Hubungan tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2013 dengan keterampilan berkomunikasi, integritas pribadi, dan minat belajar siswa: survei pada siswa Kelas XII IIS SMA Negeri di Kabupaten Bantul.

(1)

ABSTRAK

HUBUNGAN TINGKAT KETERLAKSANAAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL PADA MATERI AKUNTANSI BERDASARKAN KURIKULUM 2013 DENGAN KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI,

INTEGRITAS PRIBADI, DAN MINAT BELAJAR SISWA Survei pada Siswa Kelas XII IIS SMA Negeri di Kabupaten Bantul

Helena Larasati Universitas Sanata Dharma

2016

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan positif: 1) tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2013 dan keterampilan berkomunikasi siswa; 2) tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2013 dan integritas pribadi siswa; 3) tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2013 dan minat belajar siswa.

Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasional. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2015 – Maret 2016. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas XII IIS di SMA Negeri di seluruh Kabupaten Bantul yang berjumlah 500 siswa. Sampel penelitian ini adalah 217 siswa. Teknik penarikan sampel adalah Cluster Sampling. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner. Teknik analisis data menggunakan analisis deskriptif dan korelasi Spearman.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 1) ada hubungan positif antara tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2013 dan keterampilan berkomunikasi siswa (Spearman’s rho = 0,642; nilai Sig. (1-tailed) = 0,000 < α = 0,01); 2) ada hubungan positif antara tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2013 dan integritas pribadi siswa (Spearman’s rho = 0,182; nilai Sig. (1-tailed) = 0,003< α = 0,01); 3) ada hubungan positif antara tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2013 dan minat belajar siswa (Spearman’s rho = 0,561; nilai Sig. (1-tailed) = 0,000 < α = 0,01).


(2)

ABSTRACT

THE CORRELATION BETWEEN CONTEXTUAL LEARNING FULFILLMENT LEVEL IN ACCOUNTING

BASED ON 2013 CURRICULUM AND COMMUNICATION SKILLS, PERSONAL INTEGRITY, AND STUDENT LEARNING INTEREST

A Survey on the Twelfth Grade Students of Senior High School in Bantul Regency

Helena Larasati Sanata Dharma University

2016

This study aims to examine correlation between: 1) fulfillment level of contextual learning in accounting based on 2013 curriculum and communication skills; 2) fulfillment level of contextual learning in accounting based on 2013 curriculum and personal integrity; 3) fulfillment level of contextual learning in accounting based on 2013 curriculum and student learning interest.

This study is a correlational research. The research was conducted from December 2015 to March 2016. The population of the research were 500 students of the twelfth grade of Senior High School in Bantul regency. Samples were 217 students. The sampling technique is cluster sampling. Data were collected by using questionnaires. Data were analyzed by using descriptive analysis and Spearman correlation.

The results show that: 1) there is a positive correlation between fulfillment level of contextual learning in accounting based on 2013 curriculum and communication skills (Spearman's rho = 0,642; the Sig. (One-tailed) = 0,000 < α 0.01); 2) there is a positive correlation between fulfillment level of contextual learning in accounting based on 2013 curriculum and personal integrity (Spearman's rho = 0,182, the Sig. (One-tailed) = 0,003 < α 0.01); 3) there is a positive correlation between fulfillment level of contextual learning in accounting based on 2013 curriculum and student learning interest (Spearman's rho = 0,561, the Sig. (One-tailed) = 0,000 < α 0.01).


(3)

HUBUNGAN TINGKAT KETERLAKSANAAN

PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL PADA MATERI

AKUNTANSI BERDASARKAN KURIKULUM 2013 DENGAN

KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI, INTEGRITAS

PRIBADI, DAN MINAT BELAJAR SISWA

Survei pada Siswa Kelas XII IIS SMA Negeri di Kabupaten Bantul

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Ekonomi Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi

Oleh :

HELENA LARASATI NIM 121334024

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI

BIDANG KEAHLIAN KHUSUS PENDIDIKAN AKUNTANSI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARAMA


(4)

(5)

(6)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya ini kupersembahkan untuk:

Tuhan Yesus Kristus & Bunda Maria

Terimakasih Tuhan & Bunda atas segala berkat, rahmat, dan segala karunia yang dilimpahkan dalam menyelesaikan karya ini

Yang tercinta,

Bapak Daniel Soeripto Tomo, Alm yang selalu menjadi motivasi dan sumber semangat dalam menyelesaikan karya ini

Ibu Christiana Nuning Wahyuni yang selalu memberikan dukungan, doa, semangat, kasih sayang dan menjadi wanita terhebat dalam

hidup ku

Kakak-kakak ku Lukas Rajendra, Margaertta Rahmani, Paulina Saraswati, Thomas Oky, Alexander Sanjaya, Aryati Widyastuti

Keponakan ku Cheris Widya Rajendra

Teman hidup ku Diky Yoga Prasetya yang selalu memberikan semangat, doa, dan motivasi dalam menyelesaikan karya ini

Yang tersayang,

Sahabat-sahabat yang sudah seperti keluarga ku Aderita Vena, Rika Hebriella, Gisela Anggita, Dila Putri, Natalia Widdy, Dana Pramitha,

Fransiska Indah, Brigita Siwi, Hesti Ratnaningrum, Sonya Moka, Avysta Christant, Kurnia Novariany, dan sahabat-sahabat di

Pendidikan Akuntansi 2012

Kupersembahkan karya ini untuk almamaterku, Universitas Sanata Dharma


(7)

v

MOTTO

“Hati yang gembira adalah obat yang manjur, tetapi semangat

yang patah mengeringkan tulang” (Amsal 17:22)

“Kita bukanlah waduk untuk menimbun, kita adalah saluran untuk membagi”

(Graham)

“Kerjakan segala sesuatu dengan tulus hati & selesaikan dengan penuh tanggung jawab”


(8)

(9)

(10)

viii

ABSTRAK

HUBUNGAN TINGKAT KETERLAKSANAAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL PADA MATERI AKUNTANSI BERDASARKAN KURIKULUM 2013 DENGAN KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI,

INTEGRITAS PRIBADI, DAN MINAT BELAJAR SISWA Survei pada Siswa Kelas XII IIS SMA Negeri di Kabupaten Bantul

Helena Larasati Universitas Sanata Dharma

2016

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan positif: 1) tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2013 dan keterampilan berkomunikasi siswa; 2) tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2013 dan integritas pribadi siswa; 3) tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2013 dan minat belajar siswa.

Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasional. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2015 – Maret 2016. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas XII IIS di SMA Negeri di seluruh Kabupaten Bantul yang berjumlah 500 siswa. Sampel penelitian ini adalah 217 siswa. Teknik penarikan sampel adalah Cluster Sampling. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner. Teknik analisis data menggunakan analisis deskriptif dan korelasi Spearman.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 1) ada hubungan positif antara tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2013 dan keterampilan berkomunikasi siswa (Spearman’s rho = 0,642; nilai Sig. (1-tailed) = 0,000 < α = 0,01); 2) ada hubungan positif antara tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2013 dan integritas pribadi siswa (Spearman’s rho = 0,182; nilai Sig. (1-tailed) = 0,003< α = 0,01); 3) ada hubungan positif antara tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2013 dan minat belajar siswa (Spearman’s rho = 0,561; nilai Sig. (1-tailed) = 0,000 < α = 0,01).


(11)

ix ABSTRACT

THE CORRELATION BETWEEN CONTEXTUAL LEARNING FULFILLMENT LEVEL IN ACCOUNTING

BASED ON 2013 CURRICULUM AND COMMUNICATION SKILLS, PERSONAL INTEGRITY, AND STUDENT LEARNING INTEREST

A Survey on the Twelfth Grade Students of Senior High School in Bantul Regency

Helena Larasati Sanata Dharma University

2016

This study aims to examine correlation between: 1) fulfillment level of contextual learning in accounting based on 2013 curriculum and communication skills; 2) fulfillment level of contextual learning in accounting based on 2013 curriculum and personal integrity; 3) fulfillment level of contextual learning in accounting based on 2013 curriculum and student learning interest.

This study is a correlational research. The research was conducted from December 2015 to March 2016. The population of the research were 500 students of the twelfth grade of Senior High School in Bantul regency. Samples were 217 students. The sampling technique is cluster sampling. Data were collected by using questionnaires. Data were analyzed by using descriptive analysis and Spearman correlation.

The results show that: 1) there is a positive correlation between fulfillment level of contextual learning in accounting based on 2013 curriculum and communication skills (Spearman's rho = 0,642; the Sig. (One-tailed) = 0,000 < α 0.01); 2) there is a positive correlation between fulfillment level of contextual learning in accounting based on 2013 curriculum and personal integrity (Spearman's rho = 0,182, the Sig. (One-tailed) = 0,003 < α 0.01); 3) there is a positive correlation between fulfillment level of contextual learning in accounting based on 2013 curriculum and student learning interest (Spearman's rho = 0,561, the Sig. (One-tailed) = 0,000 < α 0.01).


(12)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat karunia dan berkat-Nya penulis dapat menyeleseikan skripsi dengan judul “Hubungan Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual pada Materi Akuntansi Berdasarkan Kurikulum 2013 dengan Keterampilan Berkomunikasi, Integritas Pribadi, dan Minat Belajar Siswa” dengan lancar. Skripsi ini ditulis dan diajukan untuk memnuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Ekonomi BKK Pendidikan Akuntansi. Selama penyusunan dan penulisan skripsi ini banyak pihak yang telah membantu terseleseikannya skripsi ini dengan baik. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Rohandi, Ph. D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

2. Bapak Ignatius Bondan Suratno, S.Pd., M.Si. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Universitas Sanata Dharma.

3. Bapak Ignatius Bondan Suratno, S.Pd., M.Si. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Ekonomi Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi, Universitas Sanata Dharma.

4. Ibu Natalina Premastuti Brataningrum, S.Pd., M.Pd. selaku Dosen Pembimbing, ibu terima kasih untuk doa, bimbingan, serta bantuannya selama ini. Terima


(13)

xi

kasih pula untuk motivasi, nasihat, kesabaran, dan perhatian yang telah ibu berikan kepada saya.

5. Bapak dan Ibu Dosen Pendidikan Ekonomi BKK Pendidikan Akuntansi yang telah membagikan ilmu pengetahuan dan membimbing saya selama proses perkuliahan.

6. Staf Kesekretariatan Pendidikan Ekonomi BKK Pendidikan Akuntansi yang telah membantu saya dalam urusan administrasi selama proses perkuliahan.

7. Bapak Daniel Soeripto Tomo, Alm yang menjadi motivasi dan semangat dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

8. Ibu ku tercinta Christiana Nuning Wahyuni yang telah dengan sabar membimbingku selama ini dan senantiasa memberikan doa, dukungan, dan perhatian dan kasih sayang dalam penyusunan skripsi ini.

9. Kakak-kakak ku, Mas Lukas, Mbak Etta, Mbak Lina, Mas oky, Mas Alex, dan Mbak Titis yang telah memberikan doa, dukungan dan kasih sayang dalam penyusunan skripsi ini.

