Tidak menggunakan antidiabetes Hasil terapi pasien DM
Tabel XIV. Perbandingan Beberapa Hasil Penelitian Peresepan Antidiabetes Oral Terhadap Pasien DM.
Persentase Golongan Obat
1 2
3 4
5 6
7 8
9
Sulfonilurea
54,9 84,3
70,5 42,1
78,6 80,5
65,8 43,7
41,3 Biguanid
21,9 15,7
29,4 42,1
14,3 54,1
18,0 40,8
46,5
Penghambat α-
Glukosidase 23,2
- -
15,7 3,6
6,9 10,8
- 8,6
Meglitinid -
- -
- 3,6
42,5 5,4
9,9 5,2
Thiazolidin -
- -
- -
- -
5,6 -
Keterangan: 1 : Januari-Juni 1997 Ule, 2000
2 : Januari-Desember 1998 Nadeak,2000 3 : Agustus-Desember 1998 Damayanti,2000
4 : Tahun 2001-2002 Triastuti, 2004 5 : Januari-Maret 2002 Suryawanti, 2004
6 : Nobember-Desember 2002 Wijoyo,2004 7 : Tahun 2002 Sumiyem,2003
8 : Juli-Desember 2003 Utomo,2005 9 : Januari-Desember 2005
Pergeseran trend terapi dari sulfonilurea menjadi metformin dapat disebabkan karena adanya pertimbangan terhadap kemungkinan terjadinya toleransi
akibat perangsangan insulin yang terus menerus oleh sulfonilurea, sehingga terapi terhadap pasien pasien DM mulai diarahkan pada biguanid yang mekanismenya
adalah menurunkan produksi glukosa. Pergeseran juga dapat terjadi karena adanya perubahan profil pasien misalnya terjadi peningkatan jumlah pasien DM yang
mengalami kegemukan obesitas sehingga penggunaan metformin sebagai antidiabetes untuk pasien DM obese juga meningkat. Selain itu golongan biguanid
memiliki beberapa kelebihan antara lain mampu mereduksi gula darah puasa hingga 60-80 sementara sulfonilurea hanya mampu mereduksi gula darah puasa sampai
70. Metformin mampu mengurangi kadar gula puasa ketika kadarnya dalam darah PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
sangat tinggi yaitu 30 mgdL sedangkan kemampuan sulfonilurea untuk menstimulasi pelepasan insulin dari sel
β pada kadar gula yang sangat tinggi kadangkala justru menyebabkan terjadinya keracunan glukosa glucose toxicity.
Metformin juga mempunyai efek positif terhadap beberapa komponen sindrom resistensi insulin diantaranya: metformin mampu mengurangi kadar
trigliserida plasma dan kadar low density lipoprotein cholesterol LDL-C sampai kira-kira 8 sampai 15, juga meningkatkan high desity lipoprotein cholesterol
HDL-C sampai 2 . Selain itu, metformin juga mampu mengurangi resiko komplikasi makrovaskular pada pasien obesitas, secara signifikan mampu mereduksi
semua penyebab kematian dan resiko stroke jika dibandingkan dengan sulfonilurea dan insulin Triplitt et al. 2005. Alasan-alasan tersebut menjadikan pergeseran
kecenderungan terapi dari sulfonilurea ke metformin menjadi cukup masuk akal Pemusatan kecenderungan terapi antidiabetes pada metformin sangat sesuai
dengan perkembangan pengobatan diabetes menurut Triplitt et al. 2005 yang menyebutkan bahwa pasien dengan obesitas 120 Berat badan Ideal tanpa
kontraindikasi dapat memulai terapi dengan menggunakan metformin, sedangkan pasien dengan berat badan mendekati normal dapat menggunakan terapi insulin.
Dikatakan juga bahwa dengan pertimbangan ekonomi dan efikasi maka metformin dan insulin cenderung menjadi pilihan primer dan sekunder dalam terapi pasien
diabetes mellitus. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI