UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA PADA KONSEP OPERASI PENGURANGAN BILANGAN ASLI MELALUI MACROMEDIA FLASH BAGI SISWA KELAS III SLB C SETYA DARMA SURAKARTA TAHUN AJARAN 2010 2011

(1)

commit to user

i

PADA KONSEP OPERASI PENGURANGAN BILANGAN ASLI MELALUI MACROMEDIA FLASH BAGI SISWA KELAS III SLB C

SETYA DARMA SURAKARTA TAHUN AJARAN 2010/2011

SKRIPSI

Oleh :

RIRIS YULIATI PRADANA K5107037

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2011


(2)

commit to user

ii

PADA KONSEP OPERASI PENGURANGAN BILANGAN ASLI MELALUI MACROMEDIA FLASH BAGI SISWA KELAS III SLB C

SETYA DARMA SURAKARTA TAHUN AJARAN 2010/2011

Oleh :

RIRIS YULIATI PRADANA K5107037

SKRIPSI

Ditulis dan Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Guna Mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi

Pendidikan Luar Biasa Jurusan Ilmu Pendidikan

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2011


(3)

commit to user

iii

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Persetujuan Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Ravik Karsidi, M.S. Dewi Sri R, S.Pd M.Pd NIP: 19570707 198103 1 006 NIP: 19760730 200604 2 001


(4)

commit to user

iv

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Pada hari : Jum’at Tanggal : 15 Juli 2011

Tim Penguji Skripsi:

Nama Terang Tanda Tangan

Ketua : Drs. Gunarhadi, M.A. Ph.D ...

Sekretaris : Priyono, S.Pd, M.Si ... Anggota I : Prof. Dr. Ravik Karsidi, M.S. ...

Anggota II : Dewi Sri Rejeki, S. Pd, M. Pd ...

Disahkan oleh

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret

Dekan,

Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M. Pd NIP. 19600727 198702 1 001


(5)

commit to user

v ABSTRAK

Riris Yuliati Pradana. Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Pada Konsep Operasi Pengurangan Bilangan Asli Melalui Macromedia Flash Bagi Siswa Kelas III SLB C Setya Darma Surakarta Tahun Ajaran

2010/2011. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.

Universitas Sebelas Maret Surakarta, Juli, 2011.

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatan prestasi belajar matematika pada konsep operasi pengurangan bilangan asli melalui macromedia flash bagi siswa kelas III SLB C Setya Darma Surakarta.

Penelitian ini berbentuk Classroom Action Research/ Penelitian Tindakan Kelas merupakan suatu pencermatan kegiatan pembelajaran berupa tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersamaan. Subyek yang memperoleh perlakuan adalah siswa tunagrahita kelas III SLB C Setya Darma Surakarta yang berjumlah 3 siswa. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan tes dan observasi yang diterapkan dalam dua siklus yaitu siklus I dan siklus II. Analisis data yang digunakan peneliti ada dua yaitu teknik deskriptif komparatif yaitu membandingkan data pra siklus, di akhir siklus dan di akhir siklus II. Data kuantitatif ini ditampilkan melalui tabel dan grafik untuk membandingkan antara hasil tes siklus I dan siklus II. Selain itu deskriptif kritis untuk mengnalisis data hasil observasi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada siklus I perolehan ketuntasan hasil belajar sebanyak 2 dari 3 siswa dengan prosentase sebesar 33,3 %. Hasil tindakan siklus II ditemukan peningkatan prestasi belajar siswa dengan seluruh siswa mencapai ketuntasan dengan prosentase ketuntasan sebesar sebesar 100 %. Keberhasilan tindakan berdasarkan indikator ketercapaian terjadi pada siklus II. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa penerapan macromedia flash dapat meningkatkan prestasi belajar matematika pada konsep operasi pengurangan bilangan asli pada anak tuna grahita kelas III di SLB C Setya Darma Surakarta tahun 2011.


(6)

commit to user

vi

Riris Yuliati Pradana. Efforts to Improve the Mathematics Learning Achievement In Concept of Original Numbers Reduction Operations Through Macromedia Flash For Student Class III SLB C Setya Darma Surakarta in Academic Year 2010/2011. Thesis, Surakarta: Faculty of Teacher Training and Education. Eleven March Surakarta University, July, 2011.

The aim of this research is to improve the mathematics learning achievement in concept of original numbers reduction operations through macromedia flash for student class III SLB C Setya Darma Surakarta.

This is a Classroom Action Research. Classroom Action Research is a research of learning activities, formed action which raise and occur intentionally in a classroom equally. The subject who gets treatment is three of mentally retarded students in class III C Setya Darma Surakarta. Technique of data collecting done by testing and observation that is applied in two cycles, they are cycle I and cycle II. There are two techniques was used by the writer to analyze data, they are comparative descriptive and critical descriptive. Comparative descriptive is to compare the pre-cycle data, on the end of first and second cycle. This quantitative data is displayed through charts and graphs to compare between test results cycle I and cycle II. Whereas critical descriptive is to analyze observation data.

The findings show that on the first cycle, the acquisition of studying result is as much as two from three students with a percentage of 33.3%. There is an increasing of student’s achievement with a percentage of 100% on the second cycle with all students. The action success based on the achievement indicator happens on the second cycle. Based on the results of these studies can be concluded that the application of Macromedia Flash to improve math achievement in the concept of original numbers subtraction operation on mentally retarded children in class III C Setya Darma Surakarta in 2011.


(7)

commit to user

vii

“Jika bintang selalu punya cerita tentang keindahan terang. Maka langit gelaplah yang menampakkannya. Jika pelangi selalu melukis warna-warni, maka mendunglah yang mengawali hadirnya. Jika sukses selalu beraroma kesenangan, maka kebanyakan ia datang dari perjuangan panjang. Banyak indah bermula dengan susah dan hanya ada satu sedih diantara dua bahagia. Jadi, kenapa kita harus berfikir untuk menyerah, bangkit, tegakkan kepalamu dan hadapilah.”


(8)

commit to user

viii

PERSEMBAHAN

Karya ini ku persembahkan Kepada:

1. Abi Sarimin dan Umi Rebiati tercinta yang selalu senantiasa mendoakanku; 2. Adik-adikku tersayang yang selalu

memberikan senyuman dan dukungannya; 3. Sahabat seperjuangan di BEM FKIP UNS; 4. Kawan seperjuangan di KAMMI

SHOLLAHUDIN AL AYYUBI

5. Teman-teman PLB 2007 terkasih yang selalu ada disampingku, membantu dan mendukungku;


(9)

commit to user

ix DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGAJUAN ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN ABSTRAK ... v

HALAMAN MOTTO ... vii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... viii

DAFTAR ISI... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

KATA PENGANTAR ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II LANDASAN TEORI ... 6

A. Tinjauan Pustaka ... 6

1. Tinjauan Tentang Anak Tunagrahita ... 6

a. Pengertian Anak Tunagrahita ... 6

b. Jenis atau kategori ... 6

c. Penyebab Kelainan Mental ... 10

d. Ciri-ciri Anak Tuna Grahita ... 16

e. Kebutuhan Pembelajaran Anak Tuna Grahita ... 17


(10)

commit to user

x

h. Penyesuaian Sosial Anak Tuna Grahita ... 22

i. Modifikasi Perilaku Anak Tuna Grahita ... 24

2. Tinjauan Prestasi Belajar ... 29

a. Pengertian Belajar ... 29

b. Proses Belajar Berlangsung ... 30

c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar ... 32

d. Prestasi Belajar ... 34

3. Tinjauan Matematika ... 35

a. Hakikat Matematika ... 35

b. Fungsi Matematika ... 37

c. Tujuan Matematika ... 38

d. Cabang Matematika ... 39

e. Pendekatan Dalam Matemtika ... 39

f. Bilangan Asli ... 40

4. Tinjauan Macromedia Flash ... 41

a. Pengertian Media... 18

b. Pengertian Kegunaan Media ... 19

c. Karakteristik Media ... 19

d. Klasifikasi Media ... 22

e. Pengertian Macromedia Flash ... 30

f. Kemampuan Macromedia Flash ... 30

g. Sistem Untuk Menjalankan Flash Player ... 30

h. Menginstal Macromedia Flash 5.0 ... 30

i. Menjalankan dan Mengakhiri Flash... 30

B.Kerangka Berpikir ... 27

C.Hipotesis Tindakan ... 29

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 30

A. Setting Penelitian ... 30

1. Tempat Penelitian ... 30


(11)

commit to user

xi

C. Data dan Sumber Data ... 31

D. Teknik Pengumpulan Data ... 33

E. Validitas Data ... 35

F. Teknik Analisis Data... 35

G. Indikator Kinerja/keberhasilan ... 35

J. Prosedur Penelitian ... 36

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 40

A.Pelaksanaan Penelitian ... 40

1. Diskripsi Kondisi Awal ... 40

2.. Deskripsi Siklus I ... 41

a. Perencanaan Pembelajaran ... 41

b. Pelaksanaan Tindakan ... 42

c. Observasi ... 45

d. Refleksi ... 46

3. Deskripsi Siklus II ... 47

a. Perencanaan Pembelajaran ... 48

b. Pelaksanaan Tindakan ... 48

c. Observasi ... 52

d. Refleksi ... 53

B.Hasil Penelitian ... 54

1. Diskripsi Kondisi Awal ... 40

2. Hasil Penelitian Siklus I ... 40

3. Hasil Penelitian Siklus II ... 40

C.Pembahasan Hasil Penelitian ... 54

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 57

A.Simpulan ... 57

B.Saran ... 58 DAFTAR PUSTAKA


(12)

commit to user

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1: Daftar Siswa Kelas III SD SLB C Setya Darma Surakarta ... 108

Lampiran 2: Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus I ... 109

Lampiran 3: Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus II ... 113

Lampiran 4: Lembar Soal Siklus I ... 117

Lampiran 5: Lembar Soal Siklus II ... 118

Lampiran 6: Lembar Observasi Siswa Aspek Afektif Siklus I ... 119

Lampiran 7: Lembar Observasi Siswa Aspek Afektif Siklus II ... 121

Lampiran 8: Prestasi Belajar Matematika Siswa Pratindakan ... 123

Lampiran 9: Prestasi Belajar Matematika Siswa Siklus I... 124

Lampiran 10: Prestasi Belajar Matematika Siswa Siklus II ... 125

Lampiran 11: Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas III SD SLB C Setya Darma Surakarta ... 124


(13)

commit to user

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 : Klasifikasi Anak Tuna Grahita Berdasarkan Tes WISC ... 7

Tabel 2 : Perbandingan Para Ahli Mengenai Kontribusi Faktor Keturunan Terhadap Terjadinya Tuna Grahita ... 12

Tabel 3 : Estimasi Anak Tuna Grahita per 1000 Anak Usia Sekolah di Inggris ... 13

Tabel 4 : Faktor Penyebab Tuna Grahita di SLBN Yogyakarta ... 14

Tabel 5 : Faktor yang diduga Penyebab Tuna Grahita di Yogyakarta ... 15

Tabel 6 : Daftar Siswa Kelas III SD di SLB C Setya Darma Surakarta ... 74

Tabel 7 : Prosedur Penelitian ... 82

Tabel 8 : Nilai Ujian Pra Tindakan Pengurangan Bilangan Asli Siswa Kelas III SLB C Setya Darma Surakarta ... 84

Tabel 9 : Soal Ujian Siklus I ... 86

Tabel 10 : Soal Ujian Siklus II ... 92

Tabel 11 : Nilai Ujian Pra Tindakan Pengurangan Bilangan Asli Siswa Kelas III SLB C Setya Darma Surkarta ... 94

