Penerapan pharmaceutical care pasien asma di Instalasi Farmasi Rawat Jalan Rumah Sakit Umum di Kota Yogyakarta.

(1)

INTISARI

Pelayanan kefarmasian merupakan kegiatan yang dituntut mengikuti basis ilmu pengetahuan dan kontrol pedoman, di mana dalam pelaksanaannya perlu penyesuaian dengan standar pelayanan berupa pharmaceutical care pasien asma. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui gambaran dalam penerapan pharmaceutical care pasien asma di instalasi farmasi rawat jalan rumah sakit umum di Kota Yogyakarta berdasarkan standar pelayanan kefarmasian di rumah sakit, standar pelayanan kefarmasian di apotek, dan pedoman penatalaksanaan asma.

Jenis penelitian ini adalah deskriptif dan rancangan cross sectional dengan pendekatan kualitatif. Pengambilan data selama periode Februari 2014 - Maret 2014. Instrumen penelitian adalah panduan wawancara terstruktur terhadap 12 apoteker di empat instalasi farmasi rawat jalan rumah sakit umum di Kota Yogyakarta mengenai penerapan aspek pharmaceutical care pasien asma. Data disajikan secara kualitatif dengan thematic analysis kemudian ditampilkan dalam bentuk tabel.

Hasil penelitian dari 12 responden diketahui bahwa penerapan pharmaceutical care pasien asma di rumah sakit belum memenuhi standar pelayanan kefarmasian. Sehingga perlu adanya evaluasi dan pembinaan lebih lanjut kepada apoteker mengenai standar pharmaceutical care bagi pasien asma.


(2)

ABSTRACT

Pharmaceutical care is an activity that required to be based on science and guidelines’s control, where its implementation needs to be adapted with the standard, in this case asthma pharmaceutical care monitoring. The purpose of this study is to discover a general image of applications in pharmaceutical care to patient with asthma in hospital’s pharmacy in Yogyakarta based on pharmaceutical care standard in hospitals, pharmaceutical care in pharmacies, and guidelines for asthma management.

This research is a descriptive study and cross sectional study design with a qualitative approach using data from February 2014 to March 2014. The research instrument is a structured interview guide about implementation aspects of pharmaceutical care to 12 pharmacists in four hospital’s pharmacy in Yogyakarta. The data is displayed by qualitative with thematically analysis in a tabular form.

These results found from 12 respondents about the application of pharmaceutical care for patient with asthma in public hospitals isn’t meet the standards of pharmaceutical care yet, so there are needs to conduct evaluation and guidance to pharmacists regarding the standard of pharmaceutical care for patients with asthma.


(3)

PENERAPAN PHARMACEUTICAL CARE PASIEN ASMA DI INSTALASI FARMASI RAWAT JALAN RUMAH SAKIT UMUM DI KOTA

YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Theresia Aftria Anggraeni NIM: 108114141

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(4)

i

PENERAPAN PHARMACEUTICAL CARE PASIEN ASMA DI INSTALASI FARMASI RAWAT JALAN RUMAH SAKIT UMUM DI KOTA

YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Theresia Aftria Anggraeni NIM: 108114141

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(5)

(6)

(7)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

“Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan

permohonan dengan ucapan syukur” Filipi 4:6-7

TERIMA KASIH KU PERSEMBAHKAN KEPADA:

TUHAN YESUS KRISTUS YANG MENJADI TIANG BATU DAN TAMENG

PERLINDUNGANKU

IBU, BAPAK, ADIK DAN KELUARGA BESAR RUSMANI TERCINTA


(8)

(9)

(10)

vii PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala anugerah, dan kasih dalam kehidupan. Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu Farmasi (S. Farm) pada Program Studi Ilmu Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa bantuan dari berbagai pihak turut menentukan terlaksananya penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Orangtua yang selalu memberi doa, dukungan, motivasi, dan semangat hingga saat ini penulis berhasil mempersembahkan karya ini.

2. Ibu Aris Widayati, M.Si., Ph.D., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma dan pembimbing yang telah mendukung, mengarahkan, serta membimbing penulis mulai dari tahap persiapan sampai terselesaikannya penulisan skripsi ini.

3. Ibu Maria Wisnu Donowati, M.Si., Apt., dan Ibu Dita Maria Virginia, S.Farm., Apt., M.Sc., selaku penguji yang telah memberikan saran, kritik dan nasehat yang berharga bagi penulis pada saat melaksanakan ujian.

4. Ibu Veronika Susi Purwanti Rahayu, S.Si., MBA., Apt., Ibu Dewi Noviyanti, S.far., Apt., Ibu Nefi R., S.Si., Apt., dan Ibu Agung Suprihatin, S.Si., Apt. selaku Kepala Instalasi Farmasi rumah sakit umum di Kota Yogyakarta yang telah memberi pengarahan dan bersedia membimbing penulis selama pelaksanaan penelitian di rumah sakit yang bersangkutan.


(11)

(12)

ix DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PRAKATA ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

INTISARI ... xvii

ABSTRACT ... xviii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

1. Perumusan masalah ... 4


(13)

x

3. Manfaat penelitian ... 7

B. Tujuan Penelitian ... 8

1. Tujuan umum ... 8

2. Tujuan khusus ... 8

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA... 9

A. Tinjauan Umum ... 9

B. Sumber Daya Manusia ... 10

C. Pharmaceutical Care ... 11

1. Pengkajian resep ... 13

2. Pelayanan informasi obat ... 14

3. Konseling ... 18

4. Monitoring dan evaluasi ... 20

5. Promosi dan edukasi ... 22

6. Pelayanan residensial ... 22

D. Pengenalan Asma ... 28

E. Metode Penelitian ... 30


(14)

xi

G. Keterangan Empiris ... 31

BAB III METODE PENELITIAN... ... 32

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 32

B. Variabel dan Definisi Operasional ... 32

C. Subyek Penelitian ... 33

D. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 34

E. Besar Sampel dan Teknik Sampling ... 34

F. Metode Pengambilan Data ... 35

G. Instrumen Penelitian ... 35

H. Tata Cara Penelitian dan Analisis Data ... 37

I. Keterbatasan Penelitian ... 39

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 40

A. Karakteristik Responden ... 40

B. Profil Pelaksanaan Pelayanan Resep di Instalasi Farmasi Rawat Jalan Rumah Sakit Umum di Kota Yogyakarta ... 43 1. Bentuk skrining administratif resep ... 44


(15)

xii

3. Bentuk skrining pengkajian klinis ... 49

4. Penyiapan obat ... 52

C. Profil Pelaksanaan Pelayanan Informasi Obat (PIO) Pasien Asma di Instalasi Farmasi Rawat Jalan Rumah Sakit Umum di Kota Yogyakarta. 54 1. Kegiatan pelayanan informasi obat ... 55

2. Informasi yang sekurang-kurangnya disampaikan kepada pasien ... 58

3. Persiapan pemberian informasi dan edukasi ... 61

D. Profil Pelaksanaan Pelayanan Konseling Pasien Asma di Instalasi Farmasi Rawat Jalan Rumah Sakit Umum di Kota Yogyakarta ... 64 1. Kriteria pemberian konseling pada pasien ... 65

2. Materi konseling ... 68

3. Prosedur tetap konseling ... 70

4. Pertanyaan yang biasa digunakan untuk menanyakan harapan ... 75

5. Pertanyaan untuk memastikan pengetahuan ... 77

6. Informasi penanganan serangan awal asma mandiri (self care) ... 79

E. Profil Pelaksanaan Monitoring dan Evaluasi Pasien Asma di Instalasi Farmasi Rawat Jalan Rumah Sakit Umum di Kota Yogyakarta ...


(16)

xiii

1. Pemantauan penggunaan obat ... 83

2. Pemantauan dan pelaporan efek samping obat ... 85

F. Profil Pelaksanaan Promosi dan Edukasi Pasien Asma di Instalasi Farmasi Rawat Jalan Rumah Sakit Umum di Kota Yogyakarta ... 88 G. Profil Pelaksanaan Pelayanan Residensial (Home Care) Pasien Asma di Instalasi Farmasi Rawat Jalan Rumah Sakit Umum di Kota Yogyakarta. 91 1. Kriteria pelayanan residensial ... 91

2. Langkah-langkah pelayanan residensial ... 93

H. Ringkasan Hasil ... 95

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 102

A. Kesimpulan ... 102

B. Saran ... 103

DAFTAR PUSTAKA ... 104

LAMPIRAN ... 109


(17)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel I. Item pertanyaan dalam panduan wawancara ...36

Tabel II Karakteristik responden ...42

Tabel III Ketentuan skrining administratif resep ...44

Tabel IV. Ketentuan skrining kesesuaian farmasetik ...47

Tabel V. Skrining pengkajian klinis ...49

Tabel VI. Proses penyiapan obat ... 52

Tabel VII. Ketentuan pelayanan informasi obat ...55

Tabel VIII. Jenis informasi obat ...59

Tabel IX. Persiapan pemberian informasi dan edukasi ...61

Tabel X. Kriteria pemberian konseling pada pasien ...65

Tabel XI. Ketentuan pemberian materi konseling ...79

Tabel XII. Prosedur tetap konseling ...71

Tabel XIII. Alasan responden tidak melaksanakan prosedur tetap konseling secara lengkap ... 74 Tabel XIV. Pertanyaan harapan ...75


(18)

xv

Tabel XVI. Alasan tidak melaksanakan pemberian pertanyaan kepastian

pemahaman pasien ... 78

Tabel XVII. Informasi penanganan serangan awal (self care) ...79

Tabel XVIII. Alasan tidak memberikan informasi penanganan serangan awal (self care) ... 81 Tabel XIX. Ketentuan pemantauan penggunaan obat ...83

Tabel XX. Pemantauan dan pelaporan efek samping obat ...85

Tabel XXI. Alasan tidak melaksanakan pemantauan dan pelaporan ESO ...87

Tabel XXII. Bentuk promosi dan edukasi ...88

Tabel XXIII. Alasan tidak melaksanakan promosi dan edukasi ...90

Tabel XXIV. Kriteria pelayanan residensial ...92


(19)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Ijin Penelitian ...110

Lampiran 2. Surat Persetujuan Penelitian Rumah Sakit Bethesda ...111

Lampiran 3. Surat Persetujuan Penelitian Rumah Sakit Bethesda Lempuyangwangi ... 112 Lampiran 4. Surat Persetujuan Penelitian Rumah Sakit Muhammadiyah ... 113 Lampiran 5. Surat Persetujuan Penelitian Rumah Sakit Dr. Soetarto...114

Lampiran 6. Panduan Wawancara Terstruktur ...115

Lampiran 7. Surat Kesediaan Menjadi Responden ...122


(20)

xvii INTISARI

Pelayanan kefarmasian merupakan kegiatan yang dituntut mengikuti basis ilmu pengetahuan dan kontrol pedoman, di mana dalam pelaksanaannya perlu penyesuaian dengan standar pelayanan berupa pharmaceutical care pasien asma. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui gambaran dalam penerapan pharmaceutical care pasien asma di instalasi farmasi rawat jalan rumah sakit umum di Kota Yogyakarta berdasarkan standar pelayanan kefarmasian di rumah sakit, standar pelayanan kefarmasian di apotek, dan pedoman penatalaksanaan asma.

