PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA MELALUI PENDEKATAN INDUKTIF DI KELAS IV SD NEGERI 3 SUGIHAN KABUPATEN WONOGIRI.

(1)

i

PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA MELALUI PENDEKATAN INDUKTIF DI KELAS IV SD NEGERI 3 SUGIHAN

KABUPATEN WONOGIRI

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Rahmat Wahit Nurhasan NIM 12108244130

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

ii


(3)

iii


(4)

iv


(5)

v MOTTO

“Yang saya dengar, saya lupa. Yang saya dengar dan lihat, saya sedikit ingat. Yang saya dengar, lihat, dan pertanyakan atau diskusikan dengan orang lain, saya

mulai pahami. Dari yang saya dengar, lihat, bahas, dan terapkan, saya dapatkan pengetahuan dan keterampilan. Yang saya ajarkan kepada orang lain, saya

kuasai.”

(Melvin L. Siberman) “Belajar dan mengajar”


(6)

vi

PERSEMBAHAN

Skripsi ini merupakan sebuah karya sebagai ungkapan cinta yang tulus dan penuh kasih untuk:

1. Orang tua yang selalu mendukung dan mendoakan. Terimakasih atas doa yang tiada hantinya beliau panjatkan. Jasa beliau takkan tergantikan oleh apapun, izinkan ananda mempersembahkan sebagian dari amanah ini kepada Bapak dan Ibu.

2. Guru dan siswa kelas IV SD Negeri 3 Sugihan Kabupaten Wonogiri 3. Almamater tercinta, Universitas Negeri Yogyakarta


(7)

vii

PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA MELALUI PENDEKATAN INDUKTIF DI KELAS IV SD NEGERI 3 SUGIHAN

KABUPATEN WONOGIRI Oleh

Rahmat Wahit Nurhasan NIM 12108244130

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan prestasi belajar matematika materi perkalian dan pembagian pecahan siswa kelas IV. Penelitian dilakukan di SDN 3 Sugihan Kecamatan Bulukerto Kabupaten Wonogiri.

Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilaksanakan secara kolaborasi antara peneliti dengan guru kelas dengan subyek penelitiannya siswa kelas IV SDN 3 Sugihan yang terdiri dari 5 siswa perempuan dan 9 siswa laki-laki. Penelitian ini menggunakan model Kemmis dan Mc Taggart. Penelitian dilakukan dua siklus. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah tes dan observasi. Data yang terkumpul dianalisis secara deskriptif kualitatif dan deskriptif kuantitatif.

Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan prestasi belajar siswa setelah guru menggunakan pendekatan induktif dalam mengajarkan perkalian dan pembagian pecahan pada siswa kelas V SD Negeri 3 Sugihan Kabupaten Wonogiri. Nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) adalah ≥ 70. Pada pra tindakan sebanyak 6 (42,85%) siswa yang sudah tuntas dan 8 (57,15%) siswa belum tuntas. Siklus I sebanyak 7 (50%) siswa sudah tuntas dan 7 (50%) siswa belum tuntas. Pada siklus II ketuntasan siswa meningkat menjadi 100% dan siswa yang belum tuntas 0%. Begitupula dengan hasil observasi aktivitas siswa mengalami peningkatan, pada siklus I yaitu 51,93% pada siklus II meningkat menjadi 82, 80%.

Kata kunci : prestasi belajar, perkalian dan pembagian, pecahan, pendekatan induktif.


(8)

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur hanya bagi Allah Subhanahu Wata’ala, berkat segala limpahan rahmat dari-Nya penulisan skripsi yang berjudul: Peningkatan Prestasi Belajar Matematika melalui Pendekatan Induktif di Kelas IV SD Negeri 3 Sugihan Kabupaten Wonogiri, berjalan dengan lancar. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan di bidang Pendidikan Guru Sekolah Dasar.

Penulis menyadari dengan sepenuhnya bahwa skripsi ini dapat tersusun atas bimbingan, bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Rochmat Wahab, M. Pd., M. A. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta.

2. Bapak Dr. Haryanto, M. Pd. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan izin penelitian.

3. Bapak Suparlan, M. Pd.I Ketua Jurusan Pendidikan Sekolah Dasar FIP UNY yang telah memberikan rekomendasi permohonan izin kepada penulis.

4. Bapak Purwono, PA M. Pd. dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan nasihat kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.

5. Ibu Parni, S.Pd. Kepala Sekolah SD Negeri 3 Sugihan Kabupaten Wonogiri yang telah memberikan izin dan bantuan dalam penelitian ini.

6. Bapak Iswanto, S.Pd. guru kelas IV SD Negeri 3 Sugihan Kabupaten Wonogiri yang telah membantu memperlancar penelitian ini.


(9)

ix

7. Seluruh siswa kelas IV SD Negeri 3 Sugihan Kabupaten Wonogiri, terimakasih sudah dapat bekerja sama dengan baik.

8. Keluarga besarku di kampus yang telah berjuang bersama-sama.

9. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu.

Penulis berharap semoga Allah SWT senantiasa melindungi dan membalas kebaikan kalian. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembacanya. Penulis sangat mengharapkan segala kritik dan saran yang membangun dari semua pihak guna perbaikan pada penelitian selanjutnya.

Yogyakarta, Juni 2016 Penulis


(10)

x

DAFTAR ISI

hal

JUDUL ... i

PERSETUJUAN ... ii

PERNYATAAN ... iii

PENGESAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 7

C. Pembatasan Masalah ... 8

D. Rumusan Masalah ... 8

E. Tujuan Penelitian ... 8

F. Manfaat Penelitian ... 9

1. Bagi Siswa ... 9

2. Bagi Guru ... 9

3. Bagi Sekolah ... 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian tentang Prestasi Belajar ... 10

1. Prestasi Belajar ... 10


(11)

xi

B. Kajian tentang Pembelajaran Matematika ... 16

1. Hakikat Matematika ... 16

2. Hakikat Pembelajaran Matematika ... 18

3. Tujuan Pembelajaran Matematika SD... 19

C. Hakikat Pembelajaran Matematika di SD ... 20

1. Matematika di Sekolah Dasar Kelas IV Semester II SD Negeri 3 Sugihan Kabupaten Wonogiri ... 22

2. Materi Bilangan Pecahan ... 23

D. Kajian tentang Pendekatan Induktif ... 28

1. Pengertian Pendekatan Induktif ... 28

2. Langkah-langkah Pendekatan Induktif... 30

E. Penerapan Pendekatan Induktif dalam Pembelajaran Perkalian dan Pembagian Pecahan di Kelas IV SD ... 34

1. Contoh Penerapan Pendekatan Induktif dalam Pembelajaran Perkalian Pecahan ... 35

2. Contoh Penerapan Pendekatan Induktif dalam Pembelajaran Pembagian Pecahan ... 38

F. Kerangka Berpikir ... 46

G. Hipotesis Tindakan ... 48

BAB III METODE PENELITIAN 49 A. Penelitian Tindakan Kelas ... 49

B. Subjek dan Objek Penelitian ... 50

1. Subjek Penelitian ... 50

2. Objek Penelitian ... 50

C. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 51

1. Lokasi Penelitian ... 51

2. Waktu Penelitian ... 51

D. Desain Penelitian ... 51


(12)

xii

1. Perencanaan ... 53

2. Pelaksanaan ... 55

3. Pengamatan (observasi)... 56

4. Refleksi... 56

F. Teknik Pengumpulan Data ... 57

1. Lembar Observasi ... 57

2. Tes ... 58

G. Teknik Analisis Data ... 61

1. Analisis Data Deskriptif Kuantitatif ... 61

2. Analisis Data Deskriptif Kualitatif ... 62

H. Kriteria Keberhasilan ... 63

I. Definisi Operasional ... 63

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 65

1. Situasi dan Lokasi Penelitian ... 65

2. Kondisi Awal... 65

3. Penelitian Siklus I... 67

4. Penelitian Siklus II ... 83

B. Pembahasan ... 100

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 102

B. Saran ... 103

1. Untuk Siswa ... 104

2. Untuk Guru ... 104

3. Untuk Peneliti ... 104

DAFTAR PUSTAKA ... 105


(13)

xiii

DAFTAR TABEL

hal

Tabel 1. Lembar Observasi Siswa ... 58

Tabel 2. Kisi-Kisi Tes ... 60

Tabel 3. Batasan Kategori Hasil Observasi... 63

Tabel 4. Persentase Ketuntasan Pra Tindakan ... 66

Tabel 5. Persentase Ketuntasan Siklus I ... 76

Tabel 6. Persentase Ketuntasan Pra Tindakan dan Siklus I ... 76

Tabel 7. Pengamatan Aktivitas Siswa Siklus 1 ... 79

Tabel 8. Ketuntasan Siswa Siklus II ... 92

Tabel 9. Ketuntasan Siswa Pra Tindakan, Siklus I, dan Siklus II ... 93


(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

hal

Gambar 1. Siklus PTK menurut Kemmis Taggart ... 52 Gambar 2. Diagram Ketuntasan Siswa Pra Tindakan dan Siklus I ... 77 Gambar 3. Diagram Persentase Aktivitas Siswa Siklus I ... 80 Gambar 4. Diagram Ketuntasan Siswa Pra Tindakan,

Siklus I, dan Siklus II ... 94 Gambar 5. Diagram Peningkatan Nilai Rata-rata Siswa

Pra Tindakan, Siklus I, dan Siklus II ... 95 Gambar 6. Diagram Persentase Aktivitas Siswa Siklus II ... 97 Gambar 7. Persentase Aktivitas Siswa Siklus I dan Siklus II ... 98


(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

hal

Lampiran 1. Lembar Soal Pra Tindakan ... 108

Lampiran 2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus I ... 110

Lampiran 3. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus II ... 131

Lampiran 4. Soal Evaluasi dan Kunci Jawaban Siklus I ... 153

Lampiran 5. Soal Evaluasi dan Kunci Jawaban Siklus II ... 157

Lampiran 6. Daftar Nama Siswa ... 161

Lampiran 7. Daftar Nilai Ulangan Akhir Semester Gasal ... 162

Lampiran 8. Daftar Nilai Tes Pra Tindakan ... 163

Lampiran 9. Daftar Nilai Evaluasi Siswa Siklus I ... 164

Lampiran 10. Daftar Nilai Evaluasi Siswa Siklus II ... 165

Lampiran 11. Lembar Observasi Siswa ... 166

Lampiran 12. Data Hasil Observasi Aktivitas Siswa ... 167

Lampiran 13. Surat Ijin Penelitian ... 171

Lampiran 14. Dokumentasi Penelitian ... 177

Lampiran 15. Hasil Pekerjaan Siswa Pra Tindakan ... 179

Lampiran 16. Hasil Pekerjaan Siswa Siklus I ... 183


(16)

1 BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan media yang sangat berperan untuk menciptakan manusia yang berkualitas dan berpotensi. Menurut Muhibbin Syah (2011:10) pendidikan dapat diartikan sebagai proses dengan metode-metode tertentu sehingga orang memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan. Dengan demikian melalui pendidikan diharapkan manusia dapat mengembangkan potensinya menjadi manusia yang lebih baik, sehingga nantinya menjadi manusia yang berguna di masyarakat.