Tabel 12 : Nilai Ujian Siklus I Pengurangan Bilangan Asli Siswa Kelas III SLB C Setya Darma Surkarta ... 95

Tabel 13 : Nilai Ujian Siklus II Pengurangan Bilangan Asli Siswa Kelas III SLB C Setya Darma Surkarta ... 96

Tabel 14 : Perbandingan Nilai Ujian Pra Tindakan dan Siklus I Pengurangan Bilangan Asli Siswa Kelas III SLB C Setya Darma Surkarta ... 97


(14)

commit to user

xiv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 : Kerucut Pengalaman Edgar Dale ... 68

Gambar 2 : Kerangka Berfikir ... 72

Gambar 3 : Model Penelitian Tindakan Kelas ... 75

Gambar 4 : Langkah-langkah Penelitian Tindakan Kelas ... 80

Gambar 5 : Contoh Tampilan Macromedia Flash ... 85

Gambar 6 : Contoh Soal Gambar, Angka di Sertai Suara Dalam Bentuk Macromedia Flash ... 90

Gambar 7 : Contoh Soal Angka di Sertai Suara Dalam Bentuk Macromedia Flash ... 90

Gambar 8 : Grafik Perbandingan Nilai Ujian Pratindakan dan Siklus I Pengurangan Bilangan Asli Siswa Kelas III SLB C Setya Darma Surakarta ... 98

Gambar 9 : Grafik Perbandingan Nilai Rata-rata Secara Klasikal Setiap Siklus ... 99


(15)

commit to user

xv

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik, hidayah serta nikmatnya yang tak terkira. Sholawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW yang menjadikan dunia kelam menjadi cerah penuh hidayah. Akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Pada Konsep Operasi Pengurangan Bilangan Asli Melalui Macromedia Flash Bagi Siswa Kelas III SLB C Setya Darma Surakarta Tahun Ajaran 2010/2011” sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Pendidikan.

Hambatan dan kesulitan dalam penyusunan skripsi ini pastilah ada dan di alami oleh penulis. Akan tetapi, kesulitan dan hambatan tersebut tidaklah berarti dikarenakan terdapat bantuan beberapa pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini peneliti menyampaikan ucapan terimakasih kepada:

1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, Bapak Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M. Pd yang telah memberikan izin dalam melakukan penelitian;

2. Pembantu Dekan I Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, Bapak Prof. Dr.rer.nat. Sajidan, M.Psi yang telah memberikan izin dalam melakukan penelitian;

3. Pembantu Dekan III Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, Bapak Drs. Amir Fuady, M.Hum yang telah memberikan izin dalam melakukan penelitian;

4. Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, Bapak Drs. Rusdiana Indianto,M.Pd yang telah memberikan izin dalam melakukan penelitian;

5. Ketua Program Studi Pendidikan Luar Biasa Jurusan Ilmu Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret


(16)

commit to user

xvi

bimbingan dan izin dalam melakukan penelitian;

6. Sekretaris Program Studi Pendidikan Luar Biasa Jurusan Ilmu Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, Bapak Priyono, S.Pd, M.Si yang telah member dukungannya; 7. Prof. Dr. Ravik Karsidi, M.S. yang selalu peneliti banggakan selaku

Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan selama penyusunan skripsi;

8. Ibu Dewi Sri Rejeki, S.Pd M.Pd yang selalu peneliti banggakan selaku Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan selama penyusunan skripsi;

9. Bapak Sutarno, S.Pd selaku Kepala Sekolah SLB C Setya Darma Surakarta yang telah memberikan izin untuk melaksanakan penelitian di sekolah tersebut;

10.Ibu Y. Siti Murdiyanti, S.Pd selaku guru kelas III SD SLB C Setya Darma Surakarta yang telah bekerja sama dengan peneliti selama proses penelitian dan memberi bimbingannya;

11.Seluruh bapak dan ibu guru SLB C Setya Darma Surakarta yang selalu memberi dukungan maupun senyumnnya selama penelitian;

12.Siswa kelas III SD SLB C Setya Darma Surakarta yang telah membantu pelaksanaan penelitian dan mampu membuat peneliti tersenyum;

13.Teman-teman PLB 2007 yang selalu memberi dukungan dan semangat; 14.Teman-teman siyasi 2007 Asti, Mar’ah, Woro, Wicak dan Wachid yang

selalu memberikan inspirasi;

15.Teman-teman BPH KAMMI SHOYYUB UNS yang selalu mengerti dan memberi dukungannya;

16.Teman-teman kos asma’, Dyah, mbak Mamah, Dewi, Intan, Tyas, Rani, dan Dwi yang tidak lelah bertukar pikiran atau berdiskusi;

17.Adik-adik DAGRI BEM FKIP UNS Kabinet Berkarya Rani, Yani, Andita, Fitri, Ifah, Janu, Isty, Singgih, Zamrey, Yogo dan Bambang;


(17)

commit to user

xvii

membantu peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini;

Akhirnya peneliti berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umunya.

Surakarta, Juli 2011


(18)

commit to user 1 BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Belajar adalah kegiatan transfer ilmu dari guru kepada siswa melalui strategi tententu. Melalui kegiatan belajar ini diharapkan siswa mampu memahami dan mengetahui apa-apa yang belum dimengerti dan di kuasai. Belajar merupakan hak setiap warga Negara Indonesia tidak terkecuali tuna grahita.

Anak tuna grahita yang mengalami keterbelakangan mental dan memiliki kecerdasan di bawah rata-rata memiliki beberapa permasalahan. Permasalahan yang sering dialami anak tuna grahita diantaranya juga sulit konsentrasi, kesulitan dalam membaca,menulis dan berhitung. Anak tuna grahita atau berkelainan mental sub normal disebut pula dengan terbelakang mental, lemah ingatan, feebleminded, mental subnormal. Menurut beberapa ahli anak tuna grahita didefinisikan berbeda-beda semua ini berkaitan erat dengan tujuan dan kepentingan masing-masing. Akan tetapi semua itu tidak mengurangi substansi makna dari pengertian anak tuna grahita itu sendiri meskipun para ahli menggunakan pendekatan yang berbeda-beda. Branata dikutip Mohammad Efendi (2006:88) mengemukakan bahwa seseorang dikategorikan tuna grahita jika ia memiliki tingkat kecerdasan yang sedemikian rendahnya (dibawah normal) sehingga untuk meniti tugas perkembangannya memerlukan bantuan atau layanan secara spesifik termasuk dalam program pendidikannya.

Pada masyarakat awam sering terjadi kesalah pahaman mengenai tuna grahita. Mereka sering menganggap bahwa tuna grahita adalah suatu penyakit. Sehingga saat anak tuna grahita dimasukkan kelembaga pendidikan atau perawatan khusus diharapkan mereka akan sembuh kembali. Namun, semua pendapat itu tidak benar dikarenakan tuna grahita tidak ada hubungannya dengan penyakit atau sama dengan penyakit, seperti yang di kemukakan Kirk di kutip Mohammad Efendi (2006:88) yaitu Mental retarded is not disease but a condition jadi dapat disimpulkan bahwa tuna grahita tidak dapat disembuhkan. Dalam kasus tertentu memang terdapat


(19)

commit to user

anak normal yang keadaannya menyerupai anak tuna grahita dan setelah dirawat tanda-tanda ketunagrahitaan yang dialami perlahan menghilang dan normal, keadaan seperti ini disebut dengan tuna grahita semu (pseudofeebleminded). Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan keadaan pseudofeebleminded yaitu :

1. Gangguan emosi pada kanak-kanak sehingga menghambat perkembangan kognitifnya

2. Keadaan lingkungan kurang baik dan tidak memberikan perangsang pada kecerdasan anak sehingga perkembangan kognitifnya terhambat Hendeschee berpendapat bahwa anak tuna grahita adalah anak yang tidak cukup daya pikirnya, tidak dapat hidup dengan kekuatan sendiri di tempat sederhana dalam masyarakat dan menurut Setia Rahman dikutip Mohammad Efendi (2006:89) jika ia dapat hidup, hanyalah dalam keadaan yang sangat baik. Berdasarkan uraian tersebut diatas dapat diketahui bahwa ketergantungan anak tuna grahita pada orang lain pasti ada meskipun berbeda dan tergantung pada berat-ringannya ketuna grahitaan yang diderita. Ahli lain yaitu Edgar Doll dikutip Mohammad Efendi (2006:89) berpendapat bahwa seeseorang menderita tuna grahita jika :

1. Secara sosial tidak cakap 2. Secara mental dibawah normal

3. Kecerdasannya terhambat sejak lahir atau pada usia muda

4. Kematanggannya terhambat (Kirk dikutip Mohammad Efendi, (2006:89))

Lain halnya dengan The American Association on Mental Deficiency (AAMD) menjelaskan bahwa seseorang dikatakan tuna grahita jika kecerdasannya secara umum dibawah rata-rata dan mengalami kesulitan penyesuaian sosial dalam setiap fase perkembangannya (Hallahan dan Kauffma di kutip Mohammad Efendi (2006:89)). Lain halnya dengan Japan League for the Mentally Retarded (1992 : p.22) di kutip Muljono Andurrachman dan sudjadi S. menyebutkan bahwa retardasi mental adalah :


(20)

commit to user

1. Memiliki fungsi intelektual yang lamban yaitu IQ 70 ke bawah berdasarkan tes intelegensi baku

2. Perilaku adaptif rendah

3. Terjadi pada masa perkembangan yaitu antara masa konsepsi sampai usia 18 tahun.

Salah satu hal terpenting dalam pembelajaran adalah media yang digunakan oleh guru. Media menurut Boove di kutip Dadang Supriatna (2009) dapat di artikan sebagai alat yang berfungsi menyampaikan pesan. Media adalah bentuk jamak dari kata “Medium” yang berasal dari bahasa latin yang berarti “Antara”. Istilah media dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang menjadi perantara atau penyampai informasi dari pengirim pesan kepada penerima pesan. Menurut Schramm di kutip Akhmad Sudrajat (2008) dalam http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/12/ konsep-media-pembelajaran/ mengemukakan bahwa media pembelajaran adalah teknologi pembawa pesan yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran. Sedangkan menurut Criticos di kutip I Wayan Santyasa (2007:3) media adalah salah satu komponen komunikasi yaitu sebagai pembawa pesan dari komunikator menuju komunikan. Melalui media pembelajaran guru dapat menyampaikan materi pembelajaran kepada siswa dengan baik. Salah satu alternatif penggunaan media yang dapat digunakan adalah menggunakan macromedia flah. Melalui macromedia flash guru dapat membuat media semenarik mungkin dengan menggunakan animasi-animasi sederhana. Flash mempunyai banyak fasilitas yang sangat berdaya guna tetapi mudah di gunakan seperti membuat interface atau form menggunakan komponen dengan drag and drop saja, efek-efek special animasi timeline yang sudah siap pakai (buil-in), behavior yang sudah siap pakai untuk menambah interaktifitas pada animasi tanpa perlu menuliskan kode pemrograman. Melalui media yang menarik ini siswa dapat semakin semangat belajar dan tidak mudah bosan.

Mengingat keterbatasan anak tuna grahita yang mengalami kesulitan dalam berhitung tentunya juga mempengaruhi prestasi belajar siswa. Prestasi belajar yang merupakan standar keberhasilan siswa dalam menyerap kurikulum dan tergantung


(21)

commit to user

pada metode pembelajaran sekolahan tersebut. Pada realitanya di SLB C Setya Darma Surakarta dalam pembelajaran matematika belum menggunakan teknologi macromedia flash. Dalam pembelajaran guru hanya menggunakan media papan tulis selama pelajaran. Papan tulis digunakan guru untuk menjelaskan materi ataupun menulis soal. Setelah itu baru setiap siswa di beri soal masing-masing di buku tulis. Selain itu anak juga tidak terlalu aktif dalam pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Siswa kurang bisa berkonsentrasi dalam mengikuti pelajaran yang ada. Sehingga sangat berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa.

