaiki sistem pendidikan nasional, salah satunya dengan perubahan kurikulum sekolah. Dari kurikulum 1968, kurikulum 1975, kurikulum 1984, kurikulum 1994, kurikulum 2004 (Kurikulum Berbasis Kompetensi), kurikulum 2006 (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan), hingga kurikulum 2013. Kurikulum 2013 ini diharapkan mampu memperbaiki Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, namun pada saat di terapkannya kurikulum 2013 Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI menghentikan penerapan kurikulum 2013 untuk sekolah yang baru menerapkan satu semester. Sekolah-sekolah tersebut diminta kembali menggunakan kurikulum 2006 atau dikenal dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Mendikbud menyatakan bahwa sebagian besar sekolah belum siap melaksanakan kurikulum 2013. Terdapat data statistik dimana ada 70 persen lebih sekolah di Indonesia yang tidak mengejar standar pendidikan, memang kesulitan menjalankan kurikulum 2013 secara serentak. Penghentian kurikulum ini dilandasi antara lain karena masih ada masalah dalam kesiapan buku, sistem penilaian, penataran guru, dan pelatihan kepala sekolah yang belum merata. Sementara itu bagi sekolah-sekolah yang sudah menerapkan kurikulum 2013 sejak tahun pelajaran 2013/2014, diharapkan tetap menerapkan kurikulum 2013 selama 3 semester dan


(25)

dijadikan sebagai sekolah pengembangan dan percontohan implementasi kurikulum 2013.

Mendikbud telah mempertegas pengembalian kurikulum 2013 pada kurikulum tingkat satuan pendidikan dengan diterbitkannya secara resmi Permendikbud No.160 tahun 2014. Dalam pasal 1 Permendikbud No. 160 Tahun 2014 Tentang Pemberlakuan Kurikulum Tahun 2006 dan Kurikulum 2013 dinyatakan bahwa Satuan pendidikan dasar dan pendidikan menengah yang melaksanakan kurikulum 2013 sejak semester pertama tahun pembelajaran 2014/2015 kembali melaksanakan kurikulum tahun 2006 mulai semester kedua tahun pelajaran 2014/2015 sampai ada ketetapan dari kementrian untuk melaksanakan kurikulum 2013. Di dalam pasal 4 Permendikbud No. 160 Tahun 2014 itu, dinyatakan bahwa sekolah dasar dan menengah dapat menjalankan kurikulum 2006 (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) sampai tahun pelajaran 2019/2020.

Kurikulum 2006 dapat dikatakan sebagai perangkat standar program pendidikan yang mengantarkan peserta didik memiliki kompetensi pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai yang digunakan dalam berbagai bidang kehidupan. Dalam Kurikulum 2006 guru ditempatkan sebagai fasilitator dan mediator yang membantu agar proses belajar peserta didik berjalan dengan baik. Sebagai guru, dalam menyusun langkah pembelajaran juga harus dirancang seperti apa dan bagaimana dalam menyampaikan materi pembelajaran kepada peserta didik secara terarah, aktif, efektif, bermakna, dan menyenangkan. Dalam membuat strategi,


(26)

skenario pembelajaran harus mengacu pada pembelajaran berbasis kompetensi dan pembelajaran bermakna. Dalam pendekatan pembelajaran bermakna terdapat langkah-langkah pembelajaran: (1) kegiatan apersepsi (tanya jawab tentang pengetahuan dan pengalaman peserta didik, serta pemberian motivasi kepada peserta didik); (2) eksplorasi (memperoleh/mencari informasi baru); (3) konsolidasi pembelajaran (negosiasi dalam pencapaian pengetahuan baru); (4) pembentukan sikap dan perilaku (pengetahuan diproses menjadi nilai, sikap, dan perilaku); penilaian normatif (melakukan penilaian terhadap hasil pembelajaran). Dengan adanya langkah-langkah pembelajaran, Kurikulum 2006 ingin memusatkan diri pada pengembangan seluruh kompetensi peserta didik. Dalam hal ini peserta didik dibantu agar kompetensinya muncul dan berkembang secara maksimal.

Kurikulum 2006 dilaksanakan dengan menegakkan kelima pilar belajar, yaitu (1) belajar untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, (2) belajar untuk memahami dan menghayati, (3) belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif, (4) belajar untuk hidup bersama dan berguna bagi orang lain, dan (5) belajar untuk membangun dan menemukan jati diri, melalui proses pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. Dengan belajar untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, peserta didik dapat menumbuhkan integritasnya. Peserta didik yang memiliki iman yang kuat dan bertakwa akan Tuhan Yang Maha Esa, maka ia akan cenderung untuk selalu


(27)

melakukan hal-hal yang benar, jujur, apa adanya, seperti apa yang ia lakukan atau hasilkan. Lalu, pilar yang selanjutnya adalah belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif. Suatu pembelajaran dapat dikatakan efektif jika guru dan peserta didik dapat menjalin komunikasi dengan baik. Peserta didik yang memiliki keterampilan berkomunikasi dengan baik, maka secara otomatis dapat membantu guru dalam menciptakan suatu kegiatan pembelajaran yang efektif di dalam kelas. Pilar yang selanjutnya adalah belajar untuk membangun dan menemukan jati diri. Dalam hal ini, peserta didik belajar untuk membangun minat belajar sesuai dengan caranya sendiri. Jika peserta didik memiliki minat belajar yang tinggi, maka peserta didik akan bersungguh-sungguh dalam mengikuti pembelajaran dan akan mencari tahu sendiri apa saja yang berhubungan dengan yang akan dipelajarinya. Untuk membangun minat belajar dan menemukan jati diri, maka diperlukan proses pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. Seiring dengan diperlukan hal tersebut, dalam pelaksanaan prinsip Kurikulum 2006 juga melalui proses belajar mengajar yang menekankan kompetensi, pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. Dengan begitu dalam pelaksanaan Kurikulum 2006 dapat dilaksanakan dengan menggunakan pembelajaran kontekstual. Model pembelajaran yang dapat digunakan dalam pembelajaran kontekstual contohnya seperti: inquiry based learning, problem based learning, work based learning, service learning. Dengan adanya pembelajaran


(28)

kontekstual, diharapkan peserta didik mampu menjadi pribadi yang unggul secara akademis maupun non-akademik.

Dengan kelima pilar Kurikulum 2006 yang telah dipaparkan diatas, diharapkan dapat membantu guru dan peserta didik dalam melaksanakan pembelajaran kontekstual. Pembelajaran kontekstual memiliki konsep belajar yang beranggapan bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan secara alamiah. Artinya, belajar akan lebih

bermakna jika anak “bekerja” dan “mengalami” sendiri apa yang dipelajarinya, dan bukan sekedar “mengetahuinya”. Dalam pembelajaran

kontekstual tugas guru adalah menfasilitasi peserta didik dalam menemukan sesuatu yang baru (pengetahuan dan keterampilan) melalui pembelajaran secara sendiri bukan apa kata guru. Peserta didik juga benar-benar mengalami dan menemukan sendiri apa yang dipelajari sebagai hasil rekonstruksi sendiri. Dengan menggunakan pembelajaran kontekstual diharapkan peserta didik mampu mengembangkan ketrampilan berkomunikasi, mencapai nilai integritas pribadi, dan minat belajar. Hal ini karena pembelajaran kontekstual memiliki karakakteristik sebagai berikut (Nurhadi, 2013): (1) melakukan hubungan yang bermakna; (2) melakukan kegiatan-kegiatan yang signifikan; (3) belajar yang diatur sendiri; (4) bekerja sama; (5) berpikir kritis dan kreatif; (6) mengasuh atau memelihara pribadi peserta didik; (7) mencapai standar yang tinggi; dan (8) penilaian autentik.


