Minat belajar dan hasil belajar siswa dalam penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) pokok bahasan volume bangun ruang sisi datar pada kelas VIII B semester genap tahun ajaran 2012/2013 SMP Pangudi Luhur 1 Yogyakarta.

(1)

i

MINAT BELAJAR DAN HASIL BELAJAR SISWA DALAM PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE

NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) POKOK BAHASAN VOLUME BANGUN RUANG SISI DATAR PADA KELAS VIII B SEMESTER GENAP TAHUN AJARAN 2012/2013 SMP PANGUDI

LUHUR 1 YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika

Disusun oleh:

Maria Elrinda Rahma Astuti 091414063

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENGETAHUAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(2)

(3)

(4)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

In this life we cannot do great things. We can only do small things with

great love”

(Dalam hidup ini kita tidak dapat melakukan hal yang besar, kita hanya dapat melakukan banyak hal kecil dengan cinta yang besar)

-Mother Theresa-

Dengan Penuh cinta dan syukur

Skripsi ini kupersembahkan untuk :

Tuhan Yesus dan Bunda Maria Papa, Mama, Mas Ariel, Mb Lourdes dan Wisang yang aku sayangi Orang istimewa dan sahabat-sahabatku yang luar biasa: Leo, Merry, Dian, Ana, Szasa, Kribo, Tiwi, Betty, Mba Alin, Mba tya,


(5)

(6)

vi

ABSTRAK

Maria Elrinda Rahma Astuti. 2013. Minat Belajar dan Hasil Belajar Siswa dalam Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) pokok bahasan Volume Bangun Ruang Sisi Datar pada Kelas VIII B semester genap tahun ajaran 2012/2013 SMP Pangudi Luhur 1 Yogyakarta. Skripsi. Program Studi Pendidikan Matematika. Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keterlaksanaan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT), minat belajar dan hasil belajar siswa dalam proses pembelajaran tersebut. Penelitian ini digolongkan dalam jenis penelitian eksploratif. Penelitian dilaksanakan pada semester genap tahun ajaran 2012/2013 pada pokok bahasan Volume Bangun Ruang Sisi Datar. Subyek dalam penelitian ini adalah siswa-siswi kelas VIII B SMP Pangudi Luhur 1 Yogyakarta.

Instrumen dalam penelitian ini meliputi instrumen pembelajaran berupa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) beserta Lembar Kerja Siswa (LKS) dan instrumen pengumpulan data berupa non tes meliputi lembar pengamatan keterlaksanaan RPP, lembar kuisioner minat belajar, wawancara dan tes meliputi Tes kemampuan Awal (TKA), kuis, Tes Hasil Belajar. Sebelum digunakan, semua instrumen dilakukan pertimbangan pakar atau uji butir dan dinyatakan sudah memenuhi syarat yang ditetapkan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) telah dan dapat terlaksana dengan baik dengan presentase keterlaksanaan keseluruhan sebesar 95%. (2) Minat belajar siswa dalam model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) menunjukkan presentase kriteria siswa yang cukup berminat (CM) sebesar 5,26% , presentase kriteria siswa yang berminat (M) sebesar 86,84% dan presentase kriteria siswa yang sangat berminat (SM) sebesar 7,89%. (3) Hasil Belajar siswa dalam model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) meningkat. Hal ini dapat dilihat dari hasil rata-rata nilai Tes Kemampuan Awal (TKA) yaitu 48,12 dan rata-rata nilai Tes Hasil Belajar (THB) yaitu 77,46 menunjukkan bahwa terdapat kenaikan sebesar 29,34. Serta dilihat dari KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) sebesar 64,70% siswa mencapai KKM.

Kata kunci: Numbered Heads Together (NHT), minat belajar, hasil belajar, Volume Bangun Ruang Sisi Datar


(7)

vii

ABSTRACT

Maria Elrinda Rahma Astuti. 2013. The Learning Interest and Learning Achievement of the Students in the Implementation of Cooperative Learning Model with the type of Numbered Heads Together (NHT) on the Topic of Volumes of Polyhedra for class VIII B Students in the Second Semester of the Academic Year 2012/2013 in SMP Pangudi Luhur 1 Yogyakarta. Undergraduate Thesis. Mathematics Education Study Program, Department of Mathematics Education and Science Education, Faculty of Teacher Training and Education, Sanata Dharma University, Yogyakarta.

This research was aimed to know the implementation of cooperative learning model of type Numbered Heads Together (NHT), the students interest in learning and learning achievement in the learning process. This research was classified as exploratory research. The research was carried out on the second semester of the academic year 2012/2013 on the topic of Volumes of Polyhedra. The subjects in this study were grade 8th students of class B in SMP Pangudi Luhur 1 Yogyakarta. The instruments in this research included teaching and learning instruments such as Teaching and Learning Implementation Plan (RPP) and the Students’ Worksheet (LKS), and the instruments for data collection, namely non-test instrument including observation sheets for the implementation of RPP, questionnaires of the students’ interest in learning, interviews, and tests contained the Initial Ability Test (TKA), quizzes, and the test for the learning achievement. All the instruments had been examined by the experts and declared to be eligible before they were used.

The results of this research showed that (1) the application of the cooperative learning model of the type of Numbered Heads Together (NHT) had been well implemented with the overall percentage of 95%. (2) The students’ interest in the cooperative learning model of the type of Numbered Heads Together (NHT) showed the percentage of each criterion, the number of students who were quite interested (CM) was 5,26 %, the number of students who were interested (M) was 86,84%, and the number of students who were very interested was 7,89%. (3) There was an improvement in the students’ Learning Outcomes during the cooperative learning model of the type of Numbered Heads Together (NHT). It can be seen from the result of the average score of the initial ability test (TKA) which was 48,12 compared with the average score of the learning achievement test (THB), it showed that the score increased by 29,34. In terms of the KKM (Minimum Final Result Criterion), the percentage of the students who passed the KKM was 64,70%.

Keywords: Numbered Heads Together (NHT), the learning interest, learning achievement, Volumes of Polyhedra.


(8)

(9)

ix

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat, campur tangan, pertolongan, penghiburan dan cinta kasih-Nya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Matematika.

Dalam proses penyusunan skripsi ini penulis mendapatkan banyak pengalaman, hambatan dan rintangan akan tetapi berkat bantuan, dukungan, dan motivasi dari berbagai pihak penulis dapat melalui dan menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasi kepada berbagai pihak yang membantu, diantaranya:

1. Bapak Dr. Marcellinus Andy Rudhito, S.Pd., selaku Kepala Program Studi Pendidikan Matematika;

2. Bapak Dominikus Arif Budi Prasetyo, S.Si., M.Si., selaku dosen pembimbing akademik;

3. Bapak Prof. Dr. St. Suwarsono, selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk membimbing penulis selama penyusunan skripsi ini;

4. Segenap dosen dan karyawan JPMIPA Universitas Sanata Dharma atas segala pelayanan selama penulis di Universitas Sanata Dharma;

5. Br. Valentinus Naryo FIC, M.Pd. selaku Kepala Sekolah SMP Pangudi Luhur 1 Yogyakarta tahun ajaran 2012/2013 yang telah memberikan kesempatan serta ijin untuk melakukan penelitian.


(10)

x

6. FX. Haryono selaku guru matematika SMP Pangudi Luhur 1 Yogyakarta, yang telah memberikan kesempatan, bimbingan, dan bantuan selama proses penelitian;

7. Siswa-siswi kelas VIII B semester genap tahun ajaran 2012/2013 SMP Pangudi Luhur 1 Yogyakarta, yang telah membantu penulis selama melakukan penelitian;

8. Papa, Mama, Mas Ariel dan Mbak Lourdes atas dukungan, doa, semangat, dan cinta kasih yang telah diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini;

9. Sahabat-sahabatku dan teman-teman Pendidikan Matematika angkatan 2009 atas bantuan, motivasi, dukungan, dan doa sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini;

10. Semua pihak yang telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan dapat digunakan sebagai acuan penelitian selanjutnya.

Yogyakarta, 23 Juli 2013

Penulis


(11)

xi

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 4

C. Pembatasan Masalah ... 5

D. Rumusan Masalah ... 5

E. Tujuan Penelitian ... 6

F. Pembatasan Istilah ... 6


(12)

xii

BAB II LANDASAN TEORI ... 10

A. Belajar ... 10

B. Pembelajaran ... 14

C. Model Pembelajaran... 14

D. Model Pembelajaran Kooperatif ... 17

E. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) ... 28

F. Minat Belajar ... 30

G. Hasil Belajar ... 36

H. Materi ... 38

I. Kerangka Berpikir ... 46

BAB III METODE PENELITIAN... 48

A. Jenis Penelitian ... 48

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 48

C. Subyek dan Obyek Penelitian ... 48

D. Variabel Penelitian ... 49

E. Instrumen yang digunakan ... 49

F. Teknik Pengumpulan Data ... 58

G. Validitas dan Reliabilitas ... 60

H. Teknik Analisis Data ... 62

I. Prosedur Pelaksanaan Data ... 66

BAB IV PELAKSANAAN PENELITIAN, ANALISIS DATA, DAN PEMBAHASAN ... 69


(13)

xiii

A. Pelaksanaan Penelitian ... 69

B. Penyajian Data ... 83

C. Analisis Data dan Pembahasan ... 92

D. Hambatan Pada Saat Melakukan Penelitian ... 113

BAB V PENUTUP ... 114

A. Kesimpulan ... 114

B. Saran ... 115


(14)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Sintak Model Pembelajaran Kooperatif ... 22

Tabel 3.1 Rencana Pembelajaran ... 50

Tabel 3.2 Instrumen Pengamatan Keterlaksanaan RPP pertemuan pertama 51 Tabel 3.3 Kisi-kisi Kuisioner Penelitian Minat Belajar ... 52

Tabel 3.4 Kisi-kisi Tes Kemampuan Awal ... 55

Tabel 3.5 Kisi-kisi Tes Hasil Belajar ... 57

Tabel 3.6 Tabel Interpretasi Besarnya Koefisien Korelasi ... 61

Tabel 3.7 Kriteria Minat Siswa ... 64

Tabel 3.8 Kriteria Minat Seluruh Siswa ... 64

Tabel 3.9 Kriteria Skor Kemajuan ... 65

Tabel 3.10 Kriteria Penghargaan Kelompok ... 66

Tabel 4.1 Data Interpretasi Validitas Masing-masing Butir Soal Tes Hasil Belajar (THB) ... 71

Tabel 4.2 Data Interpretasi Validitas Masing-masing Butir Soal Kuisioner Minat Belajar ... 73