Prestasi belajar siswa dalam belajar matematika juga masih sangat rendah. Terutama pada konsep pengurangan bilangan asli. Siswa kelas III mengalami kesulitan untuk memperoleh nilai rata-rata 70. Melihat realita tersebut peneliti bermaksud melaksanakan penelitian dengan judul “ Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Pada Konsep Operasi Pengurangan Bilangan Asli Melalui Macromedia Flash Bagi Siswa Kelas III SLB C Setya Darma Surakarta Tahun 2011.”

B. Perumusan Masalah

Untuk memperjelas agar permasalahan yang ada nanti dapat dibahas dengan lebih terarah dan sesuai dengan sasaran yang diharapkan, maka penulis telah merumuskan permasalahan sebagai berikut:

“Apakah penerapan macromedia flash dapat meningkatkan prestasi belajar matematika pada konsep operasi pengurangan bilangan asli pada anak tuna grahita kelas III di SLB C Setya Darma Surakarta tahun 2011?”

C. Tujuan Penelitian

“Untuk meningkatan prestasi belajar matematika pada konsep operasi pengurangan bilangan asli melalui macromedia flash bagi siswa kelas III SLB C Setya Darma Surakarta.”


(22)

commit to user

D. Manfaat Penelitian

Keinginan terbesar dari penelitian ini adalah dapat memberi manfaat berbagai pihak karena memang penelitian dikatakan berhasil apabila dapat memberi manfaat baik secara praktis maupun teoritis, yang meliputi:

1. Manfaat teoritis

Manfaat teoritis yaitu manfaat dari penulisan yang berkaitan dengan pengembangan ilmu pendidikan. Dalam penulisan ini mempunyai manfaat teoritis sebagai berikut:

a. Dapat memberikan alternatif pilihan media pembelajaran melalui teknologi yaitu macromedia flash.

2. Manfaat Praktis

Manfaat praktis yaitu manfaat dari penulisan ini yang berkaitan dengan pemecahan masalah. Dalam penulisan ini mempunyai manfaat praktis yaitu sebagai berikut :

a. Dapat merangsang guru untuk menciptakan media pembelajaran yang lebih menarik dan efektif khususnya dalam belajar matematika..

b. Memperkaya dan mengenalkan guru maupun siswa terhadap teknologi dalam pembelajaran melaui macromedia flash


(23)

commit to user 6 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Tinjauan Anak Tuna grahita

a. Pengertian Anak Tuna grahita

Anak berkebutuhan khusus memiliki banyak kategori. Salah satu kategorinya adalah anak tuna grahita. Anak tuna grahita sering diartikan seseorang yang mengalami hambatan atau keterbelakangan mental-intelektual dan sosial sehingga memiliki daya pikir yang kurang, kesulitan dalam menyelesaikan tugasnya. Dalam mengenali seseorang mengalami keterbelakangan mental sangatlah sulit. Namun, dapat dideteksi melalui tanda-tanda yang terdapat pada anak berkebutuhan khusus. Jadi, dapat disimpulkan bahwa anak tuna grahita adalah anak yang mengalami kelainan pada mental mereka sehingga mengakibatkan ketidakmampuan pada activity daily living mereka.

b. Jenis atau Kategori

Dalam menentukan seseorang mengalami keterbelakangan mental atau tidak sangatlah tidak mudah. Dalam pengkategorian anak tuna grahita dapat dikategorikan beberapa jenis. Berdasarkan hasil tes intelegensi yang sering digunkaan untuk mendeteksi apakah anak mengalami ketunagrahitaan atau tidak yaitu tes Stanford Binet dan Skala Weschler (WISC) maka anak tuna grahita dapat diklasifikasikan sebagai berikut :


(24)

commit to user 7

Tabel 1. Klasifikasi Anak Tuna Grahita Berdasarkan Tes Stanford Binet dan Skala Weshler (WISC)

1) Tuna grahita ringan

Tuna grahita ringan sering disebut moron atau debil. Secara fisik anak tuna grahita ringan tidak berbeda dengan anak normal maka tidak heran jika sulit membedakan secara fisik antara anak tuna grahita dengan anak normal. Anak tuna grahita ringan menurut binet memiliki IQ antara 68-52 sedangkan skala Weschler (WISC) memiliki skala IQ 69-55. Dalam belajar membaca, menulis, dan berhitung mereka masih mampu didik.

Dalam kehidupan sehari-hari anak tuna grahita dapat dibentuk menjadi tenaga semi-skilled misalkan pekerjaan laundry, pertanian, peternakan, pekerjaan rumah tangga dan bekerja di pabrik dengan sedikit pengawasan namun tentunya dengan didikan yang matang, terstruktur, terarah, terpola dan terprogram. Anak tuna grahita ringan tidak dapat menyesuaikan diri secara sosial, ceroboh, menggunakan uang secara tidak terarah begitu pula dengan masa depannya.

2) Tuna grahita sedang

Anak tuna grahita sedang dapat disebut imbisil. Biasanya anak tuna grahita memiliki IQ 51-36 (berdasarkan skala Binet) atau IQ antara 54-40 (berdasarkan WISC). Anak tuna grahita sedang memiliki kesulitan dalam belajar akademik baik membaca, menulis atau berhitung. Namun demikian jika dilatih secara berkala

Level keterbelakangan

IQ

Stanford Binet Skala Weschler

Ringan 68-52 69-55

Sedang 51-36 54-40

Berat 32-20 39-25


(25)

commit to user 8

mereka mampu menulis nama, alamat rumah sendiri. Anak tuna grahita dapat di latih dalam activity daily living mereka misalkan menyapu, mengelap kaca, menggosok gigi. Anak tuna grahita ringan juga dapat dididik bekerja di sheltered workshop. Selain itu perkembangan MA anak tuna grahita sedang dapat berkembang kurang lebih sampai 7 tahun. TASH (The Association for Persons with Severe Handicaps) menyebutkan bahwa anak tuna grahita sedang adalah :

Individuals of all ages who require extensive on going support in more than one major life activity in order to participate in integrated community settings and to enjoy a quality of life that is available to citizens with fewer or no disabilities. Support may be required for life activities such as mobility, communication, self-care, and learning as necessary for independent living, employment and self-sufficiency.

3) Tuna grahita berat

Anak tuna grahita berat dapat disebut idiot. Anak tuna grahita berat sudah tidak mampu mendapatkan pelajaran akademik (membaca, menulis, dan berhitung). Dalam melakukan kegiatan keseharian mereka memerlukan bantuan dan perlindungan secara total selama hidup mereka. Anak tuna grahita berat memiliki perkembangan MA maksimal kurang dari tiga tahun.

Meskipun anak tuna grahita terdapat penggolongan akan tetapi anak tuna grahita berat juga digolongkan menjadi tuna grahita berat dan sangat berat. Anak tuna grahita berat IQ diantara 32-20 (menurut skala Binet), 39-25 (menurut WISC). Tuna grahita sangat berat IQ dibawah 19 menurut skala Binet dan IQ dibawah 24 menurut skala Wechsler (WISC).

Klasifikasi anak tuna grahita juga dapat dikelompokkan berdasarkan klasifikasi profesi diantaranya :

1) Dokter mengkalsifikasikan tuna grahita berdasarkan tipe kelainan fisiknya seoerti tipe mongoloid, microcephalon, cretinism.

2) Pekerja sosial mengklasifikasikan anak tuna grahita berdasarkan derajat kemampuan penyesuaian diri atau ketidaktergantungan pada orang lain sehingga penentuan berat-ringannya ketuna grahitaan dilihat dari tingkat


(26)

commit to user 9

penyesuaiannya seperti tidak tergantung, semi tergantung atau sama sekali tergantung pada orang lain.

3) Psikolog mengklasifikasikan anak tuna grahita mengarah pada aspek indeks mental intelegnesinya yang dilihat dari hasil tes kecerdasan seperti IQ 0-25 dikategorikan idiot, IQ 25-50 dikategorikan imbicil dan IQ 50-75 dikategorikan debil atau moron.

4) Pedagog mengklasifikasikan ketunagrahitaan berdasarkan penilaian program pendidikan yang disajikan pada anak yaitu anak tuna grahita mampu didik, anak tuna grahita mampu latih, anak tuna grahita mampu rawat.

Anak tuna grahita mampu didik (debil) adalah anak tuna grahita yang tidak memiliki kemampuan untuk mengikuti program pembelajaran dari sekolah namun memiliki kemampuan yang dapat dikembangkan melalui pendidikan disekolah walaupun hasilnya tidak optimal. Kemampuan yang dapat dikembangkan pada anak tunagrahita mampu didik adalah :

1) Membaca, menulis, mengeja, dan berhitung

2) Menyesuaikan diri dan tidak menggantungkan diri pada orang lain 3) Keterampilan yang sederhana untuk kepentingan kerja di kemudian hari. Anak tuna grahita mampu latih (imbicil) adalah anak tuna grahita yang memiliki kecerdasan sedemikian rendahnya sehingga tidak dapat mengikuti program-program yang diperuntukkan untuk anak tuna grahita mampu didik. Bagi anak tuna grahita mampu latih yang perlu dikembangkan adalah :

1) Belajar mengurus diri sendiri yaitu makan, pakaian, tidur, atau mandi sendiri

2) Belajar menyesuaikan diri dengan lingkungan rumah dan sekitarnya 3) Mempelajari kegunaan ekonomi di rumah, dibengkel kerja (sheltered

workshop) atau di lembaga khusus.

Jadi, bagi anak tuna grahita mampu latih yang perlu ditekankan yaitu kemampuan anak mengurus dirinya sendiri (activity daily living) dan fungsi sosial kemasyarakatan


(27)

commit to user 10

menurut kemampuannya. Anak tuna grahita mampu rawat (idiot) adalah anak tuna grahita yang memiliki tingkat kecerdasan sangat rendah sehingga tidak mampu untuk mengurus diri sendiri atau sosialisasi dan sangat bergantung dengan orang lain. A child who is an idiot is so low intellectually that he does not learn to talk and usually does learn to take care of his bodily need oleh Kirk &Johnson dalam Mohammad Efendi (2008:90). Jadi, dapat disimpulkan bahwa anak tuna grahita mampu rawat membutuhkan perawatan sepenuhnya sepanjang hidupnya, karena tidak mampu hidup tanpa bantuan orang lain (totally dependent) oleh Patton dalam Mohammad Efendi (2008:91)

Berdarsarkan klasifikasi anak tuna grahita yang telah dijabarkan dapat di simpulkan bahwa anak tuna grahita dapat di golongkan menjadi anak tuna graita ringan, sedang, berat, sangat berat.

c. Penyebab Kelainan Mental

Hasil research WHO menyebutkan bahwa 30% dari anak keterbelakangan mental disebabkan oleh ketidaknormalan genetik seperti down syndrome, 25% disebabkan oleh cerebrum palsy, 30% disebabkan oleh meningitis dan masalah prenatal sedangkan 15% sisanya belum dapat ditemukan penyebabnya.