(29)

Pembelajaran kontekstual memiliki beberapa karakteristik diantaranya adalah bekerja sama. Dalam karakteristik ini diharapkan mampu mengembangkan keterampilan berkomunikasi peserta didik. Dalam hal ini guru membantu peserta didik bekerja secara efektif dalam kelompok, membantu peserta didik memahami bagaimana peserta didik mempengaruhi dan saling berkomunikasi. Dalam bekerja sama, peserta didik terbantu dalam menemukan persoalan, merancang rencana, dan mencari pemecahan masalah. Bekerja sama juga akan membantu peserta didik untuk mengetahui bahwa saling membangun keterampilan berkomunikasi dan saling mendengarkan akan dapat menuntun peserta didik pada tingkat keberhasilan.

Karakteristik lain yang dimiliki pembelajaran kontekstual adalah berpikir kritis dan kreatif. Dalam karakteristik ini, peserta didik dapat menggunakan tingkat berpikir yang lebih tinggi secara kritis dan kreatif, dapat menganalisis, membuat sintesis, memecahkan masalah, membuat keputusan, dan menggunakan logika serta bukti-bukti. Dengan berpikir kritis peserta didik dapat belajar untuk menganalisis permasalahan yang ada. Secara tidak langsung peserta didik dapat menumbuhkan integritas pribadi jika diberi kesempatan untuk menggunakan pemikiran secara mandiri pada setiap kegiatan pembelajaran yang terjadi di kelas. Dalam hal ini peserta didik diharapkan akan terbiasa membedakan antara kebenaran dan kebohongan, penampilan dan kenyataan, fakta dan opini, pengetahuan dan keyakinan. Secara alami, mereka akan membangun argumen dengan


(30)

menggunakan bukti yang dapat dipercaya dan logika yang masuk akal. Dan sebagai pemikir yang kreatif, peserta didik akan terbiasa membangun hubungan imajinatif antara hal-hal yang berbeda, melihat kemungkinan-kemungkinan tak terduga, dan berpikir dengan cara baru mengenai berbagai masalah yang sudah lazim.

Pembelajaran kontekstual juga memiliki karakteristik lain diantaranya adalah melakukan hubungan yang bermakna. Dimana peserta didik dapat mengatur diri sendiri sebagai orang yang belajar secara aktif dalam mengembangkan minat belajarnya secara individual, belajar dalam kelompok, maupun orang yang dapat belajar sambil berbuat. Dengan melakukan hubungan yang bermakna, diharapkan minat belajar peserta didik dapat tumbuh sehingga peserta didik akan memiliki kesadaran untuk belajar sendiri. Belajar sendiri memiliki definisi bahwa belajar adalah mengalami perubahan dalam arti perubahan sikap, aktual maupun potensial dan perubahan itu dimungkinkan didapatkan sebuah kecakapan baru dan terjadi karena suatu usaha yang secara sengaja.

Berdasarkan latar belakang tersebut penulis bermaksud menyelidiki tentang tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual dalam materi akuntansi dan dampaknya pada keterampilan berkomunikasi, integritas pribadi, dan minat belajar peserta didik. Judul penelitian ini dirumuskan sebagai berikut “Hubungan Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual Pada Materi Akuntansi Berdasarkan Kurikulum 2006


(31)

Dengan Keterampilan Berkomunikasi, Integritas Pribadi, dan Minat Belajar Peserta didik”.

B. Batasan Masalah

Penelitian ini difokuskan mengenai tingkat keterlaksananaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan Kurikulum 2006 dengan keterampilan berkomunikasi, integritas pribadi, minat belajar peserta didik.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Apakah ada hubungan positif tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan Kurikulum 2006 dengan keterampilan berkomunikasi?

2. Apakah ada hubungan positif tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan Kurikulum 2006 dengan integritas pribadi?

3. Apakah ada hubungan positif tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan Kurikulum 2006 dengan minat belajar peserta didik?


(32)

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah tersebut di atas, maka tujuan penulisan penelitian ini adalah untuk mengetahui:

1. Hubungan positif tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan Kurikulum 2006 dengan keterampilan berkomunikasi.

2. Hubungan positif tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan Kurikulum 2006 dengan integritas pribadi.

3. Hubungan positif tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan Kurikulum 2006 dengan minat belajar peserta didik.

E. Manfaat Penelitian 1. Bagi Guru

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan evaluasi guru selama menerapkan pembelajaran kontekstual khususnya untuk materi akuntansi. Cakupan evaluasi berkenaan dengan sejauh mana efektifitas keterlaksanaan pembelajaran kontekstual dan dampaknya pada keterampilan berkomunikasi, integritas pribadi, dan minat belajar peserta didik.


(33)

2. Bagi Sekolah

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi evaluasi bagi sekolah tentang keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan Kurikulum 2006.

3. Bagi Universitas Sanata Dharma

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pihak-pihak yang membutuhkan dan menambah referensi dan wawasan mengenai tingkat keterlaksananaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan Kurikulum 2006 dengan keterampilan berkomunikasi, integritas pribadi, minat belajar peserta didik.

4. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan pengalaman peneliti khususnya berkaitan dengan tingkat keterlaksananaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan Kurikulum 2006 dengan keterampilan berkomunikasi, integritas pribadi, minat belajar peserta didik.


(34)

12 BAB II

KAJIAN TEORI

A. Kurikulum 2006 (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) 1. Pengertian Kurikulum 2006

Menurut Kunandar (2007:125), Kurikulum 2006 merupakan Kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. Kurikulum 2006 adalah sebuah konsep Kurikulum yang menekankan pada pengembangan kemampuan melakukan (kompetensi) tugas-tugas dengan standar performansi tertentu sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik, berupa penguasaan terhadap seperangkat kompetensi tertentu. Dalam Kurikulum 2006 guru ditempatkan sebagai fasilitator dan mediator yang membantu agar proses belajar peserta didik berjalan dengan baik. Fungsi fasilitator dan mediator begitu berarti, yakni: (1) menyediakan pengalaman belajar yang memungkinkan peserta didik bertanggung jawab dalam membuat rancangan dan proses. (2) menyediakan atau memberikan kegiatan-kegiatan yang merangsang keingintahuan peserta didik dan membantu mereka untuk mengekspresikan gagasan-gagasannya, menyediakan sarana yang merangsang peserta didik berpikir secara produktif, menyediakan kesempatan dan pengalaman konflik. (3) memonitor, mengevaluasi, dan menunjukkan apakah pemikiran peserta didik jalan atau tidak. Dapat disimpulkan Kurikulum 2006 adalah perangkat standar program pendidikan yang mengantarkan peserta didik memiliki kompetensi


(35)

pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai yang digunakan dalam berbagai bidang kehidupan.

2. Karakteristik Kurikulum 2006

Menurut Kunandar (2007:138) sebagai sebuah konsep dan program, Kurikulum 2006 memiliki karakteristik sebagai berikut:

a. Kurikulum 2006 menekankan pada ketercapaian kompetensi peserta didik baik secara Kurikulum 2006 individual maupun klasikal.

b. Kurikulum 2006 berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.

c. Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.

d. Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif.

e. Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.

3. Prinsip Pengembangan Kurikulum

Menurut Kunandar (2007:139-141), kurikulum 2006 jenjang pendidikan dasar dan menengah dikembangkan oleh sekolah dan komite sekolah berpedoman pada standar kompetensi lulusan dan standar isi serta panduan penyusunan kurikulum yang dibuat oleh BSNP. Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip berikut.

a. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan keentingan peserta didik dan lingkungannya

Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik memiliki posisi sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar menjadi manusia yang beriman da bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab. Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut pengembangan kompetensi peserta didik disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan.