Berdasarkan tujuan tersebut, pemerintah diharapkan mampu menjamin terciptanya pemerataan dalam memperoleh pendidikan di seluruh pelosok tanah air sehingga menjadi manusia yang berpendidikan dan mempunyai kualitas serta dapat mewujudkan cita-citanya. Pemerintah telah berusaha menanggapi masalah pemerataan pendidikan dengan melakukan upaya-upaya seperti halnya perbaikan kurikulum, fasilitas belajar, metode mengajar serta pembangunan infrastruktur sekolah. Namun pemerintah dalam upayanya menanggapi masalah tersebut, masih mengalami banyak kendala khususnya dalam hal meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.

Sejauh ini pendidikan masih didominasi oleh pandangan bahwa pengetahuan sebagai perangkat fakta-fakta yang harus dihafal. Kelas masih berfokus pada guru sebagai sumber utama pengetahuan, kemudian metode ceramah menjadi pilihan utama strategi belajar. Untuk itu, diperlukan sebuah


(17)

2

strategi belajar yang lebih memberdayakan siswa. Sebuah strategi belajar yang tidak mengharuskan siswa menghafal fakta-fakta, tetapi sebuah strategi yang mendorong siswa mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri.

Ada kecenderungan dewasa ini untuk kembali pada pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan belajar diciptakan alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajari, bukan mengetahuinya. Pembelajaran yang berorientasi target penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetensi janggka pendek, tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam jangka panjang.

Matematika merupakan mata pelajaran yang perlu adanya perbaikan karena mempunyai esensi dalam kehidupan manusia. Hal ini dapat dibuktikan dalam kehidupan sehari-hari, bahwa manusia dalam kegiatannya sehari-hari banyak menerapkan ilmu matematika mulai dari yang sederhana sampai dengan yang komplek.

Pembelajaran matematika pada jenjang pendidikan dasar pada hakekatnya mempunyai beberapa tujuan yaitu menumbuhkan dan mengembangkan ketrampilan berhitung (menggunakan bilangan) sebagai alat dalam kehidupan sehari-hari, menumbuhkan kemampuan siswa yang dapat dialihgunakan melalui kegiatan matematika, mengembangkan kemampuan dasar matematika sebagai bekal belajar lebih lanjut di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) dan membentuk sikap logis, kritis, kreatif, cermat dan disiplin. (Muchtar Karim dkk, 1996:10-11)

Matematika telah diajarkan kepada anak-anak sejak dini. Diawali dengan pengenalan angka-angka 1 sampai 10, berhitung secara urut, serta sudah bisa menjumlah benda-benda yang ada di sekitar ketika masih menjalani pendidikan di pendidikan anak usia dini maupun di taman kanak-kanak. Tetapi


(18)

3

ketika anak mulai memasuki jenjang pendidikan sekolah dasar, telah dihadapkan pada materi-materi matematika yang rumit. Mulai dari materi penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian. Kebanyakan anak kesulitan memahami materi-materi mata pelajaran matematika. Anak menganggap pelajaran matematika ialah mata pelajaran yang sulit untuk dipelajari. Dari kejadian tersebut, banyak anak-anak nilainya tidak tuntas atau di bawah KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal).

Hal ini nampak pada nilai rata-rata UAS (Ujian Akhir Semester) mata pelajaran matematika pada semester gasal tahun ajaran 2015/2016 di SDN 3 Sugihan Kecamatan Bulukerto Kabupaten Wonogiri kelas IV yaitu 65. Hal ini masih kurang dari nilai KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) untuk mata pelajaran matematika, yang telah ditetapkan yaitu ≥70. Berikut adalah hasil pengamatan proses pembelajaran matematika kelas IV di SDN 3 Sugihan pada tanggal 8 Februari 2016: (1) metode yang diterapkan oleh guru umumnya masih dominan menerapkan metode ceramah, (2) kegiatan pembelajaran masih mengedepankan pembelajaran konvensional, (3) pada umumnya siswa belajar dengan menghafal konsep-konsep matematika, (4) siswa kurang mampu mengaitkan konsep-konsep matematika yang dipelajarinya dengan kegiatan kehidupan sehari-hari (5) siswa kesulitan dalam memecahkan soal-soal matematika yang berbentuk aplikasi (6) siswa belum dilibatkan dalam menggunakan media pembelajaran, (7) pemahaman siswa tentang konsep-konsep matematika masih kurang, (8) pada kegiatan akhir pembelajaran, siswa belum dilibatkan dalam menyimpulkan kegiatan pembelajaran. Dari hasil


(19)

4

pengamatan tersebut, dapat disimpulkan bahwa dalam pembelajaran matematika di kelas IV kegiatan pembelajaran belum berorientasi pada kegiatan siswa. Pemahaman siswa tentang konsep matematika masih rendah karena penyampaian materi matematika lebih banyak menggunakan metode ceramah dan bahasan materi tersusun secara final serta belum melibatkan siswa dalam menemukan konsep-konsep matematika.

Selain hasil pengamatan proses belajar mengajar, peneliti melakukan wawancara langsung dengan guru kelas IV di SDN 3 Sugihan Kecamatan Bulukerto Kabupaten Wonogiri. Dari hasil wawancara langsung dengan guru kelas, selama ini dalam kegiatan pembelajaran matematika penyampaian materi matematika lebih banyak dengan metode ceramah. Kegiatan pembelajaran matematika diawali dengan menerangkan konsep matematika kemudian guru memberikan contoh soal. Setelah itu guru menerangkan cara menyelesaikan contoh soal tersebut. Dalam kegiatan akhir pembelajaran siswa diberikan soal untuk dikerjakan dan kemudian soal tersebut dibahas bersama-sama guru. Hal ini berpengaruh pada prestasi belajar matematika di kelas IV yang belum mencapai KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal). Adapun penjelasan dari prestasi belajar matematika adalah tercapainya hasil dari proses belajar siswa pada mata pelajaran matematika. Hasil tersebut dapat diukur dari tes yang berbentuk soal-soal matematika.

Dari hasil observasi tersebut kesulitan yang dihadapi siswa adalah kurang mampu mengaitkan konsep-konsep matematika yang dipelajarinya dengan kegiatan kehidupan sehari-hari. Dan pada umumnya siswa belajar


(20)

5

dengan menghafal konsep-konsep matematika. Selain itu, siswa kesulitan dalam memecahkan soal-soal matematika yang berbentuk aplikasi, bahkan lebih jauh dari itu ada kesan siswa menganggap pelajaran matematika hanya merupakan suatu beban, sehingga tidak heran jika banyak siswa yang tidak menyenangi mata pelajaran matematika. Di sisi lain, metode dan pendekatan yang diterapkan oleh guru umumnya masih dominan menerapkan metode ceramah.

Matematika di sekolah dasar kelas IV semester genap mencakup beberapa aspek, yaitu: bilangan bulat, bilangan pecahan, bilangan romawi, bangun ruang dan bangun datar. Salah satu materi pembelajaran matematika yang dirasa sulit oleh siswa adalah operasi hitung bilangan pecahan. Pecahan merupakan materi matematika yang amat penting. Pecahan banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari serta merupakan dasar dalam memahami matematika lebih lanjut. Tingkat pemahaman terhadap pecahan akan mendasari mereka untuk memahami matematika lebih lanjut. Bilangan pecahan mencakup tentang mengenal pecahan dan urutannya, menyederhanakan pecahan, penjumlahan pecahan, pengurangan pecahan, perkalian pecahan, pembagian pecahan, dan penyelesaian masalah pecahan.

Untuk mengatasi masalah tersebut, diperlukan pembelajaran yang menyajikan pembahasan materi matematika dengan melibatkan siswa untuk aktif dalam pemahaman konsep-konsep matematika, bukan menyajikan bahasan materinya sudah tersusun secara final. Bruner (Ali Hamzah dan Muhlisrarini, 2014:147) mengasumsikan dalam strategi pembelajaran bahwa


(21)

6

belajar yang paling baik apabila siswa menemukan sendiri informasi dan konsep-konsep. Keterlibatan siswa ini dapat terjadi bila bahan yang disusun itu bermakna bagi siswa, sehingga terjadinya interaksi antara guru dan siswa menjadi efektif.

Solusi untuk memenuhi kebutuhan di atas adalah kegiatan pembelajaran yang menggunakan pendekatan induktif. Induktif merupakan cara berpikir dimana ditarik suatu kesimpulan yang bersifat umum dari yang bersifat khusus. Kemudian secara definisi menurut (Ali Hamzah dan Muhlisrarini, 2014:234), pendekatan induktif adalah suatu cara mengajar yang penyajian topik atau materi dikembangkan berdasarkan pemikiran induktif yaitu berjalan dari konkret ke abstrak, dari yang khusus ke yang umum, dan dari contoh-contoh menuju ke kesimpulan.

Kebaikan pendekatan ini adalah siswa mempunyai kesempatan aktif menemukan konsep matematika sehingga siswa terlibat dalam berpikir memahami konsep-konsep. Penyajian matematika perlu dimulai dari contoh-contoh selanjutnya secara bertahap menuju kepada kesimpulan yang bersifat umum. Sementara inti dari teori Bruner, bahwa materi pelajaran tidak disajikan secara final, tetapi siswa dituntut aktif untuk memahami konsep yang ada sehingga melalui aktivitas mental dapat diperoleh konsep yang berikutnya. (Ruseffendi, 2001) dalam Heruman (2010:4) Bruner dalam metode penemuannya mengungkapkan bahwa dalam pembelajaran matematika, siswa harus menemukan sendiri berbagai pengetahuan yang diperlukannya. Oleh karena itu, kepada siswa materi disajikan bukan dalam bentuk akhir dan tidak


(22)

7

diberitahukan cara penyelesaiannya. Dalam pembelajaran ini, guru harus lebih banyak berperan sebagai pembimbing.

Dengan demikian dalam penelitian ini, penulis mencoba untuk mengangkat judul “Peningkatan Prestasi Belajar Matematika Melalui Pendekatan Induktif di Kelas IV SD Negeri 3 Sugihan Kabupaten Wonogiri”, dengan harapan pendekatan ini dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa pada materi matematika.

B.Identifikasi Masalah

Dari uraian pada latar belakang masalah di atas, maka dapat diidentifikasi masalah yang muncul di kelas IV SD N 3 Sugihan Kabupaten Wonogiri, antara lain:

1. Metode yang diterapkan oleh guru umumnya masih dominan menerapkan metode ceramah.

2. Kegiatan pembelajaran masih mengedepankan pembelajaran konvensional. 3. Pada umumnya siswa belajar dengan menghafal konsep-konsep matematika. 4. Siswa kurang mampu mengaitkan konsep-konsep matematika yang

dipelajarinya dengan kegiatan kehidupan sehari-hari.

5. Siswa kesulitan dalam memecahkan soal-soal matematika yang berbentuk aplikasi.

6. Siswa belum dilibatkan dalam menggunakan media pembelajaran. 7. Pemahaman siswa tentang konsep-konsep matematika masih kurang.

8. Pada kegiatan akhir pembelajaran, siswa belum dilibatkan dalam menyimpulkan kegiatan pembelajaran.


(23)

8

9. Prestasi belajar siswa pada mata pelajaran matematika di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM).

C.Pembatasan Masalah

Ruang lingkup permasalahan-permasalahan yang timbul ternyata makin luas. Mengingat keterbatasan waktu, penelitian terhadap permasalahan-permasalahan tersebut tidak mungkin dilakukan. Masalah dalam penelitian ini dibatasi pada pendekatan induktif dalam meningkatkan prestasi belajar matematika pada materi perkalian dan pembagian pecahan. Penitikberatan terhadap permasalahan ini disebabkan oleh adanya kaitan secara langsung antara penggunaan pembelajaran tertentu terhadap partisipasi siswa.