Sedangkan Grossman dalam Jamila K.A Muhammad (2008:102) memaparkan 9 faktor yang menjadi penyebab timbulnya cacat mental :

1) Penyakit yang disebabkan minuman keras 2) Trauma

3) Metabolisme atau pola makan yang tidak baik 4) Penyakit dalam otak

5) Pengaruh saat masa kehamilan yang tidak diketahui 6) Kromosom yang abnormal

7) Gangguan semasa kehamilan 8) Gangguan psikiatris


(28)

commit to user 11

Selain itu etiologi anak tuna grahita dapat berdasarkan kurun waktu terjadinya yaitu dibawa sejak lahir (faktor endogen), dan faktor dari luar seperti penyakit atau keadaan lainnya (faktor eksogen). Kirk dalam Mohammad Efendi (2006:91) mengemukakan faktor endogen yang menyebabkan ketunagrahitaan yaitu faktor ketidaksempurnaan psikobiologis dalam memindahkan gen (Hereditary Transmission of Psycho-biological Insufficiency). Sedangkan faktor eksogen yaitu faktor yang terjadi akibat perubahan patologis dari perkembangan normal. Menurut Davenport dalam Mohammad efendi (2006:91) dilihat dari sisi pertumbuhan dan perkembangannya penyebab tuna grahita adalah :

1) Kelainan atau ketunaan yang timbul pada benih plasma

2) Kelainan atau ketunaan yang dihasilkan selama penyuburan telur 3) Kelainan atau ketunaan yang dikaitkan dengan implantasi

4) Kelainan atau ketunaan yang timbul dalam embrio

5) Kelainan atau ketunaan yang timbul dari luka saat kelahiran 6) Kelainan atau ketunaan yang timbul dalam janin

7) Kelainan atau ketunaan yang timbul pada masa bayi dan masa kanak-kanak Selain sebab-sebab tersebut ketuna grahitaan menurut Kirk & Johnson dalam Mohammad efendi (2006:92) dapat disebabkan karena radang otak, gangguan fisiologis, faktor hereditas dan pengaruh kebudayaan dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Radang otak yaitu kerusakan yang terjadi pada area otak tertentu pada saat lahir. Biasanya radang otak terjadi karena pendarahan otak (intracranial haemorhage). Namun, pada kasus yang sangat parah pendarahan dapat disebabkan karena gangguan motorik dan mental. Sebab terjadi pendarahan ini belum diketahui misalkan Hidrochepalon yang diduga karena peradangan otak dimana keadaan seseorang yang menderita Hidrochepalon tengkorak kepalanya membesarbdikarenakan bertambahnya cairan cerebrospinal sehingga terjadi tekanan dan kemunduran fungsi otak. Demikian pula cerebral anoxia yaitu kekurangan oksigen dalam otak dan


(29)

commit to user 12

menyebabkan otak tidak berfungsi dengan baik tanpa adanya oksigen yang cukup. Berikut ini penyakit yang disebabkan oleh infeksi yang dapat menimbulkan peradangan otak yang kemudian dapat menyebabkan ketuna grahitaan misalnya measles, scarlet fever, meningitis, encephalitis, diphtheria dan cacar.

2) Gangguan fisiologis yang dapat menyebabkan ketunagrahitaan yaitu disebabkan oleh virus yaitu penyakit rubella (campak jerman). Virus ini berbahaya pada tri semester pertama saat ibu mengandung. Keadaaan ini dapat menimbulkan dampak ketuna grahitaan terhadap bayi yang dikandung. Selain rubella juga ada bentuk gangguan fisiologis lainnya yaitu rhesus factor, mongoloid (penampakan fisik mirip keturunan orang mongol) sebagai akibat gangguan genetik, dan cretinisme atau kerdil sebagai akibat gangguan kelenjar teroid.

3) Faktor hereditas yang dapat menyebabkan ketunagrahitaan masih sulit dipastikan karena para ahli pun memiliki formulasi yang berbeda mengenai hal ini. Kirk dalam Mohammad Efendi (2008:93) misalnya berpendapat bahwa 80-90% faktor keturunan menyebabkan ketuna grahitaan. Berikut perbandingan para ahli mengenai kontribusi faktor keturunan terhadap terjadinya tuna grahita :

Tabel 2. Perbandingan Para Ahli Mengenai Kontribusi Faktor Keturunan Terhadap Terjadinya Tuna Grahita

No Tahun Nama Ahli Presentase

1 1914 Goddard 77

2 1920 Hollingswoth 90

3 1929 Tregold 80

4 1931 Larson 76

5 1934 Doll 30


(30)

commit to user 13

4) Faktor kebudayaan adalah faktor yang berkaitan dengan segenap perikehidupan lingkungan psikososial. Namun, dalam beberapa kurun waktu terdapat kontroversi mengenai kebudayan yang dapat menyebabkan ketuna grahitaan. Dalam satu sisi kebudayaan memang memberikan sumbangan positif dalam membangun kemampuan psikofisik dan psikososial anak secara baik akan tetapi tidak menutup kemungkinan jika faktor-faktor tersebut tidak berperan baik tidak menutup kemungkinan berpengaruh pada perkembanganan psikofisik dan psikososial anak. Misalkan anak idiot yang ditemukan di hutan Aveyron oleh Itard atau anak yang ditemukan hidup diantara serigala di India seperti yang ditulis Arnold Gesel. Meskipun anak tersebut di rawat dan diberi intervensi pendidikan secara ekstrem tetap saja anak tersebut tidak dapat menjadi manusia normal kembali.

5) Faktor etiologi biomedik. Menurut Kenner faktor etiologi biomedik yang menyebabkan ketuna grahitaan 6,4 % akibat trauma lahir dan anoxia prenatal, 35,61 % akibat faktor genetik, 6,2 % akibat penyakit infeksi prenatal, 5,0 % akibat infeksi otak setelah lahir dan 2,0% lainnya adalah lahir prematur. Berikut ini hasil survey yang dilakukan di Inggris dan sebagian negara bagian Amerika yang menunjukkan prevalensi anak tuna grahita berdasarkan tingkat sosial ekonomi dan kebudayaan tempat anak berasal.

Tabel 3. Estimasi Anak Tuna Grahita per 1.000 Anak Usia Sekolah di Inggris

No Kelas Dalam

Masyarakat

Mampu Rawat

Mampu Latih

Mampu Didik

Lambat Belajar

1 Rendah 1 4 50 300

2 Menengah 1 4 25 170


(31)

commit to user 14

Dari tabel estimasi anak tuna grahita per 1000 anak usia sekolah di Inggris diatas dapat diketahui bahwa makin tinggi tingkat sosial seseorang makin tinggi pula kemungkinan layanan kesehatan psikofisik didapat dan dapat dipenuhi dengan baik sehingga dapat menekan tumbuhnya kelainan dalam kecerdasan rendah yang lebih besar (faktor eksternal). Berdasarkan hasil penelitian Iman (1990) tentang faktor penyebab ketunagrahitaan terhadap 140 orang siswa SLB Latihan Negeri Yogyakarta sebagai berikut :

Tabel 4. Faktor Penyebab Tuna Grahita di SLBN Yogyakarta

No Penyebab Frekuensi Persentase

1 Tidak diketahui 17 12,10

2 Kelainan kromosom 14 10,00

3 Waktu hamil ibu sakit 10 7,10

4 Kelainan letak janin 7 5,00

5 Trauma kelahiran 5 3,60

6 Persalinan abnormal 8 5,70

7 Prematuritas/kembar 6 4,20

8 Mikrosefal 8 5,70

9 Ensefalitis atau kejang lama 37 26,40

10 Cedera kepala 10 7,10

11 Epilepsi 10 7,10

12 Malnutrisi berat 3 2,20

Pada penelitian Iman (1990) lainnya dalam rangka penjaringan anak berkelainan dari 265 orang anak yang diduga menyandang tunagrahita di wilayah DIY Yogyakarta diperoleh kesimpulan seperti tabel berikut ini :


(32)

commit to user 15

Tabel 5. Faktor yang Diduga Penyebab Tunagrahita di Yogyakarta

No Penyebab Frekuensi Persentase

1 Tidak diketahui 133 50,00

Usia ibu

2 - lebih dari 40 tahun 4 1,50

3 - Kurang dari 16 tahun 1 0,40

Selama kehamilan

4 - Ibu jatuh 20 7,60

5 - Ibu sakit 24 9,10

Selama persalinan

6 - Sukar/lama 8 3,00

7 - Kembar 4 1,50

8 - Kurang bulan 9 3,40

Sesudah kelahiran

9 - Jatuh/ cidera kepala 6 2,30

10 - Mikrosefali 2 3,00

11 - Panas tinggi dan

kejang

21 7,90

12 - Sakit berat dan lama 23 8,70

13 - Panas tinggi dan tidak

sadar

6 2,30

14 - Epilepsy 4 1,50

JUMLAH 265 100,00

Berdasarkan penjelasan penjabaran di atas dapat di simpulkan bahwa penyebab kelainan mental dapat terjadi saat ibu mengandung, saat ibu melahirkan dan saat ibu melahirkan.


(33)

commit to user 16

d. Ciri-ciri Anak Tuna Grahita

Anak-anak tuna grahita memiliki ciri berbeda dari anak yang lain diantara anak yang lainnya yaitu :

1) Terbatas dan terhambat prestasi dalam bidang akademis.

2) Memiliki keterbatasan dalam pemerolehan dan penggunaan bahasa terutama dalam hal struktur dan maknanya.

3) Penampilan fisik tidak seimbang contohnya kepala terlalu besar atau kecil. 4) Kurang daya konsentrasi.

5) Bermasalah dalam hal tingkah laku. 6) Tidak dapat mengurus diri sendiri.

7) Kurang dalam koordinasi gerakan (gerakan tak terkendali). 8) Perhatian terhadap lingkungan kurang.

Berdasarkan ciri-ciri anak tuna grahita yang telah di jabarkan dapat di ketahui bahwa anak tuna grahita dalam hal akademis sangat kurang karena memiliki tingkat kecerdasan rendah dan di akibatkan karena tingkat kecerdasan yang rendah anak tuna grahita juga terdapat yang mengalami kesulitan pada pelaksanaan kegiatan sehari-hari.

e. Kebutuhan Pembelajaran Anak Tuna Grahita

1) Dalam proses belajar antara anak normal dan anak tuna grahita sangatlah berbeda dalam hal hambatan, masalah, dan karakteristiknya.

2) Selama proses belajar anak tuna grahita memiliki masalah dalam : a) Kemampuan dalam memecahkan masalah

b) Melakukan pengembangan masalah dan mentransfer ilmu c) Minat dan perhatian dalam menyelesaikan tugas

Selain itu anak tuna grahita juga dapat diberi pelatihan-pelatihan selain belajar secara formal hal ini sesuai dengan pendapat Dever & Knapczyk dalam Ilknur Cifci Tekinarrslan & Bulbin Sucuoglu (2007:7) yaitu The aim of training for individuals


(34)

commit to user 17

with mental retardation is to prepare them for social life and to help them the skills necessary to lead independent or least dependent lives.

f. Dampak Ketuna Grahitaan

Berdasarkan teori kecerdasan beranggapan bahwa kecerdasan bukanlah suatu unsur yang beraspek tunggal namun terdiri dari kemampuan yang bersifat umum (general ability) dan kemampuan yang bersifat khusus (special ability). Kemampuan umum yang dimaksud di sini adalah rangkuman dari berbagai kemampuan pada bidang tertentu sedangkan kemampuan khusus adalah kemampuan yang dimiliki pada bidang-bidang tertentu misalnya kemampuan berhitung, bahasa, pengamatan ruang, dan lain-lain. Pada umumnya kecerdasan menunjuk pada kemampuan umum (general ability) sehingga kelemahan kecerdasan berakibat pada kelemahan fungsi kognitif dan juga pada sikap dan keterampilan lainnya.