(36)

Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman karakteristik peserta didik, kondisi daerah, dan jenjang serta jenis pendidikan, tanpa membedakan agama, suku, budaya, dan adat isti adat, serta status sosial ekonomi dan gender. Kurikulum meliputi substansi komponen muatan wajib kurikulum, muatan lokal, dan pengembangan diri secara terpadu, serta disusun dalam keterkaitan dan kesinambungan yang bermakna dan tepat antarsubstansi.

c. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni

Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni berkembang secara dinamis. Oleh karena itu, semangat dan isi kurikulum mendorong peserta didik untuk mengikuti dan memanfaatkan secara tepat perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.

d. Relevan dengan kebutuhan kehidupan

Pengembangan kurikulum dilakukan dengan melibatkan pemangku kepentingan (stakeholders) untuk menjamin relevansi pendidikan dengan kebutuhan kehidupan, termasuk di dalamnya kehidupan kemasyarakatan, dunia usaha,dan dunia kerja.

e. Menyeluruh dan berkesinambungan

Substansi kurikulum mencakupkeseluruhan dimensi kompetensi, bidang keilmuan dan mata pelajaran yang direncanakan dan disajikan secara berkesinambungan antarsemua jenjang pendidikan

f. Belajar sepanjang hayat

Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan, dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Kurikulum mencerminkan keterkaitan antara unsur-unsur pendidikan formal, nonformal, dan informal, dengan memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu berkembang serta arah pengembangan manusia setuhnya.

g. Seimbang antara kepeningan nasional dan kepentingan daerah

Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan nasional dan keentingan daerah untuk membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

4. Prinsip Pelaksanaan Kurikulum

Menurut Kunandar (2007:142-143), dalam pelaksanaan Kurikulum di setiap satuan pendidikan menggunakan prinsip-prinsip sebagai berikut: a. Pelaksanaan Kurikulum didasarkan pada potensi, perkembangan, dan

kondisi peserta didik untuk menguasai kompetensi yang berguna bagi dirinya.


(37)

b. Kurikulum dilaksanakan dengan menegakkan kelima pilar belajar, yaitu: (1) belajar untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, (2) belajar untuk memahami dan menghayati, (3) belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif, (4) belajar untuk hidup bersama dan berguna bagi orang lain, dan (5) belajar untuk membangun dan menemukan jati diri, melalui proses pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan.

c. Pelaksanakaan Kurikulum memungkinkan peserta didik mendapat pelayanan yang bersifat perbaikan, pengayaan, dan/ atau percepatan sesuai dengan potensi, tahap perkembangan, dan kondisi peserta didik dengan tetap memerhatikan keterpaduan pengembangan pribadi peserta didik yang berdimensi Ketuhanan, keindividuan, kesosialan, dan moral.

d. Kurikulum dilaksanakan dalam suasana hubungan peserta didik dan pendidik yang saling menerima dan menghargai, akrab, terbuka, dan hangat, dengan prinsip tut wuri handayani, ing madia mangun karsa, ing ngarsa sung tuladha (di belakang memberikan daya dan kekuatan, di tengah membangun semangat dan prakarsa, di depan memberikan contoh dan teladan).

e. Kurikulum dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan multistrategi dan multimedia, sumber belajar dan teknologi yang memadai, dan memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar.

f. Kurikulum dilaksanakan dengan mendayagunakan kondisi alam, sosial, dan budaya serta kekayaan daerah untuk keberhasilan pendidikan dengan muatan seluruh bahan kajian secara optimal.

g. Kurikulum yang mencakup seluruh komponen kompetensi mata pelajaran, muatan local, dan pengembangan diri diselenggarakan dalam keseimbangan, keterkaitan, dan kesinambungan yang cocok dan memadai antarkelas dan jenis serta jenjang pendidikan.

5. Komponen Kurikulum 2006

Menurut Kunandar (2007:145-151) terdapat beberapa komponen Kurikulum 2006, yakni:

a. Visi, Misi, dan Tujuan Pendidikan Tingkat Satuan Pendidikan 1) Visi Satuan Pendidikan

2) Misi Satuan Pendidikan

b. Struktur dan Muatan Kurikulum 2006 1) Mata Pelajaran

2) Muatan Lokal

3) Kegiatan Pengembangan Diri 4) Pengaturan Beban Belajar


(38)

5) Ketuntasan Belajar

6) Kenaikan Kelas dan Kelulusan 7) Penjurusan

8) Pendidikan Kecakapan Hidup

9) Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal dan Global c. Kalender Kendidikan

d. Pengembangan Silabus

e. Rencana Pelaksanaan Pengajaran (RPP) 6. Struktur Kurikulum 2006

Menurut Kunandar (2007:184-188), struktur Kurikulum 2006 memuat kelompok mata pelajaran sebagai berikut:

a. Kelompok mata pelajaran agama dan aklak mulia;

b. Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian; c. Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi; d. Kelompok mata pelajaran estetika;

e. Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga, dan kesehatan.

B. Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual 1. Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual

Keterlaksanaan berasal dari kata laksana, yang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007:627) berarti sifat, laku, atau perbuatan. Imbuhan keter-an menyatakan sesuatu hal atau peristiwa yang telah terjadi. Dengan demikian, keterlaksanaan berarti sesuatu hal atau peristiwa yang sudah terjadi, sedangkan menurut Komalasari (2011:7) pembelajaran kontekstual merupakan pendekatan pembelajaran yang mengaitkan antara materi yang dipelajari dengan kehidupan nyata peserta didik sehari-hari, baik dalam lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat maupun warga negara, dengan tujuan untuk menemukan makna materi tersebut bagi


(39)

kehidupannya. Sementara itu menurut Johnson (2002:67), pembelajaran dan pengajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah sebuah proses pendidikan yang bertujuan menolong para peserta didik melihat makna di dalam materi akademik yang mereka pelajari dengan cara menghubungkan subjek-subjek akademik dengan konteks dalam kehidupan keseharian mereka, yaitu dengan konteks dalam keadaan pribadi, sosial, dan budaya mereka.

Menurut Kunandar (2007:296), pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning atau CTL) adalah konsep belajar yang membantu guru menghubungkan antara materi pelajaran yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata peserta didik dan mendorong peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Menurut Rusman (2013:187) Pendekatan kontekstual adalah usaha untuk membuat peserta didik aktif dalam memompa kemampuan diri tanpa merugi dari segi manfaat, sebab peserta didik berusaha mempelajari konsep sekaligus menerapkan dan mengaitkannya dengan dunia nyata.

Berdasarkan dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa keterlaksanaan pembelajaran kontekstual adalah suatu pendekatan pembelajaran yang telah dilaksanakan oleh suatu sekolah dengan cara mengaitkan antara materi pembelajaran dengan situasi dunia nyata siswa, dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari.


(40)

2. Konsep Pembelajaran Kontekstual

Menurut Muslich (2007:41-42), untuk memahami secara lebih mendalam konsep pembelajaran kontekstual, COR (Center for Occupational Reseach) di Amerika menjabarkannya menjadi lima konsep bawahan yang disingkat REACT, yaitu relating, experiencing, applying, coorperating, dan transfering. Masing-masing konsep tersebut antara lain: a. Relating

Bentuk belajar dalam konteks kehidupan nyata atau pengalaman nyata. Pembelajaran harus digunakan untuk menghubungkan situasi sehari-hari dengan informasi baru untuk dipahami atau dengan masalah untuk dipecahkan.

b. Experiencing

Belajar dalam konteks ini adalah belajar mengekplorasi, penemuan, dan penciptaan. Ini bearti bahwa pengetahuan yang diperoleh siswa melalui pembelajaran yang mengedepankan proses berpikir kritis lewat siklus inqury.

c. Applying

Belajar dalam bentuk ini menerapkan hasil belajar dalam penggunaan dan kebutuhan praktis. Dalam praktiknya, siswa menerapkan konsep dan informasi ke dalam kebutuhan kehidupan mendatang yang dibayangkan.


(41)

d. Cooperating

Belajar dalam bentuk ini adalah dengan cara berbagi informasi dan pengalaman, saling merespon, dan saling berkomunikasi. Bentuk belajar ini tidak hanya membantu siwa belajar tentang materi, tetapi juga konsisten dengan penekanan belajar kontekstual dalam kehidupan nyata. Dalam kehiduan yang nyata siswa akan menjadi warga yang hidup berdampingan dan berkomunikasi dengan warga lain.

e. Transfering

Kegiatan belajar dalam bentuk memanfaatkan pengetahuan dan pengalaman berdasarkan konteks baru untuk mendapatkan pengetahuan dan pengalaman belajar yang baru.