10. Teman hidup ku Diky Yoga Prasetya, yang selalu memberikan semangat, dukungan dan doa selama penyusunan skripsi ini.

11. Sahabat-sahabat terbaikku: Vena, Sonya, Mitha, Natal, Avysta, Gisel, Ella, Siska, Dila, Nia, Hery, Hesti, Siwi, dan Vidia yang selalu mendukung, memberi saran dan masukan, perhatian, dan doa atas penyusunan skripsi ini.


(14)

xii

12. Teman-teman satu bimbingan skripsi: Boru, Nopi, Ella, Sophie, Sisil, Adys, Dilla, Gisela, dan Albeta yang selalu menjadi teman diskusi yang baik, saling memberikan dukungan dan semangat saat penyusunan skripsi ini.

13. Teman-teman satu angkatan Pendidikan Akuntansi Angkatan 2012 yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu, terima kasih atas empat tahun yang luar biasa ini dan dinamika kita yang mendewasakan dimasa perkuliahan. Sukses untuk kita semua.

14. Semua pihak yang mendukung membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan yang ada maka dari itu penulis mengaharapkan adanya kritik atau saran dari pembaca dan semoga skripsi ini dapat berguna bagi pembaca.

Yogyakarta, 27 Juli 2016

Penulis,


(15)

xiii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xix

DAFTAR LAMPIRAN ... xx

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Batasan Masalah ... 8

C. Rumusan Masalah ... 9


(16)

xiv

E. Manfaat Penelitian ... 10

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 11

A. Kurikulum 2013 ... 11

B. Pembelajaran Kontekstual ... 19

C. Kemampuan Berkomunikasi ... 31

D. Integritas Pribadi (Kejujuran) ... 39

E. Minat Belajar ... 46

F. Kerangka Berpikir ... 50

G. Model Penelitian... 53

H. Hipotesis ... 54

BAB III METODE PENELITIAN... 56

A. Jenis Penelitian ... 56

B. Waktu dan Tempat Penelitian ... 56

C. Subjek dan Objek Penelitian ... 56

D. Populasi dan Sampel Penelitian ... 57

E. Operasional Variabel ... 60

F. Teknik Pengumpulan Data ... 67

G. Pengujian Instrumen Penelitian ... 68

H. Teknik Analisis Data ... 79

BAB IV GAMBARAN UMUM ... 85

A. SMA N 1 Jetis ... 85

B. SMA N 1 Sewon ... 90


(17)

xv

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 98

A. Deskripsi Data ... 98

B. Pengujian Prasyarat Analisis Data ... 104

C. Pengujian Hipotesis ... 106

D. Pembahasan ... 112

BAB VI KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN ... 122

A. Kesimpulan ... 122

B. Keterbatasan Penelitian ... 123

C. Saran ... 124

DAFTAR PUSTAKA ... 128


(18)

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Perbedaan KTSP dengan Kurikulum 2013 ... 14

Tabel 2.2 Indikator Keberhasilan Implementasi Kurikulum 2013... 16

Tabel 2.3 Perbedaan Pembelajaran Kontekstual dengan Pembelajaran Tradisional ... 21

Tabel 2.4 Perbedaan Pembelajaran Kontekstual dengan Pembelajaran Konvensional ... 23

Tabel 3.1 Nama Sekolah dan Jumlah Siswa ... 57

Tabel 3.2 Nama Sekolah dan Jumlah Responden ... 59

Tabel 3.3 Operasional Variabel Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual ... 60

Tabel 3.4 Operasional Variabel Keterampilan Berkomunikasi ... 62

Tabel 3.5 Operasional Variabel Integritas Pribadi ... 63

Tabel 3.6 Operasional Variabel Minat Belajar Siswa ... 65

Tabel 3.7 Hasil Pengujian Validitas Instrumen Variabel Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual ... 69

Tabel 3.8 Hasil Pengujian Validitas Instrumen Variabel Keterampilan Berkomunikasi ... 70

Tabel 3.9 Hasil Pengujian Kedua Validitas Instrumen Variabel Keterampilan Berkomunikasi ... 72

Tabel 3.10 Hasil Pengujian Ketiga Validitas Instrumen Variabel Keterampilan Berkomunikasi ... 73


(19)

xvii

Tabel 3.12 Hasil Pengujian Kedua Validitas Instrumen Variabel Integritas

Pribadi ... 75

Tabel 3.13 Hasil Pengujian Validitas Instrumen Variabel Minat Belajar Siswa ... 76

Tabel 3.14 Hasil Pengujian Kedua Validitas Instrumen Variabel Minat Belajar Siswa ... 77

Tabel 3.15 Hasil Pengujian Reliabilitas Instrumen Penelitian ... 78

Tabel 3.16 Penguasaan Kompetensi... 80

Tabel 3.17 Tingkat Korelasi dan Kekuatan Hubungan ... 82

Tabel 4.1 Jumlah Guru dan Pegawai SMA N 1 Jetis ... 87

Tabel 4.2 Jumlah Siswa SMA N 1 Jetis ... 88

Tabel 4.3 Fasilitas SMA N 1 Jetis ... 88

Tabel 4.4 Jumlah Guru dan Karyawan SMA N 1 Sewon ... 92

Tabel 4.5 Jumlah Siswa SMA N 1 Sewon ... 92

Tabel 4.6 Jumlah Guru dan Karyawan SMA N 1 Kasihan ... 96

Tabel 4.7 Jumlah Siswa SMA N 1 Kasihan ... 96

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Jumlah Siswa Berdasarkan Asal Sekolah ... 98

Tabel 5.2 Status Sekolah Asal Siswa ... 99

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Jumlah Siswa Berdasarkan Jenis Kelamin ... 99

Tabel 5.4 Intepretasi Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual ... 100


(20)

xviii

Tabel 5.5 Intepretasi Keterampilan Berkomunikasi... 101 Tabel 5.6 Intepretasi Integritas Pribadi Siswa... 102 Tabel 5.7 Intepretasi Minat Belajar Siswa ... 103 Tabel 5.8 Hasil Uji Normalitas Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual

pada Materi Akuntansi berdasarkan Kurikulum 2013 dan Keterampilan Berkomunikasi ... 104 Tabel 5.9 Hasil Uji Normalitas Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual

pada Materi Akuntansi berdasarkan Kurikulum 2013 dan Integritas

Pribadi Siswa ... 105 Tabel 5.10 Hasil Uji Normalitas Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual

pada Materi Akuntansi berdasarkan Kurikulum 2013 dan Minat Belajar Siswa ... 106 Tabel 5.11 Hasil Uji Korelasi Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual

pada Materi Akuntansi Berdasarkan Kurikulum 2013 dan Keterampilan Berkomunikasi ... 107 Tabel 5.12 Hasil Uji Korelasi Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual

pada Materi Akuntansi Berdasarkan Kurikulum 2013 dan Integrias Pribadi Siswa ... 109 Tabel 5.13 Hasil Uji Korelasi Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual

pada Materi Akuntansi Berdasarkan Kurikulum 2013 dan Minat


(21)

xix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Struktur Organisasi SMA N 1 Jetis ... 89 Gmabar 4.2 Struktur Organisasi SMA N 1 Kasihan ... 97


(22)

xx

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I Instrumen Penelitian (Kuesioner) ... 131 Lampiran II Data Induk Penelitian ... 142 Lampiran III Uji Validitas ... 164 Lampiran IV Uji Reliabilitas ... 180 Lampiran V Perhitungan PAP II ... 181 Lampiran VI Tabel r... 184 Lampiran VII Uji Normalitas ... 190 Lampiran VIII Uji Korelasi Spearman ... 191 Lampiran IX Data Dinas Pendidikan Kab. Bantul ... 193 Lampiran X Surat Ijin Penelitian ... 195


(23)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan sarana dimana setiap peserta didik dapat menimba ilmu sesuai dengan apa yang diharapkan dan dibutuhkan peserta didik dalam kehidupannya. Dalam Undang-Undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 1 Butir 1 menyatakan bahwa “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, dan keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara”. Pendidikan tidak lepas dari kualitas pendidikan. Berbicara tentang kualitas pendidikan, masalah yang ada dalam dunia pendidikan di Indonesia yaitu metode pendidikan. Metode pendidikan mempengaruhi kualitas pendidikan, karena metode pendidikan merupakan salah satu cara untuk mencapai tujuan pendidikan, jika metode pendidikan yang diterapkan tidak sesuai dengan keadaan masyarakat maka hal tersebut dapat mempengaruhi kualitas pendidikan. Seiring perubahan waktu, terdapat pula perubahan metode pendidikan di Indonesia.

Dalam rangka pelaksanaan pendidikan, institusi penyelenggara memerlukan kurikulum. Menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 2003,


(24)

kurikulum adalah sebagai seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Menurut Imas dan Berlin (2014:10) kurikulum di Indonesia mengalami beberapa pergantian yang dikelompokkan berdasarkan tiga kelompok kurikulum, yakni rencana pelajaran, kurikulum berbasis tujuan, dan kurikulum berorientasi kompetensi. Kurikulum rencana pembelajaran (1947-1968), mengalami beberapa pergantian kurikulum diantaranya adalah kurikulum tahun 1947 (Rentjana Pelajaran 1947), kurikulum 1952 Rentjana Peladjaran Terurai 1952, Rentjana Paladrajan 1964, dan kurikulum 1968. Kelompok kurikulum kedua adalah kurikulum berorientasi pencapaian tujuan (1975-1994) mengalami beberapa pergantian kurikulum, yakni kurikulum 1975, kurikulum 1984, dan kurikulum 1994. Kelompok ketiga adalah kurikulum berbasis kompetensi (2004). Setelah berjalannya kurikulum kompetensi, kurikulum tersebut digantikan dengan kurikulum tingkat satuan pendidikan 2006. Kurikulum 2006 disempurnakan kembali dan mengalami pergantian menjadi kurikulum 2013. Menurut Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Prof.Ir.Muhammad Nuh (dalam Imas dan Berlin, 2014:21) mengatakan bahwa kurikulum 2013 lebih ditekankan pada kompetensi dengan pemikiran kompetensi berbasis sikap, keterampilan, dan pengetahuan.