Tabel 4.3 Data Kelompok ... 74

Tabel 4.4 Data Keterlaksanaan RPP ... 83

Tabel 4.5 Kriteria Minat Belajar Siswa Sebelum Penelitian... 84

Tabel 4.6 Kriteria Minat Seluruh Siswa Sebelum Penelitian ... 84

Tabel 4.7 Kriteria Minat Belajar Siswa Sesudah Penelitian ... 84


(15)

xv

Tabel 4.9 Hasil Tes Kemampuan Awal (TKA) VIII B ... 85

Tabel 4.10 Hasil Kuis Kelas VIII B ... 87

Tabel 4.11 Hasil Tes Hasil Belajar (THB) VIII B ... 89

Tabel 4.12 Skor Peningkatan ... 91

Tabel 4.13 Kriteria Minat Siswa Secara Keseluruhan ... 97

Tabel 4.14 Kriteria Minat Seluruh Siswa Secara Keseluruhan ... 98

Tabel 4.15 Nilai TKA dan THB VIII B ... 99

Tabel 4.16 Ketuntasan Belajar Siswa... 101

Tabel 4.17 Presentase Ketuntasan Belajar Siswa ... 102

Tabel 4.18 Peningkatan Kelompok Mawar ... 102

Tabel 4.19 Peningkatan Kelompok Melati... 103

Tabel 4.20 Peningkatan Kelompok Tulip ... 103

Tabel 4.21 Peningkatan Kelompok Krisan ... 103

Tabel 4.22 Peningkatan Kelompok Sakura ... 104

Tabel 4.23 Peningkatan Kelompok Kamboja ... 104

Tabel 4.24 Peningkatan Kelompok Lily ... 104

Tabel 4.25 Peningkatan Kelompok Dahlia ... 105

Tabel 4.26 Penghargaan Kelompok ... 105


(16)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kubus dengan Berbagai Ukuran ... 38

Gambar 2.2 Balok dengan Berbagai Ukuran ... 39

Gambar 2.3 Pembuktian Volume Prisma ... 40

Gambar 2.4 Prisma untuk Teorema 14.13 ... 41

Gambar 2.5 Pembuktian untuk Volume Limas ... 42

Gambar 2.6 Limas untuk Pembuktian Teorema 14.14 ... 44

Gambar 2.7 Limas dan Prisma ... 44

Gambar 2.8 Pembuktian Teorema 14.15... 45


(17)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN A

1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... L.1 2. Kuisioner Minat Belajar Siswa ... L.17 3. Kuisioner Minat Belajar Siswa Sesudah Menggunakan Model

Pembelajaran Kooperatif Number Heads Together (NHT) ... L.20 4. Lembar Kerja Siswa ... L.24 5. Instrumen Observasi/Pengamatan ... L.40 LAMPIRAN B

1. Soal-soal Tes Kemampuan Awal (TKA) dan Jawaban... L.44 2. Soal Tes Hasil Belajar (THB) dan Jawaban ... L.48 3. Soal Kuis dan Jawaban... L.62 LAMPIRAN C

1. Validasi Tes Kemampuan Awal (TKA) dari Dosen Pembimbing .. L.66 2. Validitas Kuisioner Minat Belajar ... L.67 3. Validitas dan Reliabilitas Soal Tes Hasil Belajar (THB) ... L.69 LAMPIRAN D

1. Hasil Minat Belajar siswa VIII B ... L.80 2. Daftar Nilai Tes Kemampuan Awal (TKA) VIII B ... L.84 3. Daftar Nilai Kuis 1 VIII B ... L.87 4. Daftar Nilai Kuis 2 VIII B ... L.88 5. Daftar Nilai Tes Hasil Belajar (THB) VIII B... L.90


(18)

xviii LAMPIRAN E

1. Foto Pelaksanaan Pembelajaran ... L.92 2. Transkip Wawancara ... L.95 3. Hasil Pengamatan Keterlaksanaan RPP ... L102 LAMPIRAN F

1. Contoh Hasil Kerja Kuisioner ... L114 2. Contoh Hasil Kerja LKS ... L135 3. Contoh Hasil Kerja TKA ... L151 4. Contoh Hasil Kerja Kuis ... L154 5. Contoh Hasil Kerja THB ... L160 LAMPIRAN G

1. Surat Ijin Penelitian ... L169 2. Surat Ijin Ujicoba Instrumen Penelitian ... L170 3. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian ... L171


(19)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan hal yang sangat penting didalam kehidupan kita sebagai manusia. Pendidikan berperan untuk menciptakan manusia yang berkualitas dan berpotensi, melalui pendidikan akan terjadi proses belajar yang menyebabkan pengetahuan manusia bertambah dan berkembang. Dalam proses perkembangannya, seorang guru atau pengajar tidak hanya mengajar tetapi juga mendidik para siswanya menjadi pribadi yang dewasa. Ketercapaian siswa dalam belajar juga tak lepas dari peran guru. Seorang guru harus bisa mengidentifikasi atau memilih model pembelajaran yang tepat bagi siswanya. Hal tersebut berpengaruh pada proses pembelajaran di dalam kelas. Proses pembelajaran yang menyenangkan dan mengajak minat siswa untuk aktif dapat memberikan hasil belajar yang maksimal.

Mata pelajaran matematika merupakan pelajaran yang sangat berguna bagi kehidupan sehari-hari. Karena itulah matematika perlu diajarkan sejak dini yaitu disetiap jenjang pendidikan. Namun demikian kegunaan matematika bukan hanya memberikan kemampuan dalam perhitungan – perhitungan kuantitatif, tetapi juga dalam penataan cara berpikir, terutama dalam pembentukan kemampuan menganalisis,


(20)

membuat sintesis, melakukan evaluasi hingga kemampuan memecahkan masalah. Matematika juga merupakan salah satu bidang studi yang sering menjadi masalah bagi siswa, karena dari awal siswa sudah mempunyai bayangan buruk tentang bidang studi matematika. Salah satunya matematika merupakan mata pelajaran yang membosankan karena memaksa siswa untuk berpikir dalam mengikuti kegiatan pembelajaran maupun dalam menyelesaikan soal – soal yang diberikan guru. Hal ini menyebabkan hasil belajar matematika menjadi rendah. Selain hal tersebut, faktor yang menyebabkan rendahnya hasil belajar matematika siswa dipengaruhi oleh proses belajar mengajar. Pembelajaran matematika yang selama ini dilaksanakan oleh guru masih menganut pada teori tabula rasa John Locke (Anita Lie, 2002:2). Teori tersebut menyatakan bahwa pikiran seorang anak adalah seperti kertas kosong yang putih bersih dan siap menunggu coretan-coretan gurunya. Dengan kata lain, otak seorang anak adalah ibarat botol kosong yang siap diisi dengan segala ilmu pengetahuan dan kebijaksanaan guru.

Salah satu model pembelajaran yang menyenangkan dan mengajak siswa untuk berminat belajar matematika adalah model pembelajaran kooperatif. Menurut Lie (dalam Sugiyanto,2010:6) pembelajaran kooperatif menciptakan interaksi yang asah, asih, dan asuh sehingga tercipta masyarakat belajar (Learning Community). Dimana model pembelajaran ini mengutamakan kerja sama siswa satu dengan yang lain. Guru disini bertindak sebagai fasilitator dan narasumber apabila ada siswa


(21)

yang mengalami kesulitan (Suprijono, 2009:54). Salah satu tipe model pembelajaran kooperatif adalah Numbered Heads Together (NHT). Pembelajaran kooperatif tersebut dikembangkan oleh Spencer Kagen (1993). Dalam model pembelajaran ini guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok kecil secara heterogen dan diarahkan untuk mempelajari materi yang telah disediakan oleh guru.

Peneliti memilih model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) karena tipe pembelajaran tersebut lebih terstruktur dalam penerapannya selain itu siswa bisa saling bekerja sama dan membantu dimana dalam satu kelompok memiliki tingkat kepintaran yang berbeda. Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) juga lebih efisien waktu dibanding tipe lainnya.

Berdasarkan hasil observasi pembelajaran matematika yang dilakukan peneliti pada bulan April 2013 di SMP Pangudi Luhur 1 Yogyakarta, menunjukkan bahwa pembelajaran berlangsung dibimbing oleh guru yang pembelajarannya telah menggunakan metode pembelajaran yang bervariasi tetapi masih terpusat pada guru. Lingkungan sekolah dan kondisi kelas juga mendukung berlangsungnya pembelajaran yang kondusif, walaupun letaknya berada di daerah yang cukup ramai. Sarana dan prasarananya pun sudah memadai dengan adanya papan tulis (whiteboard), buku paket, dan viewer yang dapat mendukung berlangsungnya pembelajaran yang kondusif.


(22)

Beberapa siswa terlihat memperhatikan saat mengikuti proses pembelajaran matematika dan kemudian menanggapi saat guru bertanya. Namun masih banyak siswa yang tidak memperhatikan, mereka masih terlihat bermain, mengobrol dengan temannya dan melamun pada saat proses pembelajaran berlangsung. Peneliti juga melakukan wawancara kepada beberapa siswa mengenai pembelajaran matematika selama ini. beberapa siswa mengungkapkan bahwa pembelajaran selama ini membosankan dan cenderung monoton.

Selain itu peneliti juga melakukan wawancara terhadap guru mata pelajaran matematika. Selama ini pembelajaran matematika dilaksanakan dengan metode tanya jawab saja. Guru kurang menyukai adanya pembentukan kelompok dalam pembelajaran matematika. Saat peneliti melakukan observasi di sekolah, siswa sedang mempelajari dasar-dasar dari bangun ruang sisi datar seperti rusuk, sisi, dan titik sudut.

Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk meneliti tentang minat dan hasil belajar dalam penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) pokok bahasan Volume Bangun Ruang Sisi Datar pada siswa-siswi kelas VIII B semester genap tahun ajaran 2012/2013 SMP Pangudi Luhur 1 Yogyakarta.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dapat diidentifikasi kemungkinan masalah sebagai berikut :


(23)

1. Kurangnya konsentrasi siswa saat dilaksanakan proses pembelajaran matematika di kelas. Sehingga siswa kurang memahami materi yang diajarkan hanya sekedar tahu apa yang mereka pelajari.

2. Pembelajaran matematika masih dilakukan secara satu arah yaitu berpusat pada aktivitas guru pada proses pembelajaran di kelas.

3. Kurangnya kemauan siswa untuk bertanya kepada guru maupun temannya sehingga membuat siswa kurang memahami apa yang mereka pelajari.

C. Pembatasan Masalah

Dari beberapa masalah yang telah diidentifikasi dan keterbatasan peneliti dalam waktu, tenaga, serta biaya, maka penelitian ini dibatasi pada minat belajar dan hasil belajar siswa dalam penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) pokok bahasan Volume Bangun Ruang Sisi Datar pada kelas VIII B semester genap tahun ajaran 2012/2013 SMP Pangudi Luhur 1 Yogyakarta.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah diuraikan. Penelitian ini fokus merumuskan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana keterlaksanaan pembelajaran dalam penerapan model

pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) pokok bahasan Volume Bangun Ruang Sisi Datar?


(24)

2. Bagaimana minat siswa dalam penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) pokok bahasan Volume Bangun Ruang Sisi Datar?