D.Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada analisis diatas, maka masalah dalam penelitian ini dirumuskan yaitu:

Bagaimana prestasi belajar matematika dapat meningkat dengan menggunakan pendekatan induktif pada kelas IV di SD Negeri 3 Sugihan Kabupaten Wonogiri?

E.Tujuan Penelitian

Sejalan dengan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan prestasi belajar matematika menggunakan pendekatan induktif pada siswa kelas IV di SD Negeri 3 Sugihan Kabupaten Wonogiri.


(24)

9 F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak, diantaranya :

1. Bagi Siswa

Siswa dapat lebih aktif dalam memperoleh suatu materi pelajaran dengan dilibatkan secara aktif dalam pemahaman konsep-konsep matematika selama proses pembelajaran sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.

2. Bagi Guru

Dari penelitian ini dapat memberikan informasi ilmiah tentang pendekatan induktif guna meningkatkan prestasi belajar siswa.

3. Bagi Sekolah

Penelitian ini bermanfaat dalam meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas melalui pengembangan pendekatan induktif dengan dunia nyata, khususnya pada mata pelajaran matematika.


(25)

10 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A.Kajian tentang Prestasi Belajar 1. Prestasi Belajar

a. Pengertian Belajar

Belajar adalah proses yang terjadi dari lahir sampai akhir hayat dengan mengalami perubahan-perubahan tingkah laku. Adapun empat pilar belajar sebagai keputusan universal antara lain: belajar untuk mengetahui (learning to know), belajar untuk bekerja (learning to do), belajar untuk hidup berdampingan dan berkembang bersama (learning to live together), dan belajar untuk menjadi manusia seutuhnya (learning to be).

“Belajar adalah suatu proses dan aktivitas yang selalu dilakukan dan dialami manusia sejak manusia di dalam kandungan, buaian, tumbuh menjadi dewasa, sampai ke liang lahat, sesuai dengan prinsip belajar sepanjang hayat” (Suyono dan Hariyanto, 2001:1). Artinya belajar tidak hanya dilakukan seseorang mulai dari anak-anak sampai dewasa, melainkan belajar seperti yang dijelaskan diatas berlangsung sepanjang hayat dari mulai lahir sampai akhir hayat.

Skinner berpandangan bahwa belajar adalah suatu perilaku. Pada saat orang belajar, maka responnya menjadi lebih baik. Sebaliknya, bila ia tidak belajar maka responnya menurun (Dimyati dan Mudjiono,


(26)

11

2002:9). Hal ini sependapat dengan (Purwanto, 2010:38-39), bahwa belajar merupakan proses dalam diri individu yang berinteraksi dengan lingkungan untuk mendapatkan perubahan tingkah laku.

Belajar adalah aktivitas mental/ psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, keterampilan, dan sikap (Winkel dalam Purwanto, 2010:39). Belajar dilakukan untuk mengusahakan adanya perubahan tingkah laku pada siswa yang belajar. Pendapat tersebut sependapat dengan rumusan belajar menurut G.A Kimble dalam (Lisnawati Simanjuntak, dkk, 1993:38).

Belajar adalah perubahan yang relatif menetap dalam potensi tingkah laku yang terjadi sebagai akibat dari latihan dengan penguatan dan tidak termasuk perubahan-perubahan karena kematangan, kelelahan atau kerusakan pada susunan saraf, atau dengan kata lain bahwa mengetahui dan memahami sesuatu sehingga terjadi perubahan dalam diri seseorang yang belajar. Menurut Soepartinah Pakasi (Lisnawati Simanjuntak, dkk, 1992:52) menguraikan sifat-sifat belajar antara lain:

1. Belajar merupakan interaksi antara anak dan lingkungan.

2. Belajar berarti berbuat. Belajar adalah suatu kegiatan, dengan bermain, berbuat, bekerja dengan alat-alat sehingga banyak hal yang menjadi jelas, karena dengan berbuat anak dapat menghayati sesuatu dengan seluruh indra dan jiwanya.

3. Belajar berarti mengalami. Mengalami secara berulang-ulang maka pembelajaran akan menjadi efektif, teknik menjadi lancar, konsep makin lama makin terang.


(27)

12

4. Belajar merupakan aktivitas yang bertujuan. Sebab dengan aktivitas dapat diperoleh pengalaman yang kelak akan berguna bagi dirinya.

Dengan demikian. Belajar merupakan proses perubahan tingkah laku yang berlangsung sepanjang hayat. Perubahan ini dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti perubahan pengetahuan, sikap, maupun keterampilan sebagai upaya menjadi manusia yang seutuhnya.

b. Pengertian Prestasi Belajar

Prestasi belajar merupakan tercapainya tujuan pembelajaran dalam proses belajar mengajar. Siswa dikatakan berhasil dalam belajar apabila proses dan hasil pembelajaran mencapai kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan. Selain itu dalam tercapainya prestasi belajar, harus memperhatikan perubahan pada aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Perubahan pada ketiga aspek tersebutlah yang akan membawa siswa berhasil menjadi manusia yang seutuhnya karena keberhasilannya dalam proses belajar.

Prestasi belajar adalah tingkatan keberhasilan siswa mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam sebuah program (Muhibbin Syah, 2006:141). Artinya di dalam belajar terdapat tujuan pendidikan yang harus dicapai melalui proses belajar. Jika tujuan tersebut tercapai maka siswa berhasil dalam kegiatan pembelajarannya. Prestasi belajar merupakan suatu keberhasilan pada tugas belajar dalam kegiatan pembelajaran.


(28)

13

Prestasi belajar merupakan pencapaian tujuan pendidikan pada siswa yang mengikuti proses belajar mengajar (Purwanto, 2010:46). Dengan demikian maka prestasi belajar merupakan perolehan dari proses belajar siswa sesuai pengajaran.

(Sudjiarto dalam Purwanto, 2010:46) menjelaskan bahwa, prestasi belajar sebagai tingkat penguasaan yang dicapai oleh mahasiswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran sesuai dengan tujuan pendidikan yang ditetapkan. Artinya keberhasilan peserta didik dalam belajar diukur pada tingkat penguasaan yang dicapai dalam mengikuti kegiatan pembelajaran sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

Dahar (1998:95) dalam Purwanto (2010:42), menurut Gagne Prestasi/ hasil belajar adalah terbentuknya konsep, yaitu kategori yang kita berikan pada stimulus yang ada di lingkungan, yang menyediakan skema yang terorganisasi untuk mengasimilasi stimulus-stimulus baru dan menentukan hubungan di dalam dan diantara kategori-kategori.

Berbagai pengertian diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa prestasi belajar adalah perubahan perilaku siswa secara keseluruhan menjadi lebih baik setelah memperoleh proses belajar. Dengan kata lain, perubahan tersebut berbentuk ketercapaian belajar siswa yang diperoleh berdasarkan tujuan pembelajaran dari hasil proses belajar siswa yang dinyatakan dalam bentuk skor. Perubahan perilaku disebabkan karena adanya proses belajar. Proses tersebut dialami siswa dalam bentuk penangkapan stimulus-stimulus yang diberikan dari lingkungan. Perubahan perilaku yang diharapkan mencakup ketiga aspek yaitu aspek kognitif, afektif, dan psikomotor.


(29)

14

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi Prestasi Belajar

Conny R. Semiawan (2007:11-14) menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar anak sebagai berikut:

a. Pemenuhan Kebutuhan Psikologis

Perkembangan anak perlu dipenuhi berbagai kebutuhan yaitu berbagai kebutuhan primer, pangan, sandang dan perhatian, kasih sayang, perlakuan terhadap dirinya. Pemenuhan kebutuhan banyak tergantung dari cara diri seseorang berinterkasi dengan lingkungannya.

Pihak sekolah dan orangtua wajib memberikan perhatian, kasih sayang, dan perlakuan yang baik dalam upaya mengembangkan potensi anak didiknya. Peran pendidik dalam pemenuhan kebutuhan psikologis anak mengacu pada perwujudan potensi bakat tertentu sebagai interaksi anak terhadap lingkungan.

b. Intelegensi, Emosi, dan Motivasi

Keberhasilan belajar sangat ditentukan oleh kemampuan kognitif, tetapi ternyata faktor nonkognitif yaitu motivasi, sikap, emosi tidak kalah penting. Faktor tersebut mempengaruhi kinerja serta lingkungan maupun perkembangan dirinya sendiri.

Keseimbangan antara intelegensi intelektual dan intelegensi emosional diperlukan antara lain untuk berkonsentrasi terhadap materi pelajaran yang dihadapi, mengatasi stres atau kecemasan dalam persoalan tetentu. Semua ini juga terkait dengan motivasi internal. Motivasi ini bersumber dari keyakinan kemampuannya untuk memperoleh sukses


(30)

15

dalam upaya mencpai sasaran yang dicanangkan. Hal ini berdampak pada upaya mewujudkan prestasi belajar, mengaktualisasi potensi seoptimal mungkin.

c. Pengembangan Kreativitas

Setiap anak dilahirkan dengan bakat masing-masing. Bakat yang berbeda-beda terwujud dari faktor bawaan dengan keunikan masing-masing dan juga pengaruh dari lingkungan. Kreativitas terbentuk karena berfungsinya otak manusia. Kecerdasan orang juga ditentukan oleh struktur otak. Otak kanan dan otak kiri mempunyai tugas dan fungsi yang berbeda dalam mengahayati berbagai pengalaman belajar.

Belahan otak kiri berfungsi untuk merespon terhadap hal yang sifatnya linier, logis, dan teratur. Sedangkan belahan otak kanan untuk mengembangkan imajinasi dan kreativitas. Berfungsinya otak kanan inilah yang perlu diperhatikan dalam pengembangan kreativitas. Pembelajaran yang mengendalikan fungsi kedua belahan otak secara harmonis akan membantu anak meningkatkan prestasi belajar sehingga mencapai kemandirian dan mampu menghadapi berbagai tantangan di lingkungan.


(31)

16 B.Kajian tentang Pembelajaran Matematika

1. Hakikat Matematika

Menurut Ebbutt dan Straker dalam Marsigit (2003:2) memberikan pedoman bagi guru dalam usaha untuk mendorong siswa agar para siswa menyenangi matematika di sekolah. Pedoman yang diberikan beserta implikasinya terhadap pembelajaran matematika ialah sebagai berikut: a. Matematika adalah kegiatan penelusuran pola dan hubungan.

Implikasi dari pandangan ini terhadap usaha guru adalah:

1) Memberi kesempatan siswa untuk melakukan kegiatan penemuan dan penyelidikan pola-pola untuk menentukan hubungan

2) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan percobaan dengan berbagai cara

3) Mendorong siswa untuk menemukan adanya urutan, perbedaan, perbandingan, pengelompokan, dan sebagainya

4) Mendorong siswa memahami dan menemukan hubungan antara pengertian satu dengan yang lainnya

5) Mendorong siswa menarik kesimpulan umum.

b. Matematika adalah kreativitas yang memerlukan imajinasi, intuisi, dan penemuan.

