Kategori Ketidaksantunan Menimbulkan Konflik

7 Subkategori Bertanya Cuplikan tuturan E12 P : “Kok kamu gak selesai-selesai, kapan tu lek arep selesai?” MT : “Coba yang sudah selesai wes do kerjo belum?” Konteks: Tuturan terjadi di ruang keluarga. Penutur bertanya kepada MT karena belum juga menyelesaikan kuliahnya. Penutur melihat MT begitu santai dalam belajarnya karena teman-teman MT telah selesai kuliah. Wujud linguistik: E12 “Kok kamu gak selesai-selesai, kapan tu lek arep selesai?” Wujud pragmatik: E12 Tuturan disampaikan dengan datar tanpa merasa bersalah bahwa telah menyinggung MT. Penutur menyinggung perasaan MT sehingga MT menanggapinya dengan kembali bertanya. Tuturan dikatakan santun atau tidak santun dapat terlihat dalam wujud tuturan itu sendiri. Wujud ketidaksantunan suatu tuturan dapat dilihat dari segi linguistik dan pragmatik. Wujud ketidaksantunan linguistik adalah hasil transkrip dari tuturan lisan yang tidak santun, sedangkan wujud ketidaksantunan pragmatik adalah keterkaitan antara cara penyampaian tuturan yang tidak santun oleh penutur. Peneliti menemukan tuturan tidak santun dari keluarga pendidik yang ada di Kotamadya, Yogyakarta. Tuturan lisan yang diperoleh telah ditranskrip dan itulah yang disebut sebagai wujud ketidaksantunan linguistik. Tuturan yang tidak santun tersebut dikelompokkan dalam lima kategori ketidaksantunan yaitu melanggar norma, mengancam muka sepihak, melecehkan muka, menghilangkan muka, dan menimbulkan konflik. Pembahasan selanjutnya mengenai wujud ketidaksantunan yang dilihat dari segi pragmatik. Setiap kategori ketidaksantunan memiliki wujud yang berbeda satu sama lain sebagai ciri khas dari masing-masing kategori ketidaksantunan tersebut. Kategori melanggar norma terdapat empat tuturan yang tidak santun dalam keluarga. Keempat tuturan tersebut diwujudkan dengan cara penutur yang merasa tidak bersalah meski telah melanggar kesepakatan yang ada. Penutur juga menunjukkan sikap protes terhadap kesepkatan tersebut. Tuturan menjadi lebih tidak santun karena penutur telah berbicara demikian kepada orang yang lebih tua. Tuturan tidak santun tersebut disampaikan dengan cara ketus dan keras tidak mau kalah dalam perdebatan. Contoh tuturan yang tidak santun dapat dilihat seperti pada tuturan A1 dan A2. Wujud ketidaksantunan tuturan A1 diperlihatkan oleh penutur yang tidak mengindahkan kesepakatan yang ada yaitu untuk tidak minum es, karena penutur memiliki sakit amandel. Penutur mengelak dengan cara ketus meski berbicara dengan ibunya. Mitra tutur menegur penutur karena sakit amandelnya kambuh. Namun, penutur palah mengelak dari semua tuduhan tersebut. Tuturan A2 tidak jauh berbeda dari tuturan sebelumnya yaitu tuturan A1. Wujud ketidaksantunan yang diperlihatkan adalah penutur memprotes akan adanya kesepakatan atau kebiasaan yang berlaku dalam keluarga. Kesepakatan atau kebiasaan itu adalah mencium pipi dan tangan orangtuanya ketika hendak berpamitan maupun baru pulang dari bepergian. Penutur memprotes hal itu dan disampaikannya dengan cara kesal. Penutur merasa peraturan itu sudah tidak berlaku lagi karena penutur telah menjadi mahasiswa. Penutur berbicara demikian kepada orangtuanya dengan tidak merasa bersalah. Wujud ketidaksantunan pragmatik pada kategori mengancam muka sepihak berbeda dengan wujud ketidaksantunan pragmatik pada kategori melanggar norma. Keempat belas tuturan yang ada, memperlihatkan bahwa wujud ketidaksantunan pragmatik ini mengarah pada sikap penutur yang berbicara