3. Bagaimana hasil belajar siswa dalam penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) pokok bahasan Volume Bangun Ruang Sisi Datar?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui :

1. Keterlaksanaan pembelajaran dalam penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT).

2. Minat siswa dalam penerapan model pembelajaran kooperatif Numbered Heads Together (NHT).

3. Hasil belajar siswa dalam penerapan model pembelajaran kooperatif Numbered Heads Together (NHT).

F. Pembatasan Istilah

1. Belajar

Belajar adalah suatu aktivitas mental/psikis, yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan-pemahaman, ketrampilan


(25)

dan nilai-sikap. Perubahan itu bersifat secara relatif konstan dan berbekas. (Winkel, 1987:36)

2. Pembelajaran

Pembelajaran merupakan aspek kegiatan manusia yang kompleks, yang tidak sepenuhnya dapat dijelaskan. Pembelajaran secara simpel dapat diartikan sebagai produk interaksi berkelanjutan antara pengembangan dan pengalaman hidup (Trianto, 2012)

3. Model Pembelajaran

Model Pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran tutorial. (Trianto, 2009)

4. Model Pembelajaran Kooperatif

Model Pembelajaran Kooperatif adalah model pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar (Sugiyanto, 2010)

5. Numbered Heads Together (NHT)

Numbered Heads Together (NHT) merupakan tipe pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut. Diawali dengan penyampaian tujuan pembelajaran, pembagian kelompok heterogen, pemberian pertanyaan/ persoalan (setiap


(26)

kelompok sama tetapi untuk setiap siswa tidak sama sesuai nomor yang dimiliki siswa, setiap siswa dengan nomor yang sama mendapat tugas yang sama), berpikir bersama (diskusi kelompok dan diskusi kelas), kuis individual, dan penghargaan kelompok.

6. Minat

Minat adalah suatu aspek psikis yang menimbulkan seseorang tertarik dan memberikan perhatian kepada suatu objek. Minat akan lebih mudah terbangun pada objek yang menarik dan menyenangkan bagi seseorang. Jika minat seseorang telah terbangun, seseorang akan tertarik untuk melibatkan diri dalam aktivitas yang berhubungan dengan objek tersebut. Dalam hal ini, minat yang dilihat adalah ketertarikan dan kehendak siswa dalam melibatkan diri dalam kegiatan pembelajaran di kelas.

7. Hasil Belajar

Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya (Nana Sudjana, 2010)

G. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagi Siswa

Dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) dapat mengetahui hasil belajar siswa, sehingga siswa makin berminat dalam belajar matematika.


(27)

2. Bagi Guru

Model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) dapat dijadikan sebagai salah satu model atau cara yang variasi bagi guru dalam proses pembelajaran.

3. Bagi Peneliti

Penelitian ini merupakan pengalaman langsung dalam menerapkan pembelajaran kooperatif khususnya tipe Numbered Heads Together (NHT) yang dapat berpengaruh pada minat dan hasil belajar siswa. Selain itu penelitian ini juga menjadi bekal dan wawasan sebagai calon guru saat terjun langsung ke lapangan.


(28)

10

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Belajar

1. Pengertian Belajar

Untuk mendapat pengertian yang obyektif tentang belajar terutama belajar di sekolah, perlu dirumuskan secara jelas pengertian belajar. Pengertian belajar sudah banyak dikemukakan oleh para ahli psikologi termasuk ahli psikologi pendidikan. Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. (Slameto; 2010, 2)

Menurut Agus Suprijono (2009;2) beberapa pakar pendidikan mendefinisikan belajar sebagai berikut :

a. Gagne

Belajar adalah perubahan disposisi atau kemampuan yang dicapai seseorang melalui aktivitas. Perubahan disposisi tersebut bukan diperoleh langsung dari proses pertumbuhan seseorang secara alamiah.

b. Travers


(29)

c. Cronbach

Learning is shown by a change in behavior as a result of experience. (Belajar adalah perubahan perilaku sebagai hasil dari pengalaman).

d. Harold Spears

Learning is to observe, to read, to imitate, to try something themselves, to listen, to follow direction. (Dengan kata lain, bahwa belajar adalah mengamati, membaca, meniru, mencoba sesuatu, mendengar dan mengikuti arah tertentu).

e. Geoch

Learning is change in perfomance as result of practice. (Belajar adalah perubahan performance sebagai hasil latihan).

f. Morgan

Learning is any relatively permanent change in behavior that is a result of past experience. (Belajar adalah perubahan perilaku yang bersifat permanen sebagai hasil dari pengalaman).

2. Teori-teori belajar

Beberapa teori-teori belajar, antara lain:

a. Teori Belajar Menurut Jerome Bruner (Suherman, 2001)

Jerome Bruner dalam teorinya menyatakan bahwa belajar matematika akan lebih berhasil jika proses pengajaran diarahkan kepada konsep-konsep dan struktur-struktur yag terbuat dalam pokok


(30)

bahasan yang diajarkan, di samping hubungan yang terkait antara konsep-konsep dan struktur-struktur.

Dengan mengenal konsep dan struktur yang tercakup dalam bahan yang sedang dibicarakan, anak akan memahami materi yang harus dikuasainya itu. Ini menunjukkan bahwa materi yang mempunyai suatu pola atau struktur tertentu akan lebih mudah dipahami dan diingat anak.

Bruner mengemukakan bahwa dalam proses belajarnya anak melewati 3 tahap, yaitu:

1) Tahap enaktif

Dalam tahap ini anak secara langsung terlihat dalam memanipulasi (mengotak-atik) objek.

2) Tahap ikonik

Dalam tahap ini kegiatan yang dilakukan anak berhubungan dengan mental, yang merupakan gambaran dari objek-objek yang dimanipulasinya. Anak tidak langsung memanipulasi objek seperti yang dilakukan siswa dalam tahap enaktif.

3) Tahap simbolik

Dalam tahap ini anak memanipulasi simbol-simbol atau lambang-lambang objek tertentu. Anak tidak lagi terikat dengan objek-objek pada tahap sebelumnya. Siswa pada tahap ini sudah mampu menggunakan notasi tanpa ketergantungan terhadap objek riil.


(31)

b. Teori Belajar Menurut Piaget (Suherman, 2001)

Berdasarkan hasil penelitiannya, Piaget mengemukakan bahwa ada empat tahap perkembangan kognitif dari setiap individu yang berkembang secara kronologis (menurut usia kalender) yaitu:

1) Tahap Sensori Motor (anak dari lahir sampai umur sekitar 2 tahun) Pengalaman diperoleh melalui perbuatan fisik (gerakan anggota tubuh) dan sensori (koordinasi alat indra).

2) Tahap Pra Operasi (anak umur 2-7 tahun)

Menurut Mairer (Suherman, 2001:40) tahap pra operasi adalah tahap persiapan untuk pengorganisasian operasi konkrit, yaitu berupa tindakan-tindakan kognitif seperti mengklasifikasikan sekelompok objek (classifying), menata letak benda-benda menurut urutan tertentu (seriation), dan membilang (counting).

3) Tahap Operasi Konkrit (anak umur 7-11 tahun)

Anak-anak yang berada pada tahap ini umumnya sudah berada di Sekolah Dasar, sehingga sudah semestinya guru-guru SD maupun guru-guru Sekolah Pendidikan Guru mengetahui benar kondisi anak pada tahap ini. Pada tahap ini, anak telah memahami operasi logis dengan bantuan benda-benda konkrit. Anak sudah mampu mengelompokkan benda, mengikat definisi walaupun belum tepat, tetapi belum mampu menguasai simbol verbal serta ide-ide abstrak.


(32)

4) Tahap Operasi Formal (anak umur 11 tahun keatas)

Tahap operasi formal merupakan tahap akhir dari perkembangan kognitif secara kualitas. Anak pada tahap ini sudah mampu melakukan penalaran dengan menggunakan hal-hal yang abstrak. Penggunaan benda-benda konkret tidak diperlukan lagi. Penalaran yang terjadi dengan struktur kognitifnya telah mampu hanya dengan menggunakan simbol-simbol, ide-ide, abstraksi, dan generalisasi.

B. Pembelajaran

Menurut Wina Sanjaya (2006:198), pembelajaran sebagai proses interaksi berarti menempatkan guru bukan sebagai satu-satunya sumber belajar, akan tetapi guru berperan sebagai pengatur lingkungan atau sebagai pengatur interaksi. Guru harus mampu mengarahkan siswa mengembangkan kemampuan berfikir melalui interaksi mereka.

Sedangkan menurut Schunk (2012:5), pembelajaran merupakan perubahan yang bertahan lama dalam perilaku, atau dalam kapasitas berperilaku dengan cara tertentu, yang dihasilkan dari praktik atau bentuk-bentuk pengalaman lainnya.

C. Model Pembelajaran

1. Pengertian Model Pembelajaran

Model pembelajaran merupakan landasan praktik pembelajaran hasil penurunan teori psikologi pendidikan dan teori belajar yang


(33)

dirancang berdasarkan analisis terhadap implementasi kurikulum dan implikasinya pada tingkat operasional di kelas. Model Pembelajaran ialah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas maupun tutorial. (Agus Suprijono, 2009 : 46)

Menurut Arends, model pembelajaran mengacu pada pendekatan yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pembelajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas. Model pembelajaran dapat didefinisikan pula sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar.

2. Ciri-ciri Model Pembelajaran

Menurut Kardi dan Nur (Trianto, 2011:23) istilah model pembelajaran mempunyai empat ciri khusus yang tidak dimiliki oleh strategi, metode atau prosedur. Ciri-ciri tersebut antara lain:

a) Rasional teoritis logis yang disusun oleh para pencipta dan pengembangnya.

b) Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan pembelajaran yang akan dicapai)

c) Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan dengan berhasil.


(34)

d) Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran dapat tercapai.

3. Macam-macam Model Pembelajaran

a) Model pembelajaran klasikal

Model pembelajaran klasikal merupakan model pembelajaran yang kita jumpai sehari-hari. Pada model ini, guru mengajar sejumlah peserta didik yang kemampuannya dianggap relatif sama dalam sebuah ruangan. Dengan demikian kondisi belajar peserta didik secara individual baik menyangkut minat dan kecepatan belajar sulit untuk diperhatikan oleh guru. Sehingga pembelajaran dengan model seperti ini tidak dapat melayani kebutuhan belajar peserta didik secara individu (Suherman, 2001). b) Model pembelajaran individual

Model pembelajaran individual adalah model yang memberi kesempatan kepada siswa untuk menentukan sendiri tempat, waktu, dan kapan dirinya merasa siap untuk menempuh ulangan atau ujian. Model pembelajaran ini menawarkan solusi terhadap masalah peserta didik yang beraneka ragam (Suherman, 2001).

c) Model pembelajaran kooperatif

Model pembelajaran kooperatif adalah kegiatan pembelajaran dengan cara berkelompok untuk bekerja sama saling membantu


(35)

mengkonstruksi konsep, meneyelesaikan persoalan, atau inkuiri. (Suyatno,2009:51)

D. Model Pembelajaran Kooperatif

1. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif

Model pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan aktivitas pembelajaran kelompok yang diorganisir oleh satu prinsip bahwa pembelajaran harus didasarkan pada perubahan informasi secara sosial di antara kelompok-kelompok pembelajar yang didalamnya setiap pembelajar bertanggung jawab atas pembelajarannya sendiri dan didorong untuk meningkatkan pembelajaran anggota-anggota yang lain. ( Miftahul Huda, 2012 :29).