3. Karakteristik Pembelajaran Kontekstual

Menurut Johnson (Kunandar, 2007:296-297), pembelajaran kontekstual memiliki karakteristik sebagai berikut:

a. Melakukan hubungan yang bermakna (making meaningful connections). Artinya peserta didik dapat mengatur diri sendiri sebagai orang yang belajar secara aktif dalam mengembangkan mintanya secara individual, orang yang dapat bekerja sendiri atau bekerja dalam kelompok, dan orang yang dapat bekerja sambil berbuat (learning by doing)

b. Melakukan kegiatan-kegiatan yang signifikan (doing significant work). Artinya, siswa membuat hubungan-hubungan anatara sekolah dan berbagai konteks yang ada dalam kehidupan nyata sebagai pelaku bisnis dan sebagai anggota masyarakat.

c. Belajar yang diatur sendiri (self regulated learning)

d. Bekerja sama (collaborating). Artinya, siswa dapat bekerja sama, guru membantu siswa bekerja secara efektif dalam kelompok, membantu mereka memahami bagaimana mereka saling mempengaruhi dan saling berkomunikasi.


(42)

e. Berpikir kritis dan kreatif (critical and creative thinking). Artinya, siswa dapat menggunakan tingkat berpikir yang lebih tinggi secara kritis dan kreatif, dapat menganalisis, membuat sintesis, memecahkan masalah, membuat keputusan, dan menggunakan logika serta bukti-bukti.

f. Mengasuh atau memelihara pribadi peserta didik (nurturing the individual). Artinya, peserta didik memelihara pribadinya: mengetahui, memberi perhatian, memiliki harapan-harapan yang tingi, memotivasi, dan memperkuat diri sendiri. Peserta didik tidak dapat berhasil tanpa dukungan orang dewasa.

g. Mencapai standar yang tinggi (reaching high standards). Artinya, peserta didik mengenal dan mencapai standar yang tingi mengidentifikasi tujuan dan memotivasi peserta didik untuk mencapainya.

h. Menggunakan penilaian authentic (using authentic assesment).

Menurut Komalasari (2010:13), pembelajaran kontekstual memiliki karakteristik sebagai berikut:

a. Keterkaitan (relating), artinya proses pembelajaran yang memiliki keterkaitan (relevansi) dengan bekal pengetahuan (prerequisite knowledge) yang telah ada pada diri peserta didik dan dengan konteks pengalaman dalam kehidupan dunia nyata peserta didik.

b. Pengalaman langsung (experiencing), artinya proses pembelajaran yang memberikan kesempatan pada peserta didik untuk mengonstruksi pengetahuan dengan cara menemukan dan mengalami sendiri secara langsung.

c. Aplikasi (applying), artinya proses pembelajaran yang menekankan pada penerapan fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang dipelajari dalam situasi dan konteks lain yang berbeda sehingga bermanfaat bagi kehidupan peserta didik.

d. Kerja sama (cooperating), artinya pembelajaran yang mendorong kerja sama di antara peserta didik, antara peserta didik dengan guru dan sumber belajar.

e. Pengaturan diri (self-regulating), artinya pembelajaran yang mendorong peserta didik untuk mengatur diri dan pembelajarannya secara mandiri.

f. Asesmen autentik (authentic assessment), artinya pembelajaran yang mengukur, memonitor, dan menilai semua sapek hasil belajar (yang tercakup dalam domain kognitif, afektif, dan psikomotor), baik yang tampak sebagai hasil akhir dari suatu proses pembelajaran maupun berupa perubahan dan perkembanagan aktivitas, dan perolehan belajar selama proses pembelajaran di dalam kelas ataupun di luar kelas.


(43)

4. Perbedaan Pembelajaran Kontektual dengan Pembelajaran Tradhisional menurut Ditjen Dikdasmen dalam (Komalasari: 2010, 18-19).

Tabel 2.1

Perbedaan Pembelajaran CTL dengan Pembelajaran Tradhisional Pendekatan CTL Pendekatan Tradhisional Peserta didik secara aktif terlibat

dalam proses pembelajaran

Peserta didik adalah penerima informasi secara pasif

Peserta didik belajar dari teman melalui kerja kelompok, diskusi, dan saling mengoreksi

Peserta didik belajar secara individual

Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata dan atau masalah yang distimulasikan

Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis

Perilaku dibangun atas kesadaran diri

Perliaku dibangunatas kebiasaan Hadiah untuk perilaku baik adalah

kepuasan

Hadiah untuk perilaku baik adalah pujian atau nilai

Keterampilan dibangu atas dasar pemahaman

Keterampilan dikembangkan atas dasar latihan

Seseorang tidak melakukan yang jelek karena dia sadar hal itu keliru dan merugikan

Seseorang tidak melakukan yang jelek karena takut hukuman

Bahasa yang diajarkan dengan pendekatan komunikatif, yakni peserta didik diajak menggunakan bahasa dalam konteks nyata

Bahasa diajarkan dengan pendekatan structural, rumus diterangkan sampai paham kemudian dilatihkan kepada peserta didik

Pemahaman rumus dikembangkan atas dasar schemata yang sudah ada dalam diri peserta didik

Rumus itu ada di luar diri peserta didik, jadi rumus harus diterangkan, diterima, dihafalkan, dan dilatihkan


(44)

Pendekatan CTL Pendekatan Tradhisional berbeda anatar peserta didik yang

satu dengan peserta didik yang lainnya sesuai dengan schemata peserta didik

karena hanya ada dua pemahaman rumus yaitu rumus yang salah atau benar.

Peserta didik diminta bertanggung jawab memonitor dan mengembangkan pembelajaran mereka masing-masing

Guru adalah penentu jalannya proses pembelajaran

Penghargaan terhadap pengalaman peserta didik sangat diutamakan

Pembelajaran tidak memperhatikan pengalaman peserta didik

Hasil belajar diukur dengan berbagai cara proses bekerja, hasil karya, penampilan, rekaman, tes, dll.

Hasil belajar diukur hanya dengan tes

Pembelajaran terjadi di berbagai tempat, konteks dan setting

Pembelajaran hanya terjadi dalam kelas

Penyesalan adalah hukuman dari perilaku jelek

Sanksi adalah hukuman dari perilaku jelek

Perilaku baik berdasar motivasi instrinsik

Perilaku baik berasal dari motivasi ekstrinsik

Seorang berperilaku baik karena yakin itulah yang terbaik dan bermanfaat

Seseorang berperilaku baik karena dia terbiasa melakukan begitu. Kebiasaan yang ada dibangun dengan hadiah yang menyenangkan

5. Ciri-ciri Pembelajaran Kontekstual

Menurut Kunandar (2007:298-299), terdapat beberapa ciri-ciri pembelajaran kontekstual, yaitu:


(45)

a. adanya kerja sama antar semua pihak;

b. menekankan pentingnya pemecahan masalah atau problem;

c. bermuara pada keragaman konteks kehidupan peserta didik yang berbeda-beda;

d. saling menunjang;

e. menyenangkan, tidak membosankan; f. belajar dengan bergairah;

g. pembelajaran terintegrasi; h. menggunakan berbagai sumber; i. peserta didik aktif;

j. sharing dengan teman;

k. peserta didik kritis, guru kreatif;

l. dinding kelas dan lorong-lorong penuh dengan hasil karya peserta didik, pet-peta, gambar, artikel, humor, dan sebagainya;

m. laporan kepada orang tua bukan hanya rapor, tetapi hasil karya peserta didik, laporan hasil pratikum, karangan peserta didik, dan sebagainya. 6. Fokus Pembelajaran Kontekstual

Menurut Kunandar (2007:300-301), pembelajaran kontekstual menempatkan peserta didik di dalam konteks bermakna yang menghubungkan pengetahuan awal peserta didik dengan materi yang sedang dipelajari dan sekaligus memerhatikan daktor kebutuhan individual peserta didik dan peranan guru. Berkaitan dengan itu, maka pendekatan pembelajaran kontekstual harus menekankan hal-hal sebagai berikut. a. Belajar berbasis masalah (problem based learning), yaitu suatu

pendekatan pengajaran yang menggunakan maslah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi peserta didik untuk belajar tetang berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensi dari mata pelajaran.

