Kategori Ketidaksantunan Menghilangkan Muka

Wujud linguistik: E3 “Semester ini” Wujud pragmatik: E3 Tuturan berupa penyimpulan tentang suatu hal. Tuturan disampaikan dengan ketidakpastian. Penutur tidak memberikan jawaban yang pasti kepada MT. Penutur berbicara dengan orang yang lebih tua. 4 Subkategori Menyinggung Cuplikan tuturan E5 P : “Kalau ngambil diskon harusnya 10 ya.” MT : “Demi Tuhan, saya tidak pernah melalukan hal seperti itu.” Konteks: Penutur dan MT adalah partner di sekolah. Penutur menuduh MT mengambil uang sekolah. MT merasa tidak pernah mengambil uang yang bukan haknya. Wujud linguistik: E5 “Kalau ngambil diskon harusnya 10 ya.” Wujud pragmatik: E5 Tuturan disampaikan dengan sinis dan ketus dalam suatu rapat resmi di sekolah. Penutur menuduh tanpa bukti yang jelas. Penutur berbicara dengan orang yang lebih tua. Penutur berbicara dengan sikap tanpa merasa bersalah. 5 Subkategori Menyarankan Cuplikan tuturan E6 P : “Pertanyaannya lebih banyak lho Pah, jawabnya singkat- singkat dlu.” MT : “kowe tadi ngomong panjang banget. Aku ngomong palah dipotong.” Konteks: Tuturan terjadi di ruang tamu. Penutur menegur MT yang telah panjang lebar ketika berbicara dengan tamu atau MT lainnya. MT kesal karena penutur berbicara dengan panjang lebar juga. Penutur merasa bahwa telah berbicara dengan lebih singkat daripada MT. Cuplikan tuturan E9 P : “Kamu tuh ngepel dulu, palah asyik maen Hp.” MT : “Sudah saya pel tadi lantainya.” Konteks: Tuturan terjadi kamar tidur antara kakak beradik. MT dapat jatah ngepel rumah hari itu, namun tampak sedang asyik bermain Hp. Penutur tidak tahu jika MT sudah mengepel. Penutur baru pulang kerja dan kelelahan, lalu menegur MT untuk segera melaksanakan tugasnya terlebih dahulu. MT merasa kesal karena dituduh belum menyelesaikan tugasnya. Wujud linguistik: E6 “Pertanyaannya lebih banyak lho Pah, jawabnya singkat-s ingkat dlu.” E9 “Kamu tuh ngepel dulu, palah asyik maen Hp.” Wujud pragmatik: E6 Tuturan disampaikan dengan menyindir MT. Penutur menegur MT tanpa melihat diri sendiri, padahal penutur juga berbicara panjang lebar. Penutur menyinggung perasaan MT. Penutur berbicara dengan kepala keluarga. E9 Tuturan disampaikan dengan sinis. Penutur menuduh MT tanpa bukti yang kuat. Penutur berbicara dengan datar tanpa merasa bersalah. 6 Subkategori Menyuruh Cuplikan tuturan E7 P : “Aku kan Kakak, Koe kan adek to, koe harus ikut aku.” MT : “Kapan aku jadi kakak?” Konteks: Tuturan terjadi di ruang makan. Penutur menyuruh MT untuk mematuhi perkataannya. Penutur merasa berkuasa karena dia adalah seorang kakak. Penutur melimpahkan tugasnya kepada MT. Cuplikan tuturan E10 P : “Kowe mbok koyo adekmu” MT : “Ora dibanding-banding ke.” Konteks: Tuturan terjadi di ruang keluarga. Penutur meminta MT supaya tekun belajar seperti adik MT. Penutur melihat bahwa MT kurang tekun belajar seperti adik MT. MT merasa kesal karena dibanding-bandingkan dengan saudarinya. Wujud linguistik: E7 “Aku kan Kakak, Koe kan adek to, koe harus ikut aku.” E10 “Kowe mbok koyo adekmu” Wujud pragmatik: E7 Tuturan disampaikan dengan keras tidak mau kalah dalam perdebatan. Penutur menggunakan hak sebagai kakak untuk memaksa kehendaknya kepada MT. Penutur menyinggung perasaan MT. E10 Tuturan disampaikan dengan datar tanpa merasa bersalah. Penutur menyampaiakn dengan cara ketus. Penutur berbicara dengan anak perempuannya. 7 Subkategori Bertanya Cuplikan tuturan E12 P : “Kok kamu gak selesai-selesai, kapan tu lek arep selesai?” MT : “Coba yang sudah selesai wes do kerjo belum?” Konteks: Tuturan terjadi di ruang keluarga. Penutur bertanya kepada MT karena belum juga menyelesaikan kuliahnya. Penutur melihat MT begitu santai dalam belajarnya karena teman-teman MT telah selesai kuliah. Wujud linguistik: E12 “Kok kamu gak selesai-selesai, kapan tu lek arep selesai?” Wujud pragmatik: E12 Tuturan disampaikan dengan datar tanpa merasa bersalah bahwa telah menyinggung MT. Penutur menyinggung perasaan MT sehingga MT menanggapinya dengan kembali bertanya. Tuturan dikatakan santun atau tidak santun dapat terlihat dalam wujud tuturan itu sendiri. Wujud ketidaksantunan suatu tuturan dapat dilihat dari segi linguistik dan pragmatik. Wujud ketidaksantunan linguistik adalah hasil transkrip dari tuturan lisan yang tidak santun, sedangkan wujud ketidaksantunan pragmatik adalah keterkaitan antara cara penyampaian tuturan yang tidak santun oleh penutur. Peneliti menemukan tuturan tidak santun dari keluarga pendidik yang ada di Kotamadya, Yogyakarta. Tuturan lisan yang diperoleh telah ditranskrip dan itulah yang disebut sebagai wujud ketidaksantunan linguistik. Tuturan yang tidak santun tersebut dikelompokkan dalam lima kategori ketidaksantunan yaitu melanggar norma, mengancam muka sepihak, melecehkan muka, menghilangkan muka, dan menimbulkan konflik. Pembahasan selanjutnya mengenai wujud ketidaksantunan yang dilihat dari segi pragmatik. Setiap kategori ketidaksantunan memiliki wujud yang berbeda