Sedangkan menurut Arends (2008:4), model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang berupaya membantu siswa untuk mempelajari isi akademis dan berbagai keterampilan untuk mencapai berbagai sasaran dan tujuan sosial dan hubungan antar manusia yang penting. Model ini dikembangkan untuk mencapai paling sedikit tiga tujuan penting: prestasi akademis, tolerransi dan penerimaan terhadap keanekaragaman, dan pengembangan ketrampilan sosial.

Berdasarkan uraian dari beberapa sumber, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran yang mengutamakan adanya pembentukan kelompok kecil. Setiap siswa


(36)

yang ada dalam kelompok mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda dan saling mengajar sesamanya untuk mencapai tujuan bersama yaitu prestasi akademik, toleransi dan pengembangan ketrampilan sosial.

2. Karakteristik Pembelajaran kooperatif

Ciri khas dari pembelajaran kooperatif adalah lebih menekankan kepada proses kerja sama dalam kelompok. Tujuan yang dicapai tidak hanya kemampuan akademik, tetapi juga adanya unsur kerja sama dalam penguasaan materi.

Slavin, Abrani, dan Chambers (1996) (dalam Wina Sanjaya, 2006:244) berpendapat bahwa belajar melalui kooperatif dapat dijelaskan beberapa perspektif, yaitu

a) Perspektif Motivasi

Perspektif Motivasi artinya bahwa penghargaan yang diberikan kepada kelompok memungkinkan setiap anggota kelompok akan saling membantu. Dengan demikian, keberhasilan setiap individu pada dasarnya adalah keberhasilan kelompok.

b) Perspektif Sosial

Perspektif Sosial artinya bahwa melalui kooperatif setiap siswa akan saling membantu dalam belajar karena mereka menginginkan semua anggota kelompok memperoleh keberhasilan. Bekerja secara tim dengan mengevaluasi keberhasilan sendiri oleh


(37)

kelompok, merupakan iklim yang bagus, dimana setiap anggota kelompok menginginkan semuanya memperoleh keberhasilan. c) Perspektif Perkembangan Kognitif

Perspektif perkembangan kognitif artinya bahwa dengan adanya interaksi antara anggota kelompok dapat mengembangkan prestasi siswa untuk berpikir mengolah berbagai informasi. Elaborasi kognitif, artinya bahwa setiap siswa akan berusaha untuk memahami dan menimba informasi untuk menambah pengetahuan kognitifnya.

Dengan demikian, karakteristik strategi pembelajaran kooperatif dapat dijelaskan dibawah ini :

1) Pembelajaran Secara Tim

Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran secara tim. Tim merupakan tempat untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu, tim harus mampu membuat setiap siswa belajar. Semua anggota tim (anggota kelompok) harus saling membantu untuk mencapai tujuan pembelajaran. Untuk itulah, kriteria keberhasilan pembelajaran ditentukan oleh keberhasilan tim. 2) Didasarkan pada Manajemen Kooperatif

Sebagaimana pada umumnya, manajemen mempunyai empat fungsi pokok, yaitu fungsi perencanaan, fungsi organisasi, fungsi pelaksanaan, dan fungsi kontrol. Demikian pula pada pembelajaran kooperatif.


(38)

3) Kemauan untuk Bekerja Sama

Keberhasilan pembelajaran kooperatif ditentukan oleh keberhasilan secara kelompok. Oleh sebab itu, prinsip bekerja sama perlu ditekankan dalam proses pembelajaran kooperatif. Setiap anggota kelompok bukan saja harus diatur tugas dan tanggung jawab masing-masing, akan tetapi juga ditanamkan perlunya saling membantu. Misalnya, yang pintar perlu membantu yang kurang pintar.

4) Ketrampilan Bekerja Sama

Kemauan untuk bekerja sama itu kemudian dipraktikkan melalui aktivitas dan kegiatan yang tergambarkan dalam ketrampilan bekerja sama. Dengan demikian, siswa perlu didorong untuk mau dan sanggup berinteraksi dan berkomunikasi dengan anggota lain.

3. Prinsip-prinsip Pembelajaran Kooperatif

Menurut Wina Sanjaya (2006), terdapat empat prinsip dasar pembelajaran kooperatif, yaitu :

a. Prinsip Ketergantungan Positif (Positive Interpendence)

Dalam pembelajaran kelompok, keberhasilan suatu penyelesaian tugas sangat bergantung kepada usaha yang dilakukan setiap anggota kelompoknya. Oleh sebab itu, perlu disadari oleh setiap anggota kelompok keberhasilan penyelesaian


(39)

tugas kelompok akan ditentukan oleh kinerja masing-masing anggota. Dengan demikian, semua anggota dalam kelompok akan merasa saling ketergantungan.

b. Tanggung Jawab Perseorangan (Individual Accountability) Prinsip ini merupakan konsekuensi dari prinsip yang pertama. Oleh karena keberhasilan kelompok tergantung pada setiap anggotanya, maka setiap anggota kelompok harus memiliki tanggung jawab sesuai dengan tugasnya. Untuk mencapai hal tersebut, guru harus memberikan penilaian terhadap individu dan juga kelompok.

c. Interaksi Tatap Muka (Face to Face Promotion Interaction) Pembelajaran kooperatif memberikan ruang dan kesempatan yang luas kepada setiap anggota kelompok untuk bertatap muka saling memberikan informasi dan saling membutuhkan. Interaksi tatap muka akan memberikan pengalaman yang berharga kepada setiap anggota kelompok untuk bekerja sama, menghargai setiap perbedaan, memanfaatkan kelebihan masing-masing anggota, dan mengisi kekurangan masing-masing. d. Partisipasi dan Komunikasi (Participation and

Communication)

Pembelajaran kooperatif melatih siswa untuk berpartisipasi aktif dan berkomunikasi. Kemampuan ini sangat penting sebagai bekal dalam kehidupan di masyarakat kelak. Untuk dapat


(40)

melakukan pertisipasi dan komunikasi, siswa perlu dibekali kemampuan-kemampuan berkomunikasi. Misalnya, cara menyatakan ketidaksetujuan atau cara menyanggah pendapat orang lain secara santun, tidak memojokan, cara menyampaikan gagasan dan ide-ide yang dianggapnya baik dan berguna.

4. Sintak Model Pembelajaran Kooperatif (Agus Suprijo, 2009:65)

FASE-FASE PERILAKU GURU

Fase 1 : Present goals and set

Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan peserta didik

Menjelaskan tujuan pembelajaran dan mempersiapkan peserta didik siap belajar

Fase 2 : Present information Menyajikan informasi

Mempresentasikan informasi kepada peserta didik secara verbal Fase 3 : Organize students into

learning teams

Mengorganisir peserta didik ke dalam tim-tim belajar

Memberikan penjelasan kepada peserta didik tentang tata cara pembentukan tim belajar dan membantu kelompok melakukan transisi yang efisien.

Fase 4 : Assist team work and study

Membantu kerja tim dan belajar

Membantu tim-tim belajar selama peserta didik mengerjakan tugasnya

Fase 5 : Test on the materials Mengevaluasi

Menguji pengetahuan peserta didik mengenai berbagai materi pembelajaran atau kelompok-kelompok mempresentasikan hasil kerjanya

Fase 6 : Provide recognition

Memberikan pengakuan atau penghargaan

Mempersiapkan cara untuk mengakui usaha dan prestasi individu maupun kelompok


(41)

5. Keuntungan dan Kelemahan model pembelajaran kooperatif

Beberapa keuntungan penggunaaan pembelajaran kooperatif (Sugiyanto, 2010:43-44):

a) Meningkatkan kepekaan dan kesetiakawanan sosial

b) Memungkinkan para siswa saling belajar mengenai sikap, ketrampilan, informasi, perilaku sosial, dan pandangan-pandangan c) Memudahkan siswa melakukan penyesuaian sosial

d) Memungkinkan terbentuk dan berkembangnya nilai-nilai sosial dan komitmen

e) Menghilangkan sifat mementingkan diri sendiri atau egois

f) Membangun persahabatan yang dapat berlanjut hingga masa dewasa

g) Berbagai ketrampilan sosial yang diperlukan untuk memelihara hubungan saling membutuhkan dapat diajarkan dan dipraktekkan h) Meningkatkan rasa saling percaya kepada sesama manusia

i) Meningkatkan kemampuan memandang masalah dan situasi dari berbagai perspektif

j) Meningkatkan kesediaan menggunakan ide orang lain yang dirasakan lebih baik

k) Meningkatkan kegemaran berteman tanpa memandang perbedaan kemampuan, jenis kelamin, normal atau cacat, etnis, kelas sosial, agama dan orientasi tugas.


(42)

Selain daripada itu, pembelajaran kooperatif juga mempunyai beberapa kelemahan yaitu:

a) Pembelajaran kooperatif dapat mengakibatkan kekacauan di dalam kelas dan siswa tidak bisa belajar jika ditempatkan dalam kelompok.

b) Banyak siswa tidak suka bekerja dalam kelompok.

c) Siswa yang tekun merasa harus bekerja melebihi siswa yang lain. d) Siswa yang kurang mampu merasa minder (rendah diri) jika

ditempatkan dalam satu kelompok dengan siswa yang pandai.

Untuk mengatasi kelemahan tersebut, perlu ditekankan kepada siswa bahwa setiap anggota kelompok bertanggung jawab secara pribadi untuk memahami materi yang sudah diajarkan dan di setiap akhir pembelajaran siswa harus mengikuti kuis yang harus dikerjakan secara individu. Sehingga dalam pelaksanaan diskusi, siswa harus aktif mendiskusikan materi agar terjadi saling ketergantungan positif atntar anggota kelompok. Siswa yang berkemampuan tinggi bukan “menggurui”, tetapi membantu memberikan penjelasan kepada siswa yang kurang pandai dalam satu kelompok tersebut, sehingga semua anggota dapat memahami dengan baik materi yang diajarkan dan dapat mengerjakan soal yang diberikan. Selain itu siswa yang berkemampuan rendah diberi kesempatan untuk menyampaikan ide atau pendapatnya saat berdiskusi, sehingga siswa yang berkemampuan rendah tidak merasa terkucilkan dalam kelompok tersebut. Dengan


(43)

membantu siswa yang semula pemahamannya kurang baik, siswa yang lebih baik pemahamaannya akan semakin menguasai materi pembelajaran.