Pada anak tuna grahita sesuatu yang dianggap wajar bagi anak normal terlihat sangat luar biasa bagi mereka. Semua ini dikarenakan keterbatasan fungsi kognitif anak tuna grahita. Fungsi kognitif adalah kemampuan seseorang untuk mengenal atau memperoleh pengetahuan. Menurut Mussen, Conger, dan Ragan dalam Mohammad Efendi (2006:96) mengemukakan kognitif dalam prosesnya melalui beberapa tahap yaitu persepsi, ingatan, pengembangan ide, penilaian, penalaran. Pada anak tuna grahita terjadi kelemahan di salah satu proses tersebut. Pada proses pembelajaran anak tuna grahita memiliki ingatan yang lemah dan prestasi yang rendah dibandingkan anak normal lainnya. Sehingga tidak mengherankan jika instruksi yang diberikan pada anak tuna grahita tidak melalui proses analisis kognitif seperti yang dikemukakan Mussen,dkk. Seseorang yang mempunyai tingkat kecerdasan normal perkembangan kognitifnya menurut Piaget akan melewati periode atau tahapan perkembangan sebagai berikut :

1) Periode Sensorimotor (0-2 tahun)

Periode ini ditandai dengan penggunaan sensori motor dalam pengamatan dan penginderaan yang intensif terhadap lingkungan disekitarnya. Paada periode


(35)

commit to user 18

ini prestasi intelektual yang diperoleh adalah perkembangan bahasa, konsep tentang objek, kontrol skema, dan pengenalan hubungan sebab akibat

2) Periode Praoperasional (2-7 tahun)

Pada periode ini terbagi menjadi dua tahap yaitu : a) Periode prekonseptual (2-4 tahun)

Seseorang yang berada pada periode ini memiliki cara berfikir yang bersifat transduktif (menarik kesimpulan tentang sesuatu atas dasar karakteristiknya yang khas) misalnya sapi disebut juga kerbau.

b) Periode intuitif (4-7 tahun)

Seseorang yang berada pada periode ini memiliki sifat egosentris yang tinggi (belum memahami cara orang lain memandang objek yang sama, bersifat searah)

3) Periode operasional konkret (7-11/12 tahun)

Anak yang berada pada periode ini memiliki kecakapan dan kemampuan baru yaitu mengklasifikasikan, menyusun dan mengasosiasikan angka-angka atau bilangan. Selain itu anak mulai mengkonservasi pengetahuan tertentu.

4) Periode operasional formal (11/12-13/14 tahun)

Anak yang berada pada periode ini memiliki kemampuan untuk mengoperasikan kaidah-kaidah logika formal yang tidak terikat lagi oleh objek yang bersifat konkret. Akan tetapi, berbeda dengan anak tuna grahita dimana perkembangan kognitifnya seringkali gagal dalam periodenya atau dalam melampaui tahapan perkembangan diatas. Bahkan pada taraf perkembangan yang sederhana anak tuna grahita tidak dapat menyelesaikan dengan baik.

Inhelder dalam Mohammad Efendi (2006:91) dalam penelitiannya mengemukakan :

a) Penyandang tuna grahita berat perkembangan kognitifnya terhambat pada tingkat perkembangan sensorimotorik.


(36)

commit to user 19

b) Pada penyandang tunagrahita ringan perkembangan kognitifnya terhenti pada perkembangan operasional konkret.

Untuk mengukur derajat ketuna grahitaan seseorang dapat dilakukan melalui beberapa tes diantaranya Stanford-Binet dan Revise Weschler Scale For Children (WISC-R). Materinya meliputi performance test (menyusun balok, mengukur warna, menggambar dengan kertas dan pensil, tes verbal [tes perbendaharaan kata] ). Mengukuran tingkat ketunagrahitaan seseorang tentunya tidak mudah karena diperlukan informasi yang sangat lengkap. Oleh sebab itu, diperlukan team approach yang melibatkan psikolog, psikiater, neurology, pekerja sosial dan orthopedagog sehingga dapat meminimalisir diagnosis yang keliru karena pemeriksaan dilakukan secara integrative dan komprehensif.

Jadi, dapat kita simpulkan bahwa masalah kognitif pada anak tuna grahita sangat berpengaruh dan menjadi masalah saat meniti tugas perkembangannya. Berikut ini beberapa hambatan yang tampak pada anak tuna grahita dari segi kognitif dan sekaligus menjadi karakteristiknya :

1. Memiliki kecenderungan berfikir konkret dan sukar berfikir 2. Mengalami kesulitan dalam konsentrasi

3. Kemampuan dalam bersosialisasi terbatas 4. Tidak mampu menyimpan instruksi yang sulit

5. Kurang mampu menganalisis dan menilai kejadian yang dihadapi

Pada tuna grahita mampu didik, prestasi tertinggi bidang baca, tulis, hitung tidak lebih dari anak noral setingkat kelas III-IV Sekolah Dasar.

g. Kemampuan Bahasa dan Bicara Anak Tuna Grahita

Pakar yang pernah melaksanakan penelitian untuk mencari hubungan antara tingkat kecerdasan dengan kemampuan bahasa dan bicara adalah Eisenson dan Ogilvie dalam Mohammad Efendi (2006:99) dengan hasil penelitian dapat dibuktikan bahwa antara tingkat kecerdasan dengan kematangan bahasa dan bicara mempunyai hubungan yang positif. Jadi, dapat disimpulkan bahwa kecerdasan memiliki peranan


(37)

commit to user 20

penting dalam meningkatkan perolehan bahasa dan kecakapan bicara disamping faktor eksternal lain yaitu latihan, pendidikan, dan stimulasi lingkungan. Bagi anak anak normal yang dapat dengan mudah memanfaatkan potensi psikofosik dalam perolehan kosakata sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan bahasa dan bicaranya. Semua ini dikarenakan mereka tidak memiliki permasalahan dengan kecerdasan yang merupakan aspek psikologis yang berkontribusi cukup besar dalam mekanisme fungsi kognisi terhadap stimulasi verbal maupun nonverbal, terutama yang memiliki unsur kebahasaan. Namun, beda dengan anak tuna grahita seringkali stimulsi verbal maupun nonverbal dari lingkungannya gagal untuk dicerna oleh mereka. Sebagai akibat tidak dapat dicernanya hal-hal sederhana oleh mereka peristiwa kebahasaan yang lazim terjadi menimbulkan suatu keanehan bagi anak tuna grahita.

Pada anak tuna grahita berat atau mampu latih kegagalan dalam apersepsi terhadap suatu peristiwa bahasa sering kali diikuti kelainan sekunder yaitu gangguan artikulasi bicara. Akibat kelainan sekunder tersebut anak tuna grahita mengalami ketidak teraturan dalam penyampaian struktur kalimat (aphasia conceptual), dalam pengucapan sering terjasi omisi (pengurangan kata) maupun distorsi (kekacauan dalam pengucapan).

Untuk mengembangkan kemampuan bahasa anak tuna grahita perlu diawali dari hal yang sederhana sebelum menuju pada hal yang kompleks. Salah satu yang dapat dilakukan adalah berlatih menyebutkan namanya sendiri. Semua ini dikarenakan biasanya anak tuna grahita suka menyebutkan namanya selain itu juga untuk menambah motivasi belajar mereka. Setelah anak dianggap baik dalam menyebutkan namanya dapat dilanjutkan dengan berlatih menyebutkan nama-nama benda disekitarnya. Saat anak tuna grahita mulai menyebutkan nama benda-benda yang ditunjukkan pada saat yang sama dapat mengontrol artikulasi bicaranya dan membetulkan jika terjadi suatu kesalahan. Setelah penguasaan kosa kata anak sudah baik maka dilanjutkan dengan memperkenalkan benda di lingkungan sekitarnya seperti delman, sungai, mobil, sepeda dan lain sebagainya.


(38)

commit to user 21

Selain upaya yang telah dipaparkan diatas demi mengembangkan kemampuan berbahasa dan bicara anak tunagrahita dapat dengan model pembelajaran yang membawa mereka dalam situasi yang wajar dan alamiah misalnya dengan menyebut nama-nama benda yang kita pakai saat anak turut membantu pekerjaan kita, serta mengulangi beberapa kali sehingga anak mampu memahaminya. Namun, tidak menutup kemungkinan saat proses pengembangan mengalami kesulitan karena anak tuna grahita mengalami beberapa kelainan diantaranya kelainan artikulasi, arus ujar, nada suara, atau afasia sensoris dan afasia motoris oleh Patton dalam Mohammad Efendi (2008:100). Beberapa model latihan pendahuluan yang berfungsi sebagai pendukung dalam pengembangan kemampuan bahasa dan bicara anak tuna grahita antara lain :

1) Latihan pernapasan. Saat melakukan latihan ini anak tuna garhita dapat dilatih dengan meniup perahu kecil dari kertas atau plastik yang diapungkan di air, meniup lilin pada jarak tertentu, meniup harmonika, meniup kincir dari kertas sampai berputar, atau meniup gelembung balon dari busa dan kapas ke udara. 2) Latihan otot bicara seperti lidah, bibir, dan rahang. Saat anak tuna grahita

melaksanakana latihan ini mereka disuruh mengunyah, menelan, batuk-batuk, atau menggerakkan bibir, lidah dan rahangnya. Latihan ini dapat menggunakan permen yang dikunyah dan dipindah-pindahkan dari kanan ke kiri atau diletakkan diujung lidah sambil dijulurkan, mengunyah makanan atau madu yang dioleskan disekitar bibir dan anak disuruh untuk membersihkan dengan lidahnya

3) Latihan pita suara. Latihan ini dapat dilakukan dengan menyebutkan nama-nama benda disekitar dengan menggunakan kata lembaga yaitu daftar kata yang telah disusun sesuai dengan tingkt kesulitan konsonan tertentu. Selain itu dapat dimasukkan pula menirukan macam-macam suara binatang dan bendal lain disekitar sebagai improvisasinya seperti suara kucung, anjing, bebek, ayam jantan atau betina, kerbau, sirine, klakson kereta api, jam welker, mobil, pesawat terbang dan lain sebagainya.


(39)

commit to user 22

Jadi, dapat di simpulkan bahwa kemampuan bahasa dan bicara anak tuna grahita sedikt bermasalah dan perlu latihan untuk membantu menanganinya.

h. Penyesuaian Sosial Anak Tuna Grahita

Ketika seorang anak lahir dan tidak berdaya mereka sangat bergantung pada orang lain. Terutama terhadap orang yang secara langsung atau tidak terjadi hubungan fisik dan psikis. Kesadaran anak terhadap lingkungan sekitar terjadi saat usia melewati satu tahun. Semua ini sejalan dengan meningkatnya kemampuan berkomunikasi dan perkembangan motoriknya seperti tumbuh sikap ingin tahu, agresivitas, latihan menyesuaikan diri dengan lingkungan melalui kemampuan eksplorasinya.