b. Pengajaran Autentik (Authentic Instruction), yaitu pendekatan pengajaran yang memperkenankan peserta didik untuk mempelajari konteks bermakna, sesuai dengan kehidupan nyata.

c. Belajar berbasis inkuiri (Inquiry Based Learning) yang membutuhkan strategi pengajaran yang mengikuti metodologi sains dan menyediakan kesempatan untuk pembelajaran bermakna.

d. Belajar berbasis proyek atau tugas (Project Based Learning) yang membutuhkan suatu pendekatan pengajaran komprehensif di mana lingkungan belajar peserta didik (kelas) didesain agar peserta didik


(46)

dapat melakukan penyelidikan terhadap masalah autentik termasuk pendalaman materi dari suatu topik mata pelajaran, dan melaksanakan tugas bermakna lainnya.

e. Belajar berbasis kerja (Work Based Learning) yang memerlukan suatu pendekatan pengajaran yang memungkinan peserta didik yang menggunakan konteks tempat kerja untuk mempelajari materi pelajaran berbasis sekolah dan bagaimana materi tersebut dipergunakan kembali di tempat kerja.

f. Belajar berbasis jasa layanan (Service Learning) yang memerlukan penggunaan metodologi pengajaran yang mengkombinasikan jasa layanan masyarakat dengan suatu struktur berbasis sekolah untuk merefleksi jasa layanan tersebut , jadi menekankan hubungan antara pengalaman jasa layanan dan pembelajaran akademis.

g. Belajar kooperatif (Cooperatif Learning) yang memerlukan pendekatan pengajaran melalui penggunaan kelompok kecil peserta didik untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar dalam mencapai tujuan belajar (Nurhadi,dkk,2003).

7. Prinsip-prinsip Pembelajaran Kontekstual

Menurut Johnson (2010:68-85), terdapat tiga prinsip ilmiah dalam CTL, yaitu:

a. Prinsip Kesaling-bergantungan, prinsip ini menuntun pada penciptaan hubungan, bukan isolasi. Para pendidik yang bertindak menurut prinsip ini akan mengadopsi praktik CTL dalam menolong para peserta didik membuat hubungan-hubungan menemukan makna.

b. Prinsip Diferensiasi, prinsip ini dapat menjadi nyata ketika CTL menantang para peserta didik untuk saling menghormati keunikan masing-masing, untuk menghormati perbedaan-perbedaan, untuk menjadi kreatif, untuk bekerja sama, untuk menghasilkan gagasan dan hasil baru yang berbeda, dan untuk menyadari bahwa keragaman adalah tanda kemantapan dan kekuatan.

c. Prinsip Pengaturan atau Pengorganisasian diri. Pengorganisasian diri terlihat ketika para peserta didik mencari dan menemukan kemampuan dan minat mereka sendiri yang berbeda, mendapat umpan balik yang diberikan oleh penilaian autentik, mengulas usaha-usaha mereka dalam tuntunan tujuan yang jelas dan standar yang tinggi, dan berperan serta dalam kegiatan-kegiatan yang berpusat pada peserta didik yang membuat hati mereka bernyanyi.


(47)

Menurut Kunandar (2007:303-305), beberapa prinsip pembelajaran kontekstual adalah:

a. Merencanakan pembelajaran sesuai dengan kewajaran perkembangan mental peserta didik.

b. Membentuk kelompok belajar yang saling tergantung (Independent Learning Groups).

c. Menyediakan lingkungan yang mendorong pembelajaran mandiri (self regulated learning).

d. Mempertimbangkan keragaman peserta didik (diversity of students). e. Memerhatikan multi intelegensia (multiple intelligences) peserta didik. f. Menggunakan teknik-teknik bertanya (Questioning) untuk

meningkatkan pembelajaran peserta didik, perkembangan pemecahan masalah, dan keterampilan berpikir tingkat tingi.

g. Menerapkan penilaian authentic (Authentic Assessment). 8. Langkah-langkah pembelajaran kontekstual

Menurut Rusman (2013:192), sebelum melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan CTL tentu saja lebih dahulu guru harus membuat desain/skenariopembelajaran sebagai pedoman umum dan sekaligus sebagai alat control dalam pelaksanaannya. Pada intinya pengembangan setiap komponen CTL tersebut dalam pembelajaran dapat dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:

a. Mengembangkan pemikiran peserta didik untuk melakukan kegiatan belajar lebih bermakna.

b. Melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topic yang diajarkan.

c. Mengembangkan sifat ingin tahu peserta didik melalui memunculkan pertanyaan-pertanyaan.

d. Menciptakan masyarakat belajar, seperti melalui kegiatan kelompok berdiskusi, Tanya jawab, dan lain sebagainya.

e. Menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran, bisa melalui ilustrasi, model, bahkan media yang sebenarnya.

f. Membiasakan anak untuk melakukan refleksi dari setiap kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan.

g. Melakukan penilaian secara objektif, yaitu menilai kemampuan yang sebenarnya pada setiap peserta didik.


(48)

9. Komponen Utama Pembelajaran Kontekstual

Sementara menurut Kunandar (2007:305-317), memiliki tujuh komponen utama pembelajaran yang mendasari penerapan pembelajaran kontekstual adalah:

a. Konstruktivisme adalah pembelajaran harus dikemas menjadi proses “mengkontruksi” bukan “menerima”pengetahuan. Dalam proses pembelajaran peserta didik membangun sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses belajar dan mengajar.

b. Menemukan (inquiry), merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis kontekstual yang berpendapat bahwa pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh peserta didik diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri.

c. Bertanya (Questioning) merupakan strategi utama pembelajaran berbasis kontekstual. Bertanya dalam pembelajaran sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berpikir peserta didik.

d. Masyarakat Belajar (Learning Community) adalah membiasakan peserta didik untuk melakukan kerja sama dan memanfaatkan sumber belajar dari teman-teman belajarnya.

e. Pemodelan (Modelling) artinya dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu, ada model yang bisa ditiru. Permodelan pada dasarnya membahasakan gagasan yang dipikirkan, mendemonstrasikan bagaimana guru menginginkan para peserta didiknya untuk belajar, dan melakukan apa yang diinginkan guru agar peserta didik-peserta didiknya melakukan kegiatan pembelajaran. f. Refleksi (Reflection) adalah cara berpikir ke belakang tentang apa-apa

yang sudah dilakukan di masa lalu. Peserta didik juga mengedepankan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan baru yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya.

g. Penilaian Sebenarnya (Authentic Assesment) adalah proses pengumpulan berbagai data dan informasi yang bisa memberikan gambaran atau petunjuk terhadap pengalaman belajar peserta didik.

Menurut Johnson (2009:65-66), dalam sistem Contextual Teaching and Learning (CTL) memiliki 8 komponen:

a. Membuat kerterkaitan-keterkaitan yang bermakna b. Melakukan pekerjaan yang berarti


(49)

c. Melakukan pembelajaran yang diatur sendiri d. Bekerja sama

e. Berpikir kritis dan kreatif

f. Membantu individu untuk tumbuh dan berkembang g. Mencapai standar yang tinggi

h. Menggunakan penilaian autentik C. Keterampilan Berkomunikasi

1. Pengertian Keterampilan Berkomunikasi

Keterampilan berkomunikasi adalah suatu kemampuan dimana seseorang dapat menyampaikan pesan, ide, informasi, pengetahuan, dan konsep kepada orang lain sehingga orang lain yang menjadi lawan bicaranya dapat mengerti apa yang dimaksudkan. Dari semua pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki seseorang, pengetahuan dan keterampilan komunikasi termasuk yang paling penting dan berguna. Melalui komunikasi seseorang dapat berbicara dengan diri sendiri, mengenal diri sendiri, mengevaluasi diri sendiri, meyakinkan diri sendiri, mempertimbangkan berbagai keputusan yang diambil dan menyiapkan pesan yang akan disampaikan kepada orang lain. Menurut Khairani (2015:7), komunikasi atau communication berasal dari bahasa Latin communis yang berarti „sama‟. Communico, communication atau communicare yang berarti membuat sama (make to common). Secara sederhana komunikasi dapat terjadi apabila ada kesamaan antara penyampaian pesan dan orang yang menerima pesan. Oleh karena itu, komunikasi bergantung pada kemampuan kita untuk dapat memahami satu dengan yang lainnya. Komunikasi adalah suatu proses penyampaian


(50)

informasi (pesan, ide, gagasan) dari satu pihak kepada pihak lain. Pada umumnya, komunikasi dilakukan secara lisan atau verbal yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak, apabila tidak ada bahasa verbal yang dapat dimengerti oleh keduanya, komunikasi masih dapat dilakukan dengan menggunakan gerak-gerik badan, dan menunjukkan sikap tertentu.