Jenis penelitian ini adalah deskriptif dan rancangan cross sectional dengan pendekatan kualitatif. Pengambilan data selama periode Februari 2014 - Maret 2014. Instrumen penelitian adalah panduan wawancara terstruktur terhadap 12 apoteker di empat instalasi farmasi rawat jalan rumah sakit umum di Kota Yogyakarta mengenai penerapan aspek pharmaceutical care pasien asma. Data disajikan secara kualitatif dengan thematic analysis kemudian ditampilkan dalam bentuk tabel.

Hasil penelitian dari 12 responden diketahui bahwa penerapan pharmaceutical care pasien asma di rumah sakit belum memenuhi standar pelayanan kefarmasian. Sehingga perlu adanya evaluasi dan pembinaan lebih lanjut kepada apoteker mengenai standar pharmaceutical care bagi pasien asma. Kata Kunci: Apoteker, pharmaceutical care, dan pasien asma.


(21)

xviii ABSTRACT

Pharmaceutical care is an activity that required to be based on science

and guidelines’s control, where its implementation needs to be adapted with the standard, in this case asthma pharmaceutical care monitoring. The purpose of this study is to discover a general image of applications in pharmaceutical care to

patient with asthma in hospital’s pharmacy in Yogyakarta based on pharmaceutical care standard in hospitals, pharmaceutical care in pharmacies, and guidelines for asthma management.

This research is a descriptive study and cross sectional study design with a qualitative approach using data from February 2014 to March 2014. The research instrument is a structured interview guide about implementation aspects of pharmaceutical care to 12 pharmacists in four hospital’s pharmacy in Yogyakarta. The data is displayed by qualitative with thematically analysis in a tabular form.

These results found from 12 respondents about the application of pharmaceutical care for patient with asthma in public hospitals isn’t meet the standards of pharmaceutical care yet, so there are needs to conduct evaluation and guidance to pharmacists regarding the standard of pharmaceutical care for patients with asthma.


(22)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Asma merupakan suatu penyakit kronis yang ditimbulkan oleh adanya inflamasi yang akan memicu pengeluaran mediator inflamasi berupa histamin, leukotrien, sitokin, kinin, adenosin, dan kemokin. Dengan adanya keadaan ini saluran pernapasan akan mengalami hiperesponsif dan obstruksi saluran nafas muncul gejala mengi, sesak nafas, dan batuk. Penyakit ini menyerang orang dewasa dan anak yang menyebabkan morbiditas dan mortilitas (Vanessa dan Pamela, 2012).

Tahun 2010 asma menjadi lima besar penyebab kematian di dunia karena prevalensinya mencapai 17,4%. Pada tahun 2009, satu dari 12 orang (sekitar 25 juta atau 8% dari penduduk Amerika Serikat) menderita asma (Department of Health and Human Services, 2011). Di Indonesia, asma masuk dalam sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian, dengan jumlah penderita pada tahun 2002 sebanyak 12.500.000. Survei kesehatan rumah tangga tahun 2005, mencatat 225.000 orang meninggal karena asma. Prevalensi asma di Indonesia untuk daerah pedesaan 4,3% dan perkotaan 6,5%, dimana Yogyakarta angkanya sekitar 16,4%. Tekanan oleh penyakit asma pada Negara Bagian Asia Tenggara yaitu 1 dari 4 orang penderita asma dewasa tidak bekerja pada tahun 2009, dan 1 dari 3 anak yang menderita asma tidak masuk sekolah karena kekambuhan asma. Resiko kehilangan hari kerja selama lebih dari 6 hari karena asma mencapai 19,2% (Dinas Kesehatan Yogyakarta, 2010).


(23)

The National Asthma Control Initiative (NACI) telah mengupayakan penatalaksanaan asma, peningkatan perawatan dan kontrol asma dengan memberdayakan dan mendorong dokter, pasien, tenaga terkait, dan siapa saja yang hidupnya menyentuh seseorang dengan asma untuk mengikuti basis ilmu pengetahuan perawatan dan kontrol pedoman asma untuk membantu mempertahankan kualitas hidup pasien asma (Department of Health and Human Services, 2011). Penatalaksanaan asma memerlukan pengobatan yang sesuai (appropriate treatment) dan tepat (adequate treatment), yaitu tepat waktu, durasi, dosis, dan cara/teknik pemberian terapi inhalasi (Yawn, 2005). Hal ini didukung melalui penegasan Departemen Kesehatan Republik Indonesia bahwa peran serta apoteker sangat dibutuhkan untuk mengarahkan pasien yang diduga menderita asma untuk memeriksakan diri, konseling, memotivasi pasien untuk patuh dalam pengobatan, dan memberikan informasi serta membantu dalam pencatatan untuk pelaporan. Menteri Kesehatan Republik Indonesia mengatakan bahwa di Indonesia sendiri upaya pengendalian asma belum terlaksana dengan baik. Sehingga perlu adanya penyesuaian pelayanan dengan standar yang telah ditetapkan yang akhirnya tingkat serangan dan kekambuhan asma dapat diminimalisir, karena keberhasilan penatalaksanaan asma ditentukan oleh beberapa faktor yaitu dokter, kepatuhan penderita beserta keluarga, dan obat-obatan. Dalam mencapai keberhasilan tersebut maka pharmaceutical care perlu dilaksanakan karena kegiatan ini merupakan tanggung jawab profesi Apoteker yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien asma (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2007).


(24)

Asma bersifat reversibel dan secara spontan menyerang dengan adanya alergen seperti udara dan suhu dingin pada pasien dengan bakat asma. Dalam jangka waktu yang singkat kondisi ini akan mengganggu aktivitas dan kualitas hidup pasien sehingga perlu penanganan yang sesuai. Penanganan pasien asma ini dapat dilakukan dengan melaksanakan pelayanan kefarmasian terhadap pasien asma di rumah sakit dalam periode waktu yang singkat. Pelayanan kefarmasian di rumah sakit diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1197/ MENKES/ SK/ X/ 2004 yang memuat mengenai pengkajian resep, dispensing, pemantauan dan pelaporan efek samping obat, pelayanan informasi obat, konseling, serta monitoring dan evaluasi penggunaan obat. Dalam pelaksanaan pelayanan kefarmasian di instalasi farmasi rawat jalan, pelayanan kepada pasien juga diberikan dalam bentuk promosi, edukasi kesehatan, dan pelayanan residensial yang diatur dalam standar pelayanan kefarmasian di apotek yang tercantum dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/ MENKES/ SK/ IX/ 2004. Pelayanan kefarmasian kepada pasien asma juga memerlukan pedoman dalam penggunaan obat bagi pasien asma yang tercantum dalam pharmaceutical care pasien asma menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2007. Dengan pertimbangan tersebut maka penelitian ini ditujukan untuk mengidentifikasi seberapa besar peran apoteker dalam menerapkan pharmaceutical care pasien asma dalam terapi pengobatan yang dilaksanakan di instalasi farmasi rawat jalan rumah sakit umum di Kota Yogyakarta.


(25)

1. Perumusan masalah

Berdasarkan data dan pemaparan latar belakang tersebut diatas penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui seberapa besar peran serta apoteker dalam penerapan pharmaceutical care pasien asma berdasarkan standar pelayanan kefarmasian di rumah sakit, standar pelayanan kefarmasian di apotek, dan pedoman penatalaksanaan asma. yang kedepannya diharapkan dapat meningkatkan kualitas pelayanan yang telah ada dan menurunkan angka kekambuhan asma. Fokus permasalahan yang akan diangkat dalam penelitian ini adalah:

a. Seperti apa pelayanan resep pasien asma di instalasi farmasi rawat jalan rumah sakit umum di Kota Yogyakarta?

b. Seperti apa pelayanan informasi obat pasien asma di instalasi farmasi rawat jalan rumah sakit umum di Kota Yogyakarta?

c. Seperti apa pelayanan konseling pasien asma di instalasi farmasi rawat jalan rumah sakit umum di Kota Yogyakarta?

d. Seperti apa pelaksanaan monitoring dan evaluasi obat pasien asma di instalasi farmasi rawat jalan rumah sakit umum di Kota Yogyakarta? e. Seperti apa promosi dan edukasi pasien asma di instalasi farmasi rawat

jalan rumah sakit umum di Kota Yogyakarta?

f. Seperti apa kegiatan pelayanan residensial pasien asma di instalasi farmasi rawat jalan rumah sakit umum di Kota Yogyakarta?