6. Tipe-tipe dalam model pembelajaran kooperatif

Dalam pembelajaran kooperatif, terdapat banyak pendekatan yang dapat digunakan yaitu Student Teams Achievement Divisions (STAD), Jigsaw, Group Investigation (GI), Think-Pair-Share, Numebered Heads Together (NHT), Team Assited Individualization atau Team Accelerated Instruction (TAI).

a. Student Teams Achievement Divisions (STAD)

Menurut Arends (2008:13), STAD dikembangkan oleh Robert Slavin dan rekan-rekan sejawatnya di Johns Hopkins University dan barangkali merupakan pendekatan cooperative learning yang paling sederhana dan paling mudah dipahami. Siswa di kelas tertentu dibagi menjadi beberapa kelompok/tim belajar, dengan wakil-wakil dari kedua gender, dari berbagai kelompok rasial atau etnis, dan dengan berbagai prestasi rendah, rata-rata, dan tinggi. Anggota-anggota tim menggunakan worksheets atau alat belajar lain untuk menguasai berbagai materi akademis dan kemudian saling membantu untuk mempelajari berbagai materi melalui tutoring, saling memberikan kuis, atau melaksanakan diskusi tim. Secara individual, siswa diberi kuis mingguan atau dua mingguan tentang berbagai materi akademis. Kuis-kuis ini diskor


(44)

dan masing-masing individu diberi “skor kemajuan”. Skor kemajuan bukan didasarkan pada skor absolut siswa, tetapi pada seberapa banyak skor itu bertambah dari rata-rata skor sebelumnya. b. Jigsaw (Suyatno, 2009:53)

Tipe Jigsaw termasuk pembelajaran kooperatif dengan sintak seperti berikut ini. Pengarahan, informasi bahan ajar, buat kelompok heterogen, berikan bahan ajar (LKS) yang terdiri dari beberapa bagian sesuai dengan banyak siswa dalam kelompok. Tiap anggota kelompok bertugas membahas bagian tertentu, bahan ajar tiap kelompok adalah sama. Buat kelompok ahli sesuai bagian bahan ajar yang sama sehingga terjadi kerja sama dan diskusi. Kembali ke kelompok asal, pelaksana tutorial pada kelompok asal oleh anggota kelompok ahli, penyimpulan dan evaluasi, refleksi. c. GI (Group Investigation)

Menurut Suyatno (2009:56), GI (Group Investigation) merupakan pembelajaran kooperatif yang melibatkan kelompok kecil dimana siswa bekerja menggunakan inquiri kooperatif, perencanaan, proyek, dan diskusi kelompok, dan kemudian mempresentasikan penemuan mereka kepada kelas. Metode ini paling komplek dan paling sulit diterapkan dibandingkan tipe kooperatif yang lain.


(45)

d. TPS (Think-Pair-Share)

Menurut Suyatno (2009:54), tipe pembelajaran ini tergolong tipe kooperatif dengan sintak: Guru menyajikan materi klasikal, berikan persoalan kepada siswa dan siswa bekerja kelompok dengan cara berpasangan sebangku-bangku (think-pairs), presentasi kelompok (share), kuis individual, buat skor perkembangan tiap siswa, umumkan hasil kuis dan berikan reward. e. TAI (Team Assisted Individualy)

Menurut Suyatno (2009:57) tipe kooperatif TAI merupakan terjemahan bebas dari istilah yaitu Bantuan individual dalam kelompok (BIDAK) dengan karakteristik bahwa tanggung jawab belajar adalah pada siswa. TAI sama dengan STAD dalam penggunaan tim, belajar empat anggota berkemampuan campur dan sertifikat untuk tim berkinerja tinggi, bedanya bila STAD menggunakan satu langkah pengajaran di kelas, sedangkan TAI menggabungkan pembelajaran kooperatif dengan pengajaran individual.

f. NHT (Numbered Heads Together)

Menurut Miftahul Huda (2012:130) NHT merupakan varian dari diskusi dan kelompok. Pertama-tama guru meminta siswa untuk duduk secara berkelompok. Masing-masing anggota diberi nomor. Setelah selesai, guru memanggil nomor (baca; anggota) untuk mempresentasikan hasil diskusinya. Guru tidak


(46)

memberitahukan nomor berapa yang akan berpresentasi selanjutnya. Begitu seterusnya hungga semua nomor terpanggil. Pemanggilan secara acak ini akan memastikan siswa benar-benar terlibat dalam diskusi tersebut.

E. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together

(NHT)

Menurut Arends (2008; 16) Numbered Heads Together (NHT) merupakan model pembelajaran kooperatif yang dikembangkan oleh Spencer Kagan (1998) untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam revisi berbagai materi yang dibahas dalam sebuah pelajaran dan untuk memeriksa pemahaman mereka tentang isi pelajaran itu. Alih-alih mengarahkan pertanyaan kepada seluruh kelas, guru menggunakan struktur emapat langkah sebagai berikut:

a) Langkah 1 – Numbering. Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok beranggota 3-5 siswa dan memberi nomor antara 1-5

b) Langkah 2 – Questioning. Guru mengajukan sebuah pertanyaan kepada siswa.

c) Langkah 3 – Heads Together. Siswa menyatukan “kepalanya” untuk menemukan jawabannya dan memastikan bahwa semua orang tahu jawabannya.


(47)

d) Langkah 4 – Answering. Guru memanggil sebuah nomor dan siswa dari masing-masing kelompok yang memiliki nomor itu mengangkat tangannya dan memberikan jawabannya ke hadapan seluruh kelas.

Sedangkan menurut Suyatno (2009), langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) adalah sebagai berikut:

a. Mengarahkan.

b. Membuat kelompok heterogen dan tiap siswa memiliki nomor tertentu. c. Memberikan persoalan materi bahan ajar (untuk tiap kelompok sama

tapi untuk tiap siswa tidak sama sesuai dengan nomor siswa, tiap siswa dengan nomor sama mendapat tugas yang sama) kemudian bekerja kelompok.

d. Mempresentasikan hasil kerja kelompok dengan nomor siswa yang sama sesuai tugas masing-masing sehingga terjadi diskusi kelas.

e. Mengadakan kuis individual dan membuat skor perkembangan tiap siswa.

f. Mengumumkan hasil kuis dan memberi reward.

Berdasarkan langkah-langkah pembelajaran Number Heads Together dari beberapa sumber, maka dapat ditarik suatu langkah-langkah model pembelajaran Numbered Heads Together yang dikembangkan oleh peneliti. Langkah-langkah model pembelajaran Numbered Heads Together yang digunakan dalam penelitian yaitu sebagai berikut:


(48)

1) Pembukaan – mengarahkan siswa akan materi yang dibahas.

2) Numbering – membagi siswa menjadi beberapa kelompok, tiap

kelompok 3-5 orang dan tiap siswa memiliki nomor tertentu.

3) Questioning – memberikan pertanyaan atau persoalan mengenai

materi yang akan dibahas.

4) Heads Together – menyatukan “kepalanya” untuk menemukan

jawabannya dari tiap-tiap pertanyaan dan memastikan bahwa siswa yang berbeda kelompok mengerti akan jawaban mereka.

5) Answering – memanggil sebuah nomor dan siswa dari

masing-masing kelompok yang memiliki nomor itu mengangkat tangannya dan siswa mempresentasikan hasil kerja kelompok di depan kelas.

6) Penutup – memberikan kesimpulan akan pembahasan materi hari itu dan bisa memberikan kuis individual.

F. Minat Belajar

1. Pengertian minat

Menurut Slameto (2003:57) Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. Kegiatan yang diminati seseorang, diperhatikan terus-menerus yang disertai dengan rasa senang. Minat besar pengaruhnya terhadap belajar, karena bila bahan pelajaran yang dipelajari tidak sesuai dengan minat


(49)

siswa, siswa tidak akan belajar sebaik-baiknya, karena tidak ada daya tarik baginya.

Sedangkan menurut Winkel (1987:105) minat diartikan sebagai kecenderungan subyek yang menetap, untuk merasa tertarik pada bidang studi atau pokok bahasan tertentu dan merasa senang mempelajari materi itu. Selain itu usaha-usaha dari pihak guru supaya siswa mempunyai perasaaan senang dalam belajar antara lain membina hubungan akrab dengan siswa, bervariasi dalam prosedur mengajar, dan tidak membodohkan siswa. Hurlock (1978:114) mendefinisikan bahwa minat merupakan sumber motivasi yang mendorong orang untuk melakukan apa yang mereka inginkan bila mereka bebas memilih.

Dari beberapa pengertian tentang minat di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa minat merupakan kecenderungan dalam diri seseorang untuk merasa tertarik atau senang dan menaruh perhatian yang lebih terhadap sesuatu hal.

Minat merupakan salah faktor yang mempengaruhi proses belajar dan hasil belajar yang diperoleh siswa. Siswa yang mempunyai minat yang tinggi terhadap mata pelajaran atau materi tertentu, otomatis siswa tersebut akan memusatkan perhatiannya secara lebih terhadap materi tersebut. Karena pemusatan perhatian yang lebih itulah kemungkinan membawa dampak ke siswa untuk belajar lebih giat, sehingga nantinya ia memperoleh hasil belajar yang diharapkan.


(50)

2. Ciri-ciri Minat Anak

Menurut Hurlock (1978:115), ciri-ciri minat anak yaitu sebagai berikut:

a. Minat tumbuh bersamaan dengan perkembangan fisik dan mental Minat di semua bidang berubah selama terjadi perubahan fisik dan mental.

b. Minat bergantung pada kesiapan belajar

Anak-anak tidak dapat mempunyai minat sebelum mereka siap secara fisik dan mental.

c. Minat bergantung pada kesempatan belajar

Kesempatan untuk belajar bergantung pada lingkungan dan minat, baik anak-anak maupun dewasa, yang menjadi bagian dari lingkungan anak.

d. Perkembangan minat mungkin terbatas

Ketidakmampuan fisik dan mental serta pengalaman sosial yang terbatas membatasi minat anak.

e. Minat dipengaruhi oleh budaya

Anak-anak diberi kesempatan dari orang tua, guru, dan orang dewasa lain untuk belajar mengenai apa saja yang oleh kelompok budaya yang mereka dianggap minat yang sesuai dan mereka tidak diberi kesempatan untuk menekuni minat yang dianggap tidak sesuai bagi mereka oleh kelompok budaya mereka.


(51)

f. Minat berbobot-emosional

Bobot emosional yang tidak menyenangkan melemahkan minat, dan bobot emosional yang menyenangkan memperkuatnya.

g. Minat itu egosentris

Misalnya, minat anak laki-laki pada matematik, sering berlandaskan keyakinan bahwa kepandaian di bidang matematika di sekolak akan merupakan langkah penting menuju kedudukan yang menguntungkan dan bergengsi di dunia usaha.

3. Aspek-aspek Minat

Menurut Hurlock (1978:116) ada dua aspek minat belajar, yaitu: a. Aspek kognitif

Aspek kognitif didasarkan atas konsep yang dikembangkan anak mengenai bidang yang berkaitan dengan minat. Misalnya, aspek kognitif dari minat anak terhadap sekolah. Bila mereka menganggap sekolah sebagai tempat mereka dapat belajar tentang hal-hal yang telah menimbulkan rasa ingin tahu mereka dan tempat, maka mereka akan mendapat kesempatan untuk bergaul dengan teman sebaya yang tidak didapat pada masa prasekolah. Minat mereka terhadap sekolah akan sangat berbeda bila minat itu didasarkan atas konsep sekolah yang menekankan peraturan-peraturan sekolah dan kerja keras untuk menghafal materi pelajaran. Konsep yang membangun aspek kognitif minat


(52)

didasarkan atas pengalaman pibadi dan dari apa yang mereka pelajari di rumah, di sekolah, dan di lingkungan masyarakat. b. Aspek afektif

Aspek kognitif atau bobot emosional konsep yang membangun aspek kognitif minat yang dinyatakan dalam sikap terhadap kegiatan yang ditimbulkan minat. Seperti halnya, aspek kognitif, aspek afektif juga berkembang dari pengalaman pribadi, dari sikap orang yang penting yaitu orang tua, guru, dan teman sebaya. Sebagai contoh, anak yang mempunyai hubungan yang menyenangkan dengan para guru, biasanya mengembangkan sikap yang positif terhadap sekolah. Karena pengalaman sekolahnya menyenangkan, minat mereka pada sekolah diperkuat. Sebaliknya, pengalaman yang tidak menyenangkan dengan guru dapat dan sering mengarah ke sikap yang tidak positif yang mungkin kelak akan memperlemah minat anak terhadap sekolah.