Bagi anak normal setiap melewati tahapan perkembangan sosial dapat berjalan seiring dengan tingkat usianya. Namun, berbeda dengan anak tuna grahita, pada setiap tahapan perkembangan sosial yang dialami oleh mereka selalu mengalami kendala sehingga serim\ngkali tampak sikap dan perilaku anak tuna grahita berada dibawah usia kalendernya dan ketika usia 5-6 tahun mereka belum mencapai kematangan untuk belajar di sekolah oleh Bratanata dalam Mohammad Efendi (2006:102). Beberapa studi menyebutkan bahwa rendahnya kemampuan anak tuna grahita dalam bersosialisasi berhubungan erat dengan taraf kecerdasannya yang rendah. Berikut ini indikasi keterlambatan anak tuna grahita dalam bidang sosial terjadi karena :

1) Kurangnya kesempatan yang diberikan kepada anak tuna grahita untuk bersosialisasi

2) Kurangnya motivasi untuk bersosialisasi 3) Kurangnya bimbingan untuk bersosialisasi

Bagi anak tuna grahita penyeduaian diri dengan lingkungan sangat berat tanpa ada intervensi orang-orang disekitarnya secara terus-menerus. Semua ini dikarenakan kelancaran seseorang dalam bersosialisasi adalah modal awal untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan secara baik. Oleh sebab itu, sangat bergantung pada


(40)

commit to user 23

perkembangan anak dalam salah satu fase atau keseluruhan fase perkembangan. Semua ini semakin memberikan penguatan jika kecerdasan sangat berpengaruh pada kemampuan anak menyesuaikan dii dengan lingkungan. Stern berpendapat bahwa kecerdasan merupakan indikasi kesanggupan seseorang untuk menyesuaikan dengan situasi-situasi yang baru. Lain halnya dengan Weschler berpendapat bahwa kecerdasan merupakan kemampuan seseorang untuk bertindak secara terarah, berfikir secara rasional, serta menghadapi lingkungan secara efektif oleh Kirk dalam Mohammad Efendi (2006:103).

Layaknya anak normal lain anak tuna grahita sebagai makhluk sosial dan individu memiliki keinginan untuk memenuhi segala keinginannya. Namun, mereka sering mengalami kegagalan sehingga frustasi dan timbul perilaku menyimpang sebagai reaksi dari mekanisme pertahanan diri dan sebagai wujud penyesuaian sosial yang salah (malladjusted). Beberapa macam penyesuaian diri yang salah, yang muncul pada anak tuna grahita yaitu kompensasi yang berlebihan, displacement, regresi, delinquent, destruksi, agresi dan lain-lain. Bagi anak tuna grahita hal-hal seperti rendahnya kematangan emosi, kesukaran anak tuna grahita dalam memahami aturan atau norma yang ada dilingkungannya, perlakuan yang kurang wajar terhadap mereka, lemahnua konsentrasi terhadap tujuan, adalah undur yang dapat menyebabkan tumbuhnya penyimpangan perilaku bagi anak tuna grahita dan juga dapat menyebabkan mereka mudah dipengaruhi (sugestible) untuk berbuat hal-hal yang jelek.

Walaupun demikian terdapat anak tuna grahita yang dapat menyeduaikan diri dengan lingkungan meskipun belum maksimal sebagaimana anak seusianya. Oleh sebab itu, untuk membantu anak tuna grahita mencapai penyesuaian diri yang baik, hal yang perlu diperhatikan adalah :

1) Kurikulum sekolah harus memperhatikan kebutuhan anak tuna grahita 2) Kondisi lingkungan sekitar harus kondusif

3) Pemenuhan kebutuhan dasar anak tuna grahita bimbingan dan latihan kerja


(41)

commit to user 24

Terlepas dari semua upaya diatas peranan keluarga atau orang tua sangatlah penting. Seberapa baiknya program sekolah kalau tidak didukung keluarga secara konstruktif dan edukatif tidaklah banyak berarti. Hal ini dikarenakan banyak keluarga yang menerima ketunaan anaknya secara objektif namun masih memperlakukan anaknya kurang bijaksana :

1) Keengganan untuk menyekolahkan anak atau memasukkannya ke keperawatan anak tuna grahita karena dianggap tidak berpengaruh apa-apa.

2) Anak tuna grahita tidak diberi kesempatan untuk bekerja yang tanpa membutuhkan keahlian tertentu, khususnya bagi keluarga golongan menengah ke atas karena dianggap dapat merendahkan martabat keluarga atau orang tua.

i. Modifikasi Perilaku Anak Tuna Grahita

Anak tuna grahita memiliki keterbatasan dalam daya pikir sehingga mengakibatkan mereka sulit mengontrol keadaan mereka sendiri. Akibatnya sering timbul aktivitas yang kurang wajar menurut ukuran normal, perilaku yang berlebihan (behavioral excesses) dan perilaku yang kurang serasi. Oleh sebab itu perlu diadakan modifikasi perilaku bagi anak tuna grahita. Dalam memberikan terapi bagi anak tuna grahita harus memiliki sikap sebagaimana di persyarakan dalam pendidikan humanistik yaitu penerimaan secara hangat, antusiasme tinggi, ketulusan dan kesungguhan, serta menaruh empati yang tinggi terhadap kondisi anak tuna grahita karena tanpa penerapan hal tersebut tidak memberikan hasil yang berarti bagi modifikasi perilaku anak.

Bagi anak normal proses modifikasi perilaku adalah menggunakan paradigma operan. Jadi, menekankan pada penggunaan penguat, hukuman atau penghilangan beberapa perilaku . Pada batasan-batasan tertentu hal ini hal ini dapat digunakan untuk memodifikasi perilaku anak tuna grahita terutama anak tuna grahita mampu didik dan anak tuna grahita mampu latih. Modifikasi perilaku bagi anak tuna grahita


(42)

commit to user 25

mampu latih harus dibawah pengawasan orang lain misalnya perawatan diri sendiri. Akan tetapi agar lebih fungsional dapat di pecah menjadi beberapa perilaku unit pendukung misalkan mengancing baju, memegang sendok, menuangkan pasta, menggosok gigi dan lain-lain.

Terapi lain yang dapat diberikan kepada anak tuna grahita adalah melalui kegiatan permainan (kegiatan fisik dan/atau psikis yang dilakukan dengan tidak bersungguh-sungguh). Melalui kegiatan permainan anak akan merasakan lega, bebas dan tidak ada beban. Freud dalam Mohammad Efendi (2008:105) berpendapat bahwa bermain merupakan cara seseorang untuk membebaskan diri dari berbagai tekanan yang kompleks dan merugikan. Mengingat bermain sangat penting maka bermain dikembangkan menjadi play therapy di dewasa ini. Terapi permainan bagi anak tuna grahita tidak dapat sembarangan harus memiliki muatan diantaranya :

1) Setiap permainan hendaknya memiliki nilai terapi yang berbeda

2) Sosok permainan yang diberikan tidak terlalu sukar untuk dicerna anak tuna grahita (Prasedio dalam Mohammad Efendi (2006:105))

Beberapa nilai yang penting dari bermain bagi perkembangan anak tuna gtahita antara lain sebagai berikut :

1) Pengembangan fungsi fisik.

Pengembangan fungsi fisik dalam hal ini meliputi pernapasan, pertukaran zat, peredaran darah dan pencernaan makanan. Satu atau lebih dari aspek fungsi fisik tersebut dapat dibantu dilancarkan melalui kegiatan bermain.

2) Pengembangan sensorimotorik.

Melalui kegiatan bermain hal yang dikembangkan adalah ketajaman penglihatan, pendengaran, perabaan, atau penciuman. Selain itu kuga melatih otot dan kemampuan gerak seperti tangan, kaki, jari-jari, leher, dan gerak tubuh lainnya.


(43)

commit to user 26 3) Pengembangan daya khayal

Melalui bermain anak diberi kesempatan untuk menghayati makna kebebasan sebagai sarana yang diperlukan untuk mengembangkan daya khayal dan kreasinya.

4) Pembinaan pribadi

Melalui bermain anak-anak dilatih untuk memperkuat kemauan, memusatkan perhatian, mengembangkan keuletan, ketekunan, percaya diri dan lainnya.

5) Pengembangan sosialisasi

Pada pengembangan ini terdapat unsur yang sangat menarik dari kegiatan bermain yaitu anak harus berbesar hati menunggu giliran,rela menerima kekalahan, setia dan jujur.

6) Pengembangan intelektual

Melalui kegiatan bermain anak tuna grahita belajar untuk mencerna sesuatu. Misalkan peraturan dan skor yang diperoleh dalam permainan. Teknisnya pada setiap permainan anak tuna grahita diberi kesempatan untuk mengaktualisasikan kemampuannya melalui ucapan atas apa yang dilihat dan di dengar tentang permainan yang dilakukan. Secara tidak langsung kegiatan ini merupakan bagian dari pengembangan intelektual anak tuna grahita.

Selain itu juga terdapat beberapa model permainan yang menekankan pada pengembangan kecerdasan dan motorik halus yang bersifat individual yaitu :

1) Latihan menuangkan air

Kegiatan ini memang tidak mudah bagi anak tuna grahita apalagi tidak boleh ada yang menetes. Melalui contoh yang diberikan anak diberilatigan menuangkan sedikit demi sedikit. Jika semakin teratur dan tidak ada yang tumpah maka kemampuan anak semakin baik.


(44)

commit to user 27 2) Bermain pasir

Selain dengan air anak dapat dilatih menggunakan pasir kering. Anak dilatih untuk menuangkan pasir di botol dan panci. Selain itu juga dapat menggunakan pasir basah. Anak diajak untuk berkhayal mencetak benda-benda yang diinginkan misalkan kue, bangunan gedung, gunung dan lain sebagainya.

3) Bermain tanah liat

Kegiatan awal yang dilakukan anak tuna grahita dengan tanah kiat biasanya hanya mengepal-ngepal saja. Namun, mereka dapat diarahkan untuk membentuk benda-benda disekitar misalkan boneka, asbak dan lain sebagainya. Setelah selesai anak dapat diarahkan untuk mengecat dengan berbadai warna sehingga akan timbul motivasi untuk mengulangi kegiatan tersebut dengan baik.

4) Meronce manik-manik

Awalnya anak diajarkan meronce manik-manik besar kemudian yang kecil dengan menggunakan benang atau kawat halus. Setelah anak tertarik melakukan kegiatan tersebut dilanjutkan dengan pemilihan dan kombinasi warna manik-manik yang dironce.

5) Latihan melipat

Bagi anak tuna grahita kegiatan ini tergolong sulit. Anak dapat dilatih dengan melipat dua lipatan, empat lipatan dan seterusnya dengan berbagai kombinasi batas kemampuan anak.

6) Mengelem dan menempel

Latihan awal yang diberikan kepada anak yaitu menggunakan telunjuk jari untuk mengelam dan mengulasnya adar tidak terjadi kecerobohan. Agar semakin melekat, taruhlah secarik kertas atau kain diatasnya dan tekan. Jika anak mampu mengerjakan dengan baik dan rapi berilah pujian.


(45)

commit to user 28 7) Menggunting dan memotong

Latihan ini diawali dengan menggunting sembarang dan kemudian menggunting dengan cara yang halus, dilanjutkan dengan menggunting dengan garis-garis melengkung yang pada akhirnya menggunting gambar-gambar dalam majalah atau koran.

8) Latihan menyobek

Latihan ini dimulai dengan menggunakan kedua tanggan dan dimulai dengan menyobek menjadi bagian-bagian besar kemudian kecil. Hasil dari sobekan kecil digunakan untuk membuat rumah, pohon, gunung, dan lain-lain dengan cara menempelkannya di kertas yang masih utuh. 9) Jarum dan benang

Kegiatan ini dapat diberikan kepada anak tuna grahita perempuan atau laki-laki. Pada kegiatan ini dibutuhkan semacam alat bordir yang mula-mula garus ditusuk-tusukkan. Kemudian anak dapat dilatih menggunakan kain strimin yang kasar atau kain wool yang tebal dan sederhana. Dengan menggunakan jarum dan benang anak tuna grahita dapat dilatih membuat hiasan dinding, alas baki, tas dan sebagainya. Model-model permainan diatas asalah sebagian kecil yang dpat dilakukan anak tuna grahita sebagai bagian dari terapi perilaku. Model permainan lain yang dapat dilakukan untuk mengembangkan kemampuan anak tuna grahita adalah bermain yang mengandung unsur olahraga. Misalnya berjalan diatas bangku, berjalan dengan beban dan tanpa beban di kepala melewati titian garis atau tali dengan posisi lurus, melengkung, dan bulat. Selain itu juga dapat melakukan latihan lain yang menggunakan alat yaitu mendribel bola, menendang bola, melempar dan menagkap bola, berlari memindahkan bendera dan lain-lain.