(26)

2. Keaslian penelitian

Penelitian mengenai kesesuaian penerapan pharmaceutical care pasien asma di instalasi farmasi rumah sakit umum di Kota Yogyakarta ini belum pernah dilakukan. Beberapa Penelitian yang telah dilakukan antara lain “Kesesuaian Pelaksanaan Standar Pelayanan Farmasi Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004 di Rumah

Sakit Umum Daerah di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta”, oleh Kusuma

(2008). Perbedaan dengan penelitian ini adalah penelitian Kusuma menekankan pada kesesuaian pelaksanaan standar pelayanan farmasi secara menyeluruh dalam organisasi farmasi rumah sakit dan subyek penelitiannya adalah apoteker-apoteker yang ada di Rumah Sakit Umum Daerah Yogakarta sedangkan penelitian ini menekankan kesesuaian penerapan pharmaceutical care pasien asma oleh apoteker di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum di Kota Yogyakarta.

Penelitian lain dilakukan oleh Supardi, Handayani, Raharni, Herman, dan

Susyanty (2011) yang berjudul “Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di

Apotek Dan Kebutuhan Pelatihan Bagi Apotekernya”. Perbedaan dengan penelitian ini adalah pada rancangan penelitian yang dilakukan Supardi dkk. merupakan cross sectional dengan pendekatan kualitatif terhadap 70 apoteker pengelola apotek di Kota Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, Medan, Padang, Banjarmasin, dan Makassar. Sedangkan penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif, dengan subyek apoteker di Instalasi Farmasi Rumah sakit.

Penelitian serupa dilakukan oleh Hartini, Sulasmono, Sukmajati, dan


(27)

Apotek di Kabupaten Sleman dan Kota Yogyakarta”. Penelitian Hartini dkk.

dilakukan di 4 (empat) kabupaten provinsi DIY dengan responden apoteker yang praktek profesi di apotek tersebut dan diberikan kuesioner terkait keberadaan ruang konseling, medication record, dan tindak lanjut terapi, sedangkan penelitian ini dilakukan di 4 (empat) Rumah Sakit Umum di Kota Yogyakarta dan menggunakan wawancara yang terfokus pada pelayanan resep, pelayanan informasi obat, konseling, monitoring dan evaluasi, promosi dan edukasi, serta pelayanan residensial.

Soedarsono (2007), melakukan penelitian yang berjudul “Pelaksanaan

Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Berdasarkan Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 Di Kabupaten Sleman Periode Oktober-Desember

2006”. Penelitian Soedarsono ini memiliki rancangan penelitian deskriptif dengan

penelitian yang mengacu pada standar pelayanan kefarmasian di apotek yang tertera pada peraturan Kepmenkes Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004. Sedangkan penelitian ini memiliki standar pelayanan kefarmasian di rumah sakit yang mengacu pada Kepmenkes RI Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004, standar pelayanan kefarmasian di apotek yang mengacu pada Kepmenkes Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004, dan pedoman penatalaksanaan asma menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2007.

Penelitian yang dilakukan Sukmajati (2007) mengenai “Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Berdasarkan Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 Di Kota Yogyakarta”. Penelitian Sukmajati terbatas pada usaha mengungkapkan suatu masalah untuk mengungkapkan fakta sesuai


(28)

keadaan sebenarnya dengan mengambil 23 (dua puluh tiga) apotek sampel yang berada di wilayah Kota Yogyakarta dan responden Apoteker Pengelola Apotek atau Apoteker Pendamping yang dilakukan selama bulan September-November 2006. Sedangkan pada penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari-Maret 2014 di 4 (empat) rumah sakit umum di Kota Yogyakarta dengan responden apoteker di instalasi farmasi rawat jalan rumah sakit.

3. Manfaat penelitian

a. Manfaat teoritis. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan

gambaran kesesuaian dan ketidaksesuaian “penerapan pharmaceutical care pasien asma di instalasi farmasi rawat jalan rumah sakit umum di

Kota Yogyakarta” berdasarkan standar pelayanan kefarmasian di rumah sakit, standar pelayanan kefarmasian di apotek, dan pedoman penatalaksanaan asma.

b. Manfaat praktis. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai: 1. Bahan evaluasi bagi instansi terkait yang berkenaan dengan

pelaksanaan pharmaceutical care pasien asma.

2. Bahan kajian bagi instalasi farmasi dalam pelayanan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kefarmasian khususnya dalam penanganan penderita asma sehingga dapat menurunkan tingkat keparahan dan serangan asma.

3. Memberi gambaran kepada mahasiswa farmasi atau calon apoteker untuk melakukan penelitian mengenai pelayanan kefarmasian di rumah sakit berdasarkan standar pelayanan kefarmasian di rumah


(29)

sakit, standar pelayanan kefarmasian di apotek, dan pedoman penatalaksanaan asma.

B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Mengetahui gambaran dalam penerapan pharmaceutical care pasien asma di instalasi farmasi rawat jalan rumah sakit umum di Kota Yogyakarta berdasarkan standar pelayanan kefarmasian di rumah sakit, standar pelayanan kefarmasian di apotek, dan pedoman penatalaksanaan asma.

2. Tujuan khusus

a. Mengidentifikasi bentuk pelayanan resep pasien asma di instalasi farmasi rawat jalan rumah sakit umum di Kota Yogyakarta

b. Mengidentifikasi bentuk pelayanan informasi obat pasien asma di instalasi farmasi rawat jalan rumah sakit umum di Kota Yogyakarta? c. Mengidentifikasi bentuk pelayanan konseling pasien di instalasi

farmasi rawat jalan rumah sakit umum di Kota Yogyakarta?

d. Mengidentifikasi pelaksanaan monitoring dan evaluasi obat pasien asma di instalasi farmasi rawat jalan rumah sakit umum di Kota Yogyakarta?

e. Mengidentifikasi bentuk promosi dan edukasi pasien asma di instalasi farmasi rawat jalan rumah sakit umum di Kota Yogyakarta?

f. Mengidentifikasi pelayanan residensial pasien asma di instalasi farmasi rawat jalan rumah sakit umum di Kota Yogyakarta?


(30)

9 BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum

Pelayanan kefarmasian dilakukan untuk menunjang keberhasilan terapi pengobatan pada pasien. Hal ini dapat diidentifikasi dari penerapan pharmaceutical care yang dilakukan oleh tenaga kefarmasian untuk memberikan pelayanan yang sesuai sehingga pasien dapat mengetahui dengan pasti apa saja terapi yang diterima. Pasien yang menerima pelayanan ini dikhususkan yang berada dirumah sakit. Rumah sakit adalah sarana pelayanan kesehatan yang tersedia bagi seluruh masyarakat dengan fasilitas rawat inap dan rawat jalan untuk pelayanan pengobatan baik jangka panjang maupun jangka pendek (Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2006).

Rumah sakit memiliki instalasi yang dipimpin oleh seorang kepala instalasi. Salah satu instalasi yang terdapat dalam rumah sakit adalah instalasi farmasi rumah sakit (IFRS). IFRS ini merupakan unit pelayanan kesehatan yang berorientasi pada pelayanan kefarmasian yang dipimpin oleh seorang apoteker yang berkompeten, memenuhi persyaratan yang ada dalam Perundang-undangan yang berlaku, dan bertanggung jawab untuk seluruh pekerjaan kefarmasian. IFRS kemudian dibagi menjadi instalasi farmasi rawat inap dan instalasi farmasi rawat jalan. Sasaran pelayanan instalasi farmasi rawat jalan adalah jangka panjang untuk menunjang kehidupan sehari-hari (Siregar dan Amalia, 2004).


(31)

B. Sumber Daya Manusia

Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan yang di dalamnya termasuk pengendalian mutu sediaan, pengamanan, pengadaan, penyimpanan, penyaluran, pengelolaan, pelayanan resep, pelayanan informasi, pengembangan obat, bahan obat, dan obat tradisional. Pekerjaan kefarmasian dilaksanakan oleh tenaga kefarmasian yang terdiri dari apoteker dan tenaga kefarmasian (Peraturan Pemerintan Republik Indonesia, 2009). Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah menyelesaikan pendidikan profesi apoteker dan mengucapkan sumpah sesuai dengan perundangan yang berlaku dan berhak melakukan pekerjaan kefarmasian sebagai apoteker. Seorang apoteker yang melakukan pekerjaan kefarmasian berkewajiban memiliki kemampuan untuk memberi dan menyediakan suatu pelayanan yang baik, mampu mengambil setiap keputusan dengan tepat, dapat berkomunikasi antar profesi, dalam situasi multidisipliner dapat menyesuaikan diri, dapat mengelola sumber daya manusia, selalu belajar untuk meningkatkan kemampuan, membantu mengembangkan peluang dalam meningkatkan pendidikan dan pengetahuan (Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2004a). Sedangkan tenaga kefarmasian adalah tenaga yang membantu apoteker dalam melaksanakan pekerjaan kefarmasian yang terdiri dari sarjana farmasi, ahli madya farmasi, analis farmasi, dan tenaga menengah farmasi/ asisten apoteker (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia, 2009).