4. Metode Menemukan Minat Anak

Hurlock (1978:117) menguraikan adanya metode-metode dalam menemukan minat anak, yaitu sebagai berikut:

a. Pengamatan kegiatan

Dengan mengamati mainan anak dan benda-benda yang mereka beli, kumpulkan atau gunakan dalam aktivitas yang ada unsur


(53)

spontanitas, kita dapat memperoleh petunjuk mengenai minat mereka.

b. Pertanyaan

Bila anak terus menerus bertanya mengenai sesuatu, minatnya pada hal tersebut lebih besar daripada minatnya pada hal yang sekali-kali ditanyakan.

c. Pokok Pembicaraan

Apa yang dibicarakan anak dengan orang dewasa atau teman sebaya memberi petunjuk mengenai minat mereka dan seberapa kuatnya minat tersebut.

d. Membaca

Bila anak-anak bebas memilih buku untuk dibaca atau dibacakan, anak memilih yang membahas topik yang menarik minatnya.

e. Menggambar spontan

Apa yang digambar atau dilukis anak secara spontan dan seberapa sering mereka mengulangnya akan memberi petunjuk tentang minat mereka terhadap sesuatu.

f. Keinginan

Bila ditanya apa yang diinginkan bila mereka dapat memperoleh apa saja yang mereka ingini kebanyakan anak dengan jujur akan menyebut hal-hal yang paling diminati.


(54)

g. Laporan mengenai apa saja yang diminati

Bila ditanya untuk menyebut atau menulis tiga benda atau lebih yang paling diminati, anak-anak menunjukkan minat yang telah terbentuk, yang memberi mereka kepuasan.

G. Hasil Belajar

1. Pengertian Hasil Belajar

Nana Sudjana (2009:22) mendefinisikan hasil belajar yaitu kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Howard Kingsley (dalam Nana Sudjana, 2009:22) membagi tiga macam hasil belajar, yaitu ketrampilan dan kebiasaan, pengetahuan dan pengertian, sikap dan cita-cita. Sedangkan Gagne (dalam Nana, 2009:22) membagi lima kategori hasil belajar yakni informasi verbal, ketrampilan intelektual, strategi kognitif, sikap dan ketrampilan motoris.

Winkel (1983:14) menyebutkan bahwa hasil belajar tidak selalu tampak pada perilaku anak karena ada hasil belajar yang masih tersembunyi atau berupa potensi yang tidak diketahui orang lain. Selain itu, hasil belajar juga tidak selalu berupa hal yang baru, sebab suatu hasil belajar berupa penyempurnaan terhadap hasil yang diperoleh sebelumnya.

Pengukuran hasil belajar berguna untuk mengetahui kemajuan atau keberhasilan program pendidikan untuk memberikan bukti


(55)

peningkatan atau pencapaian yang diperoleh siswa. Pengukuran merupakan suatu deskriptif kuantitatif tentang keadaan sesuatu hal sebagaimana adanya atau tentang perilaku yang tampak pada seseorang atau tentang prestasi yang ditunjukkan oleh seseorang (Winkel, 1983:315).

Dalam penelitian ini, hasil belajar matematika diukur dengan menggunakan tes hasil belajar yang berupa tes evaluasi.

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Muhibbin Syah (2008:144) menguraikan, secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu:

a) Faktor internal (faktor dari dalam diri siswa), yakni keadaan/kondisi jasmani dan rohani siswa, meliputi:

1) Aspek fisiologis 2) Aspek psikologis

b) Faktor eksternal (faktor dari luar siswa), yakni kondisi lingkungan di sekitar siswa;

c) Faktor pendekatan belajar (approach to learning), yakni jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan mempelajari materi-materi pelajaran.


(56)

H. Materi

1. Pengertian

Volume atau bisa juga disebut kapasitas adalah penghitungan seberapa besar ruang yang bisa ditempati oleh suatu objek. Objek itu bisa berupa benda yang beraturan ataupun benda yang tidak beraturan.

Menurut Travors (1987), Ukuran dari suatu ruang yang ditempati oleh suatu polyhedra (bidang banyak) disebut volume.

2. Volume Kubus

Gambar 2.1 Kubus dengan Berbagai Ukuran

Gambar diatas menunjukkan bentuk-bentuk kubus dengan ukuran berbeda. Kubus pada gambar (a) merupakan kubus satuan. Untuk membuat kubus satuan pada gambar (b), diperlukan 2 × 2 × 2 = 8 kubus satuan, sedangkan untuk membuat kubus pada gambar (c), diperlukan

3 × 3 × 3 = 27 kubus satuan. Dengan demikian, volume atau isi suatu kubus dapat ditentukan dengan cara mengalikan panjang rusuk kubus tersebut sebanyak tiga kali, sehingga


(57)

=��� =�3

dengan s merupakan panjang rusuk kubus.

3. Volume Balok

Gambar 2.2 Balok dengan Berbagai Ukuran

Gambar diatas menunjukkan pembentukan berbagai balok dari kubus satuan. Satuan yang digunakan untuk volume adalah kubus satuan. Gambar (a) adalah kubus satuan. Untuk membuat balok seperti pada gambar (b), diperlukan 2 × 2 × 1 = 4 kubus satuan, sedangkan untuk membuat balok seperti pada gambar (c) diperlukan 4 × 2 × 2 = 16 kubus satuan. Hal ini menunjukkan bahwa volume suatu balok diperoleh dengan cara mengalikan ukuran panjang, lebar dan tinggi kubus satuan tersebut.

�����������= ������� ����������� = ���


(58)

4. Volume Prisma

Gambar 2.3 Pembuktian Volume Prisma

Gambar 2.3 memperlihatkan sebuah balok ABCD.EFGH yang dibagi dua secara melintang. Ternyata, hasil belahan balok tersebut membentuk prisma segitiga seperti pada gambar (b). Perhatikan prisma segitiga BCD.FGH pada gambar (c). Dengan demikian, volume prisma segitiga adalah setengah kali volume balok.

���������������.��� =1

2���������������.���� = 1

2× (�×�×�) = �1

2���� = �������� ������

Jadi, volume prisma dapat dinyatakan dengan rumus sebagai berikut. ������������ =�������� ������


(59)

Dalam buku Travers (1987), Postulat 21 (Prinsip Cavalieri) disebutkan volume dari paralelepipedum adalah hasil kali dari tinggi dan luas alas. (V = Ah, dimana A merupakan luas alas dan h tinggi).

Dalam buku Travers (1987), Postulat 22 (Prinsip Cavalieri): Jika dua bangun ruang yang mempunyai tinggi yang sama, dan jika bidang-bidang yang sejajar dengan alas dan berjarak sama dari alas selalu membuat irisan pada kedua bangun ruang itu yang luasnya sama, maka kedua bangun ruang itu mempunyai volume yang sama. (Suwarsono, 2002)

Teorema 14.13 berbunyi Volume dari prisma adalah hasil kali dari tinggi dan luas alas.

Gambar 2.4 Prisma untuk Teorema 14.13

Diketahui sebuah prisma dan sebuah paralelepipedum, yang masing-masing memiliki tinggi h dan luas alas A dan keduanya terletak pada bidang E. Untuk membuktikan volume dari sebuah prisma adalah hasil kali dari tinggi dan luas alas digunakan Postulat 21, teorema 14.8 dan Prinsip Cavalieri.

Postulat 21 menyatakan volume paralelepipedum adalah hasil kali dari tinggi dan luas alas yaitu V=Ah. Berdasarkan Teorema Irisan Melintang


(60)

Prisma (Teorema 14.8 yang berbunyi semua irisan melintang dari sebuah prisma mempunyai luas yang sama) dan dengan Prinsip Cavalieri dapat disimpulkan prisma dan paralelepipedum memiliki volume (V) yang sama. Berdasarkan Postulate 21 volume paralelepipedum adalah Ah maka volume prisma lain juga Ah. Jadi, untuk setiap prisma V = Ah.

5. Volume Limas

Gambar 2.5 Pembuktian untuk Volume Limas

Gambar diatas menunjukkan kubus ABCD.EFGH. Kubus tersebut memiliki 4 buah diagonal ruang yang saling berpotongan di titik O. Jika diamati secara cermat, keempat diagonal ruang tersebut membentuk 6 buah limas segiempat, yaitu limas segiempat O.ABCD, O.EFGH, O.ABFE, O.BCGF, O.CDHG, O.DAEH. Dengan demikian, volume kubus ABCD.EFGH merupakan gabungan volume keenam limas tersebut.

6 ������������.���� = ���������������.���� ������������.���� = 1


(61)

=1

6��� =1

6�

2×

=1 6�

22�

2 =2

6�

2×

2 =1

3�

2×

2

Oleh karena s2 merupakan luas alas kubus ABCD.EFGH dan �

2 merupakan tinggi limas O.ABCD maka

������������.���� =1 3�

2×

2 = 1

3������������� ����������� Jadi, rumus volume limas dapat dinyatakan sebagai berikut.

�����������= �

�������������� �����������

Dalam buku Travers (1987), Prinsip Cavalieri juga berlaku pada Teorema Irisan Melintang Limas yang memenuhi untuk menentukan volume limas. Pertama, akan dibuktikan bahwa dua limas dengan tinggi dan luas alas yang sama mempunyai volume yang sama.

Teorema 14.14 menyatakan Jika dua piramida memiliki tinggi yang sama dan luas alas yang sama, maka mereka memiliki volume yang sama.


(62)

Gambar 2.6 Limas untuk Pembuktian Teorema 14.14

Diketahui dua limas seperti pada gambar 2.6 yang masing-masing memiliki tinggi h dan luas alas A. Akan dibuktikan bahwa sebuah limas mempunyai volume yang sama. Berdasarkan Teorema Irisan Melintang Limas (Teorema 14.12 yang menyatakan diberikan dua limas dengan tinggi yang sama, jika alasnya mempunyai luas yang sama, maka irisan melintang dengan jarak yang sama dari alas juga memiliki luas yang sama), maka irisan melintang dari kedua limas pada gambar memiliki luas yang sama. Jadi dengan Prinsip Cavalieri, volume kedua limas juga sama.

Untuk memperoleh rumus volume limas, dengan pembuktian teorema berikut. Pada Travers (1987) Teorema 14.15 “Volume dari limas segitiga adalah sepertiga hasil kali dari tinggi dan luas alas (V = 1

3 �ℎ).”