Kurikulum 2013 memiliki langkah-langkah yang harus dilakukan dalam pembelajaran, yaitu mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan


(25)

membentuk jejaring. Perubahan kurikulum menjadi kurikulum 2013 diharapkan dapat menjawab tantangan-tantangan dan mengikuti perkembangan pada abad 21. Menurut Daryanto (2014:7) ciri abad 21 yaitu tersedianya informasi di mana dan kapan saja, komputasi (lebih cepat memakai mesin), otomasi (menjangkau segala pekerjaan rutin), komunikasi (dari mana saja, ke mana saja). Seperti yang diungkapkan Daryanto (2014:7) dalam menghadapi perkembangan abad 21 tersebut pembelajaran yang dapat diterapkan dalam kurikulum 2013 adalah sebagai berikut: model pembelajaran yang digunakan diarahkan untuk mendorong peserta didik mencari tahu dari berbagai sumber observasi, bukan diberi tahu, model pembelajaran diarahkan untuk mampu merumuskan masalah (menanya) bukan hanya menyelesaikan masalah (menjawab), model pembelajaran diarahkan untuk melatih berfikir analitis (pengambilan keputusan) bukan berfikir mekanistis (rutin), pembelajaran menekankan pentingnya kerjasama dan kolaborasi dalam menyelesaikan masalah. Dengan demikian dalam menghadapi tantangan abad 21 siswa diharuskan memiliki keterampilan berkomunikasi agar dalam menyampaikan pertanyaan, ide, dan gagasan dapat dipahami oleh orang lain. Siswa diharuskan pula memiliki kerakter (integritas), salah satu karakter yang dimiliki siswa yaitu kejujuran. Karakter merupakan dasar keperibadian siswa sehingga perlu dikembangakn dalam abad 21, terutama kejujuran karena dalam abad 21 siswa diharapkan dapat mencari tahu sendiri tentang berbagai sumber pembelajaran, sehingga kejujuran perlu dikembangkan


(26)

agar siswa menyampaikan yang sesungguhnya tentang apa yang mereka dapatkan. Selain itu minat belajar siswa dalam pembelajaran juga harus dikembangkan, karena tanpa adanya minat maka siswa tidak dapat melakukan pembelajaran dengan baik dan tentu tidak dapat menghadapi tantangan pada abad 21.

Perbedaan yang tampak paling menonjol kurikulum 2013 dengan kurikulum sebelumnya adalah pendekatan yang diterapkan, yaitu pendekatan saintifik. Pendekatan saintifik menurut Barringe (Yunus, 2014:125) merupakan pembelajaran yang menuntut siswa berfikir secara sistematis dan kritis dalam upaya memecahkan masalah yang penyelesaiannya tidak terlihat. Dalam pendekatan saintifik siswa dituntut secara aktif dalam proses pembelajaran, siswa diharapkan dapat memecahkan permasalahan sendiri dengan berbagai sumber. Siswa diharapkan selalu bertanya dan mengkomunikasikan ide atau gagasan terkait dengan kompetensi pembelajaran. Kemampuan siswa untuk bertanya dan mengkomunikasikan ide memerlukan sebuah keterampilan agar apa yang ingin disampaikan dapat dipahami oleh orang lain. Keterampilan yang perlu dimiliki siswa dalam hal tersebut adalah keterampilan berkomunikasi. Keterampilan berkomunikasi merupakan suatu kemampuan dimana seseorang dapat menyampaikan pesan, ide, informasi, pengetahuan, dan konsep kepada orang lain sehingga orang lain yang menjadi lawan berbicara mengerti apa yang dimaksudkan. Manfaat mengembangkan keterampilan berkomunikasi tentu tidak terbatas pada


(27)

pembelajaran saintifik, namun dapat dikembangkan dalam kehidupan sehari-hari agar dapat menjalin komunikasi yang akrab, hangat, produktif dengan orang lain. Oleh sebab itu, jika pendekatan saintifik diterapkan secara baik, maka siswa akan dapat lebih meningkatkan kemampuan berkomunikasi.

Pada kurikulum 2013, selain mempunyai tujuan untuk melatih kemampuan berkomunikasi, juga menekankan pada pengembangan karakter (integritas) dan menumbuhkan minat belajar siswa. Pendidikan karakter ditekankan pada tingkat dasar yang akan menjadi fondasi bagi tingkat berikutnya. Menurut Mulyasa (2014:6) pendidikan karakter dalam kurikulum 2013 bertujuan untuk meningkatkan mutu proses dan hasil pendidikan, yang mengarah pada pembentukan budi pekerti dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang sesuai dengan standar kompetensi lulusan pada setiap lulusan satuan pendidikan. Salah satu karakter yang dikembangakan dalam kurikulum 2013 adalah kejujuran. Jujur adalah segala sesuatu yang benar adanya, adanya kesamaan antara ucapan dan kenyataan, sehingga dapat menimbulkan suatu kepercayaan terhadap orang yang mengatakannya. Sebagaimana disampaikan Mulyasa (2014:7) melalui implementasi kurikulum 2013 yang berbasis kompetensi sekaligus berbasis karakter dan dengan pendekatan tematik dan kontekstual diharapkan peserta didik mampu mandiri meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya, mangaji, dan menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan akhlak


(28)

mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari. Oleh sebab itu, jika pendekatan saintifik diterapkan dengan baik maka siswa akan mampu mengembangkan karakter yang dimiliki khususnya pada karakter kejujuran.

Kurikulum 2013 juga memiliki tujuan untuk menciptakan kondisi pembelajaran di mana siswa merasa bahwa belajar itu merupakan suatu kebutuhan, dengan kata lain dapat menumbuhkan minat belajar siswa. Melalui implementasi kurikulum 2013 guru dapat menggunakan model pembelajaran yang menyenangkan sehingga pada saat kegiatan belajar mengajar siswa tidak merasa bosan, namun dapat bersemangat mengikuti pembelajaran. Menurut Khairani, 2013 (dalam Makmun, 2011:90) minat adalah gejala psikologis yang menunjukkan bahwa minat adanya pengertian subjek terhadap objek yang menjadi sasaran karena objek tersebut menarik perhatian dan menimbulkan perasaan senang sehingga cenderung kepada objek tersebut. Proses belajar akan berjalan lancar bila disertai minat, karena minat merupakan alat motivasi utama yang dapat membangkitkan kegairahan belajar anak didik dalam rentang waktu tertentu. Oleh karena itu, jika pendekatan saintifik diterapkan dengan baik, maka siswa akan mampu mengembangkan minatnya.

Penerapan kurikulum 2013 tidak lepas dari pembelajaran kontekstual. Dalam pembelajaran kontekstual siswa diharapkan dapat mengaitkan pembelajaran dengan keadaan nyata atau kehidupan sebenarnya. Sumber belajar siswa tidak hanya bersumber dari guru


(29)

melainkan dapat dari kehidupan sehari-hari. Tidak hanya hal tersebut yang ditekankan pada pembelajaran kontekstual, siswa juga dituntut secara aktif dalam setiap pembelajaran. Dalam pebelajaran kontekstual terdapat tujuh pilar dalam pembelajaran, salah satunya adalah masyarakat belajar dan menemukan. Masyarakat belajar dimaksudkan agar peserta didik dapat bekerjasama dengan temannya, dalam kerjasama tersebut tentu peserta didik diharapkan menyampaikan gagasan atau ide. Dengan demikian keterampilan berkomunikasi dalam proses ini sangat diperlukan oleh peserta didik. Dalam pilar menemukan salah satu hal yang perlu diperhatikan yaitu karakter siswa. Karakter siswa sangat dibutuhkan dalam proses menemukan karena siswa dituntut menemukan sendiri sumber-sumber belajar. Dengan demikian siswa harus dengan jujur menyampaikan apa yang mereka temukan. Dalam pembelajaran kontekstual yang menuntut siswa secara aktif dalam pembelajaran, siswa memerlukan minat belajar, tanpa adanya minat tentu pembelajaran tersebut tidak dapat berjalan dengan lancar. Oleh karena itu, kurikulum 2013 sangat sesuai dengan pembelajaran kontekstual karena secara garis besar memiliki tujuan yang sama.

Pendekatan saintifik dan pembelajaran kontekstual dilaksanakan pada setiap materi pelajaran di sekolah, termasuk pada materi akuntansi. Penelitian ini dimaksudkan untuk menyelidiki keterlaksanaan pembelajaran kontekstual berdasarkan kurikulum 2013 dengan keterampilan berkomunikasi, integritas pribadi, dan minat belajar siswa


(30)

SMA di Kabupaten Bantul. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Bantul dengan alasan yaitu: pertama, sekolah SMA di Kabupaten Bantul sudah banyak menerapkan atau mengimplementasikan kurikulum 2013 dimana dapat dibuktikan oleh peneliti pada waktu melaksanakan Program Pengalaman Lapangan (PPL) dimana sekolah yang ditempati dalam Program Pengalaman Lapangan di salah satu SMA di Kabupaten Bantul sudah menerapkan kurikulum 2013; kedua, keterampilan berkomunikasi, integritas pribadi, dan minat belajar siswa belum dilakukan penelitian tentang seberapa jauh ketercapaiannya dalam pembelajaran kontekstual berdasarkan kurikulum 2013.

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis merumuskan judul penelitian “Hubungan Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual pada Materi Akuntansi Berdasarkan Kurikulum 2013 dengan Keterampilan Berkomunikasi, Integritas Pribadi, dan Minat Belajar Siswa”. Penelitian ini akan dilakukan pada siswa SMA di wilayah Kabupaten Bantul yang menerapkan kurikulum 2013.

B. Batasan Masalah

Untuk lebih mengarahkan penelitian yang dilakukan, maka peneliti membatasi ruang lingkup masalah yaitu: Hubungan tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2013 dengan keterampilan berkomunikasi, integritas pribadi, dan minat belajar siswa SMA di wilayah Kabupaten Bantul yang menerapkan kurikulum 2013.


(31)

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis merumuskan masalah penelitian sebagai berikut:

1. Apakah ada hubungan positif antara tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2013 dan keterampilan berkomunikasi siswa?

2. Apakah ada hubungan positif antara tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2013 dan integritas pribadi siswa?

3. Apakah ada hubungan positif antara tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2013 dan minat belajar siswa?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui:

1. Hubungan positif antara tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2013 dan keterampilan berkomunikasi siswa.

2. Hubungan positif antara tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2013 dan integritas pribadi siswa.


(32)

3. Hubungan positif antara tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2013 dan minat belajar siswa.

E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Bagi Guru

Penelitian ini dapat dijadikan bahan evaluasi bagi guru dalam merapkan pembelajaran kontekstual berdasarkan kurikulum 2013 pada materi akuntansi. Berdasarkan evaluasi tersebut diharapkan guru dapat lebih menerapkan pembelajaran saintifik di kelas.

2. Manfaat Bagi Sekolah

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai evaluasi bagi para guru dalam megimplementasikan kurikulum 2013 pada materi akuntansi. 3. Manfaat Bagi Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi bagi peneliti selanjutnya untuk menyelidiki berbagai fakta terkait dengan pembelajaran kontekstual berdasarkan kurikulum 2013 di sekolah sebagaimana direkomendasikan dalam penelitian ini.


(33)

11 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kurikulum 2013

1. Pengertian Pendekatan Saintifik

Menurut Hosnan (2014:34), pendekatan saintifik merupakan proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif mengkonstruk konsep, hukum atau prinsip melalui tahapan-tahapan mengamati (untuk menidentifikasi atau menemukan masalah), merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan dan mengomunikasikan konsep, hukum, atau prinsip yang ditemukan. Dalam pendekatan saintifik siswa diharapkan dapat mencari tahu pembelajaran dari berbagai sumber melalui observasi, dan bukan hanya diberi tahu.

Sedangkan Barringe (dalam Yunus, 2014:125) menyatakan pembelajaran proses saintifik merupakan pembelajaran yang menuntut siswa berfikir secara sistematis dan kritis dalam upaya memecahkan masalah yang penyelesaiannya tidak mudah dilihat.