C. Pharmaceutical Care

Awal pencetusan pharmaceutical care pada tahun 1975 oleh Mikeal yang mengatakan bahwa pelayanan sesuai kebutuhan pasien dan menilai rasionalitas


(32)

peresepan obat. Kemudian berkembang pada tahun 1992, dimana pharmaceutical care mengandung komponen praktek kefarmasian yang menunjukkan adanya interaksi dengan pasien yang bertujuan untuk melayani kebutuhan terkait pengobatan pasien. Pada tahun 1996 muncul paradigma baru, yaitu pharmaceutical care berpusat pada pasien yang artinya praktek kefarmasian berorientasi pada kebutuhan pasien dimana farmasis bekerja terfokus pada pasien dan tenaga kesehatan lain untuk meningkatkan pelayanan kesehatan, mencegah penyakit, menilai, memantau dan mengawasi penggunaan obat untuk menjamin bahwa rejimen terapi obat diberikan aman dan efektif. Tahun 1997 American Association of Colleges of Pharmacy menyatakan bahwa lulusan farmasis bertanggung jawab untuk dapat menyelesaikan masalah (problem solver), dapat menunjukan hasil terapi yang sesuai pada penggunaan obat yang efektif dengan menilai sistem pelayanan kesehatan, mampu berkolaborasi dan berkomunikasi dengan dokter, perawat, dan tenaga kesehatan lain dalam sebuah tim, serta mampu berkomitmen untuk selalu belajar guna mengembangkan dan menunjang pelayanan (life long lerner) (Martodiharjo, 2012). Pelayanan farmasi rumah sakit dilaksanakan untuk menunjang pelayanan kesehatan yang bermutu karena tidak dapat dipisahkan dari sistem pelayanan kesehatan yang berorientasi pada pelayanan pasien, pelayanan farmasi klinis, dan pelayanan untuk menyediakan obat yang juga bermutu. Penyediaan obat yang bermutu terkait pemberian obat pada pasien yang sesuai dengan indikasi, tepat guna, dan tepat dosis pemberian serta informasi yang menyertai penggunaan obat tersebut (Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2004b).


(33)

Pharmaceutical care adalah sebuah filosofi yang merupakan hasil orientasi praktik kefarmasian yang berpusat pada pasien yang membutuhkan apoteker untuk fokus pada kebutuhan pasien dalam meningkatkan kesehatan, mencegah penyakit, penilaian, pemantauan, memulai dan memodifikasi penggunaan obat untuk memastikan rejimen terapi obat aman dan efektif. Kegiatan ini bertujuan untuk mengoptimalkan kualitas kesehatan yang berhubungan langsung dengan hidup pasien dan mendapatkan kondisi klinis yang menguntungkan dengan pengeluaran ekonomi yang realistis (Apha, 2013).

Kendala dalam melaksanakan kegiatan pelayanan farmasi antara lain kemampuan tenaga kefarmasian, kebijakan manajemen rumah sakit, pengetahuan manajemen rumah sakit tentang fungsi farmasi rumah sakit, terbatasnya pengetahuan pihak-pihak terkait tentang pelayanan farmasi rumah sakit. Kegiatan yang dilakukan dalam memenuhi standar pelayanan farmasi rumah sakit meliputi administrasi dan pengelolaan, staf dan pimpinan, fasilitas dan peralatan yang dikelola dan yang disediakan untuk menunjang pelayanan, kebijakan dan prosedur, pengembangan staf dan program pendidikan, serta evaluasi dan pengendalian mutu (Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2004b).

Pelayanan kefarmasian tidak terlepas dari fungsi yang menyertai keberlangsungan pelaksanannya, antara lain pengelolaan perbekalan farmasi dan pelayanan kefarmasian dalam penggunaan obat dan alat kesehatan. Kegiatan kefarmasian dalam penggunaan obat dan alat kesehatan adalah mengkaji instruksi pengobatan/ resep pasien, mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat, mencegah dan mengatasi masalah yang berkaitan dengan obat


(34)

dan alat kesehatan, memantau efektivitas dan keamanan penggunaan obat dan alat kesehatan,memberi informasi pada pasien dan keluarga, memberi konseling kepada pasien dan keluarga, melakukan pencatatan dari setiap kegiatan sebagai bentuk dari monitoring dan evaluasi (Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2004b).

Fungsi kebijakan dan prosedur merupakan hal yang perlu ditetapkan yang dapat mencerminkan tujuan dari pelayanan farmasi. Salah satu kegiatan yang dilakukan berupa pelayanan kefarmasian dalam penggunaan obat dan alat kesehatan yang merupakan tahan pendekatan untuk menjamin penggunaan obat dan alat kesehatan yang sesuai dengan indikasi, aman efektif, dan terjangkau oleh pasien melalui pelaksanaan standar pelayanan yang berlaku berupa pengetahuan, ketrampilan, keahlian, perilaku apoteker, dan membangun kerja sama dengan tenaga kesehatan lain dan pasien (Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2004b).

1. Pengkajian resep

Kegiatan dalam pelayanan kefarmasian yang dimulai dari seleksi persyaratan administarasi, persyaratan farmasi dan persyaratan klinis baik untuk pasien rawat inap maupun rawat jalan (Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2004b). Persyaratan administrasi meliputi: nama, SIP, alamat dokter, tanggal penulisan resep, identitas pasien (nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan berat badan pasien), nama obat, potensi, jumlah yang diminta, cara pemakaian yang jelas, dan informasi lainnya (Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2004a). Persyaratan farmasi meliputi : bentuk dan kekuatan sediaan,


(35)

dosis dan jumlah obat, stabilitas dan ketersediaan aturan, lama pemberian, cara dan tehnik penggunaan. Persyaratan klinis meliputi : ketepatan indikasi, dosis dan waktu penggunaan, obat duplikasi pengobatan alergi, interaksi (dosis, durasi, jumlah obat), dan efek samping obat, kontra indikasi, efek aditif (Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2004b).

Proses yang dilakukan setelah penerimaan resep baik racikan maupun non racikan adalah penyiapan obat, yang nantinya akan diserahkan kepada pasien. Beberapa hal yang dilakukan dalam penyiapan obat, antara lain peracikan, penyiapan etiket, pengemasan obat, penyerahan obat (Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2004a).

2. Pelayanan informasi obat

Pelayanan informasi obat merupakan kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh Apoteker untuk memberikan informasi kepada dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya dan pasien. Kegiatan yang dilakukaan berupa pemberian dan penyebaran informasi kepada konsumen secara aktif dan pasif, menjawab pertanyaan dari pasien maupun tenaga kesehatan melalui telepon, surat atau tatap muka, membuat buletin, leaflet, label obat, menyediakan informasi bagi Komite/Panitia Farmasi, terapi sehubungan dengan penyusunan Formularium Rumah Sakit, bersama dengan PKMRS melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat jalan dan rawat inap, melakukan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga farmasi dan tenaga kesehatan lainnya, mengkoordinasi penelitian tentang obat dan kegiatan pelayanan kefarmasian (Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2004b).


(36)

Ruang lingkup pelayanan informasi obat yaitu pendidikan, pelayanan, dan penelitian. Pendidikan meliputi pengajaran dan bimbingan mahasiswa, memberikan pendidikan pada tenaga kesehatan dalam hal informasi obat, mengkoordinasikan program pendidikan berkelanjutan dibidang informasi obat. Pelayanan seperti menjawab pertanyaan, menerbitkan buletin, membantu unit atau instalasi lain mendapat informasi obat, menyiapkan materi informasi obat untuk brosur, leaflet, dan buletin. Lingkup penelitian meliputi kegiatan penelitian evaluasi penggunaan obat, melakukan penelitian penggunaan obat baru, melakukan penelitian lain yang berkaitan dengan penggunaan obat, dan melakukan kegiatan program jaminan mutu (Dinas Kesehatan Semarang, 2013).

Pedoman pemberian informasi dan edukasi :

1. Apoteker yang melakukan kegiatan ini sebaiknya membekali diri dengan pengetahuan yang cukup mengenai asma dan pengobatannya disamping memiliki rasa empati dan ketrampilan berkomunikasi sehingga dapat tercipta rasa percaya pasien terhadap Apoteker dalam mendukung pengobatan mereka.

2. Pemberian informasi dan edukasi ini tidak hanya diberikan kepada pasien tetapi juga kepada keluarganya terutama untuk pasien-pasien yang mengalami masalah dalam berkomunikasi dengan mempertimbangkan latar belakang dan pendidikan agar terjalin komunikasi yang efektif. 3. Mengumpulkan dan mendokumentasikan data-data pasien yang meliputi


(37)

ini temasuk obat-obat yang digunakan selain obat asma yang dapat berpengaruh kepada pengobatan asma.

4. Penyampaian informasi dan edukasi melalui komunikasi ini sebaiknya juga didukung dengan sarana tambahan seperti peragaan pemakaian inhaler, rotahaler yang dapat meningkatkan pemahaman pasien dan keluarganya.

5. Kepatuhan pasien dalam pengobatan asma jangka panjang akan lebih baik apabila :

a. Jumlah obat yang dipergunakan lebih sedikit b. Dosis perhari lebih sedikit

c. Kejadian efek samping obat lebih jarang terjadi

d. Ada pengertian dan kesepakatan antara dokter, pasien dan apoteker.

6. Membantu pasien dan keluarganya dalam menyelesaikan masalah-masalah yang mereka hadapi dalam penggunaan obat, jika perlu dengan melibatkan tenaga kesehatan lain seperti dokter (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2007).

Informasi tambahan yang dapat disampaikan kepada pasien dan keluarganya : 1. Mengenali sejarah penyakit, gejala-gejala dan faktor-faktor pencetus

asma.

2. Pemeriksaan-pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien asma.


(38)

3. Bagaimana mengenali serangan asma dan tingkat keparahannya; serta hal-hal yang harus dilakukan apabila terjadi serangan termasuk mencari pertolongan apabila diperlukan.

4. Upaya pencegahan serangan pada pasien asma yang berbeda antar satu individu dengan individu lainnya yaitu dengan mengenali faktor pencetus seperti olah raga, makanan, merokok, alergi, penggunaan obat tertentu, stres, polusi.

5. Hubungan asma dengan merokok.

6. Pengobatan asma sangat individualis dan tergantung pada tingkat keparahan asma.

7. Secara garis besar pengobatan asma dibagi menjadi 2 golongan besar yaitu:

a. Terapi simptomatik digunakan pada saat eksaserbasi dengan efek kerja cepat.

b. Terapi pemeliharaan digunakan rutin untuk mencegah serangan asma.