Gambar 2.7 Limas dan Prisma

Diketahui sebuah limas segitiga dengan puncak E, volume V, tinggi h, dan alas ABC dengan luas A; sebuah prisma segitiga dengan tinggi h dan alas ABC dan DEF, dengan luas keduanya A.


(63)

Pembuktian dari Teorema 14.15 (gambar 2.8) yaitu dengan membagi prisma segitiga itu menjadi tiga limas segitiga, salah satu dari ketiga limas segitiga sesuai dengan limas yang diketahui. Limas 1 dan 2 dengan alas

ADF dan FCA dengan puncak E. Karena segitiga ADF dan segitiga FCA

adalah dua segitiga yang dibentuk dari segiempat ACFD yang dibagi oleh garis diagonal AF, segitiga ADF dan segitiga FCA terletak pada bidang yang sama dan kongruen. Karena itu, limas 1 dan 2 memiliki alas dan tinggi yang sama, jadi berdasarkan Teorema 14.14 keduanya memiliki volume yang sama. Untuk limas 1 dan 3 yang memiliki alas DEF dan ABC. Diketahui segitiga DEF sama dan kongruen dengan segitiga ABC, dan diketahui tinggi (h) dari puncak A ke bidang segitiga DEF sama dengan tinggi dari puncak E ke bidang segitiga ABC. Jadi, limas 1 dan 3 memiliki volume yang sama. Berdasarkan sifat transitif, semua limas (1, 2, dan 3) memiliki volume yang sama V. Berdasarkan Teorema 14.13, volume prisma adalah Ah. Jadi, 3V= Ah, dan V=1

3�ℎ

Gambar 2.8 Pembuktian Teorema 14.15

Teorema selanjutnya menyatakan rumus yang dapat digunakan untuk semua jenis limas. Dalam Travers (1987), Teorema 14.16 menyatakan


(64)

Volume limas adalah satu per tiga hasil kali dari tinggi dan luas alas (V = 1

3 �ℎ).

Gambar 2.9 Limas untuk Pembuktian Teorema 14.16

Diketahui limas segitiga dengan tinggi h dan luas alas A; limas lainnya dengan tinggi h dan luas alas A pada bidang yang sama. Berdasarkan Teorema Irisan Melintang Limas (Teorema 14.12), Irisan Melintang limas pada ketinggian yang sama memiliki luas yang sama. Oleh karena itu, berdasarkan Prinsip Cavalieri (Postulat 22), dua limas memiliki volume yang sama. Karena V= 1

3�ℎ untuk limas segitiga menurut Teorema 14.15, V= 1

3�ℎ juga untuk limas yang lainnya.

I. Kerangka Berpikir

Pembelajaran adalah proses interaksi siswa dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Tujuan dari pembelajaran matematika adalah membentuk kemampuan berpikir siswa yang tercermin melalui berfikir secara logis, rasional, kritis, cermat, jujur, efektif dan efisien. Dalam pembelajaran matematika ini, siswa diharapkan untuk lebih berminat dan terlibat aktif sehingga siswa mampu untuk memaksimalkan hasil belajar. Minat belajar siswa dapat terlihat dari kemauan siswa dalam


(65)

bertanya, memberikan tanggapan ataupun menyelesaikan soal-soal yang diberikan oleh guru.

Model pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang menyenangkan dan terpusat pada siswa. Salah satu tipe model pembelajaran kooperatif adalah Numbered Heads Together (NHT). Numbered Heads Together (NHT) merupakan tipe pembelajaran yang dirancang untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman siswa terhadap isi pelajaran tersebut. Pembelajaran matematika dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) pada pokok bahasan Volume Bangun Ruang Sisi Datar diharapkan dapat membuat anak semakin berminat dalam belajar matematika dan dapat meningkatkan hasil belajar siswa.


(66)

48

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini digolongkan ke dalam jenis penelitian eksploratif, dimana peneliti mencoba untuk melakukan eksplorasi dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) untuk mengetahui minat belajar dan hasil belajar dengan model pembelajaran kooperatif tersebut pada siswa-siswi kelas VIII B SMP Pangudi Luhur 1 Yogyakarta.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

1) Tempat penelitian

Penelitian dilaksanakan di SMP Pangudi Luhur 1 Yogyakarta. 2) Waktu penelitian

Penelitian dilaksanakan mulai bulan April sampai bulan Mei 2013.

C. Subyek dan Obyek Penelitian

1. Subyek penelitian adalah siswa kelas VIII B SMP Pangudi Luhur 1 Yogyakarta.

2. Obyek Penelitian adalah pembelajaran matematika dalam menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads together (NHT).


(67)

D. Variabel Penelitian

1. Variabel Bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model pembelajaran, dalam hal ini pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads together (NHT). 2. Variabel Terikat

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah minat belajar dan hasil belajar siswa.

E. Instrumen yang digunakan

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini ada dua macam, yaitu instrumen pembelajaran dan instrumen pengumpulan data.

1. Instrumen pembelajaran berupa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) pada pokok bahasan bangun ruang dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) beserta perangkat lainnya yaitu Lembar Kerja Siswa (LKS). Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) terdiri dari empat kali pertemuan dengan alokasi waktu pertemuan pertama, kedua, ketiga serta pertemuan keempat 80 menit. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) mencakup beberapa komponen, antara lain: standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator, tujuan pembelajaran, metode pembelajaran yang digunakan, rincian langkah-langkah kegiatan pembelajaran, sumber belajar, media pembelajaran,


(68)

dan penilaian. Rencana pembelajaran yang digunakan adalah sebagai berikut:

Tabel 3.1 Rencana Pembelajaran

Pertemuan ke- Materi yang diajarkan

I Volume bangun ruang kubus II Volume bangun ruang balok III Volume bangun ruang prisma IV Volume bangun ruang limas 2. Instrumen pengumpulan data adalah sebagai berikut:

a. Non Tes

1) Lembar observasi dan kuesioner

a) Keterlaksanaan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Lembar pengamatan keterlaksanaan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) digunakan untuk mengamati penerapan model pembelajaran tipe Numbered Heads Together (NHT). Lembar pengamatan keterlaksanan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) berisi tentang langkah-langkah pembelajaran yang sesuai pada Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang telah disusun peneliti. Sebelum digunakan, lembar pengamatan keterlaksanaan RPP ini sudah diujicobakan. Pengamatan keterlaksanaan RPP diamati oleh tiga observer. Observer mencatat hasil pengamatan pada lembar pengamatan dengan memberi tanda cek (√) pada kolom ‘ya’ untuk kegiatan yang terlaksana atau kolom ‘tidak’ untuk kegiatan


(69)

yang tidak terlaksana. Contoh instrumen pengamatan keterlaksanaan RPP adalah sebagai berikut:

Tabel 3.2 Instrumen Pengamatan Keterlaksanaan RPP pertemuan pertama

No. Kegiatan Ya Tidak

1. Pendahuluan

- Guru mengucapkan salam pembuka.

- Guru menyampaikan tujuan dan langkah-langkah pembelajaran.

- Siswa berkumpul dengan kelompoknya.

2. Kegiatan Inti

- Siswa diberikan Lembar Kerja Siswa (LKS) 1

- Siswa mengerjakan latihan awal pada Lembar Kerja Siswa (LKS) 1 yang terdiri dari 5 soal yang berbeda- beda (tiap siswa mengerjakan dan bertanggung jawab atas satu soal sesuai nomor yang dimilikinya).

- Siswa berdiskusi bersama kelompoknya.

- Guru memantau kerja siswa dan mengarahkan siswa yang mengalami kesulitan.

- Setiap kelompok menunjuk salah satu anggotanya untuk mewakili kelompok mempresentasikan hasil diskusinya sesuai nomor yang dimilikinya sehingga terjadi diskusi kelas

3. Penutup

- Guru dan siswa bersama-sama membuat rangkuman pembelajaran.

- Guru mengucapkan salam penutup.

b) Minat Belajar

Untuk mengetahui minat siswa peneliti menggunakan kuisioner. Kuisioner berupa alat pengumpul informasi dengan cara menyampaikan sejumlah pernyataan tertulis untuk menjawab secara tertulis pula oleh responden (Margono, 2007:171). Dengan alat ini, orang dapat diketahui tentang keadaan atau data diri, pengalaman, pengetahuan sikap atau pendapat, dan lain-lain.


(70)

Pembuatan pernyataan dalam kuesioner berdasarkan kisi-kisi yang mengacu pada kajian teori dan disesuaikan dengan tingkat perkembangan siswa. Pernyataan-pernyataan yang dibuat dibedakan ke dalam Pernyataan-pernyataan positif dan pernyataan negatif dengan alasan untuk melihat jawaban siswa apakah konsisten atau tidak. Berikut kisi-kisi kuisioner penelitian minat belajar:

Tabel 3.3 Kisi-Kisi Kuisioner Penelitian Minat Belajar

No Indikator No Item

Item Positif Item Negatif 1

Persiapan sebelum belajar

matematika di kelas 1 2

2

Perasaan senang terhadap

pelajaran matematika 3,4 5

3

Perhatian dalam mengikuti

pelajaran matematika 6,7 8,9,10

4

Ketertarikan pada materi

pelajaran matematika 11,12,13 14,15

5

Respon dan rasa suka terhadap model

pembelajaran atau objek matematika yang digunakan.

16,17,18,

19, 20 21, 22

6

Belajar matematika di luar

kelas 23,24 25

Total 15 10

Berdasarkan kisi-kisi tersebut disusunlah lembar kuisioner minat belajar siswa (ada dalam lampiran). Kuisioner ini terdiri dari 25 butir soal yang mana


(71)

masing-masing butir soal mempunyai 5 buah opsi pilihan tanggapan (respons), akan tetapi siswa hanya diperbolehkan untuk memilih satu tanggapan saja dengan membubuhkan tanda silang (X) pada opsi jawaban yang dianggap paling mewakili keduanya.

2) Lembar wawancara

lembar wawancara ini berisi pertanyaan-pertanyaan terstruktur yang telah dipersiapkan oleh peneliti yang ditujukan untuk beberapa siswa. Hal ini dilakukan untuk menyakinkan peneliti bahwa siswa benar-benar berminat terhadap pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT). Pertanyaan yang akan diajukan kepada siswa adalah sebagai berikut:

1. Apakah kamu merasa senang mempelajari matematika? Mengapa?

2. Apakah kamu memperhatikan ketika guru menjelaskan materi? Mengapa?

3. Bagaimana sikapmu jika ada temanmu yang menggangu pada saat guru menjelaskan materi?

4. Apakah kamu memiliki catatan yang lengkap?

5. Apakah kamu senang mengerjakan soal-soal matematika? Mengapa?


(72)

6. Kesulitan-kesulitan apa yang kamu rasakan ketika belajar matematika?

7. Bagaimana caramu mengatasi kesulitan-kesulitan tersebut? 8. Apakah caramu mengatasi kesulitan-kesulitan tersebut? 9. Apakah kamu dapat lebih memahami materi volume

bangun ruang dengan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT)? Mengapa?

10.Melalui kegiatan diskusi dengan teman satu kelompok, apakah kamu merasa nyaman belajar dalam kelompok? 11.Apakah teman-teman kelompok dapat diajak bekerja sama? 12.Apakah kamu aktif bertanya pada teman satu kelompok jika

mengalami kesulitan?