Menurut Hosnan (2014:35) pendekatan saintifik sangat relevan dengan tiga teori belajar, yaitu teori Bruner, teori Piaget, dan teori Vygotsky. Teori Bruner disebut juga teori belajar penemuan. Ada empat hal pokok berkaitan dengan teori Bruner (dalam Carin & Sund, 1975). Pertama, individu hanya belajar dan mengembangkan pikirannya


(34)

apabila ia menggunakan pikirannya. Kedua, dengan melakukan proses-proses kognitif dalam proses-proses penemuan, siswa akan memperoleh sensasi dan kepuasan intelektual yang merupakan suatu pengetahuan intrinsik. Ketiga, satu-satunya cara agar seseorang dapat mempelajari teknik-teknik dalam melakukan penemuan adalah ia memiliki kesempatan untuk melakukan penemuan. Keempat, dengan melakukan penemuan maka akan memperkuat retensi ingatan. Empat hal pokok dalam teori Bruner sangat sesuai dengan proses kognitif yang diperlukan dalam pembelajaran menggunakan metode saintifik. Teori Piaget, menyatakan bahwa belajar berkaitan dengan pembentukan dan perkembangan skema. Skema adalah suatu struktur mental atau struktur kognitif yang dengannya seseorang secara intelektual beradaptasi dan mengkoordinasi lingkungan sekitarnya (Baldwin, 1967). Teori selanjutnya adalah teori Vygotsky, dalam teorinya menyatakan bahwa pembelajaran terjadi apabila peserta didik bekerja atau belajar menangani tugas-tugas yang belum dipelajari namun tugas-tugas itu masih berada dalam jangkauan kemampuan atau tugas itu berada dalam zone of proximal development daerah terletak antara tingkat

perkembangan anak saat ini yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau teman sebaya yang lebih mampu (Nur dan Wikandari, 2000:4).

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pendekatan saintifik merupakan pembelajaran yang menggunakan pendekatan


(35)

ilmiah, dimana siswa dituntut untuk dapat menggali informasi dan menganalisis masalah dengan kemampuannya sendiri sehingga siswa harus aktif dalam pembelajaran dan mencari sumber-sumber yang digunakan untuk memecahkan masalah.

2. Karakteristik Pembelajaran dengan Metode Saintifik

Pembelajaran dengan metode saintifik memeiliki beberapa karakteristik. Menurut Hosnan (2014:26) karakteristik pembelajaran dengan metode saintifik sebagai berikut:

a. Berpusat pada siswa

b. Melibatkan keterampilan proses sains dalam mengonstruksi konsep, hukum atau prinsip

c. Melibatkan proses-proses kognitif yang potensial dalam merangsang perkembangan intelek, khususnya keterampilan berfikir tingkat tinggi siswa

d. Dapat mengembangkan karakter siswa

3. Tujuan Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik

Menurut Hosnan (2014:36) ada beberapa tujuan pemebelajaran dengan pendekatan saintifik, tujuan tersebut berdasarkan keunggulan pada pendekatan tersebut. Tujuan pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah sebagai berikut:

a. Meningkatkan kemampuan intelek, khususnya kemampuan berfikir tingkat tinggi siswa


(36)

b. Membentuk kemampuan siswa dalam menyelesaikan suatu masalah secara sistematik

c. Terciptanya kondisi pembelajaran di mana siswa merasa bahwa belajar itu merupakan suatu kebutuhan

d. Diperoleh hasil belajar yang tinggi

e. Melatih siswa dalam mengomunikasikan ide-ide, khususnya dalam menulis artikel ilmiah

f. Mengembangkan karakter siswa

4. Perbedaan Kurikulum KTSP dengan Kurikulum 2013

Kurikulum 2013 diluncurkan secara resmi pada tanggal 15 Juli 2013, dan kurikulum 2013 ini sudah dilaksanakan pada tahun pelajaran 2013/2014 pada sekolah-sekolah tertentu saja. Menurut Imas dan Berlin (2014:45) perubahan kurikulum, tentu juga menghadirkan beberapa perbedaan dengan yang lama, berikut ini adalah perbedaan kurikulum 2013 dengan KTSP:

Tabel 2.1

Perbedaan KTSP dengan Kurikulum 2013 Kurikulum 2013 KTSP a. SKL (Standar Kompetensi

Lulusan) ditentukan terlebih dahulu, melalui Permendikbud No. 45 Tahun 2013. Setelah itu batu ditentukan Standar Isi, yang berbentuk Kerangka Dasar Kurikulum, yang dituangkan dalam Permendikbud No. 67, 68, 69, dan 70 Tahun 2013

Standar Isi ditentukan terlebih dahulu melalui Permendiknas No. 22 Tahun 2006. Setelah itu ditentukan SKL (Standar Kompetensi Lulusan) melalui Permendiknas No. 23 Tahun 2006

b. Aspek kompetensi lulusan ada keseimbangan soft skills dan

Lebih menekankan pada aspek pengetahuan.


(37)

Kurikulum 2013 KTSP hard skills yang meliputi aspek

kompetensi sikap, ketrampilan, dan pengetahuan.

c. Di jenjag SD Tematik Terpadu untuk kelas I-VI

Di jenjang SD Temtik Tepadu untuk kelas I-III d. Jumlah jam pelajaran per

minggu lebih banyak dan jumlah mata pelajaran lebih sedikit dibanding KTSP

Jumlah jam pelajaran lebih sedikit dan jumlah mata pelajaran lebih banyak dibanding Kurikulum 2013 e. Proses pembelajaran setiap tema

di jenjang SD dan semua mata pelajaran di jenjang SMP/SMA/SMK dilakukan dengan pendekatan ilmiah (scientific approach), yaitu standar proses dalam pembelajaran terdiri dari mengamati, menanya, mengolah, menyajikan, menyimpulkan, dan mencipta.

Standar proses dalam pembelajaran terdiri dari eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi

f. TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi) bukan sebagai mata pelajaran, melainkan sebagai media pembelajaran.

TIK sebagai mata pelajaran

g. Standar penilaian menggunakan penilaian otentik, yaitu mengukur semua kompetensi sikap, ketrampilan, dan pengetahuan berdasarkan proses dan hasil belajar.

Penilaiannya lebih dominan pada aspek pengetahuan

h. Pramuka menjadi ekstrakulikuler wajib

Pramuka bukan ekstrakulikuler waib i. Peminatan (penjurusan) mulai

kelas X untuk jenjang SMA/MA

Penjurusan mulai kelas XI j. BK lebih menekankan

mengembangkan potensi siswa

BK lebih pada menyelesaikan masalah siswa


(38)

5. Indikator Keberhasilan Implementasi Kurikulum 2013

Menurut Daryanto (2014:11) indikator keberhasilan implementasi kurikulum 2013 yaitu:

Tabel 2.2

Indikator Keberhasilan Implementasi Kurikulum 2013 Entitas pendidikan Indikator keberhasilan a. Peserta didik Lebih produktif, kreatif, inovatif,

afektif, lebih senang belajar b. Pendidik dan Tenaga

kependidikan

Lebih bergairah dalam melakukan proses pembelajaran

Lebih mudah dalam memenuhi ketentuan 24 jam per minggu c. Manajemen satuan

pendidik

Lebih mengedepankan layanan pembelajaran termasuk bimbingan dan penyuluhan

d. Negara dan bangsa

Terjadinya proses pembelajaran yang lebih variatif di sekolah Reputasi internsional pendidikannya menjadi lebih baik e. Masyarakat umum

Memiliki daya saing yang lebih tinggi, sehingga lebih menarik bagi investor

Memperoleh lulusan sekolah lebih berkompeten

Dapat berharap kebutuhan pendidikan akan dipenuhi oleh sekolah.

6. Langkah-langkah Pendekatan Saintifik

Dalam pendekatan saintifik ada beberapa langkah yang harus dijalani, yaitu mengamati, menanya, mengumpulkan data, menalar, dan melakukan komunikasi. Langkah-langkah tersebut harus ada dalam pendekatan saintifik, namun tidak dituntut dalam satu kali pertemuan harus melakukan kelima langkah tersebut. Sebagaimana disampaikan


(39)

Daryanto (2014:59) langkah-langkah pendekatan saintifik sebagai berikut:

a. Melakukan pengamatan (observasi)

Observasi adalah menggunakan panca indera untuk memperoleh informasi. Metode ini memiliki keunggulan, karena harus menyajikan objek secara nyata untuk diamati sehingga peserta didik lebih mudah melaksanakannya. Dalam kegiatan ini hal yang dapat dilakukan siswa yaitu: melihat, menyimak, mendengar, dan membaca. Sedangkan tugas guru dalam langkah ini adalah memfasilitasi siswa.

b. Mengajukan pertanyaan

Langkah kedua yaitu mengajukan pertanyaan, dalam langkah ini guru membimbing peserta didik untuk mengajukan pertanyaan tentang hasil pengamatan objek yang konkrit sampai kepada yang abstrak berkenaan dengan fakta. Dalam kegiatan mengajukan pertanyaan, siswa diharapkan dapat mengembangkan kreativitas, rasa ingin tahu, kemampuan merumuskan pertanyaan untuk membentuk pikiran kritis yang perlu untuk hidup yang cerdas.

c. Mengumpulkan informasi

Kegiatan selanjutnya adalah mengumpulkan data atau informasi. Kegiatan ini merupakan kelanjutan dari kegiatan bertanya. Aktivitas mengumpulkan informasi dapat dilakukan dengan melakukan eksperimen, membaca sumber lain selain buku teks,


(40)

mengamati objek/kejadian/aktivitas wawancara dengan nara sumber, dan sebagainya. Dalam kegiatan mengumpulkan informasi siswa diharapkan dapat mengembangkan sikap jujur, sopan, menghargai pendapat orang lain, kemampuan berkomunikasi, dan dapat menerapkan kemampuan mengumpulkan informasi dengan berbagai cara.

d. Menalar/mengolah informasi

Setelah melakukan kegiatan mengumpulkan informasi dari eksperimen, mengamati, dan kegiatan mengumpulkan informasi lainnya, dalam kegiatan menalar adalah memproses informasi-informasi yang didapatkan sehingga dapat menemukan keterkaitan antar informasi tersebut. Aktivitas menalar merupakan proses berfikir logis dan sistematis atas fakta-fakta empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan. Dalam aktivitas menalar/mengumpulkan informasi siswa dapat mengembangkan sikap jujur, teliti, disiplin, taat aturan, kerja keras, dan kemampuan menerapkan prosedur dan kemampuan berfikir deduktif dan induktif dalam menyimpulkan.

e. Melakukan komunikasi

Kegiatan melakukan komunikasi merupakan kegiatan menyampaikan hasil pengamatan dan kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau media lainnya. Dalam kegiatan ini siswa diharapkan dapat mengembangkan sikap jujur, teliti, toleran,


(41)

kemampuan berfikir sistematis, mengungkapkan pendapat dengan singkat dan jelas, dan mengembangkan kemampuan berbahasa yang baik dan benar.