8. Macam-macam obat asma dengan indikasi dan cara pemberian yang beragam.

9. Rute pemberi secara oral, parenteral, dan inhalasi (inhaler, rotahaler, dan nebuliser).

10.Kapan asma digunakan, cara penggunaan dengan alat peraga, seberapa banyak/sering/lama obat-obat tersebut digunakan,


(39)

kemungkinan terjadinya efek samping, pencegahan, dan cara meminimalkan efek samping.

11.Mengingatkan pasien berkumur dengan air setelah menggunakan inhaler yang mengandung kortikosteroid untuk meminimalisir pertumbuhan jamur dimulut dan tenggorokan.

12.Obat-obat asma untuk diberikan pada wanita hamil dan keamanan pengobatan asma bagi wanita menyusui.

13.Cara penyimpanan obat dan cara mengetahui jumlah obat yang tersisa dalam aerosol inhaler.

14.Pengobatan jangka panjang yang membutuhkan kepatuhan dalam pengobatan.

15.Apabila ada keluhan pasien dalam penggunaan obat harap segera melaporkan ke dokter atau apoteker (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2007).

3. Konseling

Komunikasi yang baik adalah kunci kepatuhan pasien. Upaya meningkatkan kepatuhan pasien dilakukan dengan pemberian edukasi pasien dan keluarga, untuk menjadi mitra dokter dalam penatalaksanaan asma. Kegiatan konseling dilakukan untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah pasien yang berkaitan dengan pengambilan dan penggunaan obat pasien rawat jalan dan pasien rawat inap (Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2004b).

Kegiatan yang dilakukan dalam pelayanan ini adalah menetapkan rencana pengobatan bersama-sama dengan pasien. Membantu pasien/keluarga


(40)

dalam menggunakan obat asma. Identifikasi dan atasi hambatan yang terjadi atau yang dirasakan pasien, sehingga pasien merasakan manfaat penatalaksanaan asma secara konkret. Menanyakan kembali tentang rencana penanganan yang disetujui bersama dan yang akan dilakukan, pada setiap kunjungan. Mengajak keterlibatan keluarga. Pertimbangkan pengaruh agama, kepercayaan, budaya dan status sosioekonomi yang dapat berefek terhadap penanganan asma (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2007).

Prosedur tetap konseling antara lain:

1. Melakukan konseling sesuai dengan kondisi penyakit pasien

2. Membuka komunikasi antara apoteker dengan pasien / keluarga pasien

3. Menanyakan tiga pertanyaan kunci menyangkut obat yang dikatakan oleh dokter kepada pasien dengan metode open-ended question : a) Apa yang telah dokter katakan mengenai obat

b) Cara pemakaian, bagaimanan dokter menerangkan cara pemakaian

c) Apa yang diharapkan dalam pengobatan ini

4. Memperagakan dan menjelaskan pemakaian obat-obat tertentu 5. Melakukan verifikasi akhir meliputi:

a. Mengecek pemahaman pasien

b. Mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan cara penggunaan obat untuk mengoptimalkan tujuan terapi


(41)

6. Pencatatan konseling pada kartu pengobatan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008b).

4. Monitoring dan evaluasi

a. Pengkajian penggunaan obat

Kegiatan ini merupakan program evaluasi penggunaan obat yang terstruktur dan berkesinambungan untuk menjamin obat-obat yang digunakan sesuai indikasi, efektif, aman dan terjangkau oleh pasien (Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2004b).

Tahapan evaluasi disertai dengan monitoring perlu dilakukan sebagai bentuk tindak lanjut (follow-up) dari terapi yang diberikan. Dari setiap kunjungan oleh pasien, dilakukan penilaian ulang terhadap penanganan yang diberikan dan sejauh apa pasien melaksanakan terapi tersebut perlu dievaluasi dan bila mungkin dikaitkan dengan perbaikan yang dialami pasien (gejala dan faal paru). Kegiatan ini dapat diidentifikasi melalui pencatatan data pengobatan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2007).

b. Pemantauan dan pelaporan efek samping obat

Pemantauan dan pelaporan efek samping obat merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap obat yang merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi. Kegiatan ini bertujuan untuk menemukan ESO (Efek samping Obat) sedini mungkin terutama yang berat, tidak dikenal, frekuensinya jarang, menentukan


(42)

frekuensi dan insidensi efek samping obat yang sudah dikenal sekali, yang baru saja ditemukan, mengenal semua faktor yang mungkin dapat menimbulkan/ mempengaruhi timbulnya efek samping obat atau mempengaruhi angka kejadian dan besarnya pengaruh efek samping obat. Hal- hal yang di lakukan dalam kegiatan ini adalah menganalisa laporan efek samping obat, mengidentifikasi obat-obatan yang mempunyai resiko tinggi mengalami efek samping obat, dan mengisi formulir efek samping obat, serta melaporkan ke panitia efek samping obat nasional (Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2004b).

Pemantauan efek samping obat perlu dilakukan karena penelitian atau ijin yang dilakukan sebelum obat diedarkan, baik uji preklinik maupun klinik belum dapat mengungkapkan efek samping obat, utamanya efek samping yang jarang terjadi ataupun yang timbul setelah penggunaan obat untuk jangka waktu yang lama. Badan POM telah bekerjasama dengan pusat MESO (Monitoring Efek Samping Obat) internasional yaitu WHO Collaboration Center for International Drug Monitoring dan otoritas regulatori Negara lain yang secara terstruktur akan memberikan informasi terkait dengan aspek keamanan. Tujuan akhir dari pengadaan MESO adalah akan adanya tindakan atau pertimbangan berupa tindak lanjut terhadap pembatasan dosis, indikasi, pembekuan atau penarikan ijin edar, dan penarikan obat dari peredaran


(43)

untuk menjamin perlindungan keamanan masyarakat (Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2007).

5. Promosi dan edukasi

Beberapa kegiatan yang dilakukan dalam pharmaceutical care yang lain adalah melakukan promosi dan edukasi. Promosi merupakan proses pemberdayaan masyarakat untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan. Masyarakat diharapkan dapat mendeterminan kesehatan melalui kegiatan promosi dimana partisipasi merupakan sesuatu yang penting dalam upaya promosi kesehatan. Peningkatan derajat kesehatan melalui pembelajaran dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat agar dapat menolong dirinya sendiri (Ghazali, 2013). Edukasi kepada pasien/keluarga bertujuan untuk meningkatkan pemahaman (mengenai penyakit asma secara umum dan pola penyakit asma sendiri). Apoteker dapat menggali informasi dari pasien agar pasien tersebut juga dapat mengambil peran dalam meningkatkan keterampilan terkait kemampuan dalam penanganan asma sendiri/asma mandiri (Dinas Kesehatan Sleman, 2010). 6. Pelayanan residensial

Pelayanan residensial atau yang sering disebut dengan home care terdiri dari apoteker, teknisi farmasi yang telah tersertifikasi, dan provider yang telah berpengalaman (Cincinnati, 2013). Peran apoteker dalam residensial berawal dengan hanya tertuju pada pemantauan terapi obat intravena, pelayanan konsultasi bagi pasien dan juga dokter, tetapi saat ini ditambahkan dengan penyediaan layanan perawatan farmasi (Frey, 2003).


(44)

Lingkup pelayanan perawatan farmasi dalam residensial mencakup peninjauan pengobatan komprehensif yang diterima pasien untuk menargetkan kondisi tertentu, obat-obat yang memiliki resiko tinggi, polifarmasi, adanya efek samping obat, dan riwayat ketidakpatuhan pengobatan pasien (Reidt, 2013).

Pelayanan residensial yang dilakukan apoteker berbeda dengan residensial yang dilakukan oleh dokter dan perawat. Perbedaan ini terletak pada kebutuhan pasien dimana apoteker mampu untuk berfokus pada obat-obatan. Secara sistematis seorang apoteker memastikan bahwa pasien meminum obat secara teratur, obat dapat bekerja dengan baik, dan meminimalkan efek samping (Reidt, 2013).

Peran apoteker dalam pelayanan kefarmasian di rumah meliputi:

1. Penilaian sebelum dilakukan pelayanan kefarmasian di rumah (Pre- admission Assessment). Informasi ini akan menentukan ketepatan dalam memberikan pelayanan kefarmasian di rumah. Apoteker harus memastikan bahwa untuk setiap pasien yang dirujuk mendapatkan pelayanan kefarmasian di rumah, telah dilakukan penilaian kelayakan untuk pelayanan tersebut, yang meliputi:

a. Pasien, keluarga atau pendamping pasien setuju dan mendukung keputusan pemberian pelayanan kefarmasian di rumah oleh apoteker

b. Pasien, keluarga atau pendamping pasien adalah orang yang akan diberikan pendidikan tentang cara pemberian pengobatan yang benar


(45)

c. Apoteker pemberi layanan memiliki akses ke rumah pasien

d. Adanya keterlibatan dokter dalam penilaian dan pengobatan pasien secara terus- menerus

e. Obat yang diberikan tepat indikasi, dosis, rute dan cara pemberian obat

f. Adanya uji laboratorium yang sesuai untuk dilakukan monitoring selama pelayanan kefarmasian di rumah

g. Adanya dukungan finansial dari keluarga untuk pelaksanaan pelayanan kefarmasian di rumah

2. Penilaian dan pencatatan data awal pasien. Informasi dapat diperoleh dari catatan penggunaan obat pasien, hasil uji laboratorium dan melakukan komunikasi langsung dengan pasien/perawat atau dokter. Data awal pasien harus dicatat secara lengkap dalam catatan penggunaan obat pasien yang meliputi:

a. Nama pasien, alamat, nomor telepon dan tanggal lahir pasien

b. Nama, alamat, nomor telepon yang bisa dihubungi dalam keadaan emergensi

c. Tinggi, berat badan dan jenis kelamin pasien d. Pendidikan terakhir pasien

e. Hasil diagnosa

f. Hasil uji laboratorium g. Riwayat penyakit pasien


(46)

h. Riwayat alergi

i. Profil pengobatan pasien yang lengkap (obat keras dan otc), imunisasi, obat tradisional

j. Nama dokter, alamat, nomor telepon, dll

k. Institusi atau tenaga kesehatan lain yang terlibat dalam pelayanan kesehatan di rumah dan nomor telepon

l. Rencana pelayanan dan daftar masalah yang terkait obat, jika ada m. Tujuan pengobatan dan perkiraan lama pengobatan

n. Indikator keberhasilan pelayanan kefarmasian di rumah

3. Penyeleksian produk, alat-alat kesehatan dan alat-alat tambahan yang diperlukan. Apoteker yang berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain dalam memberikan pelayanan kefarmasian di rumah, bertanggung jawab dalam menyeleksi alat-alat infus, obat tambahan dan alat-alat tambahan (dressing kit, syringes dan administration set).