Implikasi dari pandangan ini terhadap usaha guru adalah:

1) Mendorong inisiatif dan memberikan kesempatan berpikir berbeda 2) Mendorong rasa ingin tahu, keinginan bertanya, kemampuan


(32)

17

3) Menghargai penemuan yang diluar perkiraan sebagai hal bermanfaat sebagai kesalahan

4) Mendorong siswa menemukan struktur dan desain matematika 5) Mendorong siswa menghargai penemuan siswa yang lainnya 6) Mendorong siswa berfikir refleksif

7) Tidak menyarankan penggunaan suatu metode tertentu.

c. Matematika adalah kegiatan pemecahan masalah (problem solving). Implikasi dari pandangan ini terhadap usaha guru adalah:

1) Menyediakan lingkungan belajar matematika yang merangsang timbulnya persoalan matematika

2) Membantu siswa memecahkan persoalan matematika menggunakan caranya sendiri

3) Membantu siswa mengetahui informasi yang diperlukan untuk memecahkan persoalan matematika

4) Mendorong siswa untuk berpikir logis, konsisten, sistematis, dan mengembangkan sistem dokumentasi

5) Mengembangkan kemampuan dan keterampilan untuk memecahkan persoalan

6) Membantu siswa mengetahui bagaimana dan kapan menggunakan berbagai alat peraga/ media pendidikan matematika seperti: jangka, kalkulator, dan sebagainya.

d. Matematika merupakan alat komunikasi


(33)

18

1) Mendorong siswa mengenal sifat matematika

2) Mendorong siswa membuat contoh sifat matematika 3) Mendorong siswa menjelaskan sifat matematika

4) Mendorng siswa memberikan alasan perlunya kegiatan matematika 5) Mendorong siswa membicarakan persoalan matematika

6) Mendorong siswa membaca dan menulis matematika

7) Menghargai bahasa ibu siswa dalam membicarakan matematika. 2. Hakikat Pembelajaran Matematika

Pembelajaran merupakan hal penting dalam proses pendidikan. Pembelajaran adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara sengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respon terhadap situasi tertentu (Syaiful Sagala, 2010:61). Hal ini sejalan dengan pendapat (Erman suherman, 2001:8), dijelaskan bahwa pembelajaran adalah upaya penataan lingkungan yang memberi nuansa agar program belajar tumbuh dan berkembang secara optimal.

Pembelajaran dilakukan oleh pendidik untuk menyampaikan ilmu pengetahuan, mengorganisasi, dan menciptakan sistem lingkungan dengan berbagai metode sehingga siswa dapat melakukan kegiatan belajar secara efektif dan efisien serta dengan hasil optimal (Erman Sugihartono, 2006:89). Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran merupakan proses yang dilakukan antara siswa dan guru secara sengaja yang dirancang dalam situasi yang edukatif.


(34)

19

Pembelajaran matematika adalah proses yang sengaja direncanakan dan dirancang oleh pendidik dalam proses belajar matematika secara efektif, efisien, dan dapat mencapai tujuan maupun hasil belajar matematika yang optimal. Pada umumnya guru mengajarkan matematika dengan menerangkan konsep dan operasi matematika, memberi contoh mengerjakan soal, serta meminta siswa untuk mengerjakan soal sejenis dengan soal yang sudah diterangkan guru. Pembelajaran matematika di kelas hendaknya ditekankan pada keterkaitan konsep-konsep matematika dengan pengalaman anak sehari-sehari agar anak tidak cepat lupa dan dapat mengaplikasikan matematika dalam kehidupan sehari-hari (Rostina Sundayana, 2013: 24).

3. Tujuan Pembelajaran Matematika SD

Tujuan adalah sesuatu yang hendak dicapai. Ketercapaian tersebut dapat dilihat dari hasil yang telah dilakukan. Dalam pembelajaran juga terdapat tujuan tersebut, yaitu terjadinya perubahan pada siswa setelah mengikuti proses belajar.

Matematika merupakan mata pelajaran yang banyak berguna dalam kehidupan sehari-hari, maka dari itu belajar matematika sejak usia sekolah dasar perlu dioptimalkan. Caranya yaitu membimbing siswa untuk terampil dalam belajar matematika. Hal ini sejalan dengan pendapat Heruman (2008:2) yang menjelaskan bahwa tujuan akhir pembelajaran matematika di sekolah dasar adalah agar siswa terampil


(35)

20

dalam menggunakan berbagai konsep matematika dalam kehidupan sehari-hari.

Pada tingkat sekolah dasar tujuan khusus pembelajaran matematika adalah untuk (1) menumbuhkan dan mengembangkan keterampilan berhitung sebagai alat dalam kehidupan sehari-hari; (2) menumbuhkan kemampuan siswa melalui kegiatan matematika; (3) mengembangkan kemampuan dasar matematika sebagai dasar matematika sebagai bekal belajar lebih lanjut; (4) membentuk sikap logis, kritis, kreatif, cermat, dan disiplin (Muchtar A. Karim, dkk., 1996:11).

C.Hakikat Pembelajaran Matematika di SD

Pembelajaran adalah suatu rangkaian kegiatan belajar yang telah direncanakan sesuai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Umur siswa sekolah dasar umumnya berkisar antara 6 atau 7 tahun, sampai 12 atau 13 tahun. Dalam kisaran umur tersebut, menurut Jean Piaget, seorang siswa berada pada fase operasional konkret. Pada fase ini kemampuan yang tampak adalah kemampuan dalam proses berpikir untuk mengoperasikan kaidah-kaidah logika, meskipun masih terikat dengan objek yang bersifat konkret. Dalam kaitannya dengan pembelajaran matematika di sekolah dasar, pada tahap ini anak dapat mengelompokkan benda-benda konkret berdasarkan warna, bentuk, atau ukurannya (Muchtar A. Karim, dkk., 1996:20).

Secara umum karakteristik anak usia sekolah dasar menurut Basset, Jacka, dan Logan (1983) dalam Mulyani Sumantri dan Johar Permana


(36)

21

(1998:12) sebagai berikut: (1) secara alamiah memiliki rasa ingin tahu yang kuat dan tertarik akan dunia sekitar yang mengelilingi diri anak; (2) senang bermain dan lebih suka bergembira atau riang; (3) suka mengatur dirinya untuk menangani berbagai hal, mengeksplorasi suatu situasi dan mencobakan usaha-usaha baru; (3) terdorong untuk berprestasi sebagaimana anak tidak suka mengalami ketidakpuasan dan menolak kegagalan-kegagalan; (4) belajar secara efektif ketika merasa puas dengan situasi yang terjadi; (5) belajar dengan cara bekerja, mengobservasi, berinisiatif, dan mengajar anak-anak lainnya.

Dalam pembelajaran matematika kelas IV SDN 3 Sugihan Kabupaten Wonogiri, setiap konsep yang abstrak yang baru dipahami harus diberi penguatan agar dapat bertahan lama dalam memori siswa, sehingga akan tercermin dalam pola pikir dan pola tindakannya. Dalam hal ini dibutuhkan adanya pembelajaran matematika melalui perbuatan dan pengertian, tidak hanya sekedar hafalan atau mengingat fakta yang mengakibatkan siswa mudah lupa terhadap konsep-konsep yang telah diajarkan. Proses pembelajaran matematika sesuai dengan karakterisitik matematika dan anak menurut J. Tombokan Rotokahu dan Selpius Kandou (2014:226-227) melalui 3 tahap, yaitu tahap penanaman konsep, tahap pemahaman konsep, dan tahap keterampilan.

Pada pembelajaran matematika kelas IV SDN 3 Sugihan Kabupaten Wonogiri harus terdapat keterkaitan antara pengalaman belajar siswa sebelumnya dengan konsep yang akan diajarkan. Dalam matematika, setiap


(37)

22

konsep berkaitan dengan konsep lain, dan suatu konsep menjadi menjadi prasyarat bagi konsep lain. Oleh karena itu, siswa kelas IV SDN 3 Sugihan Kabupaten Wonogiri harus banyak diberi kesempatan untuk melakukan keterkaitan antar konsep tersebut.

Menurut Heruman (2007:4), dalam pembelajaran matematika di sekolah dasar diharapkan terjadi reinforcement (penemuan kembali), harus terdapat keterkaitan antara pengalaman belajar siswa sebelumnya dengan konsep yang akan diajarkan, dan pembelajaran matematika harus terjadi pula belajar secara konstruktivistik. Maka pendekatan pembelajaran yang digunakan adalah dengan pendekatan pembelajaran induktif.

1. Matematika di Sekolah Dasar Kelas IV Semester II SD Negeri 3 Sugihan Kabupaten Wonogiri

Matematika di sekolah dasar semester dua SDN 3 Sugihan Kabupaten Wonogiri mencakup beberapa aspek, yaitu: bilangan bulat, bilangan pecahan, bilangan romawi, bangun ruang dan bangun datar. Bilangan bulat mencakup tentang mengenal bilangan bulat, penjumlahan bilangan bulat, pengurangan bilangan bulat, dan operasi hitung campuran. Bilangan pecahan mencakup tentang mengenal pecahan dan urutannya, menyederhanakan pecahan, penjumlahan pecahan, pengurangan pecahan, perkalian pecahan, pembagian pecahan, dan penyelesaian masalah pecahan. Bilangan romawi mencakup tentang mengenal lambang bilangan romawi, membaca bilangan romawi, dan menuliskan bilangan romawi. Bangun ruang dan bangun datar mencakup tentang bangun ruang sederhana,


(38)

jaring-23

jaring kubus dan balok, mengenal bangun datar simetris, dan pencerminan bangun datar.

2. Materi Bilangan Pecahan

Darhim (1991:163) “Bilangan pecahan adalah bilangan yang lambangnya dapat ditulis dengan bentuk dimana a dan b bilangan bulat dan b ≠ 0 pada pecahan . a disebut pembilang dan b disebut penyebut pecahan tersebut”.

Secara umum menurut Cholis Sa’dijah (1998:148), bentuk penulisan disebut pecahan dengan a dan b bilangan cacah dan b ≠ 0. Dalam hal ini a disebut pembilang dan b disebut penyebut.

Pada prinsipnya pecahan digunakan untuk menyatakan beberapa bagian yang sama, jumlah seluruh bagian yang sama ini bersama-sama membentuk satuan (Sri Subarinah, 2006:79-80). Dengan demikian pecahan adalah perbandingan bagian yang sama terhadap keseluruhan dari suatu benda.

Pengertian bilangan pecahan pada matematika sekolah dasar dapat didasarkan atas pembagian suatu benda atau himpunan atas beberapa bagian yang sama (Lisnawaty Simanjuntak, 1992:153). Misalnya seorang Ibu yang baru pulang dari pasar membawa jeruk 3 buah sedangkan anaknya ada 2 orang. Supaya anak mendapat bagian


(39)

24

yang sama maka, tiga buah jeruk tersebut harus dibagi dua. Dalam pembagian jeruk tersebut setiap anak mendapat satu setengah bagian.

Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa pecahan adalah perbandingan bagian yang sama dari keseluruhan bagian suatu benda. Dimana bilangan pecahan terdiri dari dua bagian angka yaitu angka sebagai pembilang dan angka sebagai penyebut. Sedangkan pengertian bilangan pecahan untuk anak SD (Sekolah Dasar) adalah ketika ibu membagi satu roti menjadi 2 bagian yang sama. Dan jika dituliskan maka akan menjadi bagian, hal tersebut yang dinamakan pecahan.

a. Perkalian Pecahan

Pada prinsipnya, perkalian sama dengan penjumlahan secara berulang. Oleh karena itu, kemampuan yang harus dimiliki siswa sebelum belajar perkalian pecahan adalah sudah menguasai penjumlahan pecahan. Perkalian pecahan terdiri atas perkalian bilangan bilangan bulat dengan pecahan, perkalian pecahan biasa dengan bilangan bulat, dan perkalian dua pecahan biasa.