B. Pembelajaran Kontesktual

1. Pengertian Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual

Keterlaksanaan berasal dari kata laksana, yang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007:627) berarti sifat, laku, atau perbuatan. Imbuhan keter – an menyatakan sesuatu hal atau peristiwa yang telah terjadi. Dengan demikian, keterlaksanaan berarti sesuatu perbuatan atau peristiwa yang sudah terjadi. Menurut Komalasari (2010:7) pembelajaran kontekstual merupakan pendekatan pembelajaran yang mengaitkan antara matari yang dipelajari dengan kehidupan nyata peserta didik sehari-hari, baik dalam lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat maupun warga negara, dengan tujuan untuk menemukan makna materi tersebut bagi kehidupannya. Sedangkan menurut Johnson (2002) (Kunandar, 2007:295) mengartikan pembelajaran kontekstual adalah suatu proses pendidikan yang bertujuan membantu siswa melihat makna dalam bahan pelajaran yang mereka pelajari dengan cara menghubungkannya dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari, yaitu konteks lingkungan pribadinya, sosialnya, dan budayanya.

Berdasarkan bebrapa definisi di atas maka dapat disimpulkan definisi keterlaksanaan pembelajaran kontekstual adalah pendekatan pembelajaran yang telah dilaksanakan oleh sekolah dengan cara


(42)

mengaitkan materi yang dipelajari dengan kehidupan nyata siswa, dan mendorong siswa untuk menghubungkan bahan pelajaran dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari.

2. Ciri-ciri Pembelajaran Kontekstual

Menurut Kunandar (2007:298) ciri-ciri pembelajaran kontekstual antara lain):

a. Adanya kerja sama antar semua pihak

b. Menekankan pentingnya pemecahan masalah atau problem

c. Bermuara pada keragaman konteks kehidupan siswa yang berbeda-beda

d. Saling menunjang

e. Menyenangkan, tidak membosankan f. Belajar dengan bergairah

g. Belajar terintegrasi

h. Menggunakan berbagai sumber i. Siswa aktif

j. Sharing dengan teman k. Siswa kritis, guru kreatif

l. Dinding kelas dan lorong-lorong penuh dengan hasil karya siswa, peta-peta, gambar, artikel, humor, dan sebagainya

m.Laporan kepada orang tua bukan hanya rapor, tetapi hasil karya siswa, laporan hasil praktikum, karangan siswa, dan sebagainya.


(43)

3. Perbedaan Pembelajaran Kontekstual dengan Pembelajaran Tradisional Pembelajaran kontekstual merdasarkan pada filosofi kontruktivisme. Kontruktivisme adalah suatu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi (bentukan) kita sendiri (Glasersfeld, 1989:34). Menurut para kontruktivis, pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari otak seseorang (guru) ke kepala orang lain (siswa), namun harus siswa sendirilah yang mengartikan apa yang diajarkan dengan menyesuaikan terhadap pengalaman-pengalaman (Lorsbach dan Tobin, 1992:67).

Pembelajaran kontekstual yang berlandaskan konstruktivisme tersebut merupakan pembaruan terhadap pembelajaran tradisional selama ini yang lebih bercorak behaviorisme/strukturalisme. Ditjen Dikdasmen (2003) (Kokom, 2011:18) mengungkapkan perbedaan pembelajaran kontekstual dengan pembelajaran tradisional terlihat pada tabel berikut:

Tabel 2.3

Perbedaan Pembelajaran Kontekstual dengan Pembelajaran Tradisional

Aspek Pendekatan CTL Pendekatan Tradisional Perilaku siswa

dalam proses pembelajaran

Siswa secara aktif terlibat proses pembelajaran

Siswa adalah penerima informasi secara pasif Sistem Kerja Siswa belajar dari

teman melalui kerja kelompok, diskusi, dan saling mengoreksi

Siswa belajar secara individu

Karakteristik Pembelajaran

Pembelajaran

dikaitkan dengan kehidupan nyata dan

Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis


(44)

Aspek Pendekatan CTL Pendekatan Tradisional atau masalah yang

disimulasikan Dasar

Pembangunan Perilaku

Perilaku dibangun atas kesadaran diri

Perilaku dibangun atas kebiasaan

Dasar

pengembangan keterampilan

Keterampilan

dikembangkan atas dasar pemahaman

Keterampilan

dikembangkan atas dasar latihan

Hadiah untuk perilaku baik

Hadiah untuk perilaku baik adalah kepuasan

Hadiah untuk perilaku baik adalah pujian atau nilai (angka) rapor Kesadaran

perilaku jelek

Seseorang tidak melakukan yang jelek karena dia sadar hal itu keliru dan merugikan

Seseorang tidak melakukan hal jelek karena dia takut hukuman

Pendekatan bahasa

Bahasa diajarkan dengan pendekatan komunikatif, yakni siswa diajak menggunakan bahasa dalam konteks nyata

Bahasa digunakan dengan pendekatan struktural: rumus diterangkan sampai paham, kemudian dilatihkan (drill)

Penyampaian rumus/konsep

Pemahaman rumus dikembangkan atas dasar skemata yang sudah ada dalam diri siswa

Rumus itu ada di luar diri siswa, yang harus diterangkan, ditrima, dihafalkan, dan dilatihkan

Sifat konsep yang diajarkan

Pemahaman rumus itu relatif berbeda antara siswa yang satu dengan lainnya sesuai dengan skemata siswa

Rumus adalah kebenaran absolut (sama untuk semua siswa). Hanya ada dua kemungkinan, yaitu pemahaman rumus yang salah atau benar. Peran guru Siswa diminta

bertanggung jawab memonitor dan mengembangkan pembelajaran mereka masing-masing

Guru adalah penentu jalannya pembelajaran

Penting tidaknya pengalaman

Penghargaan terhadap pengalaman siswa sangat diutamakan

Pembelajaran tidak memperhatikan


(45)

Aspek Pendekatan CTL Pendekatan Tradisional Pengukuran hasil

belajar

Hasil belajar diukur dengan berbagai cara: proses kerja, hasil karya, penampilan, rekaman, dll

Hasil belajar hanya diukur dengan tes

Terjadinya proses pembelajaran

Pembelajaran terjadi diberbagai tempat, konteks, dan setting

Pembelajaran hanya terjadi dalam kelas Sanksi dari

perilaku jelek

Penyesalan adalah hukuman dari perilaku jelek

Sanksi adalah hukuman dari perilaku jelek Dasar perilaku

baik

Perilaku baik berdasar motivasi instrinsik

Perilaku baik berdasar motivasi ekstrinsik Kesadaran akan

berperilaku baik

Seseorang berperilaku baik karena yakin itulah yang terbaik dan bermanfaat

Seseorang berperilaku baik karena dia terbiasa melakukan begitu.

4. Perbedaan Pembelajaran Kontekstual dengan Pembelajaran Konvensional

Menurut Depdiknas (dalam Hosnan, 2014:268) pembelajaran kontekstual berbeda dengan pembelajaran konvensional, perbedaan tersebut antara lain:

Tabel 2.4

Perbedaan Pembelajaran Kontekstual dengan Pembelajaran Konvensional

Aspek CTL Konvensional

Pemilihan informasi

Pemilihan informasi kebutuhan individu siswa

Pemilihan informasi ditentukan guru

Bidang yang difokuskan

Cenderung mengintegrasikan beberapa bidang (disiplin)

Cenderung terfokus pada satu bidang (disiplin) tertentu Pemberian

informasi

Selalu mengaitkan informasi dengan

Memberikan tumpukan informasi kepada siswa


(46)

Aspek CTL Konvensional pengetahuan awal

yang telah dimiliki siswa

sampai pada saatnya diperlukan

Penilaian belajar Menerapkan penilaian autentik melalui penerapan praktis dalam pemecahan masalah

Penilaian hasil belajar hanya melalui kegiatan akademik berupa ujian/ulangan

5. Komponen Utama Pembelajaran Kontekstual

Ada tujuh komponen yang mendasari pembelajaran kontekstual, yaitu:

a. Konstruktivisme (Constructivism)

Menurut Rusman (2013:193) konstruktivisme merupakan landasan berfikir dalam pendekatan kontekstual, pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya akan diperluas melalui konteks yang terbatas. Pengetahuan bukanlah sekedar konsep atau kaidah yang siap untuk diingat dan digunakan, namun manusia harus dapat mengonstruksi pengetahuan tersebut agar dapat memberikan pedoman nyata yang dapat diterapkan dalam kondisi nyata.

b. Menemukan (inquiry)

Menurut Rusman (2013:194) menemukan merupakan kegiatan inti pembelajaran kontekstual. Pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki tidak hanya dari hasil ingatan seperangkat fakta atau konsep, namun juga berasal dari hasil menemukan sendiri. Dalam komponen kedua ini siswa secara individu maupun kelompok diharapkan dapat


(47)

menemukan pengetahuan sendiri dengan pengalaman masing-masing, sehingga hasil pembelajaran yang berasal dari hasil dan kreativitas sendiri akan bersifat tahan lama untuk diingat.

c. Bertanya (questioning)

Menurut Rusman (2013:195) bertanya merupakan strategi utama dalam pembelajaran kontekstual. Dalam pembelajaran kontekstual pertanyaan yang diajukan oleh guru atau siswa harus dijadikan alat atau pendekatan untuk menggali informasi atau sumber belajar yang ada kaitannya dengan kehidupan nyata. Sehingga tugas guru adalah untuk membimbing siswa melalui pertanyaan yang diajukan untuk mencari dan menemukan kaitan antara konsep yang dipelajari dengan kehidupan nyata.

d. Masyarakat belajar (learning community)

Menurut Rusman (2013:195) pembelajaran kontekstual membiasakan siswa untuk melakukan kerja sama dan memanfaatkan sumber belajar dari teman-teman belajarnya, melalui berbagi pengalaman diharapkan dapat menambah pengetahuan yang lebih banyak. Pemanfaatan sumber belajar tidak terbatas pada teman-teman atau lingkup kelas saja, namun juga berasal dari sumber-sumber dari luar kelas yaitu keluarga dan masyarakat.

e. Pemodelan (modelling)

Sebagaimana dikemukakan Kokom (2011:12) dalam pembelajaran keterampilan dan pengetahuan tertentu ada model yang


(48)

bisa ditiru. Guru dapat menjadi model yaitu dengan memberikan contoh cara mengerjakan tertantu, namun guru bukanlah menjadi satu-satunya model. Siswa dapat dilibatkan dalam perancangan model, misalnya siswa ditunjuk untuk memberikan contoh pada temannya.

f. Refleksi (reflection)

Menurut Rusman (2013:197) refleksi yaitu berfikir ke belakang tentang apa saja yang telah dilakukannya di masa lalu, dan mengendapkan apa yang baru saja dipelajari sebagai struktur pengetahuan yang baru yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya. Pada saat refleksi siswa diberi kesempatan untuk mencerna, menimbang, membandingkan, menghayati, dan melakukan diskusi dengan dirinya sendiri. Sehingga siswa dapat merespon apa yang dikerjakan di masa lalu dan membandingkan dengan pengetahuan yang baru.

g. Penilaian sebenarnya (authentic assessment)

Menurut Kokom (2011:13) tahap akhir dari pembelajaran kontekstual adalah melakukan penilaian. Kemajuan belajar siswa dinilai dari proses, bukan semata hasil. Penilaian dapat berupa penilaian tertulis dan penilaian berdasarkan perbuatan, penugasan, produk, atau portofolio.