4. Menyusun rencana pelayanan kefarmasian di rumah. Rencana pelayanan kefarmasian ini sebaiknya mencakup hal-hal sebagai berikut:

a. Gambaran masalah aktual dan masalah terkait obat dan cara mengatasinya

b. Gambaran dari hasil terapi yang dilakukan c. Usulan pendidikan dan konseling untuk pasien

d. Rencana khusus pelaksanaan monitoring dan frekuensi monitoring yang akan dilakukan


(47)

5. Melakukan koordinasi penyediaan pelayanan. Apoteker melakukan koordinasi penyediaan pelayanan dengan tenaga kesehatan lain. Kegiatan yang dilakukan meliputi:

a. Memberikan informasi kepada pasien dan keluarga tentang berbagai pelayanan kesehatan yang tersedia di masyarakat yang dapat digunakan pasien sesuai dengan kebutuhan mereka

b. Membuat perjanjian (kesepakatan) dengan pasien dan keluarga tentang pelayanan kesehatan yang diberikan

c. Mengkoordinasikan rencana pelayanan kefarmasian kepada tenaga kesehatan yang terlibat dalam pelayanan kefarmasian di rumah kepada pasien berdasarkan jadwal kunjungan yang telah dibuat d. Bekerja sama dengan tenaga kesehatan lain dalam memberikan

pelayanan kesehatan kepada pasien sepanjang rentang perawatan yang dibutuhkan pasien

e. Melaksanakan pelayanan kefarmasian berfokus dengan tujuan akhir meningkatkan kemandirian dan kualitas hidup pasien

f. Melakukan rujukan dan keputusan penghentian pelayanan kefarmasian di rumah

6. Melakukan pendidikan pasien dan konseling. Apoteker bertanggung jawab memastikan bahwa pasien menerima pendidikan dan konseling tentang terapi pasien. Apoteker harus mudah dihubungi jika ada pertanyaan atau munculnya permasalahan yang terkait obat. Apoteker


(48)

juga menyediakan informasi tambahan dalam bentuk tulisan untuk memperkuat informasi yang diberikan secara lisan.

7. Pemantauan terapi obat. Apoteker secara terus-menerus bertanggung jawab melakukan pemantauan terapi obat dan evaluasi penggunaan obat pasien sesuai rencana pelayanan kefarmasian dan disampaikan semua hasilnya kepada tenaga kesehatan yang terlibat dalam pengobatan pasien. Hasil pemantauan ini didokumentasikan dalam catatan penggunaan obat pasien.

8. Melakukan pengaturan dalam penyiapan pengiriman, penyimpanan dan cara pemberian obat. Apoteker harus memiliki keterampilan yang memadai dalam pencampuran, pemberian, penyimpanan, pengiriman dan cara pemberian obat dan panggunaan peralatan kesehatan yang dibutuhkan. Pencampuran produk steril harus sesuai dengan standar yang ada. Apoteker menjamin bahwa pengobatan dan peralatan yang dibutuhkan pasien diberikan secara benar, tepat waktu untuk mencegah terhentinya terapi obat. Selanjutnya apoteker menjamin kondisi penyimpanan obat dan peralatan harus konsisten sesuai dengan petunjuk pemakaian baik selama pengiriman obat dan saat disimpan di rumah pasien.

9. Pelaporan efek samping obat dan cara mengatasinya. Apoteker melakukan pemantauan dan melaporkan hasil monitoring efek samping obat dan kesalahan pengobatan. Apoteker memastikan bahwa dokter telah menginformasikan setiap kemungkinan munculnya efek samping


(49)

obat. Efek samping yang muncul dapat dijadikan indikator mutu pelayanan dan monitoring efek samping obat harus menjadi bagian dari program pelayanan secara terus menerus. Reaksi efek samping yang serius dan masalah terkait obat harus dilaporkan ke Badan POM RI (form pelaporan efek samping obat terlampir)

10.Berpartisipasi dalam penelitian klinis obat di rumah. Apoteker sebaiknya berpartisipasi dalam penelitian klinis penggunaan obat di rumah yang diawali dengan penelitian di pelayanan kesehatan dan dilanjutkan selama dilakukan pelayanan kefarmasian di rumah.

11.Proses penghentian pelayanan kefarmasian di rumah. Kriteria penghentian pelayanan kefarmasian di rumah :

a. Hasil pelayanan tercapai sesuai tujuan b. Kondisi pasien stabil

c. Keluarga sudah mampu melakukan pelayanan di rumah d. Pasien dirawat kembali di rumah sakit

e. Pasien menolak pelayanan lebih lanjut f. Pasien pindah tempat ke lokasi lain

g. Pasien meninggal dunia (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008a).

D. Pengenalan Asma 1. Definisi

Asma merupakan suatu penyakit inflamasi kronis pada saluran nafas yang melibatkan banyak sel yang akhirnya akan menimbulkan adanya


(50)

hiperresponsif pada saluran nafas yang akan muncul dengan gejala sesak nafas, mengi, dada terasa berat, dan batuk utamanya terjadi pada malam hari (nokturnal) yang biasa terjadi antara pukul tiga dan empat pagi hari (Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2008).

Asma dapat menyebabkan kematian bila tidak dilakukan kontrol terhadap penyakit tersebut. Penatalaksanaan asma ditentukan oleh beberapa faktor yaitu tenaga medis, kepatuhan penderita beserta keluarga, dan obat-obatan. Pada penatalaksanaan asma ditujukan untuk menepatkan asma dalam keadaan terkontrol dimana penderita berada dalam keadaan optimal sehingga mampu untuk melaksanakan rutinitas harian (GINA, 2011).

Di Indonesia prevalensi asma sebesar 3,32%, prevalensi tertinggi penyakit asma adalah provinsi Gorontalo 7,23% dan terendah adalah NAD (Aceh) sebesar 0,09%. Sedangkan prevalensi asma di DKI Jakarta sebesar 2,94%. Hasil penelitian menunjukkan prevalensi asma di Indonesia sangat bervariasi (Oemiati, 2010). Di Yogyakarta sendiri angka kejadian asma sekitar 16, 4% dari jumlah penduduk (Dinas Kesehatan Yogyakarta, 2010).

2. Gejala

Pemicu asma pada setiap orang berbeda-beda tergantung dari alergen yang menyerang sehingga menimbulkan gejala pada penderita.Gejala asma bersifat episodik, seringkali reversibel dengan/atau tanpa pengobatan. Gejala awal berupa batuk, sesak napas, napas berbunyi (mengi), rasa berat di dada, dahak sulit keluar. Gejala yang berat juga dapat timbul, seperti serangan batuk yang hebat, sesak napas yang berat dan tersengal-sengal, sianosis (kulit kebiruan, yang


(51)

dimulai dari sekitar mulut), sulit tidur dan posisi tidur yang nyaman adalah dalam keadaan duduk, kesadaran menurun. Gejala akan muncul utamanya saat malam hari atau dini hari yang dipicu oleh faktor pencetus. Saat pemeriksaan fisik terlihat normal kecuali saat eksaserbasi (Departemen Kesehatan Republik indonesia, 2007). Pemeriksaan fungsi paru ditujukan untuk menegakkan diagnosis dengan melihat derajat obstruksi saluran napas, variabilitas, dan reversibilitas saluran napas. Dalam melihat kecenderungan terpapar alergen perlu juga dilakukan tes sensitivitas kulit untuk melihat status alergi sehingga dapat membantu dalam menentukan faktor resiko (Bourke, 2003).

3. Faktor yang mempengaruhi

Faktor yang mempengaruhi terjadi asma merupakan kombinasi antara pejamu (faktor lingkungan) dan faktor genetik (keturunan) (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003).

E. Metode Penelitian

Pengambilan data dapat dilakukan dengan menggunakan wawancara dengan instrumen berupa panduan wawancara. Wawancara merupakan suatu proses interaksi atau komunikasi langsung antara responden dan pewawancara dimana data yang dikumpulkan bersifat pendapat, fakta, dan pengalaman (Budiarto dan Anggraeni, 2001). Panduan wawancara berisi pertanyaan- pertanyaan dengan fokus masalah yang telah ditetapkan (Pawito, 2007).Panduan wawancara terstruktur merupakan pedoman dan pelaksanaannya harus fleksibel dengan melihat kondisi dan situasi (Basrowi dan Suwandi, 2008). Pertanyaan- pertanyaan yang diajukan kepada subyek ditanggapi secara langsung berdasarkan


(52)

kondisi atau keadaan yang sebenarnya yang disertai dengan argumen atau penjelasan lebih lanjut terkait jawaban dari setiap pertanyaan pada panduan wawancara terstruktur Jenis wawancara ini tidak melakukan pendalaman pertanyaan yang dapat mengarahkan responden (Moleong, 2007).