13.Apakah kamu berusaha membantu teman-teman dalam kelompokmu agar memahami materi yang dipelajari?

14.Apakah teman-teman dalam kelompok saling mendorong untuk belajar dengan baik?

15.Setelah diadakan diskusi kelompok, setiap kelompok mempresentasikan hasil diskusinya dalam diskusi kelas. Jika kamu yang ditunjuk mewakili kelompok, apakah kamu mau melakukannya? Bagaimana perasaanmu (senang/merasa terpaksa)?

16.Ketika guru atau temanmu bertanya, apakah kamu mencoba untuk menjawab pertanyaan tersebut?


(73)

17.Apakah kamu ikut mengeluarkan pendapat dalam diskusi kelompok/kelas?

18.Bagaimana pendapatmu mengenai kegiatan belajar yang telah kita lalui kemarin? Ada saran/kritik mengenai kegiatan belajar yang kita lalui kemarin?

b. Tes tertulis

1) Tes Kemampuan Awal (TKA)

Tes kemampuan awal dilaksanakan sebelum menerapkan model pembelajaran tipe Numbered Heads Together (NHT). Tes Kemampuan Awal (TKA) tersebut berupa soal-soal dari pokok bahasan bangun ruang. Tes Kemampuan Awal (TKA) digunakan sebagai pedoman pembuatan kelompok heterogen dalam penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT).

Tabel 3.4 Kisi-kisi Tes Kemampuan Awal

No Indikator Pembelajaran

Indikator Soal

Jenjang Kemampuan dan

Kesukaran Soal Banyak Soal Jumlah (%) Penge-tahuan Pema-haman Pene-rapan 1. Menghitung

volume kubus

Diberikan panjang diagonal sebuah kubus, siswa dapat menghitung volume kubus.

1 (soal

no 1) - - 1 20%

2. Menghitung volume balok

Diberikan ukuran panjang, lebar dan diagonal ruang sebuah balok, siswa dapat menghitung volume balok.

1 (soal no. 2)


(74)

3 Menghitung volume prisma

Diberikan panjang sisi alas dan tinggi sebuah prisma segitiga, siswa dapat

menghitung volume prisma. 1 (soal no. 3)

- - 1 20%

4 Menghitung volume limas tegak

Diberikan panjang rusuk alas dan rusuk tegak sebuah limas, siswa dapat

menghitung volume limas. - -

1 (soal no 4)

1 20%

5 Menghitung volume gabungan bangun ruang.

Diberikan ukuran-ukuran panjang rusuk bangun ruang pada gambar, siswa dapat menghitung volume bangun ruang.

-

1 (soal no 5)

- 1 20%

2) Kuis

Kuis diperoleh dari soal-soal tentang materi volume bangun ruang yang sudah dipelajari, berisi satu atau dua soal yang diberikan di akhir proses pembelajaran. Kuis tersebut digunakan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan siswa dalam memahami materi yang telah dibahas dan dipelajari pada tiap pertemuan. Hasil dari kuis tersebut dapat digunakan dalam perhitungan peningkatan nilai kelompok untuk penghargaan kelompok.

3) Tes Hasil Belajar

Tes Hasil belajar dilakukan sekali di akhir rangkaian proses pembelajaran kooperatif Numbered Heads Together (NHT). Soal-soal tes hasil belajar berupa soal tentang pokok bahasan volume bangun ruang yang telah dipelajari dengan mengacu


(1)

LAMPIRAN G

1.

Surat Ijin Penelitian

2.

Surat Ijin Uji coba Instrumen Penelitian

3.

Surat Keterangan Telah Melaksanakan


(2)

Lampiran | 169 SURAT IJIN PENELITIAN


(3)

Lampiran | 170 SURAT IJIN UJI COBA INSTRUMEN THB


(4)

Lampiran | 171 SURAT KETERANGAN TELAH MELAKSANAKAN PENELITIAN


(5)

vi ABSTRAK

Maria Elrinda Rahma Astuti. 2013. Minat Belajar dan Hasil Belajar Siswa dalam Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) pokok bahasan Volume Bangun Ruang Sisi Datar pada Kelas VIII B semester genap tahun ajaran 2012/2013 SMP Pangudi Luhur 1 Yogyakarta. Skripsi. Program Studi Pendidikan Matematika. Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keterlaksanaan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT), minat belajar dan hasil belajar siswa dalam proses pembelajaran tersebut. Penelitian ini digolongkan dalam jenis penelitian eksploratif. Penelitian dilaksanakan pada semester genap tahun ajaran 2012/2013 pada pokok bahasan Volume Bangun Ruang Sisi Datar. Subyek dalam penelitian ini adalah siswa-siswi kelas VIII B SMP Pangudi Luhur 1 Yogyakarta.

Instrumen dalam penelitian ini meliputi instrumen pembelajaran berupa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) beserta Lembar Kerja Siswa (LKS) dan instrumen pengumpulan data berupa non tes meliputi lembar pengamatan keterlaksanaan RPP, lembar kuisioner minat belajar, wawancara dan tes meliputi Tes kemampuan Awal (TKA), kuis, Tes Hasil Belajar. Sebelum digunakan, semua instrumen dilakukan pertimbangan pakar atau uji butir dan dinyatakan sudah memenuhi syarat yang ditetapkan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) telah dan dapat terlaksana dengan baik dengan presentase keterlaksanaan keseluruhan sebesar 95%. (2) Minat belajar siswa dalam model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads

Together (NHT) menunjukkan presentase kriteria siswa yang cukup berminat

(CM) sebesar 5,26% , presentase kriteria siswa yang berminat (M) sebesar 86,84% dan presentase kriteria siswa yang sangat berminat (SM) sebesar 7,89%. (3) Hasil Belajar siswa dalam model pembelajaran kooperatif tipe Numbered

Heads Together (NHT) meningkat. Hal ini dapat dilihat dari hasil rata-rata nilai

Tes Kemampuan Awal (TKA) yaitu 48,12 dan rata-rata nilai Tes Hasil Belajar (THB) yaitu 77,46 menunjukkan bahwa terdapat kenaikan sebesar 29,34. Serta dilihat dari KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) sebesar 64,70% siswa mencapai KKM.

Kata kunci: Numbered Heads Together (NHT), minat belajar, hasil belajar, Volume Bangun Ruang Sisi Datar


(6)

vii ABSTRACT

Maria Elrinda Rahma Astuti. 2013. The Learning Interest and Learning Achievement of the Students in the Implementation of Cooperative Learning Model with the type of Numbered Heads Together (NHT) on the Topic of Volumes of Polyhedra for class VIII B Students in the Second Semester of the Academic Year 2012/2013 in SMP Pangudi Luhur 1 Yogyakarta. Undergraduate Thesis. Mathematics Education Study Program, Department of Mathematics Education and Science Education, Faculty of Teacher Training and Education, Sanata Dharma University, Yogyakarta.

This research was aimed to know the implementation of cooperative learning model of type Numbered Heads Together (NHT), the students interest in learning and learning achievement in the learning process. This research was classified as exploratory research. The research was carried out on the second semester of the academic year 2012/2013 on the topic of Volumes of Polyhedra. The subjects in this study were grade 8th students of class B in SMP Pangudi Luhur 1 Yogyakarta. The instruments in this research included teaching and learning instruments such as Teaching and Learning Implementation Plan (RPP) and the Students’ Worksheet (LKS), and the instruments for data collection, namely non-test instrument including observation sheets for the implementation of RPP, questionnaires of the students’ interest in learning, interviews, and tests contained the Initial Ability Test (TKA), quizzes, and the test for the learning achievement. All the instruments had been examined by the experts and declared to be eligible before they were used.

The results of this research showed that (1) the application of the cooperative learning model of the type of Numbered Heads Together (NHT) had been well implemented with the overall percentage of 95%. (2) The students’ interest in the cooperative learning model of the type of Numbered Heads Together (NHT) showed the percentage of each criterion, the number of students who were quite interested (CM) was 5,26 %, the number of students who were interested (M) was 86,84%, and the number of students who were very interested was 7,89%. (3) There was an improvement in the students’ Learning Outcomes during the cooperative learning model of the type of Numbered Heads Together (NHT). It can be seen from the result of the average score of the initial ability test (TKA) which was 48,12 compared with the average score of the learning achievement test (THB), it showed that the score increased by 29,34. In terms of the KKM (Minimum Final Result Criterion), the percentage of the students who passed the KKM was 64,70%.

Keywords: Numbered Heads Together (NHT), the learning interest, learning achievement, Volumes of Polyhedra.


Dokumen yang terkait

Pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe numbered head together (NHT) terhadap hasil belajar fisika siswa pada konsep fluida dinamis

0 8 192

Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe inside outside circle (ioc) untuk meningkatkan hasil belajar ips siswa kelas VII-B smp muhammadiyah 17 ciputat tahun ajaran 2014/2015

3 43 0

Perbandingan hasil belajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe make a match dan model pembelajaran kooperatif pada materi gaya kelas VIII semester I di MTs Negeri 1 Model Palangka Raya tahun ajaran 2014/2015 (studi eksperimen) - Digital Library IAIN

0 0 22

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Perbandingan hasil belajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe make a match dan model pembelajaran kooperatif pada materi gaya kelas VIII semester I di MTs Negeri 1 Model Palangka Raya tahun ajaran 2014/2015 (st

0 0 11

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Belajar dan Pembelajaran - Perbandingan hasil belajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe make a match dan model pembelajaran kooperatif pada materi gaya kelas VIII semester I di MTs Negeri 1 Model Palangka Raya tahun ajaran

0 0 23

BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN A. PEMBAHASAN - Perbandingan hasil belajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe make a match dan model pembelajaran kooperatif pada materi gaya kelas VIII semester I di MTs Negeri 1 Model Palangka Raya tahun ajaran 2

0 0 24

Penerapan model pembelajaran berbasis masalah terhadap keterampilan komunikasi sains dan hasil belajar siswa kelas X SMA Muhammadiyah 1 Palangkaraya pada pokok bahasan gerak lurus semester 1 tahun ajaran 2016/2017 - Digital Library IAIN Palangka Raya

0 0 10

Penerapan model pembelajaran berbasis masalah terhadap keterampilan komunikasi sains dan hasil belajar siswa kelas X SMA Muhammadiyah 1 Palangkaraya pada pokok bahasan gerak lurus semester 1 tahun ajaran 2016/2017 - Digital Library IAIN Palangka Raya

0 0 28

Penerapan model pembelajaran berbasis masalah terhadap keterampilan komunikasi sains dan hasil belajar siswa kelas X SMA Muhammadiyah 1 Palangkaraya pada pokok bahasan gerak lurus semester 1 tahun ajaran 2016/2017 - Digital Library IAIN Palangka Raya

0 0 25

Penerapan model pembelajaran berbasis masalah terhadap keterampilan komunikasi sains dan hasil belajar siswa kelas X SMA Muhammadiyah 1 Palangkaraya pada pokok bahasan gerak lurus semester 1 tahun ajaran 2016/2017 - Digital Library IAIN Palangka Raya

0 0 29