1) Perkalian Bilangan Bulat dengan Pecahan Contoh :

2 x = . . . artinya ada 2 satuan -an. Berapa nilainya setelah digabung?


(40)

25

Yang diarsir

Yang diarsir

Arsiran digabung menjadi

Yang diarsir

Jadi, terlihat bahwa 2 x = + = = 1 atau dapat dinyatakan

sebagai 2 x = .

2) Perkalian pecahan dengan bilangan bulat x 2 = . . . artinya dari 2.

Untuk mendapatkan dari 2, maka anak harus memikirkan 2 obyek yang dikelompokkan menjadi 2 bagian yang beranggotakan sama. Banyaknya anggota masing-masing kelompok terkait dengan banyaknya obyek semula, dalam hal ini dari banyaknya obyek semula.


(41)

26

0 1 2

Setiap petak mewakili bagian

dari 1. Jadi, terdapat 2 petak -an atau dalam kalimat matematika

adalah x 2 = = .

3) Perkalian Pecahan Biasa dengan Pecahan Biasa

x = . . . artinya dari

.

Jadi, x adalah atau x = =

b. Pembagian Pecahan

Pada prinsipnya, pembagian adalah pengurangan secara berulang sampai habis. Konsep pengurangan secara berulang tersebut digunakan dalam mengenalkan pembagian pecahan. Pembagian pecahan terdiri dari pembagian bilangan bulat dengan pecahan biasa,


(42)

27

pembagian pecahan biasa dengan bilangan bulat, dan pembagian dua pecahan biasa.

Contoh:

1) Pembagian Pecahan Biasa dengan Bilangan Bulat Contoh:

: 2 = . . . x =

2) Pembagian Bilangan Bulat dengan Pecahan Contoh :

2 : = . . .

Apabila diubah ke dalam pengurangan menjadi:

2 - - - - = 0 atau dengan kata lain banyak pengambilan dari 2 adalah sebanyak 4 pengambilan. Hasil dari pembagian tersebut dapat ditulis 2 : = 4.

3) Pembagian Pecahan oleh Pecahan Contoh :


(43)

28

: = - - = 0 atau dengan kata lain banyak pengambilan dari adalah sebanyak 2 pengambilan. Hasil pembagiannya dapat ditulis : = 2.

D.Kajian tentang Pendekatan Induktif 1. Pengertian Pendekatan Induktif

Pendekatan merupakan salah satu komponen pembelajaran yang akan menentukan kegiatan pembelajaran yang akan berlangsung. Pendekatan pembelajaran adalah cara yang dilakukan untuk menyelesaikan persoalan pembelajaran secara menyeluruh (Haryanto, 2003:13). Pilihan pendekatan pembelajaran akan menentukan variasi metode dan media dalam kegiatan pembelajaran. Selanjutnya menurut (Ali Hamzah dan Muhlisrarini, 2014:231), pendekatan pembelajaran merupakan strategi yang dapat memperjelas arah yang ditetapkan agar mencapai tujuan pembelajaran. Jadi dapat diartikan bahwa pendekatan pembelajaran merupakan prosedur yang ditempuh oleh guru dalam membahas suatu bahan pelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Pendekatan induktif berdasarkan pada penalaran induktif. Penalaran induktif merupakan bentuk penalaran yang berjalan dari hal-hal yang bersifat khusus ke hal-hal yang bersifat umum. Pendapat tersebut sejalan dengan (Syaiful Sagala, 2010:77), dijelaskan bahwa berpikir induktif adalah suatu proses dalam berpikir yang berlangsung dari khusus menuju ke yang


(44)

29

umum. Artinya penalaran atau pemikiran induktif didasarkan pada hal-hal yang bersifat khusus, kemudian bertahap membentuk suatu sifat yang bersifat umum.

Model pembelajaran berpikir induktif merupakan suatu strategi mengajar yang dikembangkan untuk meningkatkan kemampuan siswa mengolah informasi atau strategi mengajar untuk mengembangkan keterampilan berpikir siswa. Model pembelajaran dan pengajaran induktif dirancang untuk melatih siswa membuat konsep dan sekaligus untuk mengajarkan konsep-konsep dan cara penerapannya (generalisasi) pada mereka. Model ini mengajar minat siswa pada logika, minat pada bahasa dan arti kata-kata, dan minat pada sifat pengetahuan (Bruce Joyce, dkk., 2009:115-117).

Secara definisi menurut (Hamzah dan Muhlisrarini, 2014:234), pendekatan induktif adalah suatu cara mengajar yang penyajian topik atau materi dikembangkan berdasarkan pemikiran induktif yaitu berjalan dari yang khusus ke umum, dari yang konkret ke abstrak, dan dari contoh-contoh menuju ke kesimpulan. Misalkan ketika mengajarkan kepada peserta didik rumus segitiga siku = sisi miring kuadrat = jumlah kuadrat sisi siku-sikunya. Peserta didik melakukan secara berkelompok penyusunan bagian A dan bagian B dipindahkan tempatnya ke bagian C. setiap kelompok dengan ukuran dan warna segitiganya berbeda-beda. Nanti akan didapatkan bahwa semua kelompok mendapat pembuktian luas bagian segitiga yang sama. Ketika bersama-sama mencari panjang sisi miring segitiga maka dapat


(45)

30

diperoleh pemahaman umum bagi peserta didik bahwa kuadrat sisi miring = jumlah kuadrat sisi siku-sikunya, = + .

Dari pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa pendekatan induktif adalah konsep atau prosedur yang digunakan dalam membahas suatu bahan pelajaran yang berawal dari menyusun bentuk umum dari suatu topik atau tema. Dengan kata lain pembelajaran dengan menggunakan pendekatan induktif, adalah pembelajaran yang menekankan pada penemuan konsep-konsep dari fakta atau contoh kasus yang diberikan dalam kegiatan pembelajaran sehingga pada kegiatan akhir pembelajaran ditarik suatu kesimpulan yang berupa konsep, prinsip, atau aturan.

2. Langkah-langkah Pendekatan Induktif

Pengajaran berpikir induktif mengenal tiga strategi mengajar, yaitu (1) pembentukan pengertian; (2) interpretasi data; (3) penerapan prinsip (Moedjiono dan Dimyati, 1991:114). Hal ini sependapat dengan rumusan (Bruce Joyce, 2009:116-117) mengenai langkah model berpikir induktif. Beliau membagi langkah-langkah tersebut ke dalam tiga tahapan yaitu: (1) pembentukan konsep; (2) interpretasi data; (3) penerapan prinsip.

Langkah-langkah yang dapat digunakan dalam pendekatan induktif adalah: (1) memilih konsep, prinsip, aturan yang akan disajikan dengan pendekatan induktif; (2) menyajikan contoh-contoh khusus konsep, prinsip atau yang terkandung dalam contoh-contoh itu; (3) disajikan bukti-bukti yang berupa contoh tambahan untuk menunjang


(46)

31

atau menyangkal perkiraan itu; (4) disusun pernyataan mengenai sifat umum yang telah terbukti berdasarkan langkah-langkah yang terdahulu (Syaiful Sagala, 2010:77). Pada tingkat ini menurut (Syamsudin dalam Syaiful Sagala, 2010:77) siswa belajar mengadakan kombinasi dari berbagai konsep atau pengertian dengan mengoperasikan kaidah-kaidah logika formal (induktif, deduktif, analisis, sintesis, asosiasi, diferensiasi, komparasi, dan kausalitas), sehingga siswa dapat membuat kesimpulan tertentu yang mungkin selanjutnya dapat dipandang sebagai “rule” (prinsip, dalil, aturan, hukum, kaidah, dan sebagainya).

Pembelajaran dengan pendekatan induktif menurut (Moedjiono dan Dimyati, 1991:114) terbagi menjadi 3 langkah yaitu pembentukan pengertian, interpretasi data, dan penerapan prinsip. Dalam pembentukan pengertian guru mengemukakan pertanyaan-pertanyaan yang menguraikan masalah. Dalam langkah ini kegiatan tanya jawab antara guru dan siswa berperan penting agar siswa mengenal masalah secara rinci. Dalam interpretasi data guru membimbing siswa mengenali data, kemudian membimbing siswa menarik kesimpulan. Dalam penerapan prinsip guru membimbing siswa untuk membuat hipotesis dan membuat ramalan tentang sebab akibat suatu penerapan prinsip. Berikut adalah langkah-langkah pembelajaran melalui pendekatan induktif:

a. Pembentukan pengertian

Fase satu : mengenalkan masalah dan menguraikan masalah menjadi bagian yang lebih kecil.


(47)

32

Fase dua : mengelompokkan fakta-fakta yang serupa dan tidak serupa menjadi suatu kumpulan.

Fase tiga : menentukan susunan fakta tersebut secara hierarkis. b. Interpretasi data

Fase keempat : mengenal rincian fakta dan hubungan antar-fakta. Fase kelima : menentukan hubungan sebab akibat.

Fase keenam : menarik kesimpulan. c. Penerapan prinsip

Fase ketujuh : membuat perkiraan atau hipotesis, dan meramalkan akibat-akibat bila pemecahan dilakukan

Fase kedelapan : menerangkan hal-hal yang ada hubungannya dengan dukungan pada perkiraan atau hipotesis dan ramalan.

Fase kesembilan : memeriksa ramalan.

Langkah-langkah pembelajaran tersebut sejalan dengan model berpikir induktif menurut Bruce Joyce. Berikut adalah model berpikir induktif menurut (Bruce Joyce, 2009:116-117) :

a. Pembentukan konsep

(1)Mengkalkulasi dan membuat daftar (2)Mengelompokkan

(3)Membuat label dan kategori b. Interpretasi data

(4)Mengidentifikasi hubungan-hubungan yang penting (5)Mengeksplorasi hubungan-hubungan


(48)

33 (6)Membuat dugaan/ kesimpulan c. Penerapan prinsip

(7)Memprediksi konsekuensi, menjelaskan fenomena asing, menghipotesis

(8)Menjelaskan dan atau mendukung prediksi dan hipotesis (9)Menguji kebenaran (verifikasi) prediksi

Selanjutnya menurut (Haryanto, 2003:19-20) menjelaskan bahwa ciri utama model pendekatan induktif dalam pengolahan informasi adalah menggunakan data untuk membangun konsep atau memperoleh pengertian. Berikut adalah langkah umum implementasi pendekatan induktif :

a. Presenting examples : aktivitas ini ditandai dengan adanya data atau contoh yang disampaikan guru atau diamati langsung oleh siswa, seperti pada kasus di atas. Penyampaian data ini dapat menggunakan berbagai cara misalnya kasus, data sekunder, grafik, dll. Berdasarkan data tersebut guru melakukan interaksi dengan siswa dengan berbagai cara agar siswa termotivasi untuk menarik pengertian atau konsep. b. Closure : fase ini berfungsi untuk klarifikasi konsep dari data atau

contoh yang telah disampaikan terdahulu dan telah dibahas bersama dengan siswa. Mungkin selama diskusi pada fase presenting examples siswa memberikan konstribusi yang tidak berkaitan sama sekali dengan konsep yang dibahas. Oleh karenanya dalam model induktif,


(49)

34

fase ini yang terpenting. Sebab jika tidak dilakukan maka siswa akan merasa tidak pasti dengan hasil aktivitasnya.

c. Additional examples: fase ini merupakan langkah akhir dari seluruh kegiatan model induktif. Pada fase ini guru mengajak siswa untuk menambahkan atau mencari data atau contoh lain yang terkait dengan masalah yang dibahas. Fungsinya adalah menguatkan konsep yang telah ditemukan terdahulu, sebagai tes terhadap pengertian yang telah diperoleh, dan sebagai tambahan informasi bagi guru untuk mengukur pengertian siswa tentang konsep yang telah diperoleh.