F. Thematic Analysis

Thematic analysis merupakan analisis data berdasarkan tema yang telah ditentukan yang bersifat pembahasan mendalam untuk dapat menarik kesimpulan dengan mengidentifikasi informasi secara objektif (dapat menghasilkan informasi serupa bila dilakukan oleh peneliti lain), sistematis (penetapan isi saat pengkategorian data dilakukan secara konsisten), dan generalis (memiliki referensi teoritis) (Marks dan Yardley, 2004). Analisis data dimulai dengan pencatatan hasil wawancara yang di buat dalam bentuk salinan data dan menghilangkan adanya informasi duplikasi kemudian dilakukan coding atau klasifikasi sehingga memunculkan tema tertentu. Setelah menjadi tema maka tema-tema tersebut di hubungkan dengan aspek yang diteliti berdasarkan perumusan masalah secara sistematis sehingga lebih mudah dipahami (Semiawan, 1999).

G. Keterangan Empiris

Penelitian ini diharapkan memperoleh gambaran pelaksanaan penerapan pharmaceutical care pasien asma oleh apoteker di instalasi farmasi rawat jalan rumah sakit umum di Kota Yogyakarta berdasarkan standar pelayanan kefarmasian di rumah sakit, standar pelayanan kefarmasian di apotek, dan pedoman penatalaksanaan asma.


(53)

32 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif dan rancangan cross sectional dengan pendekatan kualitatif. Penelitian deskriptif merupakan penelitian dengan melakukan observasi untuk menggambarkan keadaan subjek penelitian berdasarkan keadaan yang sebenarnya tanpa melakukan intervensi atau perlakuan (Swarjana, 2012). Rancangan penelitian cross sectional adalah prosedur penelitian yang pengambilan data variabel dilakukan satu kali.

Pendekatan kualitatif merupakan suatu proses penelitian mengenai suatu pemahaman berdasarkan pada metode yang menyelidiki suatu fenomena kesehatan dan masalah atau gejala yang terjadi di masyarakat yang menekankan pada penggambaran kompleks, dinamis, dan atau pemahaman mengenai bagaimana dan mengapa suatu realitas terjadi (Sumantri, 2011). Pendekatan kualitatif bertujuan untuk menemukan pengalaman seseorang mengenai suatu fenomena yang terkadang sulit untuk dipahami sehingga dapat digunakan untuk mencapai dan memperoleh suatu narasi, pandangan yang sebagian besar sudah dan dapat diketahui (Basrowi dan Suwandi, 2008).

B. Variabel dan Definisi Operasional Penelitian

1. Pharmaceutical care pasien asma adalah pelayanan kepada pasien asma yang berpatokan pada standar pelayanan kefarmasian di rumah sakit yang terdapat dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004 dan standar pelayanan kefarmasian di apotek


(54)

yang terdapat dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 yang digali menggunakan panduan wawancara terstruktur yang didukung dari pedoman penatalaksanaan asma yang tercantum dalam pharmaceutical care pasien asma menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2007.

2. Pelayanan resep meliputi skrining resep, penyiapan obat dan penyerahan obat kepada pasien asma yang memenuhi persyaratan administrasi, farmasetik dan klinis.

3. Pelayanan informasi obat berupa kegiatan pemberian informasi obat dan pemberian konseling bagi pasien dan keluarga.

4. Monitoring dan evaluasi adalah kegiatan pencatatan pengobatan pasien asma, pemantauan dan pelaporan efek samping obat sebagai upaya peningkatan keberhasilan terapi dan untuk mencapai kepuasan pasien.

5. Promosi dan edukasi adalah bentuk kegiatan pemberian informasi oleh apoteker melalui media cetak, penyuluhan, maupun media elektronik sebagai upaya pemberdayaan dan pembelajaran yang diberikan kepada pasien asma dan keluarga mengenai penyakit asma.

6. Pelayanan residensial adalah bentuk pendekatan yang diberikan kepada pasien asma yang memerlukan perawatan khusus dengan kondisi tertentu dengan melakukan kunjungan langsung ke rumah pasien asma.

C. Subyek Penelitian

Subyek penelitian ini adalah apoteker di rumah sakit yang diperoleh berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan, sebagai berikut:


(55)

1. Kriteria inklusi: apoteker yang memiliki pengalaman melaksanakan pharmaceutical care di instalasi farmasi rawat jalan di rumah sakit dalam kurun waktu 1 tahun terakhir dan bersedia diwawancarai.

2. Kriteria eksklusi: apoteker yang melaksanakan pharmaceutical care tidak pada pasien asma di instalasi farmasi rawat jalan.

D. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di rumah sakit umum dalam wilayah Kota Yogyakarta. Periode penelitian adalah bulan November 2013-Maret 2014. Selama bulan November 2013-Januari 2014 melaksanakan proses perijinan pada sembilan rumah sakit umum dan bulan Februari-Maret 2014 dilakukan proses pengambilan data pada empat rumah sakit umum. Pemilihan empat rumah sakit umum tersebut berdasarkan persetujuan pelaksanaan penelitian di sembilan rumah sakit umum yang berada di wilayah Kota Yogyakarta, dimana dari sembilan rumah sakit umum tersebut hanya empat rumah sakit umum yang bersedia menerima pelaksanaan penelitian ini.

E. Besar Sampel dan Teknik Sampling

Jumlah responden dalam penelitian ini adalah 12 responden. Jumlah responden tersebut diperoleh berdasarkan keterangan Kepala instalasi farmasi rumah sakit yang mengetahui apoteker yang pernah memberikan pharmaceutical care pada pasien asma di instalasi farmasi rawat jalan dalam kurun waktu satu tahun. Jumlah apoteker di instalasi farmasi rawat jalan pada empat rumah sakit tempat penelitian sebanyak 23 apoteker. Berdasarkan jumlah apoteker tersebut yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 22 apoteker dan sebanyak 10 apoteker


(56)

di eksklusi sehingga subjek penelitian ini sebanyak 12 responden apoteker. Salah satu kepala instalasi farmasi di satu rumah sakit juga menunjuk 2 asisten apoteker untuk diwawancarai dengan pertimbangan bahwa kedua asisten apoteker tersebut pernah melakukan pharmaceutical care pada pasien asma di instalasi farmasi rawat jalan.

Penentuan subyek penelitian berdasarkan kesediaan berpartisipasi rumah sakit umum yang berada di wilayah Kota Yogyakarta pada pelaksanaan penelitian. Pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling. Penggunaan purposive sampling dengan pertimbangan bahwa jumlah sampel ditentukan oleh pertimbangan-pertimbangan informasi yang diperlukan (Moleong, 2007).

F. Metode Pengambilan Data

Cara pengambilan data dalam penelitian ini menggunakan wawancara terstruktur.

G. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa panduan wawancara terstruktur (interview guide) (Lihat di Lampiran 6) disertai alat bantu berupa perekam suara.

1. Konten panduan wawancara terstruktur

Pertanyaan yang terdapat dalam panduan wawancara terstruktur disusun berdasarkan pada perumusan masalah penelitian yaitu pelayanan pharmaceutical care pasien asma. Panduan wawancara terstruktur memuat mengenai pertanyaan yang mengarah pada penerapan pharmaceutical care yang meliputi pelayanan


(57)

resep, pelayanan informasi obat, konseling, monitoring dan evaluasi, promosi dan edukasi, serta pelayanan residensial. Berikut adalah tabel yang berisi bagian pertanyaan dalam panduan wawancara.

Tabel I. Item pertanyaan dalam panduan wawancara

No. Aspek

pharmaceutical care Item pertanyaan

Nomor pertanyaan

dalam panduan wawancara 1. Pelayanan resep a. Bentuk skrining administratif 1

b. Bentuk skrining farmasetik 2

c. Bentuk skrining klinis 3

d. Penyiapan obat 4

2. Pelayanan informasi obat

a. Kegiatan pelayanan informasi obat 5 b. Informasi yang sekurang-kurangnya

disampaikan kepada pasien

6 c. Persiapan pemberian informasi dan

edukasi

7 3. Pelayanan konseling a. Kriteria pemberian konseling

kepada pasien

9

b. Materi konseling 10

c. Prosedur tetap konseling 11 d. Pertanyaan yang biasa digunakan

untuk menanyakan harapan

12 e. Pertanyaan untuk memastikan

pengetahuan

13 f. Informasi penanganan serangan

awal asma mandiri (self care)

14 4. Monitoring dan

evaluasi

a. Pemantauan penggunaan obat 15 b. Pemantauan dan pelaporan efek

samping obat

16 5. Promosi dan edukasi Bentuk promosi dan edukasi 8 6. Pelayanan residensial a. Kriteria pelayanan residensial 17

b. Langkah-langkah pelayanan residensial


(1)

Membuka komunikasi antara apoteker dengan pasien/ keluarga

pasien

X

X

X

X

X

X

X

X

X

X

X

X

12

Menanyakan apa yang telah dokter sampaikan terkait kegunaan

pengobatan yang diberi

X

X

X

-

X

X

X

-

-

-

X

X

8

Menanyakan bagaimana dokter menerangkan penggunaan obat (cara pakai, jumlah, lama pengobatan, cara penyimpanan, aturan pakai)

X

X

X

-

X

-

X

-

-

-

X

X

7

Menanyakan apa yang diharapkan dalam pengobatan yang

diberikan

X

-

X

-

X

X

X

-

-

-

X

X

7

Memperagakan dan menjelaskan cara pemakaian obat (rotahaler,

inhaler, dll)

X

X

X

X

X

X

X

X

X

X

X

X

12

Melakukan verifikasi akhir : mengecek pemahaman pasien, mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan cara penggunaan obat (inhaler, nebulizer, dll) untuk mengoptimalkan tujuan terapi, melakukan pencatatan konseling pada kartu pengobatan

X

X

X

X

X

X

X

X

X

X

X

X

12

Lainnya….

a.

Memberikan nomor kontak/telepon yang bisa

dihubungi

bila

mengalami

kesuitan

dalam

penggunaan obat


(2)

b.

Memberikan leaflet kepada pasien.

c.