tanpa memperhatikan keadaan mitra tutur dan siapa mitra tutur ketika terjadi komunikasi. Dell Hymes 1978 menyatakan bahwa ketika seorang berkomunikasi hendaknya memerhatikan indikator kesantunan yang diakronimkan dengan istilah SPEAKING. Setting and scene serta paricipants merupakan dua hal yang perlu diperhatikan pada kategori ketidaksantuan ini. Setting and secene mengacu pada latar terjadinya komunikasi, sedangkan participant mengacu pada orang yang terlibat dalam komunikasi Pranowo, 2009:100–101. Dalam kategori ketidaksantunan ini, penutur tidak memiliki maksud untuk menyinggung mitra tutur, namun mitra tutur akan tetap merasa tersinggung bila tuturan penutur tidak memperhatikan keadaan mitra tutur dan siapa mitra tutur itu. Penutur menganggap tuturannya biasa saja, justru tidak santun bagi mitra tutur. Tuturan B3 dan B7 dapat dilihat sebagai contohnya. Wujud ketidaksantunan tuturan B3 terlihat pada tuturan yang diutarakan dengan datar tanpa memperhatikan perasaan mitra tutur. Penutur tidak bermaksud menyinggung perasaan mitra tutur namun pernyataan yang diungkapkan oleh penutur mematahkan semangatnya. Penutur menanyakan tentang nilai mitra tutur apakah bisa masuk dalam standar nilai penerimaan siswa baru di sekolah yang diinginkannya. Selain itu, penutur tahu bahwa nilai mitra tutur tidak lebih bagus dari nilai kakaknya. Pada tuturan B7 terlihat bahwa penutur berbicara dengan orang yang usianya lebih tua darinya. Tuturannya menjadi tidak santun karena dilakukan dengan tanpa memperhatikan bahwa telah menyinggung mitra tutur. Penutur tidak menghargai apa yang telah diberikan oleh mitra tutur. Mitra tutur sengaja membelikan sandal untuk penutur, namun penutur ingin memberikannya kepada orang lain. Kategori ketidaksantunan selanjutnya adalah melecehkan muka. Kategori ketidaksantunan ini menemukan enam belas tuturan yang tidak santun. Dari seluruh tuturan tersebut, wujud ketidaksantunan pragmatik diperlihatkan dengan posisi penutur mengetahui dengan baik posisinya dan mitra tutur. Tanda lainnya adalah penutur dengan sadar dan sengaja membuat tuturan yang tidak santun hingga membuat mitra tutur merasa kecewa maupun kesal dibuatnya. Tuturan itu biasanya diungkapkan dengan cara sinis, keras, tegas, ketus, dan bahkan sampai berteriak. Tuturan C5 dan C11 dapat dijadikan sebagai contoh dari wujud pragmatik kategori ketidaksantunan melecehkan muka. Tuturan C5 menunjukkan bahwa penutur menyampaikan tuturan dengan cara keras kepada mitra tutur. Penutur sedang berbicara dengan istrinya. Penutur dengan sengaja menyuruh mitra tutur untuk tidak banyak bicara karena mitra tutur hanya akan membuat orang lain menjadi pusing. Penutur mengatakan hal itu di hadapan anak-anak mereka. Tuturan tersebut menyinggung mitra tutur. Tidak jauh berbeda dengan tuturan C11 yaitu percakapan antara suami dan istri. Tuturan tidak santun disampaikan oleh penutur dengan cara sinis dan ketus karena mitra tutur selalu membeli barang-barang yang diinginkan meski tidak penting. Penutur menegur kebiasaan mitra tutur namun tuturannya itu justru menyinggung mitra tutur. Penutur kesal karena barang-barang tidak penting yang dibeli mitra tutur hingga pada akhirnya tidak terurus. Kategori ketidaksantunan menghilangkan muka mendapat enam tuturan. Keenam tuturan tidak santun tersebut memperlihatkan wujud ketidaksantunan pragmatik dengan cara sinis, mengejek, keras, dan bahkan ketus. Tuturan tidak santun yang disengaja ditujukan kepada mitra tutur sangat menyinggung