E.Penerapan Pendekatan Induktif dalam Pembelajaran Perkalian dan Pembagian Pecahan di Kelas IV SD

Contoh penerapan pendekatan induktif dalam pembelajaran matematika untuk materi barisan. Pengajarannya diawali dengan beberapa contoh tentang barisan matematika. Dari beberapa contoh itu ditunjukkan kepada siswa karakteristik barisan seperti selisih suku ke-2 dengan suku ke-1 sama dengan selisih suku ke-3 dengan suku ke-2, selisih suku ke-3 dengan suku ke-2, selisih suku ke-4 dengan suku ke-3, selisih suku ke-5 dengan suku ke-4, dan seterusnya sampai ditemukan rumus suku ke-n. setelah itu barulah ditetapkan bahwa deret atau barisan adalah kumpulan bilangan berurutan dimana selisih suku kedua suku yang berurutan mempunyai nilai yang sama (Ali Hamzah dan Muhlisrarini, 2014:234). Misalkan deret itu:


(50)

35 12 = suku 2 dan seterusnya.

Suku 2 - suku 1 = suku 4 - suku 3 12-10 = 18-16 = 2.

1. Contoh Penerapan Pendekatan Induktif dalam Pembelajaran Perkalian Pecahan

a. Perkalian Bilangan Bulat dengan Pecahan Biasa Contoh :

2 x = . . . artinya ada 2 satuan -an. Berapa nilainya setelah digabung?

Yang diarsir Yang diarsir

Arsiran digabung menjadi

Yang diarsir

Jadi, terlihat bahwa 2 x = + = = 1 atau dapat dinyatakan sebagai 2 x = . Berdasarkan contoh tersebut siswa diharapkan dapat


(51)

36

menarik kesimpulan cara mengerjakan operasi hitung bilangan bulat dengan pecahan biasa yaitu:

Bilangan bulat x =

b. Perkalian pecahan biasa dengan bilangan bulat x 2 = . . . artinya dari 2.

Untuk mendapatkan dari 2, maka anak harus memikirkan 2 obyek yang dikelompokkan menjadi 2 bagian yang beranggotakan sama. Banyaknya anggota masing-masing kelompok terkait dengan banyaknya obyek semula, dalam hal ini dari banyaknya obyek semula.

0 1 2

Setiap petak mewakili bagian dari 1.

Jadi, terdapat 2 petak -an atau dalam kalimat matematika adalah x 2 =

= . Berdasarkan contoh tersebut siswa diharapkan dapat menarik kesimpulan cara mengerjakan operasi hitung perkalian pecahan biasa dengan bilangan bulat yaitu:


(52)

37 x bilangan bulat =

c. Perkalian Dua Pecahan Biasa

x = . . . artinya dari

.

Tahap 1:

Kertas dilipat menjadi 5 bagian yang sama sesuai dengan penyebut yang digunakan. Kemudian mengarsir 3 bagian dari lipatan untuk membentuk pecahan .

Tahap 2:

Melipat menjadi 2 bagian yang sama atau dari . Maka akan terbentuk lipatan

Tahap 3:

Ikuti lipatan kecil tersebut sampai seluruh kertas membentuk lipatan kecil yang sama. Maka akan terbentuk 10 lipatan kecil, dan dari tersebut


(53)

38

ternyata sama dengan 3 lipatan kecil dari 10 lipatan atau (yang diarsir dobel)

Jadi, x adalah atau x = = .

Jadi, dari contoh tersebut siswa diharapkan dapat menarik kesimpulan cara mengerjakan operasi hitung perkalian dua pecahan biasa yaitu:

x =

1. Contoh Penerapan Pendekatan Induktif dalam Pembelajaran Pembagian Pecahan

a. Pembagian Bilangan Bulat oleh Pecahan Biasa

Pada pembelajaran ini menggunakan kertas karton yang dipotong-potong berbentuk persegi panjang. Menetapkan suatu ukuran sebagai patokan satuan. Misalnya persegi berikut sebagai karton satuan, yaitu karton ini mewakili bilangan 1. Dan menyiapkan beberapa karton yang panjangnya merupakan bagian dari karton satuan, misalnya karton setengahan, karton seperempatan, karton sepertigaan, dan karton dua pertigaan.


(54)

39 Karton Satuan

Karton Setengahan

Karton Seperempatan

Karton Sepertigaan

Karton Duapertigaan 1) Pembagian 1 oleh

Menyiapkan satu karton satuan dan beberapa karton setengahan. 1 : artinya mencari banyaknya karton setengahan dalam satu karton satuan. Yaitu ada berapa banyak karton setengahan yang jika ditempelkan (tanpa tumpang tindih dan tanpa jarak) dapat menutup seluruh karton satuan.

Karton satuan 1


(55)

40

Hasilnya adalah ada dua karton setengahan yang dapat menutup satu karton satuan. Jadi, 1 karton satuan dibagi karton satuan hasilnya adalah 2 karton setengahan.

Apabila diubah ke dalam konsep pengurangan secara berulang menjadi:

1: = 1 - - = 0. Atau dengan kata lain banyak pengambilan dari 1 adalah sebanyak 2 pengambilan.

Jadi, 1 : = 2 = = 1 x .

2) Pembagian 1 oleh

Menyiapkan satu karton satuan dan beberapa karton sepertigaan. 1 : artinya mencari banyaknya karton sepertigaan dalam satu karton satuan. Yaitu ada berapa banyak karton sepertigaan yang jika ditempelkan dapat menutup seluruh karton satuan.

Karton satuan


(56)

41

Hasilnya adalah ada tiga karton sepertigaan yang dapat menutup satu karton satuan. Jadi, 1 karton satuan dibagi karton satuan hasilnya adalah 3 karton sepertigaan.

Apabila diubah ke dalam bentuk penguranagan menjadi:

1 : = 1 - - - = 0. Atau dengan kata lain banyak pengambilan dari 1 adalah sebanyak 3 pengambilan.

Jadi, 1 : = 3 = = 1 x

Berdasarkan contoh tersebut ternyata ada pola hubungan sebagai berikut:

1 : = 2 = = 1 x

1 : = 3 = = 1 x

Pola hubungan yang terbentuk itu perlu diberikan sebagai kuncinya kepada siswa, yaitu “Apabila bilangan bulat dibagi dengan pecahan biasa maka pembagian berubah menjadi perkalian tetapi pecahannya dibalik (penyebut menjadi pembilang dan pembilang menjadi penyebut)” atau dalam bentuk umum:


(57)

42

b. Pembagian Pecahan Biasa oleh Bilangan Bulat Contoh:

1. : 2 = . . .

: 2 artinya karton setengahan dibagi menjadi dua bagian yang sama.

Jadi apabila karton -an dibagi menjadi 2 bagian yang sama, hasilnya adalah terdapat 2 karton -an.

Artinya : 2 = = . 2. : 4 = . . .

: 4 artinya karton setengahan dibagi menjadi empat bagian yang sama.


(58)

43

Jadi apabila karton -an dibagi menjadi 4 bagian yang sama, hasilnya

adalah terdapat 4 karton -an.

Artinya : 4 = = .

Berdasarkan contoh tersebut, ternyata ada pola hubungan sebagai berikut:

: 2 = = . : 4 = = .

Pola hubungan yang terbentuk itu perlu diberikan sebagai kuncinya kepada siswa, yaitu “Apabila bilangan pecahan dibagi dengan bilangan bulat maka pembilang dari pecahan tersebut tetap sedangkan penyebutnya dikalikan dengan bilangan bulatnya” atau dalam bentuk umum:


(59)

44 c. Pembagian Dua Pecahan Biasa

Contoh: 1. : = . . .

: artinya ada berapa karton -an dalam karton -an.

Jadi, dalam karton -an terdapat satu karton -an dengan bagian yang sama.

: dengan konsep pengurangan secara berulang menjadi:

: = - = 0, atau dengan kata lain banyak pengambilan dari adalah sebanyak 1 pengambilan.

Jadi hasilnya, : = 1 = . 2. : = . . .


(60)

45

Jadi, dalam karton -an terdapat dua bagian karton -an dengan masing-masing bagian yang sama.

: dengan konsep pengurangan secara berulang menjadi:

: = - - = 0, atau dengan kata lain banyak pengambilan dari adalah sebanyak 2 pengambilan.

Jadi hasilnya, : = 2 = .

Berdasarkan contoh tersebut, ternyata ada pola hubungan sebagai berikut:

: = 1 = : = 2 =

Berdasarkan hubungan tersebut, maka cara mengerjakan operasi hitung pembagian dua pecahan biasa dalam bentuk umum yaitu:


(61)

46 F. Kerangka Berpikir

Tugas utama guru salah satunya adalah melaksanakan pembelajaran di dalam kelas. Pembelajaran dapat diartikan sebagai kegiatan yang ditujukan untuk membelajarkan siswa. Siswa adalah subjek dalam kegiatan pembelajaran. Maka dari itu, pembelajaran yang efektif ialah pembelajaran yang mengedepankan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran. Guru mempunyai peranan penting yaitu sebagai pembimbing dan fasilitator dalam proses pembelajaran. Adapun cara mengajarkan materi pelajaran dalam kegiatan pembelajaran yaitu menggunakan suatu model, pendekatan, strategi, maupun metode pembelajaran.

Berdasarkan hasil observasi terhadap proses pembelajaran di kelas IV SD Negeri 3 Sugihan, kesulitan yang dihadapi siswa adalah kurang mampu mengaitkan konsep-konsep matematika yang dipelajarinya dengan kegiatan kehidupan sehari-hari dan pada umumnya siswa belajar dengan menghafal konsep-konsep matematika. Selain itu, siswa kesulitan dalam memecahkan soal-soal matematika yang berbentuk aplikasi, bahkan lebih jauh dari itu ada kesan siswa menganggap pelajaran matematika hanya merupakan suatu beban, sehingga tidak heran jika banyak siswa yang tidak menyenangi mata pelajaran matematika. Di sisi lain, metode dan pendekatan yang diterapkan oleh guru umumnya masih dominan menerapkan metode ceramah.

Matematika di sekolah dasar kelas IV semester genap mencakup beberapa aspek, yaitu: bilangan bulat, bilangan pecahan, bilangan romawi, bangun ruang dan bangun datar. Salah satu materi pembelajaran matematika


(62)

47

yang dirasa sulit oleh siswa adalah operasi hitung bilangan pecahan. Pecahan merupakan materi matematika yang amat penting. Pecahan banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari serta merupakan dasar dalam memahami matematika lebih lanjut. Tingkat pemahaman terhadap pecahan akan mendasari mereka untuk memahami matematika lebih lanjut. Bilangan pecahan mencakup tentang mengenal pecahan dan urutannya, menyederhanakan pecahan, penjumlahan pecahan, pengurangan pecahan, perkalian pecahan, pembagian pecahan, dan penyelesaian masalah pecahan.