Memberikan alat bantu (spacer) pada pengguna

inhaler

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

X

X

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

1

1

12. Mohon dijelaskan bentuk pertanyaan – pertanyaan seperti apa yang biasanya diajukan kepada pasien asma atau keluarganya terkait harapan dari obat yang diberikan yang sebelumnya telah diterangkan oleh Dokter.

A

B

C

D

E

F

G H

I

J

M

N

Total pelaksanaan

Pengaruh apa yang diharapkan tampak

X

-

X

-

X

X

X

-

-

-

X

X

7

Bagaimana mengetahui bahwa obatnya bekerja

X

-

X

-

X

X

X

-

-

-

X

X

7

Pengaruh buruk apa yang dikatakan dokter untuk diwaspadai

X

-

X

-

X

-

X

-

X

X

X

X

8

Perhatian apa yang harus diberikan selama dalam pengobatan

X

-

X

-

X

X

X

-

-

-

X

X

7

Apa yang dikatakan dokter apabila merasa semakin parah/buruk

X

X

-

-

X

-

X

-

-

-

X

X

6

Bagaimana mengetahui bahwa obat tidak bekerja

X

-

X

-

X

X

X

-

-

-

X

X

7

Lainnya….

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

0

13. Mohon dijelaskan bentuk pertanyaan– pertanyaan seperti apa yang biasanya diajukan untuk memastikan pengetahuan pasien atau keluarganya mengenai kondisi yang dialami dan kegunaan obat yang akan diberikan.

A

B

C

D

E

F

G H

I

J

M

N

Total pelaksanaan


(3)

Bagaimana menggunakan obat

X

X

X

X

X

X

X

X

X

X

X

X

12

Gangguan atau penyakit apa yang sedang dialami

X

X

-

X

X

X

X

-

-

X

X

X

9

Lainnya….

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

0

14. Mohon dijelaskan informasi apa yang Anda berikan sebagai penangananawal asma mandiri (self care) yang harus dilakukan oleh pasien atau keluarganya pada saat terjadi serangan asma.

A

B

C

D

E

F

G H

I

J

M

N

Total pelaksanaan

Gunakan obat yang sudah biasa digunakan

X

X

X

X

X

X

X

X

X

X

X

X

12

Tetap tenang jangan panic

-

-

X

-

X

X

-

-

-

-

X

X

5

Segera hubungi dokter bila dalam 15 menit tidak ada perbaikan setelah menggunakan obat dan bila napas pendek dan susah bernapas

-

-

X

-

X

X

X

-

-

-

X

X

6

Lainnya….

Berbaring dalam posisi setengah duduk/ setengah

berbaring

-

-

-

-

-

X

-

-

-

-

-

-

1

15. Mohon dijelaskan bentuk monitoring dan evaluasi yang Anda lakukan untuk melihat dan meningkatkan keberhasilan terapi pasien asma


(4)

Pencatatan data pengobatan pasien (medication record)

X

X

-

-

X

X

X

X

X

X

X

X

10

Lainnya….

a.

Hubungi ke rumah (telpon)

b.

Menanyakan pada saat datang kembali

c.

Tercatat dalam SIRS (Sistem Informasi Rumah sakit)

X

X

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

X

-

X

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

1

2

1

16. Mohon dijelaskan bagaimana kegiatan pemantauan dan

pelaporan efek samping obat yang dilakukan untuk pasien asma.

A

B

C

D

E

F

G H

I

J

M

N

Total pelaksanaan

Analisis laporan efek samping obat.

X

-

X

-

X

-

X

-

X

X

X

X

8

Identifikasi obat-obatan dan pasien yang mempunyai resiko tinggi

mengalami ESO

X

X

X

-

X

X

X

-

X

X

X

X

10

Pengisian Formulir ESO

X

X

X

-

X

-

X

-

X

X

X

X

9

Pelaporan ke panitia ESO Nasional

-

-

X

-

-

-

X

-

-

-

-

-

2

17. Mohon dijelaskan kriteria untuk pelayanan residensial bagi

pasien asma

A

B

C

D

E

F

G H

I

J

M

N

Total pelaksanaan

Pasien asma lanjut usia yang tidak mampu memenuhi aktivitas

dasar sehari-hari (mandi, makan, minum, dan memakai baju)

-

-

-

-

X

-

-

-

-

-

-

X

2

Pasien asma yang memerlukan perhatian khusus tentang


(5)

Lainnya….

Kunjungan dilakukan bila pasien membutuhkan

X

-

X

-

-

-

-

-

-

-

-

-

2

18. Mohon dijelaskan langkah – langkah yang Anda lakukan dalam pelayanan residensial (Home Care) bagi pasien asma.

A

B

C

D

E

F

G H

I

J

M

N

Total pelaksanaan

Menyeleksi pasien melalui kartu pengobatan

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

0

Menawarkan pelayanan residensial

-

-

-

-

X

-

-

-

-

-

-

-

1

Mempelajari riwayat pengobatan pasien

-

-

-

-

X

-

-

-

-

-

-

-

1

Menyepakati jadwal kunjungan

-

-

-

-

X

-

-

-

-

-

-

-

1

Melakukan kunjungan ke rumah pasien atau melalui telepon

-

-

-

-

X

-

-

-

-

-

-

-

1

Melakukan pelayanan informasi obat atau konseling secara berkesinambungan

-

-

-

-

X

-

-

-

-

-

-

-

1

Melakukan pelayanan informasi obat atau konseling secara berkesinambungan Melakukan pencatatan dan evaluasi pengobatan (pemantauan kondisi dan kepatuhan pasien)

-

-

-

-

X

-

-

-

-

-

-

-

1

Lainnya….

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

0

Keterangan: silang (x)= responden yang melaksanakan penerapan pharmaceutical care pasien asma; Strip (-) =responden yang tidak melaksanakan penerapan pharmaceutical care pasien asma;

Sumber : Standar pelayanan kefarmasian di rumah sakit (SK Nomor 1197/ MENKES/ SK/ X/ 2004), Petunjuk Teknis

Pelaksanaan Standar Kefarmasian Di Apotek (SK Nomor 1027/ MENKES/ SK/ IX/ 2004), dan pedoman penatalaksanaan Pasien Asma (Depkes RI

2007)


(6)

BIOGRAFI PENULIS

Penulis bernama Theresia Aftria Anggraeni, lahir

di kota Balikpapan, Kalimantan Timur pada tanggal 9

Oktober 1992 sebagai anak pertama dari pasangan

Ahmad Fuad dan Sri Wilujeng. Penulis menempuh

pendidikan awal di Taman Kanak-Kanak Puncan Karna

Melak (1996-1998), Sekolah Dasar Negeri 014 Melak

tahun (1998-2000), pindah dan menyelesaikan sekolah

dasar di Sekolah Dasar Negeri 025 Sekolaq Joleq

(2000-2004), Sekolah Menengah Pertama Katolik Santo

Mikael Balikpapan (2004-2007), Sekolah Menengah

Atas Negeri 5 Balikpapan tahun (2007-2010), dan

melanjutkan studi di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Semasa menjalani kuliah di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta, penulis pernah berpartisipasi menjadi tim futsal putri (2011-2012),

pemain tim juara III futsal putri Farmasi USD CUP (Futsal Competition Fakultas/

Jurusan Kesehatan Se-DIY) (2011), pemain tim juara III Farmasi UGM Cup

(Futsal Competition Fakultas/ Jurusan kesehatan Se-DIY) (2012), tim program

kreativitas mahasiswa hibah DIKTI (2012), panitia acara komisi pemilihan umum

gubernur BEMF dan ketua DPMF Farmasi (2012), volunteer pengabdian

masyarakat dalam pemeriksaan gratis desa mitra (2012), koordinator acara

seminar hari AIDS sedunia (2011), dan peserta lomba fotografi hari anti tembakau

(2011).


Dokumen yang terkait

Analisis Higiene dan Sanitasi Staf Instalasi Gizi Rumah Sakit Umum Daerah Kota Langsa Tahun 2013

13 128 110

Manajemen Pengelolaan Obat Di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2004

5 49 113

TINGKAT KEPUASAN PASIEN RAWAT JALAN TERHADAP PELAYANAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT ISLAM UNISMA KOTA MALANG

4 21 23

Tingkat Kepuasan Pasien Rawat Jalan Terhadap Kualitas Pelayanan di Apotek Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Sragen

0 3 11

TINJAUAN PERESEPAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN JAMKESMAS DI INSTALASI FARMASI RAWAT JALAN Tinjauan Peresepan Antibiotik Pada Pasien Jamkesmas Di Instalasi Farmasi Rawat Jalan Rumah Sakit Umum Daerah Sukoharjo Periode Bulan Januari – Maret 2011.

0 0 12

TINJAUAN PERESEPAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN JAMKESMAS DI INSTALASI FARMASI RAWAT JALAN RUMAH SAKIT “X” Tinjauan Peresepan Antibiotik Pada Pasien Jamkesmas Di Instalasi Farmasi Rawat Jalan Rumah Sakit Umum Daerah Sukoharjo Periode Bulan Januari – Maret 20

0 2 15

HUBUNGAN MUTU PELAYANAN INSTALASI FARMASI DENGAN PENGAMBILAN OBAT PASIEN RAWAT Hubungan Mutu Pelayanan Instalasi Farmasi Dengan Pengambilan Obat Pasien Rawat Jalan Di Rumah Sakit Umum Daerah Surakarta Tahun 2013.

0 2 18

TINGKAT KEPUASAN PASIEN RAWAT JALAN TERHADAP KUALITAS PELAYANAN DI APOTEK INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SRAGEN.

0 1 16

TINGKAT KEPUASAN PASIEN RAWAT JALAN TERHADAP KUALITAS PELAYANAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT UMUM KABUPATEN SRAGEN.

0 0 19

SISTEM INFORMASI PASIEN RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT UMUM KOTA SOLOK.

0 0 6