Perlu disadari bahwa untuk dapat memulai, mengembangkan, dan memelihara komunikasi yang akrab, hangat, dan produktif dengan orang lain, sangat diperlukan sejumlah keterampilan dasar berkomunikasi. Menurut Johnson (Supraktiknya, 2008:10-12) terdapat beberapa keterampilan dasar yang dimaksud sebagai berikut: (1) harus mampu saling memahami; (2) harus mampu mengkomunikasikan pikiran dan perasaan kita secara tepat dan jelas; (3) harus mampu saling menerima dan saling memberikan dukungan atau saling menolong; (4) mampu memecahkan konflik dan bentuk masalah antarpribadi lain yang mungkin muncul dalam komunikasi kita dengan orang lain, melalui cara-cara yang konstruktif.

2. Bentuk-bentuk Komunikasi

Menurut Effendy (Khairani, 2015:12-13), bentuk-bentuk komunikasi dapat dijabarkan sebagai berikut:

a. Komunikasi verbal adalah komunikasi dari atas ke bawah dan dari bawah keatas atau komunikasi dari pimpinan ke bawahan dan dari bawahan ke pimpinan secara timbal balik.

b. Komunikasi horizontal adalah komunikasi secara mendatar, misalnya komunikasi anatara karyawan dengan karyawan lain dan komunikasi ini sering kali berlangsung tidak formal yang berlainan dengan komunikasi vertical yang terjadi secara formal.


(51)

c. Komunikasi diagonal sering juga dinamakan komunikasi silang yaitu seseorang dengan orang lain yang satu dengan yang lainnya berbeda dalam kedudukan dan bagian.

3. Jenis-jenis Komunikasi

Proses komunikasi dapat terjadi dala diri seorang individu, dengan orang lain, dan kumpulan-kumpulan manusia dalam proses sosial. Berdasarkan pendapat tersebut Burgon & Huffner (Khairani, 2015:14) membuat klasifikasi tiga jenis komunikasi, yaitu:

a. Komunikasi Intrapersonal, yaitu proses komunikasi yang terjadi di dalam diri individu (internal).

b. Komunikasi Interpersonal, yaitu proses komunikasi yang terjadi antara satu individu dan individu lain sehingga memerlukan tanggapan (feedback) dari orang lain.

c. Komunikasi Massa, yaitu proses komunikasi yang dilakukan kepada sekumpulan manusia di mana di dalamnya terdapat proses sosial, baik melalui media massa atau langsung, dan bersifat satu arah.

4. Komponen-komponen komunikasi

Komponen komunikasi adalah hal-hal yang harus ada agar komunikasi bisa berlangsung dengan baik. Menurut Mulyana (Khairani,2015:16) komponen komunikasi sebagai berikut:

a. Pengirim atau komunikator (sender) adalah pihak yang mengirimkan pesan kepada pihak lain.

b. Pesan (message) adalah isi atau maksud yang akan disampaikan oleh satu pihak kepada pihak lain.

c. Saluran (channel) adalah media dimana pesan disampaikan kepada komunikan.

d. Penerima atau komunikate (receiver) adalah pihak yang menerima pesan dari pihak lain.

e. Umpan balik (feedback) adalah tanggapan dari penerimaan pesan atas isi pesan yang disampaikannya.

f. Aturan yang disepakati para pelaku komunikasi tentang bagaimana komunikasi itu akan dijalankan.


(52)

5. Proses komunikasi

Menurut Khairani (2015: 17) , proses berlangsungnya komunikasi bisa dijelaskan sebagai berikut:

a. Komunikator (sender) yang mempunyai maksud berkomunikasi dengan orang lain mengirimkan suatu pesan kepada orang yang dimaksud.

b. Pesan (message) itu disampaikan atau dibawa melalui suatu media atau saluran baik secara langsung maupun tidak langsung.

c. Media (channel) alat yang menjadi penyampai pesan dari komunikator. d. Komunikan (receiver) menerima pesan yang disampaikan dan menerjemahkan isi pesan yang diterima ke dalam bahasa yang dimengerti oleh komunikan itu sendiri.

e. Komunikan (receiver) memberikan umpan balik (feedback) atau tanggapan atas pesan yang dikirimkan kepadanya, apakah dia mengerti atau memahami pesan yang dimaksud oleh si pengirim.

6. Tiga Aspek Utama dari Komunikasi

Mengelola kelas dan menyelesaikan konflik secara konstruktif membutuhkan keterampilan komunikasi yang baik. Tiga aspek utama dari komunikasi adalah keterampilan berbicara, keterampilan mendengarkan, dan komunikasi nonverbal.

a. Keterampilan berbicara

Guru dan peserta didik akan mendapatkan banyak manfaat apabila guru mempunyai keterampilan berbicara yang efektif serta guru juga mengajari peserta didik untuk mengembangkan keterampilan berbicara.

1) Berbicara dengan Kelas dan Peserta didik.

Menurut Brydon&Scott (Santrock, 2009:273), ketika berbicara di dalam kelas dan dengan peserta didik, salah satu hal


(53)

terpenting yang harus diingat adalah untuk dengan jelas mengomunikasikan informasi. Kejelasan dalan berbicara sangatlah penting dalam pengajaran yang baik

Menurut Florez (Santrock, 2009: 273), beberapa strategi yang baik untuk berbicara secara jelas di dalam kelas meliputi hal-hal berikut ini:

a) Menggunakan tata bahasa yang benar,

b) Memilih kosa kata yang bisa dimengerti dan sesuai untuk level peserta didik,

c) Menerapkan strategi guna meningkatkan kemampuan peserta didik untuk memahami apa yang guru katakana; seperti menekankan kata kunci; menyusun ulang kata-kata; atau memantau pemahaman peserta didik

d) Berbicara pada kecepatan yang sesuai; tidak terlalu cepat dan tidak terlalu pelan,

e) Benar dalam komunikasi guru dan keterampilan berpikir logis yang baik sebagai fondasi berbicara secara jelas dengan kelas. 2) Pesan “Anda” dan “Saya”

a) Pesan “Anda” (“youmessage), pesan yang tidak diinginkan dimana pembicara tampak menilai orang lain dan menempatkan mereka dalam posisi defensive.


(54)

b) Pesan “Saya” (“Imessage), pesan yang diinginkan yang mencerminkan perasaan yang sebenarnya dari pembicara dan lebih baik daripada pesan “Anda” yang bersifat menilai.

3) Bersikap tegas.

Aspek lain dari komunikasi verbal melibatkan bagaimana orang-orang menghadapi konflik, yang bisa dilakukan dalam empat gaya: agresif; manipulatif pasif; atau tegas.

a) Gaya agresif, dimana cara menangani konflik dimana orang-orang berlaku kasar terhdap orang-orang lain dengan cara yang menuntut, kasar, dan bermusuhan.

b) Gaya manipulatif, cara menangani konflik dimana orang-orang berusaha untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan dengan membuat orang lain merasa bersalah atau menyesal untuk mereka.

c) Gaya pasif, cara menangani konflik dimana orang-orang tidak bersikap tegas dan tunduk serta tidak membiarkan orang lain tahu apa yang mereka inginkan.

d) Gaya asertif, cara menangani konflik dimana orang-orang mengungkapkan perasaan mereka meminta apa yang mereka inginkan, berkata tidak atas hal-hal yang tidak mereka inginkan, dan bertindak untuk kepentingan mereka sendiri.