(49)

6. Karakteristik Pembelajaran Kontekstual

Menurut Johnson (Kokom, 2011:7) ada delapan karakteristik contectual teaching and lerning, yaitu:

a. Making meaningful connections (membuat hubungan penuh makna).

Siswa dapat mengatur diri sendiri sebagai orang yang belajar aktif dalam mengembangkan minatnya secara individual, orang yang dapat bekerja sendiri atau bekerja dalam kelompok, dan orang yang dapat belajar sambil berbuat (learning by doing).

b. Doing significant work (melakukan pekerjaan penting)

Siswa membuat hubungan-hubungan antara sekolah dan berbagai konteks yang ada dalam kehidupan nyata sebagai anggota masyarakat.

c. Self-regulated learning (belajar mengatur sendiri)

Siswa melakukan pekerjaan yang signifikan: ada tujuannya, ada urusannya dengan orang lain, ada hubungannya dengan penentuan pilihan, dan ada produk/hasilnya yang sifatnya nyata. d. Collaborating (kerja sama)

Siswa dapat bekerja sama. Guru membantu siswa bekerja secara efektif dalam kelompok, membantu mereka memahami bagaimana mereka saling memengaruhi dan saling berkomunikasi.


(50)

e. Critical and creative thinking (berfikir kritis dan kreatif)

Siswa dapat menggunakan tingkat berfikir yang lebih tinggi secara kritis dan kreatif: menganalisis, membuat sintesis, memecahkan masalah, membuat keputusan, dan menggunakan bukti-bukti dan logika.

f. Nurturing the individual (memelihara individu)

Siswa memelihara pribadinya: mengetahui, memberi perhatian, memberi harapan-harapan yang tinggi, memotivasi dan memperkuat diri sendiri. Siswa tidak dapat berhasil tanpa dukungan orang dewasa.

g. Reaching high standards (mencapai standar tinggi)

Artinya, siswa mengenal dan mencapai standar yang tinggi: mengidentifikasi tujuan dan memotivasi siswa untuk mencapainya. h. Using authentic assessment (penggunaan penilaian sebenarnya)

Siswa mengenal dan mencapai standar yang tinggi: mengidentifikasi tujuan dan memotivasi siswa untuk mencapainya. Guru memerlihatkan kepada siswa cara mencapai apa yang disebut

“excellence”.

i. Using authentic assessment (mengadakan asesmen autentik)

Siswa menggunakan pengetahuan akademis dalam konteks dunia nyata untuk suatu tujuan yang bermakna. Misalnya, siswa boleh menggambarkan informasi akademis yang telah mereka pelajari untuk diaplikasi dalam kehidupan nyata.


(51)

Pendapat lain mengenai karakteristik pembelajaran kontekstual diungkapkan oleh Sounder (Kokom, 2011:8) yang difokuskan pada REACT (Relating, Experencing, Applying, Cooperating, dan Transfering). Penjelasan masing-masing karakteristik pembelajaran

kontekstual sebagai berikut: a. Keterkaitan, relevansi (relating)

Proses pembelajaran hendaknya ada keterkaitan (relevansi) dengan bekal pengetahuan (prerequisite knowledge) yang telah ada pada diri siswa (relevansi antar faktor internal seperti bekal pengetahuan, keterampilan, bakat, minat, dengan faktor eksternal seperti ekspose media dan pembelajaran oleh guru dan lingkungan luar), dan dengan konteks pengalaman dalam kehidupan dunia nyata seperti manfaat untuk bekal bekerja dikemudian hari.

b. Pengalaman langsung (experiencing)

Dalam proses pembelajaran, siswa perlu mendapatkan pengalaman langsung melalui kegiatan eksplorasi, penemuan (discovery), inventori, investigasi, penelitian, dan sebagainya. Experiencing dipandang sebagai jantung pembelajaran kontekstual.

Proses pembelajaran akan berlangsung cepat jika siswa diberi kesempatan untuk memanipulasi peralatan, memanfaatkan sumber belajar, dan melakukan bentuk-bentuk kegiatan penelitian yang lain secara aktif.


(52)

c. Aplikasi (applying)

Menerapkan fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang dipelajari dalam situasi dan konteks yang lain merupakan pembelajaran tingkat tinggi, lebih dari sekedar hafal. Kemampuan siswa menerapkan konsep dan informasi dalam konteks yang bermanfaat juga dapat mendorong siswa memikirkan karir dan pekerjaan di masa depan yang mereka minati. Dalam pembelajaran kontekstual, penerapan ini lebih banyak diarahkan pada dunia kerja, dalam kegiatan pembelajaran di kelas, pengenalan dunia kerja ini dilaksanakan dengan menggunakan buku teks, video, dan laboratorium.

d. Kerja sama (cooperating)

Kerja sama dalam konteks saling tukar pikiran, mengajukan dan menjawab pertanyaan, komunikasi interaktif antar sesama siswa, antar siswa dengan guru, antar siswa dengan nara sumber, memecahkan masalah dan mengerjakan tugas bersama merupakan strategi pembelajarn pokok dalam pembelajarn kontekstual.

e. Alih pengetahuan (transferring)

Pembelajarn kontekstual menekankan pada kemampuan siswa untuk mentransfer pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang telah dimiliki pada situasi lain. Dengan kata lain, pengetahuan dan keterampilan yang telah dimiliki tidak sekedar untuk dihafal, tetapi digunakan atau dialihkan pada situasi dan kondisi lain.


(53)

C. Kemampuan Berkomunikasi 1. Pengertian Komunikasi

Manusia adalah makhluk sosial yang selalu berhubungan dengan orang lain, dalam berinteraksi dengan sesamanya, komunikasi menjadi jembatan dalam melakukan interaksi. Selain itu, ada sejumlah kebutuhan di dalam diri manusia yang dapat dipusatkan lewat komunikasi dengan sesamanya. Sehingga, penting bagi kita untuk terampil dalam berkomunikasi. Menurut Makmun (2015:5) komunikasi atau communication berasal dari bahasa Latin, communis yang berarti

„sama‟. Communico, communicatio atau communicare yang berarti membuat sama. Secara sederhana komunikasi dapat terjadi apabila ada kesamaan antara penyampaian pesan dan orang yang menerima pesan.

Effendy (2000) (dalam Makmun, 2015:6) mengungkapkan bahwa komunikasi adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang-lambang bermakna bagi kedua pihak, dalam situasi tertentu komunikasi menggunakan media tertentu untuk merubah sikap atau tingkah laku seseorang atau sejumlah orang sehingga ada efek tertentu yang diharapkan. Sedangkan menurut Jhonson (Supraktiknya, 1995:30), seacra luas komunikasi adalah setiap bentuk tingkah laku seseorang baik verbal maupun nonverbal yang ditanggapi oleh orang lain. Komunikasi mencakup pengertian yang lebih luas dari sekedar wawancara. Setiap bentuk tingkah laku mengungkapkan pesan tertentu, sehingga juga merupakan


(54)

sebentuk komunikasi. Secara sempit komunikasi diartikan sebagai pesan yang dikirim seseorang kepada satu atau lebih penerima dengan maksud sadar untuk mempengaruhi tingkah laku si penerima.

Handoko (2002) (dalam Makmun, 2015:6) mendefinisikan komunikasi adalah proses perpindahan pengertian dalam bentuk gagasan, informasi dari seseorang ke oarang lain. Sedangkan Evertt M. Rogers (Makmun, 2015:6) mendefinisikan komunikasi sebagai proses yang di dalamnya terdapat suatu gagasan yang dikirimkan dari sumber kepada penerimanya dengan tujuan untuk merubah perilakunya. Pendapat senada dikemukakan oleh Theodore Herbert (Makmun, 2015:6) mengemukakan bahwa komunikasi merupakan proses yang di dalamnya menunjukkan arti pengetahuan dipindahkan dari seseorang kepada orang lain, biasanya dengan maksud mencapai beberapa tujuan khusus. Berdasarkan beberapa pengertian komunikasi di atas, dapat disimpulkan komunikasi adalah suatu penyampaian informasi (pesan, ide, gagasan) dari satu pihak kepada pihak lain.

2. Komponen-Komponen Komunikasi

Dalam berinteraksi dengan lingkungan terutama dalam melakukan komunikasi terdapat hal-hal yang harus ada agar komunikasi dapat berlangsung dengan baik. Menurut Laswell komponen-komponen komunikasi adalah (Mulyana, dalam Makmun, 2015:16):

a. Pengirim atau komunikator adalah pihak yang mengirimkan pesan kepada pihak lain


(55)

b. Pesan adalah isi atau maksud yang akan disampaikan oleh satu pihak kepada pihak lain

c. Saluran adalah media dimana pesan disampaikan kepada komunikan. Dalam komunikasi antar-pribadi saluran dapat berupa udara yang mengalirkan getaran nada/suara

d. Penerima atau komunikate adalah pihak yang menerima pesan dari pihak lain

e. Umpan balik adalah tanggapan dari penerima pesan atas isi pesan yang disampaikannya

f. Aturan yang disepakati para pelaku komunikasi tentang bagaimana komunikasi itu akan diajadikan.