Untuk mengatasi masalah tersebut, diperlukan pembelajaran yang menyajikan pembahasan materi matematika dengan melibatkan siswa untuk aktif dalam pemahaman konsep-konsep matematika, bukan menyajikan bahasan materinya sudah tersusun secara final. Belajar yang paling baik adalah siswa menemukan sendiri informasi dan konsep-konsep. Keterlibatan siswa ini dapat terjadi bila bahan yang disusun itu bermakna bagi siswa, sehingga interaksi antara guru dan siswa menjadi efektif.

Penggunaan pendekatan induktif dalam proses pembelajaran matematika merupakan hal yang penting dalam pencapaian prestasi belajar. Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan induktif adalah pembelajaran yang menekankan pada penemuan konsep-konsep dari fakta atau contoh-contoh soal dari yang sederhana sampai yang sulit yang diberikan dalam kegiatan pembelajaran sehingga pada kegiatan akhir pembelajaran ditarik suatu kesimpulan yang berupa konsep, prinsip, atau aturan. Dengan demikian apabila penerapan pendekatan induktif dalam pembelajaran materi pecahan sesuai


(63)

48

dengan konsepnya, maka proses pembelajaran lebih melibatkan siswa dalam pemahaman konsep-konsep matematika khususnya pada materi perkalian dan pembagian pecahan.

Proses pembelajaran matematika dengan pendekatan induktif diawali dengan menyajikan contoh-contoh soal matematika yang kemudian guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencoba mengerjakan soal-soal tersebut dengan bantuan media pembelajaran serta bimbingan dari guru, yang pada akhirnya siswa dengan bimbingan guru membuat kesimpulan umum yang berupa konsep matematika.

Dari hal tersebut terlihat jelas bahwa, dalam mempelajari perkalian pecahan dan pembagian pecahan siswa sekolah dasar yang berkarakteristik pada tahap operasional konkret akan lebih mudah memahami konsep pembagian dan perkalian pecahan melalui pendekatan induktif dalam pembelajaran matematika. Pendekatan induktif dapat menunjang tercapainya tujuan pembelajaran, yang pada akhirnya meningkatkan prestasi belajar siswa kelas IV di SD N 3 Sugihan Kabupaten Wonogiri pada materi perkalian dan pembagian pecahan.

G.Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kerangka berpikir diatas hipotesis tindakannya adalah penggunaan pendekatan induktif dapat meningkatkan prestasi belajar matematika bagi siswa kelas IV di SD N 3 Sugihan Kabupaten Wonogiri.


(64)

49 BAB III

METODE PENELITIAN

A.Penelitian Tindakan Kelas

Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah penelitian yang dilakukan oleh guru di kelasnya sendiri dengan cara (1) merencanakan, (2) melaksanakan, dan (3) merefleksikan tindakan secara kolaboratif dan partisipatif dengan tujuan memperbaiki kinerjanya sebagai guru, sehingga hasil belajar siswa semakin meningkat (Wijaya Kusumah dan Dedi Dwitagama, 2010:9).

Secara etimologis, ada tiga istilah yang berkaitan dengan Penelitian Tindakan Kelas (PTK), yaitu penelitian, tindakan, dan kelas. Penelitian adalah suatu proses pemecahan masalah yang dilakukan secara sistematis, empiris, dan terkontrol. Tindakan dapat diartikan sebagai perlakuan tertentu yang dilakukan oleh peneliti yaitu guru. Kelas merupakan tempat proses pembelajaran berlangsung. Dari penjelasan diatas, maka Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dapat diartiikan sebagai proses pengkajian masalah pembelajaran di dalam kelas melalui refleksi diri dalam upaya untuk memecahkan masalah tersebut dengan cara melakukan berbagai tindakan yang terencana dalam situasi nyata serta menganalisis setiap pengaruh dari perlakuan tersebut (Wina Sanjaya, 2011:25-26).

Selain itu menurut (Hamzah, dkk, 2011:41), penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang dilakukan oleh guru di dalam kelas melalui refleksi diri, dengan tujuan untuk memperbaiki kinerja guru, sehingga terjadi peningkatan pada proses pembelajaran dan prestasi belajar.


(65)

50

Dalam penelitian ini, peneliti menemukan permasalahan rendahnya nilai mata pelajaran matematika atau masih di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) pada siswa kelas IV di SDN 3 Sugihan Kabupaten Wonogiri. Peneliti bermaksud untuk menyelesaikan permasalahan tersebut dengan menggunakan pendekatan induktif dalam pembelajaran matematika untuk meningkatkan prestasi belajar matematika materi perkalian pecahan dan pembagian pecahan pada siswa kelas IV di SDN 3 Sugihan Kabupaten Wonogiri.

B.Subjek dan Objek Penelitian 1. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas IV SDN 3 Sugihan Kabupaten Wonogiri, terdiri dari 9 siswa laki-laki dan 5 siswa perempuan dengan jumlah siswa 14. Subjek penelitian ini dipilih berdasarkan permasalahan yang terjadi pada siswa kelas IV SDN 3 Sugihan Kabupaten Wonogiri yaitu masih rendahnya prestasi belajar dalam mata pelajaran matematika.

2. Objek Penelitian

Objek dalam penelitian ini adalah peningkatan prestasi belajar matematika melalui pendekatan induktif pada siswa kelas IV SDN 3 Sugihan Kabupaten Wonogiri.


(66)

51 C.Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SD N3 Sugihan Kabupaten Wonogiri yang beralamatkan di Desa Sugihan RT.03 RW.03 Kecamatan Bulukerto Kabupaten Wonogiri Provinsi Jawa Tengah.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap tahun ajaran 2015/2016. Persiapan untuk penelitian ini telah dimulai pada bulan Februari 2016. Setelah persiapan kemudian peneliti mengajukan surat izin, peneliti kemudian mengumpulkan data penelitian dari lapangan yang berlangsung pada bulan Mei sampai bulan Juni 2016.

D.Desain Penelitian

Desain penelitian digunakan untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang penelitian yang akan dilaksanakan. Dalam penelitian ini model PTK yang digunakan adalah model yang dikembangkan oleh Stephen Kemmis dan Mc Taggart (Wijaya Kusumah dan Dedi Dwitagama, 2012:21) yang terdiri dari empat komponen yaitu perencanaan, tindakan, pengamatan (observasi), dan refleksi. Empat komponen tersebut merupakan rangkaian dalam satu siklus. Adapun skema alur tindakan model PTK Stephen Kemmis dan Mc Taggart sebagai berikut:


(67)

52

Gambar 1. Siklus Penelitian Tindakan Kelas Siklus PTK menurut Kemmis Taggart (Wijayah Kusuma dan Dedi Dwitagama, 2010:21) Keterangan:

1. Plan (Perencanaan)

2. Act & Observe (Tindakan dan Observasi) 3. Reflect (Refleksi)

4. Revised Plan (Perencanaan Revisi) 5. Act & Observe (Tindakan dan Observasi) 6. Reflect (Refleksi)


(68)

53 E.Prosedur Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui prestasi belajar matematika melalui pendekatan induktif pada siswa kelas IV di SDN 3 Sugihan Kabupaten Wonogiri. Penelitian ini menggunakan siklus, dimana setiap siklus terdapat empat langkah. Langkah dalam penelitian ini adalah (1) perencanaan, (2) pelaksanaan, (3) pengamatan atau observasi, dan (4) refleksi. 1. Perencanaan

Perencanaan dilakukan oleh guru ketika akan melakukan tindakan di dalam kelas. Kegiatan yang dilaksanakan dalam tahap perencanaan ini adalah:

a. Permohonan ijin kepada Kepala Sekolah SDN 3 Sugihan Kabupaten Wonogiri, yaitu tempat dilaksanakannya penelitian.

b. Observasi dan Wawancara

Observasi dan wawancara dilakukan kepada guru dan siswa kelas IV SDN 3 Sugihan Kabupaten Wonogiri. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mengetahui situasi dan kondisi kegiatan pembelajaran di kelas pada mata pelajaran matematika. Selain itu melakukan pengamatan terhadap hal-hal yang menjadi masalah dalam proses pembelajaran matematika.

c. Identifikasi Masalah

Setelah melakukan observasi dan wawancara terhadap guru dan siswa di kelas IV SDN 3 Sugihan Kabupaten Wonogiri, peneliti mengidentifikasi masalah dari beberapa masalah yang ditemukan, peneliti dan guru


(69)

54

memilih masalah mengenai prestasi belajar siswa pada mata pelajaran matematika. Masalah ini sangat penting untuk segera diselesaikan, sehingga masalah siswa terhadap prestasi belajar matematika dapat teratasi.

d. Menentukan penggunaan pendekatan pembelajaran untuk meningkatkan prestasi belajar matematika, yaitu melalui pendekatan induktif.

e. Peneliti dan guru sebagai kolaborator menyiapkan materi yang akan dibahas dalam penelitian yang akan dilaksanakan.

f. Menyiapkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang telah didesain dengan penerapan pendekatan pembelajaran yaitu pendekatan induktif dalam pembelajaran materi perkalian pecahan dan pembagian pecahan.

g. Menyiapkan media pembelajaran yang terkait materi perkalian pecahan dan pembagian pecahan sebagai pendukung penerapan pendekatan pembelajaran secara induktif.

h. Menyiapkan lembar observasi yang akan digunakan peneliti untuk mengamati proses pembelajaran dan aktivitas siswa di kelas.

i. Memberikan penjelasan terhadap guru tentang penerapan pendekatan induktif dan menjelaskan langkah-langkah pembelajaran yang harus dikerjakan guru dalam proses pembelajaran.


(70)

55 2. Pelaksanaan

Pada tahap ini, peneliti mengamati proses pembelajaran apakah telah sesuai dengan apa yang sudah direncanakan sebelumnya. Pelaksanaan tindakan ini dimaksudkan untuk memperbaiki proses pembelajaran matematika di kelas IV SDN 3 Sugihan Kabupaten Wonogiri. Adapun tindakannya sebagai berikut:

a. Guru melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan pendekatan induktif sesuai dengan RPP. Pelaksanaan kegiatan meliputi:

1) Kegiatan awal

Kegiatan awal berupa memberi salam, presensi siswa, memberi apersepsi, menyampaikan tujuan pembelajaran.

2) Kegiatan inti

Kegiatan inti berupa guru menggunakan pendekatan induktif dalam membelajarkan matematika materi perkalian dan pembagian pecahan. 3) Penutup

Kegiatan penutup berupa penyimpulan hasil pembelajaran, mengerjakan soal evaluasi serta refleksi.

b. Peneliti mengamati dan mencatat hal-hal penting ketika guru melakukan pembelajaran menggunaka media audio visual materi persiapan kemerdekaan Indonesia.


(71)

56 3. Pengamatan (observasi)

Pada tahap pengamatan atau observasi, peneliti mengamati aktivitas guru dan siswa kelas IV SDN 3 Sugihan Kabupaten Wonogiri. Observasi dalam penelitian berfungsi untuk mengetahui masalah yang ada pada kelas IV yang terkait dengan proses pembelajaran matematika. Tahap observasi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Pengamatan terhadap proses pembelajaran di kelas dengan menggunakan pendekatan induktif.

b. Pengamatan terhadap penerapan pendekatan induktif dalam pembelajaran matematika.