(55)

4) Halangan untuk Komunikasi Verbal yang Efektif.

Menurut Gordon (Santrock, 2008: 276-277), halangan untuk komunikasi verbal yang efektif meliputi hal-hal berikut:

a) Mengkritik, artinyaa evaluasi orang lain yang kasar dan negatif pada umumnya mengurangi komunikasi.

b) Menyebut nama dan memberikan julukan, terdapat cara untuk merendahkan harga diri orang lain.

c) Menasihati adalah merendahkan harga diri orang lain ketika member mereka solusi untuk satu masalah.

d) Memerintah, memerintah orang lain untuk melakukan apa yang guru inginkan seringkali tidak efektif karena menimbulkan perlawanan.

e) Mengancam, dimaksudkan untuk mengendalikan orang lain dengan kekuatan verbal.

f) Khotbah atau pidato, hal ini berarti menasihati orang lain tentang apa yang harus ia lakukan.

5) Memberikan Pidato yang Efektif.

Guru akan mempunyai kesempatan untuk memberikan ceramah dalam pertemuan pendidikan atau masyarakat. Mengetahui beberapa strategi yang bagus untuk memberikan contoh bisa secara signifikan mengurangi kecemasan dan membantu guru dalam memberikan pidato yang efektif.


(56)

b. Keterampilan mendengarkan

Kemampuan mengelola kelas secara efektif akan menjadi lebih mudah apabila guru dan peserta didik mempunyai keterampilan mendengarkan yang baik. Mendengarkan secara aktif berarti memberikan perhatian penuh kepada pembicara, berfokus pada isi intelektual dan emosional dari pesan. Menurut Santrock & Halonen ( Santrock,2008: 278), berikut ini adalah beberapa strategi yang bagus untuk mengembangkan keterampilan mendengarkan yang aktif.

1) Memperhatikan orang lain berbicara. Hal ini menunjukkan kepada orang tersebut bahwa ada seseorang tertarik dengan apa yang ia katakan.

2) Memparafrasakan. Menyatakan apa yang baru saja dikatakan orang lain dalam kata-kata sendiri.

3) Mensintesis tema dan pola. Situasi percakapan bisa tertutup oleh bagian-bagian informasi yang tidak berkaitan dengan tema percakapan.

4) Memberikan umpan balik dengan cara yang kompeten. Umpan balik verbal atau nonverbal memberi pembicara ide tentang sebberapa banyak kemajuan yang dibuat pembicara dalam mengkomunikasikan satu poin dengan jelas.

c. Komunikasi nonverbal

Selain memikirkan apa yang harus dikatakan, dalam berkomunikasi juga melalui bagaimana seseorang melipat tangan,


(57)

melemparkan pandangan, menggerakkan mulut, menyilangkan kaki, atau menyentuh orang lain. Berikut ini ada beberapa contoh perilaku umum yang menjadi jalan dalam komunikasi secara nonverbal antar-individu.

1) Mengangkat alis dengan perasaan tidak percaya

2) Mendekap lengan untuk mengasingkan atau melindungi diri 3) Mengangkat bahu ketika merasa tidak tertarik

4) Mengedipkan mata untuk menunjukkan kehangatan atau persetujuan

5) Mengetuk-ngetukkan jemari ketika merasa tidak sabar 6) Memukul dahi ketika lupa akan suatu hal.

D. Integritas Pribadi 1. Pengertian Jujur

Menurut Yaumi (2014:67), integritas adalah suatu konsep tentang konsistensi tindakan, nilai-nilai, metode, ukuran, prinsip-prinsip, harapan, dan hasil. Dalam hubungannya dengan etika, integritas selalu dirujuk pada kejujuran, kepercayaan, atau ketepatan. Integritas adalah keselarasan antara etika dan moralitas, semakin terintegrasi, semakin tinggi level integritas yang ada. Dengan demikian, integritas dapat menghasilkan sifat keteladanan seperti kejujuran, etika, dan moral.

Dalam penelitian ini, peneliti lebih berfokus pada salah satu sifat keteladan dalam integritas yaitu kejujuran. Dalam proses belajar mengajar


(58)

sangat penting untuk mengajarkan kejujuran kepada peserta didik. Kejujuran harus diterapkan di setiap mata pelajaran dan harus tercermin dalam kehidupan sehari-hari, sehingga sekolah perlu membuat program untuk menumbuhkan kejujuran bagi peserta didik.

Kodsinco (2011:1-2) dalam Yaumi (2014: 65-66), menguraikan beberapa hakikat dari kejujuran, sebagai berikut:

a. Ketika kita mengatakan benar, kita sedang melakukan kejujuran. b. Kita melakukan kejujuran ketka kita bertindak sesuai dengan yang

dipikirkan.

c. Kita jujur ketika mengatakan yang benar sekalipun orang lain tidak setuju.

2. Ciri-ciri orang yang memiliki nilai karakter jujur

Menurut Mustari (2014:17), orang yang memiliki karakter jujur dicirikan oleh perilaku berikut:

a. Jika bertekad (inisiasi keputusan) untuk melakukan sesuatu, tekadnya adalah kebenaran;

b. Jika berkata tidak berbohong (benar apa adanya);

c. Jika adanya kesamaan antara yang dikatakan hatinya dengan apa yang dilakukannya.

3. Karakter-karakter yang Baik

Mengacu pada teori “Virtues” Lickona (2013) pengembangan nilai kejujuran pada diri siswa dimulai dari proses pemahaman tentang nilai-nilai kejujuran (moral knowing), kemudian mampu merasakan nilai-nilai-nilai-nilai kejujuran (moral feeling), dan akan melahirkan tindakan/perbuatan jujur


(59)

(moral action). Adapun penjelasan tentang nilai-nilai kejujuran tersebut antara lain:

a. Pengetahuan Moral (moral knowing)

Ada beragam pengetahuan moral yang dapat dimanfaatkan untuk menjadi tujuan pendidikan karakter:

1) Kesadaran moral

Kesadaran moral adalah tanggung jawab untuk menggunakan akal dan melihat kapan sebuah situasi membutuhkan penilaian moral kemudian memikirkan dengan cermat pertimbangan apakah yang benar untuk tindakan tersebut.

2) Mengetahui nilai-nilai moral

Nilai moral seperti menghormati kehiupn dan kemerdekaan, bertanggung jawab terhadap orang lain, kejujuran, keadilan, toleransi, sopan santun, disiplin diri, integritas, belas kasih, kedermawanan, dan sopan santun adalah faktor penentu dalam membentuk pribadi yang baik.

3) Pengambilan perspektif

Pengambilan perspektif adalah kemampuan untuk mengambil sudut pandang orang lain, melihat situasi dari sudut pandang orang lain, membayangkan bagaiman mereka berpikir, bereaksi, dan merasa.


(60)

4) Penalaran moral

Penalaran moral adalah memahami makna sebagai orang yang bermoral dan mengapa kita harus bermoral.

5) Membuat keputusan

Keterampilan pengambilan keputusan reflektif adalah mampu memikirkan langkah yang mungkin akan diambil seseorang yang sedang mengahadapi persoalan moral.

6) Memahami diri sendiri

Memahami diri sendiri merupakan pengetahuan moral yang paling sulit dikuasai, tetapi penting bagi pengembangan karakter. Untuk menjadi orang yang bermoral diperlukan kemampuan mengulas perilaku diri sendiri dan mengevaluasi secara kritis. b. Perasaan Moral (moral feeling)

Ada beberapa aspek moral emosional berikut ini, antara lain: 1) Hati nurani

Hati nurani memiliki dua sisi yaitu sisi kognitif dan sisi emosional. Sisi kognitif menuntun kita dalam menentukan hal yang benar, sedangkan sisi emosional menjadikan kita merasa berkewajiban untuk melakukan hal yang benar.