3. Aspek Utama Komunikasi

Menurut John W. (2009:273) dalam melaksanakan pembelajaran dan pengajaran baik sebagai guru maupun sebagai siswa membutuhkan dan dibutuhkan keterampilan berkomunikasi yang baik sehingga pembelajaran dan pengajaran dapat mencapai tujuan yang ingin dicapainya. Tiga aspek utama dari komunikasi adalah keterampilan berbicara, keterampilan mendengarkan, dan komunikasi non verbal. a. Keterampilan Berbicara

Berbicara di depan kelas yang dilakukan oleh guru maupun dilakukan oleh siswa, hal yang harus diingat adalah untuk dengan jelas mengkomunikasikan informasi. Menurut John. W (2009:273)


(56)

ada beberapa strategi yang bagus untuk berbicara secara jelas meliputi hal-hal sebagai berikut:

1) Menggunakan tata bahasa yang benar

2) Memilih kosa kata yang bisa dimengerti dan sesuai untuk level yang diajak berbicara

3) Menerapkan strategi guna meningkatkan kemampuan lawan bicara untuk memahami apa yang Anda katakan

4) Berbicara pada kecepatan yang sesuai

5) Benar dalam komunikasi Anda dan menghindari sesuatu yang tidak jelas

6) Menggunakan perencanaan dan keterampilan berpikir logis yang baik sebagai fondasi berbicara secara jelas

b. Keterampilan Mendengarkan

Mendengarkan adalah keterampilan yang penting untuk membuat dan memelihara hubungan. Mendengar secara aktif berarti memberikan perhatian penuh kepada pembicara, berfokus pada isi intelektual dan emosional dari pesan. Menurut John. W (2009:278) berikut adalah beberapa strategi yang bagus untuk mengembangkan keterampilan mendengarkan yang aktif:

1) Memperhatikan orang yang berbicara 2) Memparafrasakan

3) Mensintesis tema dan pola


(57)

c. Komunikasi Non Verbal

Menurut John. W (2009:279) komunikasi yang paling interpersonal adalah komunikasi non verbal. Selain apa yang orang katakan, orang tersebut juga dapat berkomunikasi dengan melipat tangan, melemparkan pandangan, menggerakan mulut, menyilangkan kaki, atau menyentuh tangan. Berikut ini adalah beberapa contoh perilaku umum yang menjadi jalan dalam komunikasi secara nonverbal antar-individu:

1) Mengangkat alis dengan perasaan tidak percaya

2) Mendekap lengan untuk mengasingkan atau melindungi diri 3) Mengangkat bahu ketika merasa tidak tertarik

4) Mengedipkan mata untuk menunjukkan kehangatan atau persetujuan

5) Mengetuk-ngetuk jemari ketika merasa tidak sabar 6) Memukul dahi ketika lupa akan sesuatu hal

4. Bentuk-bentuk Komunikasi

Menurut Makmun (2015:12) bentuk-bentuk komunikasi dapat dijabarkan sebagai berikut:

a. Komunikasi vertikal

Komunikasi vertikal adalah komunikasi dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas atau komunikasi dari pimpinan ke bawahan dan dari bawahan ke pimpinan secara timbal balik.


(58)

b. Komunikasi horizontal

Komunikasi horizontal adalah komunikasi secara mendatar, misalnya berkomunikasi antara karyawan dengan karyawan dan komunikasi ini sering kali berlangsung tidak formal yang berlainan dengan komunikasi vertikal yang terjadi secara formal.

c. Komunikasi diagonal

Komunikasi diagonal yang sering juga dinamakan komunikasi silang yaitu seseorang dengan orang lain yang satu dengan yang lainnya berbeda dalam kedudukan dan bagian.

5. Keterampilan Dasar Berkomunikasi

Keterampilan berkomunikasi merupakan suatu kemampuan dimana seseorang dapat menyampaikan pesan, ide, informasi, pengetahuan, dan konsep kepada oarang lain sehingga orang lain yang menjadi lawan berbicara mengerti apa yang dimaksudkan. Dalam melakukan komunikasi dengan orang lain, orang tidak bisa asal berbicara namun orang perlu mengembangkan dan memlihara komunikasi yang akrab, hangat, produktif dengan orang lain, oleh karena itu orang perlu memiliki keterampilan berkomunikasi.

Menurut Johnson (dalam Supraktiknya, 1995:10) ada beberapa keterampilan dasar berkomunikasi, yaitu:

a. Seseorang harus mampu saling memahami satu sama lain. Secara rinci, kemampuan ini mencakup beberapa sub kemampuan, yaitu sikap percaya, pembukaan diri, keinsafan diri, dan penerimaan diri.


(59)

b. Seseorang harus mampu mengkomunikasikan pikiran dan perasaan kita secara tepat dan jelas. Kemampuan ini juga harus disertai kemampuan menunjukkan sikap hangat dan rasa senang serta kemampuan mendengarkan dengan cara yang akan menunjukkan bahwa kita memahami lawan komunikasi kita. Dengan saling mengungkapkan pikiran-perasaan dan saling mendengarkan, kita memulai, mengembangkan, dan memelihara komunikasi dengan orang lain.

c. Harus mampu saling menerima dan saling memberikan dukungan atau saling menolong. Kita harus mampu menanggapi keluhan orang lain dengan cara-cara yang bersifat menolong, yaitu menunjukkan sikap memahami dan bersedia menolong sambil memberikan bombongan dan contoh seperlunya, agar orang tersebut mampu menemukan pemecahan-pemecahan yang konstruktif terhadap masalahnya.

d. Harus mampu memecahkan konflik dan bentuk-bentuk masalah antar pribadi lain yang mungkin muncul dalam komunikasi dengan orang lain, melalui cara yang konstruktif. Artinya, dengan cara-cara yang semakin mendekatkan kita dengan lawan komunikasi kita dan menjadikan komunikasi kita itu semakin tumbuh dan berkembang. Kemampuan ini sangat penting untuk mengembangkan dan menjaga kelangsungan komunikasi seseorang.


(60)

6. Cara Mempelajari Keterampilan Berkomunikasi

Keterampilan berkomunikasi bukan merupakan kemampuan yang dibawa sejak lahir dan juga tidak muncul secara tiba-tiba saat kita memerlukannya, keterampilan tersebut harus dipelajari dan dilatih. Menurut Johnson (dalam Supraktiknya, 1995:12) ada beberapa cara yang mempelajari keterampilan berkomunikasi, yaitu:

a. Harus menyadari mengapa keterampilan berkomunikasi ini penting kita kuasai dan apa manfaatnya bagi kita

b. Harus memahami keterampilan berkomunikasi dan bentuk-bentuk perilaku komponennya yang perlu kuasai untuk mewujudkan keterampilan itu

c. Harus rajin mencari dan menemukan situasi-situasi di mana kita dapat mempraktikkan keterampilan tersebut

d. Tidak boleh segan atau malu menerima bantuan orang lain untuk memantau usaha kita serta memberikan penilaian tentang kemajuan yang sudah kita capai maupun kekurangan yang masih kita miliki e. Tidak boleh bosan belajar atau berlatih

f. Keseluruhan latihan tersebut harus dibagi dalam satuan-satuan atau bagian-bagian tertentu, agar setiap kali dapat dirasakan keberhasilan usaha kita

g. Saling menolong bila dapat menemukan teman yang dapat kita ajak sebagai lawan berlatih


(61)

h. Keterampilan berkomunikasi dengan seluruh komponen atau bagiannya harus terus-menerus dilatih dan praktikknya, sampai akhirnya menjadi bagian dari diri.

D. Integritas Pribadi 1. Pengertian

Menurut Yaumi (2014:67), integritas adalah suatu konsep tentang konsistensi tindakan, nilai-nilai, metode, ukuran, prinsip-prinsip, harapan, dan hasil. Dalam hubungannya etika, integritas selalu dirujuk pada kejujuran, kepercayaan, atau ketepatan. Yaumi (2014:66) menjelaskan bahwa integritas adalah integritas antara etika dan moralitas, semakin terintegritas, semakin tinggi level integritas yang ada. Dengan demikian, integritas dapat menghasilkan sifat keteladanan seperti kejujuran, etika, dan moral.

Dalam penelitian ini, peneliti lebih berfokus pada salah satu sifat keteladanan integritas yaitu kejujuran peserta didik. Kejujuran perlu diterapkan dalam setiap mata pelajaran, karena kejujuran merupakan hal yang sangat penting dalam pembelajaran. Oleh karena itu sekolah perlu membuat program untuk menumbuhkan kejujuran bagi para peserta didik.

Menurut Kodsinco dalam Yaumi (2014:65) menguraikan beberapa hakikat dari kejujuran, sebagai berikut:


(62)

b. Kita melakukan kejujuran ketika kita bertindak sesuai dengan yang dipikirkan.

c. Kita jujur ketika mengatakan yang benar sekalipun orang lain tidak setuju.

2. Komponen-komponen Karakter yang Baik

Filosofi Yunani Aristoteles mendefinisikan karakter yang baik sebagai hidup dengan tingkah laku yang benar, tingkah laku yang benar dalam hal berhubungan dengan orang lain dan berhubungan dengan diri sendiri. Menurut Lickona (2008: 74) terdapat komponen-komponen karakter yang baik, yaitu:

a. Pengetahuan Moral

Ada beragam pengetahuan moral yang dapat kita manfaatkan ketika kita berhadapan dengan tantangan-tantangan moral dalam hidup. Enam pengetahuan moral berikut diharapkan dapat menjadi tujuan pendidikan karakter, yaitu (Lickona, 2008: 75):

1) Kesadaran moral

Kesadaran moral adalah kendala untuk bisa mendapatkan informasi. Dalam membuat penilaian moral, sering kali kita tidak bisa memutuskan mana yang benar sampai kita mengetahui keadaan yang sesungguhnya.

2) Mengetahui nilai-nilai moral

Nilai moral seperti menghormati kehidupan dan kemerdekaan, bertanggung jawab terhadap orang lain, kejujuran,


(63)

keadilan, toleransi, sopan santun, disiplin diri, integritas, belas kasih, kedermawaan, dan keberanian adalah faktor penentu dalam membentuk pribadi yang baik.

3) Pengambilan perspektif

Pengambilan perspektif adalah kemampuan untuk mengambil sudut pandang orang lain, melihat situasi dari sudut pandang orang lain, membayangkan bagaimana mereka akan berfikir, bereaksi, dan merasa. Hal ini merupakan prasyarat bagi pertimbangan moral: kita tidak dapat menghormati orang dengan baik dan bertindak dengan adil terhadap mereka jika kita tidak memahami mereka.

4) Penalaran moral

Penalaran moral adalah memahami makna sebagai orang yang bermoral dan mengapa kita harus bermoral. Penalaran moral telah menjadi fokus sebagian besar riset psikologi perkembangan moral abad ini.

5) Pengambilan keputusan

Keterampilan pengambilan keputusan reflektif adalah kemampuan memikirkan langkah yang mungkin akan diambil seseorang yang sedang mengahadapi persoalan moral.

6) Pengetahuan diri

Memahami diri sendiri merupakan pengetahuan moral yang paling sulit untuk dikuasai, tetapi penting bagi perkembangan


(64)

karakter. Membangun pemahaman diri berarti sadar terhadap kekuatan dan kelemahan karakter kita dan mengetahui cara untuk memperbaiki kelemahan tersebut.

b. Perasaan moral

Sisi emosional karakter telah begitu terabaikan dalam diskusi-diskusi pendidikan moral, padahal sebetulnya sisi emosional ini sangat penting. Seberapa kepedulian kita untuk menjadi orang yang jujur, adil, dan santun terhadap orang lain jelas berpengaruh terhadap bagaimana pengetahuan moral kita menuntun kita pada perilaku moral. Beberapa aspek moral emosional berikut ini akan memfokuskan perhatian kita ketika kita berupaya memberi pengajaran tentang karakter yang baik, aspek moral emosional sebagai berikut (Lickona, 2008: 80):

1) Hati nurani

Hati nurani memiliki dua sisi: sisi kognitif dan sisi emosional. Sisi kognitif menuntun kita dalam menentukan hal yang benar, sedangkan sisi emosional menjadikan kita merasa berkewajiban untuk melakukan hal yang benar.

2) Penghargaan diri

Apabila kita memiliki penghargaan diri yang sehat, kita akan dapat menghargai diri sendiri, dan jika kita mengharagi diri sediri maka kita akan menghormati orang lain. Dengan demikian,


(65)

kecil kemungkinan bagi kita untuk merusak tubuh atau pikiran kita atau membairkan orang lain merusaknya.