Pengembangan aktivitas bermain anak tuna grahita yang bersifat kelompok dapat digali dari permainan-permainan tradisional, pendidikan olahraga, atau kombinasi keduanya. Misalnya bermain menjala ikan, kucing dan tikus, berlari


(46)

commit to user 29

bersambungan atau sambil menggendong teman, lempar dan tangkap bola, memukul bola di sela-sela kaki dan sebagainya.

B. Tinjauan Prestasi Belajar

1. Pengertian Belajar

Definisi mengenai belajar sangatlah beragam. Setiap ahli memiliki pendapat tersendiri mengenai belajar. Masing-masing definisi berbeda titik tolak dan pendiriannya. Menurut Cronbach dalam Sumadi Suryabrata (2004:231) belajar yang sebaik-baiknya adalah dengan mengalami dan dalam mengalami itu si pelajar mempergunakan pancainderanya. Pendapat ini sesuai dengan Harold Spears dalam Sumadi Suryabrata (2004:231) yang menyatakan learning is a change in performance

as a result of practice. Lain halnya dengan Stern dalam Sumadi Suryabrata

(2004:232) menyebutkan learn ist kenntnisserwerb durch wiedurholte Darbeitungen, yang dalam arti luasnya juga meliputi der Ansignung neur Fertigkeiten durch Wiederbolung die rede.

Definisi-definisi diatas jika disimpulkan dapat berarti sebagai berikut : a. Belajar adalah perubahan.

b. Dari perubahan tersebut didapatkan kecakapan baru. c. Perubahan yang terjadi adalah hasil dari usaha.

2. Proses Belajar Berlangsung

Dalam belajar manusia memerlukan penyesuaian diri diantaranya yaitu : a. Belajar dan kematangan

Pada makhluk hidup organ akan dikatakan matang jika mampu menjalankan fungsinya masing-masing. Pada proses belajar terdapat perangsang dari luar namun pada proses kematangan terjadi perangsang dari dalam. Namun pada ptakteknya antara belajar dan kematangan sangat berhubungan erat.


(47)

commit to user 30 b. Belajar dan penyesuaian diri

Penyesuaian diri terdapat dua macam diantaranya :

1) Penyesuaian diri atuoplastis yaitu mengubah diri seseorang umtuk disesuaikan dengan lingkungannya.

2) Penyesuaian diri alloplastis yaitu merubah keadaan lingkungan luar sesuai dengan kebutuhan dirinya.

Dari penjelasan penyesuaian diri diatas dapat diketahui bahwa penyesuaian diri ternasuk dalam proses belajar akan tetapi tidak semua belajar adalah penyesuaian diri.

c. Belajar dan pengalaman

Baik belajar dan pengalaman keduamya dapat mengubah sikap, tingkah laku, dan pengetahuan. Tetapi terdapat perbedaan antara belajar dan pengalaman. Mengalami sesuatu belum tentu belajar dalam arti padagogis tetapi sebaliknya tiap-tiap belajar juga mengalami. d. Belajar dan bermain

Saat dalam proses bermain terdapat proses belajar. Baik belajar maupun bermain terdapat persamaan yaitu terjadi perubahan yang dapat mengubah tingkah laku, sikap dan pengalaman. Namun juga terdapat perbedaan dianyara keduannya yaitu berdasarkan arti katanya bermain adalah kegiatan khusus bagi anak-anak sedangkan belajar adalah kegiatan pada manusia sejak lahir sampai mati.

Menurut sifatnya perbedaan belajar dengan bermain adalah belajar mempunyai tujuan yang terletak pada masa depan dan masa kemudian sedangkan bermain ditujukan untuk situasi di waktu itu saja. Meskipun demikian hubungan antara keduanya tetap tidak dapat dipisahkan sehingga terdapat istilah “belajar sambil bermain”.

e. Belajar dan pengertian

Belajar memiliki arti yang lebuh luas dari pengertian. Tetapi terdapat proses belajar yang berlangsung otomatis tanpa pengertian. Sebaliknya


(48)

commit to user 31

terdapat pengertian tisak menimbulkan proses belajar. Setelah mendapat pengertian tertentu belum tentu seseorang berubah tingkah lakunya. Dan belum tentu seseorang yang mengerti sesuatu menjalankan sikap sesuai dengan pengertiam yang telah dicapainya. f. Belajar dan menghafal/mengingat

Mengingat atau menghafal tidak sama dengan belajar. Ketika seseorang mengingat atau menghafal belum tentu orang tersebut sudah belajar dalam arti sebenarnya karena selain hafal seseorang juga harus mengerti. Dalam belajar seseorang menyediakan pengalaman-pengalaman dalam menghadapi soal di masa depan. Akan tetapi jika pengalaman tersebuat adalah hal yang statis, tidak berguna untuk adanya perubahan tingkah laku, sikap atau pengetahuan maka pada hal demikian tidak terjadi proses belajar.

g. Belajar dan latihan

Pada belajar dan latihan terdapat persamaan yaitu perubahan dalam tingkah laku, sikap, dan pengetahuan. Namun terdapat pula proses belajar tanpa latihan. Misalkan berkunjung ke pabrik gula untuk melihat proses penbuatan gula.

Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa proses belajar itu berlangsung tidak hanya melatih kematangan, menyesuaikan diri, memperoleh pengalaman, pengertian atau latihan-latihan. Jadi, belajar dalam belajar terdapat perbaikan atau perubahan dalam tingkah laku dan kecakapan (pengetahuan, minat dan perhatianperhatian yang di bentuk oleh tenaga atau fungdi psikis dalam pribadi manusia itu.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar

Berhasil atau tidaknya belajar tergantung kepada faktor yang mempengaruhi. Diantara faktor yang mempengaruhi belajar adalah :


(49)

commit to user 32

a. Faktor individual yaitu faktor yang berasal dari diri organisme itu sendiri, antara lain :

1) Faktor kematangan atau pertumbuhan

Mengajarkan sesuatu hal akan berhasil jika taraf pertumbuhan pribadi telah memungkinkannya, potensi-potensi jasmani atau rohaninya telah matang untuk itu.

2) Kecerdasan atau intelegensi

Seseorang dengan umur yang sama belum tentu memiliki kepandaian yang sama. Anak yang pandai berhitung belum tentu yang lain juga. Taraf kecerdasan seseorang sangat mempengaruhi keberhasilan dalam mempelajari tentang suatu hal. Oleh karena itu selain kematangan taraf intelegensi seseorang sangat berperan penting dalam belajar.

3) Latihan dan ulangan

Apabila seseorang memiliki minat maka maka dia akan selalu berhasrat untuk mempelajarinya. Dia akan senantiasa mengulang apa yang dipelajari sehingga kemungkinan lupa dapat diminimalisir dan akan semakin mahir.

4) Motivasi

Seseorang yang memiliki motivasi intrinsik akan mendorong orang tersebut ahli dalam bidangnya. Hal ini dibuktikan oleh percobaan yang dilakukan oleh Thorndike.

5) Sifat-sifat pribadi seseorang

Seseorang yang berkepribadian kuat pasti akan berusaha untuk mendapatkan yang dicita-citakan. Kepribadian sangat berpengaruh dalam belajar termasuk didalamnya adalah faktor fisik kesehatan dan kondisi badan.

b. Faktor sosial yaitu faktor yang berasal dari luar individu tersebut, antara lain :


(50)

commit to user 33 1) Keadaan keluarga

Kondisi keluarga seseorang sangatlah berpengaruh bagi seseorang. Terdapat keluarga yang kaya-miskin, keluarga yang harmonis dan tidak, dan ada yang memiliki keluarga bercita-cita tinggi untuk anaknya. Termasuk ketersediaan fasilitas yang diperlukan dalam belajar turut memegang peranan penting bagi proses pembelajaran.

2) Guru dan cara mengajar

Dalam proses belajar pengetahuan guru, sikap dan kepribadiannya sangat berpengaruh pada hasil belajar.

3) Alat-alat pelajaran

Ketersediaan alat-alat dalam belajar dan kemampuan guru dalam menggunakannya akan mempermudah dan mempercepat belajar anak-anak.

4) Motivasi sosial

Apabila anak memiliki motivasi dan memiliki kesadaran pentingnya belajar maka tujuan pelajaran itu akan tercapai dengan baik. Motivasi sosial anak akan timbul dari orang disekitarnya dan motivasi semacam ini diterima anak tidak dengan sengaja dan mungkin pula tidak dengan sadar.

5) Lingkungan dan kesempatan

Faktor ini adalah biasanya terjadi diluar kemampuannya dan berlaku bagi cara belajar pada orang dewasa. Misalnya seorang anak yang memiliki intelegensi tinggi dan kondisi keluarga yang baik namun letak rumah jauh dari sekolah sehingga harus naik sepeda dan lelah sampai sekolah. Banyak pula anak yang tidak dapat meningkatkan hasil belajarnya karena kesibukan.


(51)

commit to user 34 4. Prestasi belajar

Prestasi belajar merupakan standar keberhasilan siswa dalam menyerap beban kurikulum di sekolah yang sangat tergantung pada metode pembelajaran sekolah itu sendiri. Pada pelaksanaannya terdapat beberapa faktor yang menjadi pendukung meningkatnya prestasi belajar yaitu :

a. Faktor dalam diri sendiri diantaranya : 1. Kesehatan

2. Intelegensi

3. Minat dan motivasi 4. Cara belajar

b. Faktor dari lingkungan : 1. Keluarga

2. Sekolah 3. Masyarakat

4. Lingkungan sekitar

2. Tinjauan Matematika

1. Hakikat Matematika

Pada saat ini banyak pihak yang mencampuradukkan antara matematika, aritmatika, atau berhitung. Matematika lebih luas dari pada aritmatika. Miller, Butler, & Lee, Rivera, Smith, Goodwin, & Bryant dalam Nicki Anzelmo-Skelton mengemukakan Mathematics is an important curricular area affecting all aspects of

an individual’s life including formal education, leisure activities, employment, and

day-to-day living. Menurut Johnson dan Myklebust dalam Mulyono Abdurrahman (1999:252) matematika adalah bahasa simbolis yang fungsi praktisnya untuk mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan keruangan sedangkan fungsi teoritisnya adalah untuk memudahkan berpikir. Sedangkan Lerner dalam Mulyono Abdurrahman (1999:252) mengemukakan bahwa matematika di samping sebagai bahasa simbolis juga merupakan bahasa universal yang memungkinkan manusia


(1)

commit to user

Gambar 9. Grafik Perbandingan Nilai Rata-rata Secara Klasikal Setiap Siklus

Hasil penilaian melalui tes menunjukkan bahwa rerata nilai matematika pada konsep pengurangan bilangan asli sampai 50 telah mencapai 78,3 dari 3 siswa seluruhnya mendapat nilai 60 keatas. Sehingga dapat diketahui bahwa indikator keberhasilan penelitian telah tercapai dengan ketuntasan secara klasikal sebesar 100 %.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penerapan macromedia flash dapat meningkatkan prestasi belajar matematika pada konsep operasi pengurangan bilangan asli pada anak tuna grahita kelas III di SLB C Setya Darma Surakarta tahun 2011.