2) Penghargaan diri (self-esteem)

Dalam pengembangan penghargaan diri yang positif harus berdasarkan nilai-nilai seperti tanggung jawab, kejujuran, dan


(61)

keluhuran budi, serta keyakinan terhadap kapasitas untuk menjadi orang baik.

3) Empati

Empati adalah kemampuan mengenali, atau merasakan, keadaan yang tengah dialami orang lain.

4) Mencintai kebaikan

Ciri lain dari bentuk karakter yang tertinggi adalah ketertarikan murni, yang tidak dibuat-buat ada kebaikan. Jika orang mencintai kebaikan, mereka akan merasa senang melakukan kebaikan. 5) Kontrol diri

Kontrol diri merupakan pekerti moral yang penting. Kontrol diri dapat menjadi pengendali emosi, karena jika tidak dapat mengontrol diri, emosi dapat menghanyutkan akal.

6) Kerendahan hati

Kerendahan hati merupakan pekerti moral yang kerap diabaikan padahal pekerti ini merupakan bagian penting dari karakter yag baik. Kerendahan hati adalah bagian dari pemahaman diri.

c. Tindakan Moral (moral action)

Dalam tindakan moral terdapat tiga aspek yaitu kompetensi, kemauan, dan kebiasaan.

1) Kompetensi

Kompetensi moral adalah kemampuan mengubah pertimbangan dan perasaan moral ke dalam tindakan moral yang efektif.


(62)

2) Kemauan

Kemauan diperlukan untuk menjaga emosi agar tetap terkendali oleh akal. Kemauan juga dibutuhkan untuk melihat dan memikirkan suatu keadaan melalui seluruh dimensi moral.

3) Kebiasaan

Kebiasaan merupakan faktor pembentuk perilaku moral.

E. Minat Belajar 1. Pengertian Minat

Minat adalah suatu rasa suka dan ketertarikan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyeluruh (Slameto, 2010:180). Menurut Winkel (2014:218), minat diartikan sebagai kecenderungan subjek yang menetap, untuk merasa tertarik pada bidang studi atau pokok bahasan tertentu dan merasa senang mempelajari materi itu. Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. Minat akan mempengaruhi keseriusan dalam mengikuti suatu kegiatan. Kegiatan yang diminati seseorang, diperhatikan terus menerus yang disertai dengan rasa senang (Slameto, 2010:180). Menurut Hurlock (Makmun,2015:88), minat merupakan sumber motivasi yang mendorong orang untuk melakukan apa yang mereka inginkan bila mereka bebas memilih. Ketika seseorang menilai bahwa sesuatu akan bermanfaat, maka akan menjadi berminat, kemudian hal tersebut akan mendatangkan kepuasan. Ketika kepuasan menurun maka minatnya juga akan menurun.


(63)

Dalam hal ini minat tidak bersifat permanen, tetapi minat bersifat sementara atau dapat berubah-ubah. Menurut Djaali (2007:121), minat dapat ekspresikan melalui pernyataan yang menunjukkan bahwa peserta didik lebih menyukai suatu hal hal daripada hal lainnya, dapat pula dimanifestasikan melalui partisipasi dalam suatu aktivitas. Menurut Djamarah (2011:166), minat adalah kecenderungan yang menetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa aktivitas. Dengan adanya beberapa pendapat, maka dapat disimpulkan bahwa minat belajar akan besar pengaruhnya terhadap aktivitas belajar. Peserta didik yang berminat terhadap suatu mata pelajaran akan mempelajarinya dengan sungguh-sungguh, karena ada daya tarik baginya.

Kondisi belajar mengajar yang efektif adalah adanya minat dan perhatian dalam belajar. Minat merupakan suatu sifat yang relative menetap pada diri seseorang. Minat ini besar sekali pengaruhnya terhadap belajar sebab dengan minat seseorang akan melakukan sesuatu yang diminatinya. Sebaliknya tanpa minat seseorang tidak mungkin melakukan sesuatu (Daryanto dan Muljo, 2014). Hal ini diperkuat oleh William James (Daryanto dan Muljo,2014) bahwa minat peserta didik merupakan faktor utama yang menentukan derajat keaktifan belajar peserta didik.

Dari uraian di atas, maka minat belajar merupakan ketertarikan atau rasa suka yang dimiliki oleh peserta didik terhadap sesuatu yaitu materi ajar sebagai aktivitas atau proses untuk memperoleh pengetahuan tanpa adanya paksaan. Minat besar berpengaruh terhadap belajar karena jika


(64)

bahan yang dipelajari tidak sesuai dengann minat peserta didik, peserta didik tersebut tidak akan belajar dengan baik.

2. Macam-macam Minat

Menurut Rosyidah (1988:1) Susanto (2013: 60), timbulnya minat pada diri seseorang pada prinsipnya dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu minat yang berasal dari pembawaan dan minat yang timbul karena adanya pengaruh dari luar. Pertama, minat yang timbul dari pembawaan, timbul dengan sendirinya dari setiap individu. Hal ini biasanya dipengaruhi oleh faktor keturunan atau bakat alamiah. Kedua, minat timbul karena adanya pengaruh dari luar diri individu, timbul seiring dengan proses perkembangan individu yang bersangkutan. Minat ini sangat dipengaruhi oleh lingkungan, dorongan orang tua dan kebiasaan atau adat.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Minat

Faktor-faktor yang mempengaruhi minat dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu yang bersumber dari dalam diri (faktor internal) maupun yang berasal dari luar (faktor eksternal). Faktor internal meliputi keluarga, guru dan fasilitas sekolah, teman sepergaulan, media massa. Penjelasan secara rinci sebagai berikut (Budiyarti, 2011):

a. Faktor internal

1) Niat, merupakan titik sentral yang pokok dari segala bentuk perbuatan seseorang.

2) Rajin dan kesungguhan dalam belajar seseorang akan memperoleh sesuatu yang dikehendaki dengan cara maksimal dalam menuntut ilmu tentunya dibutuhkan kesungguhan belajar yang matang dan ketekunan yang intensif pada diri orang tersebut.


(1)

184

LAMPIRAN 10

SURAT IJIN TELAH

MELAKUKAN PENELITIAN


(2)

185 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(3)

186 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(4)

187 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(5)

188 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(6)

189 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


Dokumen yang terkait

Hubungan tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dengan keterampilan berkomunikasi, integritas pribadi, dan minat belajar siswa.

0 0 2

Hubungan tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2013 dengan keterampilan berkomunikasi, integritas pribadi, dan minat belajar siswa: survei pada siswa kelas XII IIS di SMA N 1 Wates, SMA N 2 Wates, dan

0 2 219

Hubungan tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi Akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dengan keterampilan berkomunikasi, integritas pribadi dan minat belajar peserta didik : survei pada lima SMA di wilayah Kota Yogyakarta.

0 2 199

Hubungan tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dengan keterampilan berkomunikasi, integritas pribadi, dan minat belajar siswa.

0 2 229

Hubungan tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2013 dengan keterampilan berkomunikasi, integritas pribadi, dan minat belajar siswa: survei pada siswa Kelas XII IIS SMA Negeri di Kabupaten Bantul.

0 0 232

Hubungan tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2013 dengan keterampilan berkomunikasi, integritas pribadi, dan minat belajar siswa.

5 14 226

Hubungan tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dengan Keterampilan berkomunikasi, integritas pribadi, dan minat belajar siswa.

0 0 205

Hubungan tingkat keterlaksanaan pembelajaran aktif pada materi Akuntansi dengan kecerdasan emosional dan keterampilan berpikir kreatif siswa

0 1 163

Hubungan tingkat keterlaksanaan pembelajaran aktif pada materi akuntansi dengan motivasi belajar dan kecerdasan emosional siswa

0 0 158

Hubungan tingkat keterlaksanaan pembelajaran aktif pada materi Akuntansi dengan keterampilan berpikir kreatif dan efikasi diri

0 4 189