3) Empati

Empati adalah kemampuan mengenali, atau merasakan, keadaan yang tengah dialami orang lain. Empati memungkinkan kita keluar dari kulit kita dan masuk ke kulit orang lain. Empati merupakan sisi emosional dari pengambilan perspektif.

4) Menyukai kebaikan

Apabila orang mencintai kebaikan, mereka akan merasa senang melakukan kebaikan. Cinta akan melahirkan hasrat, bukan hanya kewajiban.

5) Kontrol diri

Kontrol diri penting untuk mengekang keterlenaan diri. Emosi dapat menghanyutkan akal. Maka dari itulah kontrol diri merupakan pekerti moral yang penting. Mengontrol diri sendiri itu berarti dapat mengkondisikan diri sendiri dan dapat menahan emosi dan amarah yang ada di dalam diri.

6) Kerendahan hati

Kerendahan hati merupakan pekerti moral yang kerap diabaikan padahal pekerti ini merupakan bagian penting dari karakter yang baik. Kerendahan hati adalah bagian dari pemahaman diri. Suatu bentuk keterbukaan murni terhadap


(66)

kebenaran sekaligus kehendak untuk berbuat sesuatu demi memperbaiki kegagalan kita.

c. Tindakan moral

Tindakan moral adalah produk dari dua bagian karakter lainnya. Dengan demikian untuk memahami sepenuhnya apa yang menggerakan seseorang sehingga mampu melakukan tindakan bermoral, kita perlu melihat lebih jauh dalam tiga aspek karakter lainnya yakni (Lickona, 2008: 86):

1) Kompetensi

Kompetensi moral adalah kemampuan mengubah pertimbangan dan perasaan moral ke dalam tindakan moral yang efektif.

2) Kemauan

Kehendak atau kemauan dubutuhkan untuk menjaga emosi agar tetap terkendali oleh akal. Kehendak juga dibutuhkan untuk dapat melihat dan memikirkan suatu keadaan melalui seluruh dimensi moral. Kehendak dibutuhkan untuk mendahulukan kewajiban, bukan kesenangan.

3) Kebiasaan

Menghadapi banyak situasi, kebiasaan merupakan faktor pembentuk perilaku moral. Anak-anak membutuhkan banyak kesempatan untuk membangun kebiasaan-kebiasaan baik, dan banyak berlatih untuk menjadi orang baik.


(67)

3. Ciri-Ciri Orang Jujur

Orang yang memiliki karakter jujur dicirikan oleh perilaku berikut (Dharma et al, 2011:17; Mustari, 2014:16):

a. Jika bertekad untuk melakukan sesuatu, tekadnya adalah kebenaran dan kemaslahatan

b. Berkata tidak bohong

c. Adanya kesamaan antara yang dikatakan hatinya dengan apa yang dilakukannya

d. Tidak suka menyontek e. Berani mengakui kesalahan

f. Tidak memanipulasi fakta/informasi

g. Bersedia mengakui kesalahan, kekurangan ataupun keterbatasan diri. 4. Indikator Jujur

Dalam jenjang pendidikan SMA yaitu kelas X sampai XII, memiliki indikator jujur yang berbeda dengan jenjang pendidikan SMP. Tentu perbedaan tersebut sesuai dengan perkembangan siswa. Indikator jujur pada jenjang SMA yaitu (Pupuh et al, 2013:107): a. melaksanakan tugas sesuai dengan aturan akademik yang berlaku di sekolah; b. menyebutkan secara tegas keunggulan dan kelemahan suatu pokok bahasan; c. mau bercerita tentang permasalahan dirinya dalam menerima pendapat temannya; d. mengemukakan pendapat tentang sesuatu sesuai dengan yang diyakininya; e. membayar barang yang


(68)

dibeli dengan jujur; f. mengembalikan barang yang dipinjam atau ditemukan di tempat umum.

E. Minat Belajar 1. Pengertian Minat

Berikut ini adalah beberapa pendapat menurut para ahli mengenai pengertian minat: Slameto (1991) (Syaiful, 2011:191) mengemukakan minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa ketertarikan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh. Gunarso (Makmun, 2011:88) mengemukakan minat adalah sesuatu yang pribadi dan berhubungan erat dengan sikap. Minat dapat menyebabkan seseorang giat melakukan menuju sesuatu yang telah menarik minatnya.

Menurut Hurlock (1999) (Makmun, 2011:88), minat merupakan sumber motivasi yang mendorong orang untuk melakukan apa yang mereka inginkan bila mereka bebas memilih. Sedangkan Winkel (1984:30) mengemukakan minat adalah kecenderungan yang menetap dalam subjek untuk merasa tertarik pada bidang atau hal tertentu dan merasa senang berkecimpung dalam bidang.

Berdasarkan beberapa pengertian minat menurut para ahli maka dapat disimpulkan bahwa minat adalah gejala psikologis yang menunjukkan bahwa minat adanya pengertian subjek terhadap objek yang menjadi sasaran karena objek tersebut menarik perhatian dan menimbulkan perasaan senang sehingga cenderung kepada objek tersebut (Khairani, 2013 dalam Makmun, 2011:90).


(69)

2. Cara Membangkitkan Minat

Ada beberapa macam cara yang dapat dilakukan untuk membangkitkan minat siswa, yaitu sebagai berikut (Syaiful, 2011:167): a. Membandingkan adanya suatu kebutuhan pada diri anak didik,

sehingga dia rela belajar tanpa paksaan

b. Menghubungkan bahan pelajaran yang diberikan dengan persoalan pengalaman yang dimiliki anak didik, sehingga anak didik mudah menerima bahan pelajaran

c. Memberikan kesempatan kepada anak didik untuk mendapatkan hasil belajar yang baik dengan menyediakan lingkungan belajar yang kreatif dan kondusif

d. Menggunakan berbagai macam bentuk dan teknik mengajar dalam konteks perbedaan individual anak didik

3. Indikator Minat

Ada empat indikator yang mempengaruhi minat, yaitu ketertarikan, perhatian, motivasi, dan pengetahuan yang akan dijelaskan sebagai berikut (Harun dalam Jannah, 2010):

a. Ketertarikan

Siswa yang berminat terhadap suatu pelajaran maka ia akan memiliki perasaan ketertarikan untuk belajar.

b. Perhatian

Perhatian merupakan konsentrasi atau aktivitas jiwa seseorang terhadap pengamatan, pengertian ataupun yang lainnya dengan


(70)

mengesampingkan hal lain daripada itu. Sehingga, siswa akan mempunyai perhatian dalam belajar, jiwa dan fikiran terfokus dengan apa yang dipelajarinya.

c. Motivasi

Motivasi merupakan suatu usaha atau pendorong yang dilakukan secara sadar untuk melakukan tindakan belajar dan mewujudkan perilaku yang terarah demi tercapainya tujuan yang diharapkan dalam situasi interaksi belajar yang akan mendorong siswa semangat untuk belajar.

d. Pengetahuan

Selain dari perasaan senang dan perhatian, untuk mengetahui berminat atau tidaknya seorang terhadap suatu pelajaran dapat dilihat dari pengetahuan yang dimilikinya. Siswa yang berminat terhadap suatu pelajaran maka ia akan mempunyai pengetahuan yang luas tentang pelajaran serta bagaimana manfaat belajar dalam kehidupan sehari-hari.

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Minat

Faktor-faktor yang mempengaruhi minat dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu yang bersumber dari dalam diri (niat, rajin, motivasi, dan perhatian) dan bersumber dari luar (keluarga, guru, dan fasilitas sekolah). Penjelasan secara rinci sebagai berikut (Budiyarti, 2011):


(71)

a. Faktor dari dalam:

1) Niat, merupakan titik sentral yang pokok dari segala bentuk perbuatan seseorang.

2) Rajin dan kesungguhan dalam belajar seseorang akan memperoleh sesuatu yang dikehendaki dengan cara maksimal, dalam menuntut ilmu tertentu dibutuhkan kesungguhan belajar yang matang dan ketekunan yang intensif pada diri orang tersebut.

3) Motivasi, merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi minat seseorang karena adanya dorongan yang timbul dalam diri seseorang untuk berbuat sesuatu dalam mencapai tujuan.

4) Perhatian, minat timbul bila ada perhatian dengan kata lain minat merupakan sebab akibat dari perhatian, karena perhatian itu merupakan pengaruh tenaga jiwa yang ditujukan kepada suatu objek yang menimbulkan perasaan suka.

b. Faktor dari luar:

1) Keluarga, adanya perhatian, dukungan dan bimbingan dari keluarga khususnya orang tua akan memberikan motivasi yang sangat baik bagi perkembangan minat anak.

2) Guru dan fasilitas sekolah, faktor guru merupakan faktor yang penting pada proses belajar mengajar, cara guru menyajikan pelajaran di kelas dan penugasan materi pelajaran yang tidak membuat siswa malas, akan mempengaruhi minat belajar siswa.


(1)

(2)

195 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(3)

196 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(4)

197 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(5)

198 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(6)

199 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


Dokumen yang terkait

Hubungan tingkat keterlaksanaan pembelajaran aktif pada materi Akuntansi dengan kecerdasan emosional dan keterampilan berpikir kreatif siswa : survey pada siswa kelas XII IIS SMA di wilayah Kabupaten Bantul yang menerapkan kurikulum 2013.

0 0 165

Hubungan tingkat keterlaksanaan pembelajaran aktif pada materi Akuntansi dengan kecerdasan emosional dan keterampilan berpikir kreatif siswa : survei pada siswa kelas XII IIS di SMA N 1 Wates, SMA N 2 Wates, dan SMA N 1 Sentolo di Kabupaten Kulonprogo.

0 18 171

Hubungan tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dengan keterampilan berkomunikasi, integritas pribadi, dan minat belajar siswa.

0 0 2

Hubungan tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2013 dengan keterampilan berkomunikasi, integritas pribadi, dan minat belajar siswa: survei pada siswa kelas XII IIS di SMA N 1 Wates, SMA N 2 Wates, dan

0 2 219

Hubungan tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi Akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dengan keterampilan berkomunikasi, integritas pribadi dan minat belajar peserta didik : survei pada lima SMA di wilayah Kota Yogyakarta.

0 2 199

Hubungan tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dengan keterampilan berkomunikasi, integritas pribadi, dan minat belajar siswa.

0 2 229

Hubungan tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada Materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dengan keterampilan berkomunikasi, integritas pribadi, dan minat belajar peserta didik : survei pada lima SMA di Kabupaten Gunungkidul.

0 0 211

Hubungan tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2013 dengan keterampilan berkomunikasi, integritas pribadi, dan minat belajar siswa.

5 14 226

Hubungan tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dengan Keterampilan berkomunikasi, integritas pribadi, dan minat belajar siswa.

0 0 205

Hubungan tingkat keterlaksanaan pembelajaran aktif pada materi Akuntansi dengan kecerdasan emosional dan keterampilan berpikir kreatif siswa

0 1 163