4. Refleksi

Refleksi adalah aktivitas melihat berbagai kekurangan yang dilaksanakan peneliti selama tindakan. Refleksi dilakukan dengan melakukan diskusi dengan kolaborator. Dari hasil refleksi, peneliti dapat nebcatat berbagai kekurangan yang perlu diperbaiki, sehingga dapat dijadikan dasar dalam penyusunan rencana pembelajaran selanjutnya (Wina Sanjaya, 2011:80).

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut tahap refleksi merupakan sarana untuk melakukan pengkajian kembali terhadap tindakan-tindakan yang telah dilakukan peneliti, subjek penelitian dan dicatat dalam kerangka kerja proses, kekurangan, kesalahan, dan hambatan yang muncul dalam perencanaan dan pelaksanaan tindakan sebagai bahan perbaikan pada siklus selanjutnya.


(72)

57 F. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian yang akan dilaksanakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Untuk mengumpulkan data, dalam penelitian ini menggunakan tes, observasi, dan dokumentasi.

1. Lembar Observasi

Observasi atau pengamatan adalah kegiatan pemuatan perhatian terhadap objek menggunakan seluruh alat indra. Mengobservasi dapat dilakukan melalui penglihatan, penciuman , pendengaran, peraba, dan pengecap. Di dalam artian penelitian, observasi dapat dilakukan dengan tes, kuesioner, rekaman gambar, dan rekaman suara (Suharsimi Arikunto, 2002:133).

Observasi dapat dilakukan dengan dua cara, yang kemudian digunakan untuk menyebut jenis observasi, yaitu observasi non-sistematis dan observasi sistematis. Observasi non sistematis adalah observasi yang dilakukan oleh pengamat dengan tidak menggunakan instrumen pengamatan. Sedangkan observasi sistematis adalah observasi yang dilakukan oleh pengamat dengan menggunakan pedoman sebagai instrumen pengamatan. Penulis menggunakan observasi sistematis yang menggunakan pedoman berupa format observasi. Adapun hal-hal yang diobservasi adalah bagaimana aktivitas siswa selama mengikuti pembelajaran melalui pendekatan induktif.


(73)

58 a. Kisi-kisi lembar observasi untuk siswa Tabel 1. Lembar Observasi Siswa

No Aspek yang diamati Butir yang diamati No Butir

1 Kerjasama Aktif bekerjasama dalam

kelompok

1 Bertanggungjawab terhadap

tugas kelompok

2 Saling membantu dalam

kerja kelompok

3

2 Keaktifan Aktif bertanya 4

Aktif menjawab pertanyaan 5 Aktif mengemukakan

pendapat

6 3 Minat Belajar Memperhatikan penjelasan

guru

7 Semangat dalam mengikuti

pembelajaran

8 Antusias ketika guru

menjelaskan dengan pendekatan induktif

9

4 Kedisiplinan Mematuhi perintah guru 10

Mematuhi peraturan dalam pembelajaran

11 Mengerjakan tugas tepat

waktu

12

2. Tes

Tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan serta alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok (Suharsimi Arikunto, 2002:127).


(74)

59

Dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan tes prestasi yang dilakukan setelah akhir siklus. Siswa diminta mengerjakan beberapa soal yang berkaitan dengan materi perkalian dan pembagian pecahan. Tes ini juga digunakan untuk memperoleh data sejauh mana penerapan pendekatan induktif dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Adapun kisi-kisi tes disusun sebagai berikut.


(75)

60 Tabel 2. Kisi-Kisi Tes

N O

ASPEK Jumlah

Butir Soal Jenis Soal No. Butir Soal Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Indikator

1 5.

Menggunakan pecahan dalam pemecahan masalah 5.1 Mengalikan dan membagi berbagai bentuk pecahan 5.3.1 Mengalikan bilangan pecahan biasa dengan bilangan bulat

2 Isian 1;2

5.3.2 Mengalikan bilangan bulat dengan pecahan biasa

3 Isian 3,4,5

5.3.3 Mengalikan bilangan pecahan biasa dengan pecahan biasa

5 Isian 6,7,8,9 ,10

5.3.4 Membagi bilangan pecahan biasa dengan bilangan bulat

2 Isian 11,12

5.3.5 Membagi bilangan bulat dengan pecahan biasa

3 Isian 13,14, 15

5.3.5 Membagi pecahan biasa dengan pecahan biasa

5 Isian 16,17, 18,19, 20 Keterangan:


(76)

61 G.Teknik Analisis Data

Analisis data adalah suatu proses mengolah dan menginterpretasi data dengan tujuan untuk menempatkan informasi sesuai dengan fungsinya sampai memiliki makna dan arti yang jelas sesuai dengan tujuan penellitian (Wina Sanjaya, 2011:106). Suharsimi Arikunto (2010:282) menyatakan bahwa analisis data penelitian ada dua macam, yaitu analisis deskriptif kuantitatif dan analisis deskriptif kualitatif. Deskriptif kualitatif digunakan untuk menganalisis data yang berupa informasi berbentuk kalimat, sedangkan deskriptif kuantitatif digunakan untuk menganalisis data berupa angka. Data dalam penelitian ini diperoleh melalui pengamatan atau observasi dan tes untuk mengungkap peningkatan prestasi belajar siswa kelas IV SD Negeri 3 Sugihan Kabupaten Wonogiri pada materi perkalian dan pembagian pecahan.

1. Analisis Data Deskriptif Kuantitatif

Data kuantitatif dalam penelitian ini adalah prestasi belajar siswa. Rumus-rumus yang akan digunakan untuk mengolah data kuantitatif meliputi: a. Nilai Akhir Belajar Siswa

Untuk menentukan nilai akhir belajar yang diperoleh masing-masing siswa, dapat digunakan rumus berikut:

Keterangan: NA = Nilai Akhir SP = Skor Perolehan

NA = SP x 100 SM


(77)

62 SM = Skor Maksimal

(BSNP, 2007:25)

b. Mencari nilai rata-rata kelas

NR = Nilai Rata-rata

∑NA = Jumlah nilai akhir

∑SN = Jumlah siswa keseluruhan (Poerwanti, 2008: 6-25)

c. Persentase tuntas belajar klasikal

Untuk mengetahui persentase tuntas belajar klasikal siswa digunakan rumus berikut:

Keterangan = TBK= Tuntas Belajar Klasikal (Aqib dkk, 2010:41)

2. Analisis Data Deskriptif Kualitatif

Hasil observasi sendiri dihitung dengan jumlah skor butir yang dinilai yaitu rentang antara 0-4 dibagi dengan skor ideal dikalikan 100%. Apabila ditampilkan dalam rumus menjadi:

Berdasarkan perhitungan tersebut maka batasan kategori hasil observasi menurut Suharsimi Arikunto (1996:251) sebagai berikut:

TBK = Jumlah siswa yang memenuhi KKM x 100% Jumlah siswa seluruhnya

Nilai = Skor yang diperoleh X 100% Skor maksimal

NR = ∑NA ∑SN


(78)

63

Tabel 3. Batasan Kategori Hasil Observasi

NO PENCAPAIAN SKOR KATEGORI

1 81% - 100% Baik Sekali

2 61% - 80% Baik

3 41% - 60% Cukup

4 ≤40% Kurang

H.Kriteria Keberhasilan

Penelitian tindakan kelas dimaksudkan untuk meningkatkan proses pembelajaran dan prestasi belajar siswa kelas IV di SDN 3 Sugihan Kabupaten Wonogiri. Maka dari itu keberhasilan penelitian tindakan ini ditandai dengan adanya peningkatan prestasi belajar siswa ke arah yang lebih baik (Suharsimi Arikunto, 2006:90). Tindakan dalam penelitian ini dikatakan berhasil, jika: 1. Persentase ketuntasan belajar ≥75% dari 14 siswa kelas IV SDN 3 Sugihan

Kabupaten Wonogiri dengan KKM yaitu ≥70. 2. Aktivitas siswa mencapai minimal 80%. I. Definisi Operasional

Definisi operasional variabel pada penelitian ini yang berjudul “Peningkatan Prestasi Belajar Matematika Melalui Pendekatan Induktif di Kelas IV SD N 3 Sugihan Kabupaten Wonogiri” yaitu sebagai berikut:

1. Prestasi Belajar Matematika

Prestasi belajar matematika yang dimaksud adalah kemampuan kognitif siswa SDN 3 Sugihan Kabupaten Wonogiri yang didapatkan dari penerapan pendekatan induktif dalam proses pembelajaran matematika


(79)

64

khususnya materi perkalian dan pembagian pecahan serta sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan yang dinyatakan dalam bentuk nilai dari tes yang telah dilakukan setelah perlakuan tindakan. Nilai tersebut berupa angka dengan interval 0 (nol) sampai 100 (seratus).

2. Pendekatan Induktif

Pendekatan induktif merupakan salah satu pendekatan pembelajaran yang digunakan untuk memudahkan guru dalam meningkatkan pemahaman konsep matematika pada siswa khususnya pada materi perkalian dan pembagian pecahan. Proses pembelajaran matematika dengan pendekatan induktif diawali dengan menyajikan contoh-contoh soal matematika yang kemudian guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencoba mengerjakan soal-soal tersebut dengan bantuan media belajar serta bimbingan dari guru, yang pada akhirnya siswa dengan bimbingan guru membuat kesimpulan terhadap konsep materi matematika.


(1)

185 Nilai Tertinggi


(2)

(3)

187 Lampiran 17. Hasil Pekerjaan Siswa Siklus II Nilai Terendah


(4)

(5)

189 Nilai Tertinggi


(6)

Dokumen yang terkait

PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA MELALUI METODE DISKUSI KELOMPOK DI KELAS IV SD NEGERI 2 PELITA BANDAR LAMPUNG

0 8 114

PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA MELALUI METODE DISKUSI KELOMPOK DI KELAS IV SD NEGERI 2 PELITA BANDAR LAMPUNG

0 7 30

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA MELALUI PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH PADA SISWA KELAS IV SD NEGERI 6 ADILUWIH KABUPATEN PRINGSEWU

0 6 46

PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA MELALUI PENGGUNAAN ALAT PERAGA KARDUS KELAS V SD NEGERI 3 JRAKAH KECAMATAN SELO KABUPATEN BOYOLALI

1 8 26

PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR MATEMATIKA MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL PADA SISWA KELAS IV Peningkatan Motivasi Belajar Matematika Melalui Pendekatan Kontekstual Pada Siswa Kelas IV SD Negeri 04 Plumbon Tawangmangu Kabupaten Karanganyar Tahun Pelajaran 2

0 1 15

PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR MATEMATIKA MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL PADA SISWA KELAS IV Peningkatan Motivasi Belajar Matematika Melalui Pendekatan Kontekstual Pada Siswa Kelas IV SD Negeri 04 Plumbon Tawangmangu Kabupaten Karanganyar Tahun Pelajaran 2

0 1 19

PENINGKATAN KEMANDIRIAN DAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA MATERI PECAHAN MELALUI PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK DI KELAS IV SN NEGERI 2 BANTARWUNI

0 0 16

1 PENINGKATAN KEMANDIRIAN DAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA MATERI BANGUN DATAR MELALUI PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK DI KELAS IV SD NEGERI 3 ARCAWINANGUN

0 0 13

PENINGKATAN KEMANDIRIAN DAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA MATERI BANGUN DATAR MELALUI MODEL BELAJAR MANDIRI DI KELAS IV SD NEGERI 01 PANDAK

0 0 14

PENINGKATAN KREATIVITAS DAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA MATERI PECAHAN MELALUI PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK DI KELAS IV SD NEGERI 2 PAGERAJI

0 1 11