C. Pembahasan Hasil Penelitian

Penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan peneliti kali ini berjudul Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Pada Konsep Operasi Pengurangan Bilangan Asli Melalui Macromedia Flash Bagi Siswa Kelas III Slb C Setya Darma Surakarta Tahun 2011 yang di laksanakan dalam dua siklus. Setiap siklus dilaksanakan selama dua pertemuan dan setiap siklus terdapat empat tahap yaitu tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, tahap observasi dan

Pra tindakan Siklus I Siklus II

Nilai rata-rata 38 55 78

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

Nilai Rata-rata Kelas Prestasi Belajar Matematika Setiap Siklus


(2)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

100

tahap refleksi. Sebelum melaksanakan siklus I dan II peneliti sudah mendapatkan kondisi awal siswa.

Kondisi awal pembelajaran matematika pada siswa kelas III SD di SLB C Setya Darma Surakarta dilakukan secara konvensional atau klasikal. Guru menerangkan materi dengan menggunakan media papan tulis dan kapur sedangkan siswa mendengarkan dengan seksama, dengan kondisi demikian siswa sangatlah pasif saat proses pembelajaran berlangsung. Melihat kondisi yang demikian tentulah tidak mengherankan jika siswa cepat bosan saat kegiatan belajar dan mengajar. Siswa terlihat kurang antusias karena tidak adanya variasi dalam penyampaian materi atau pun media pembeljarannya. Hal ini juga mengakibatkan siswa kurang aktif dalam bertanya, tidak percaya diri saat menjawab pertanyaan guru terutama saat pertnyaan lisan. Selain itu, respon siswa terhadap materi pelajaran juga kurang, yang mengakibatkan saat di mintai pendapat guru siswa kurang dapat mengutarakan pendapatnya. Saat mengerjakan tugas mereka juga terlihat kurang bersemangat. Hasil ujian siswa saat kondisi awal atau pra tindakan juga belum mencapai KKM (Kriteria Ketuntasan Minimum ) yaitu ≥ 60. Berdasarkan data hasil ujian siswa pada kondisi awal ketiga siswa mendapatkan nilai dibawah 60. Rata-rata ketuntasan siswa hanya mencapai 38,8 dengan presentase ketuntasan 0 %. Mengingat kelemahan yang dialami pada kondisi awal peneliti mencoba melakukan variasi pada media pembelajaran yang digunakan pada proses belajar mengajar pelajaran matematika dengan harapan siswa lebih tertarik, semangat dalam belajar sehingga materi yang ingin disampaikan oleh guru mampu di terima dengan baik oleh siswa.

Diskripsi siklus I menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan kondisi awal akan tetapi belum terlalu memuaskan dikarenakan belum mencapai indikator dari keberhasilan penelitian itu sendiri. Pada siklus I guru berusaha menciptakan suasana nyaman dan santai saat pembelajaran. Kelemahan yang ada pada saat kondisi awal berusaha untuk diperbaiki. Siswa terlihat tertarik dengan macromedia flash. Hal ini mengingat macromedia flash adalah hal baru untuk mereka. Penggunaan macromedia flash saat pembelajaran matematika dengan bantuan LCD adalah untuk pertama kalinya bagi siswa kelas III SD di SLB C


(3)

commit to user

Setya Darma Surakarta. Keadaan siswa saat siklus I lebih membaik dibandingkan kondisi awal walaupun belum mencapai kriteria yang diinginkan, jika melihat kriteria penilaian berada dalam kriteria cukup. Siswa sedikit demi sedikit berani untuk bertanya kepada guru. Rasa percaya diri mereka sudah mulai terbangun misalnya saat menjawab pertanyaan secara lisan. Siswa juga sudah mulai memberikan respon saat diterangkan materi pelajaran. Selain itu saat dimintai pendapat walaupun sedikit malu dan enggan mereka sudah mulai berusaha untuk berpendapat. Saat mengerjakan tugas motivasi mereka sudah sedikit terlihat. Hasil ujian siswa saat siklus I masih belum mencapai indikator keberhasilan penelitian ataupun kriteria ketuntasan minimal (KKM). Pada siklus I dari ketiga siswa yang tuntas dengan nilai ≥ 60 hanya satu orang dengan nilai 65. Rata-rata ketuntasan siswa hanya mencapai 55 dan jika di prosentasekan ketuntasan pada siklus I hanya mencapai 33,3 %. Berdasarkan data ini maka peneliti mencoba melaksanakan beberapa perbaikan dari segi variatif isi macromedia flash ataupun cara penyampaian materi dengan harapan kriteria ketuntasan minimal (KKM) dan indikator keberhasilan dalam penelitian dapat tercapai.

Diskripsi siklus II menunjukkan peningkatan dibandingkan kondisi awal maupun siklus I. Usaha peneliti untuk membenahi kelemahan yang terdapat pada siklus I dengan melakukan beberapa variasi pada media pembelajaran dan cara penyampaian materi memperlihatkan peningkatan terutama pada hasil belajar dan aspek afektif siswa. Ketertarikan siswa terhadap media pembelajaran sangat terlihat. Mereka selalu merespon apa yang disampaikan oleh guru bahkan pada kesempatan tertentu mereka ingin mencoba macromedia flash itu sendiri. Saat guru menjelaskan materi pelajaran siswa mendengarkan dengan seksama, perhatian mereka lebih terfokus saat pelajaran. Hal ini juga mengakibatkan suasana pembelajaran lebih hidup dan nyaman. Siswa sangat terlihat percaya diri saat menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru, demikian pula saat dimintai pendapat. Mereka tidak malu lagi untuk mengungkapkan pendapat. Pertanyaan yang diajukan kepada guru juga lebih dari pada siklus I. Respon mereka saat pelajaran sangat baik saat pelajaran. Begitu pula motivasi dalam mengerjakan tugas. Hasil ujian siswa saat siklus II menunjukkan peningkatan. Ketiga siswa


(4)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

102

mendapatkan nilai ≥ 60. Masing-masing siswa memperoleh nilai 65, 75 dan 95. Rata-rata kelas juga baik yaitu 78,3 dan jika diprosentase ketuntasan siswa adalah 100 %. Berdasarkan data ini dapat diketahui bahwa indikator keberhasilan dari penelitian telah tercapai dan KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) juga telah terpenuhi.

Melihat data siklus II dimana telah memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) dan indikator keberhasilan peneitian maka dapat disimpulkan bahwa penerapan macromedia flash dapat meningkatkan prestasi belajar matematika pada konsep operasi pengurangan bilangan asli pada anak tuna grahita kelas III di SLB C Setya Darma Surakarta tahun 2011.


(5)

commit to user BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yng telah dikemukakan pada bab IV dapat disimpulkan bahwa penerapan macromedia flash dapat meningkatkan prestasi belajar matematika pada konsep operasi pengurangan bilangan asli pada anak tuna grahita kelas III di SLB C Setya Darma Surakarta tahun 2011.

Hal tersebut dapat ditunjukkan adanya ketercapaian indikator keberhasilan penelitian bahkan melampauinya yaitu ketiga siswa mendapatkan nilai ≥ 60 dengan nilai tertinggi 95 dan rata-rata kelas yaitu 78,3 serta prosentase ketuntasan siswa 100 %.

B. Saran

Demi mengharapkan peningkatan prestasi belajar matematika pada konsep pengurngan, maka penulis menyampaikan saran sebagai berikut :

a. Saran untuk kepala sekolah

Sebaiknya lebih meningkatkan sarana dan prasarana sekolah. Misalnya dengan menambah media pembelajaran yang mampu digunakan oleh guru, sehingga proses belajar mengajar lebih dinamis, mampu merangsang kreatifitas guru dalam mengajar dan siswa tidak mudah bosan.

b. Saran untuk guru

Sebaiknya guru melakukan inovasi dalam pembelajaran, misalnya pada media pembelajaran. Semua ini dikarenakan selain mengikuti perkembangan zaman, siswa juga memerlukan hal baru dalam pembelajaran. Siswa lebih dapat semangat dalam pembelajaran, tidak bosan dan berkontrasi jika setiap kali


(6)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

104

pembelajaran guru melakukan pembaharuan. Apalagi matematika adalah pelajaran yang bagi sebagian orang sulit untuk dipelajari. Bagi siswa normal saja susah apalagi bagi anak tuna grahita.

c. Saran untuk siswa

Siswa hendaknya memperhatikan materi yang disampaikan oleh guru selama proses belajar mengajar berlangsung. Saat pebelajaran juga harus menjaga ketenangan kelas agar teman yang lain tidak terganggu konsentrasinya, jika siswa melaksanakan pasti suasana kelas lebih kondusif, siswa dapat mengerjakan soal ujian dan prestasi belajar dapat meningkat.


Dokumen yang terkait

Pemanfaatan Animasi Macromedia Flash Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Materi Notasi Musik bagi Siswa Kelas VII di SMPN 2 Gunungwungkal Pati Tahun Ajaran 2010 2011

0 13 119

PENINGKATAN KEMAMPUAN OPERASI PENJUMLAHAN MELALUI MEDIA KARTU BILANGAN PADA ANAK TUNAGRAHITA KELAS 1C SLB B, C – AUTIS BINA ASIH SURAKARTA TAHUN AJARAN 2009 2010

0 4 27

UPAYA PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA OPERASI PENJUMLAHAN BILANGAN 1 – 10 MELALUI PENGGUNAAN ALAT PERAGA DEKAK – DEKAK BAGI SISWA KELAS D I SLB – B YPPALB KOTA MAGELANG TAHUN 2010 2011

0 6 75

UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA PADA SUB POKOK BAHASAN PENJUMLAHAN BILANGAN BULAT MELALUI PERMAINAN DUA WARNA BAGI SISWA KELAS IV SLB C SHANTI YOGA KLATEN TAHUN AJARAN 2010 2011

0 1 78

UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA PADA MATERI PENJUMLAHAN DAN PENGURANGAN MELALUI MEDIA ANIMASI KANTONG HITUNG SISWA KELAS 1 SEMESTER II SLB B YRTRW SURAKARTA TAHUN AJARAN 2010 2011

0 11 142

UPAYA MENINGKATKAN KREATIVITAS PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN SCRAMBEL DENGAN PEMANFAATAN MACROMEDIA FLASH PADA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 2 KARTASURA TAHUN AJARAN 2009 / 2010.

0 1 6

PENDAHULUAN Peningkatan Pemahaman Konsep Penjumlahan, Pengurangan, dan Hasil Belajar Tentang Operasi Bilangan Bulat Melalui Pendekatan Sodakom Pada Siswa Kelas III SDN 01 Gebyog, Mojogedang, Karanganyar Tahun Pelajaran 2010 / 2011.

0 1 7

EFEKTIVITAS METODE PEMBELAJARAN COURSE REVIEW HORAY (CRH) UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA MATERI BANGUN DATAR ANAK TUNAGRAHITA RINGAN KELAS III SEMESTER 2 DI SLB – C SETYA DARMA SURAKARTA TAHUN AJARAN 2014 / 2015.

0 0 16

PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA MATERI OPERASI HITUNG BILANGAN BULAT MELALUI MEDIA FLASH CARD BAGI SISWA KELAS V C 1 SDLB KALIWUNGU KABUPATEN KUDUS TAHUN PELAJARAN 2012 / 2013.

0 0 15

PENGARUH PERMAINAN KARTU ANGKA BERGAMBAR TERHADAP PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA UNTUK SISWA TUNAGRAHITA KELAS 1 SLB C SETYA DARMA SURAKARTA TAHUN AJARAN 2014/2015.

0 0 26