perasaannya. Mitra tutur akan merasa tersinggung, bahkan sangat malu akan tuturan yang disampaikan kepadanya. Tuturan D2 dan D6 menjadi wakil untuk menggambarkan wujud ketidaksantunan pragmatik dalam kategori ini. Tuturan D2, penutur jelas tahu bahwa mereka sedang berada di ruang makan ketika makan bersama dengan anggota keluarga yang lainnya. Tuturan sengaja disampaikan kepada mitra tutur karena telah makan dengan mengeluarkan suara. Penutur berbicara dengan keras, dengan kata lain bahwa ucapannya harus dituruti oleh mitra tutur. Penutur berbicara demikian membuat mitra tutur sangat malu hingga akhirnya langsung terdiam dan segera memperbaiki cara makannya seketika itu juga. Hal ini sama dengan yang terjadi dalam tuturan D6. Penutur menyampaikan tuturan dengan cara ketus kepada mitra tutur. Tuturan nampak jelas tidak santunnya karena penutur telah berbicara dengan orang yang lebih tua, yaitu kakak perempuannya. Penutur dengan sengaja menghentikan tawa mitra tutur ketika mereka melakukan acara jalan-jalan bersama dengan teman-teman mitra tutur. Penutur mempermalukan mitra tutur di hadapan teman-temannya sendiri tanpa merasa bersalah. Wujud ketidaksantunan pragmatik yang terakhir ada dalam kategori ketidaksantunan menimbulkan konflik. Kategori ketidaksantunan ini berhasil memperoleh dua belas tuturan tidak santun yang menimbulkan konflik. Wujud pragmatik tuturan tidak santun ini biasanya ditunjukkan oleh penyampaian tuturan dengan cara kesal, sinis, ketus, menyindir dan keras. Contoh dari wujud ketidaksantunan pragmatik kategori menimbulkan konflik dapat dilihat pada tuturan E5 dan E6. Pada tuturan E5, wujud yang menyebabkan menimbulkan konflik adalah dengan penyampaian tuturan yang sinis dan ketus kepada mitra tutur pada suatu rapat resmi di sekolah. Tuturan ditujukan kepada mitra tutur karena penutur menganggap mitra tutur telah melakukan penyelewengan uang sekolah. Penutur berbicara dengan orang yang jauh lebih tua usianya tanpa merasa bersalah. Tuturan menjadi tidak santun karena tuduhan yang diberikan dengan tanpa bukti yang kuat. Hal ini membuat mitra tutur sangat marah hingga menangis. Tuturan E6 pada kategori menimbulkan konflik memiliki wujud ketidaksantunan pragmatik yang tidak jauh berbeda dengan tuturan E5. Tuturan E6 disampaikan kepada mitra tutur untuk menyindir. Penutur menegur mitra tutur tanpa melihat diri sendiri, padahal penutur juga suka berbicara panjang lebar. Mitra tutur merasa tersinggung oleh pernyataan yang penutur berikan sehingga mitra tutur kembali menimpali apa yang ditujukan kepadanya. Kemudian dikembalikan kepada penutur. Tentu pernyataan penutur sangat menyinggung mitra tutur. Tuturan tidak santun itu menimbulkan konflik bagi keduanya di depan mitra tutur yang lainnya ketika sedang menerima tamu.

4.2.2 Penanda Ketidaksantunan Linguistik dan Pragmatik

Penanda ketidaksantunan dianalisis dari segi linguistik dan pragmatik pula. Penanda ketidaksantunan linguistik dapat dilihat dari unsur segmental dan suprasegmental dalam setiap tuturan. Penanda ketidaksantunan pragmatik dipaparkan berdasarkan konteks yang melingkupi tuturan. Konteks yang meliputi tuturan meliputi penutur dan mitra tutur, situasi dan suasana, tujuan tutur, tindak verbal, dan tindak perlokusi. Berikut adalah penanda ketidaksantunan linguistik dan pragmatik yang disajikan sesuai dengan kelima jenis ketidaksantunan.

4.2.2.1 Kategori Ketidaksantunan Melanggar Norma

Berikut ini adalah penanda linguistik dan pragmatik yang melingkupi tuturan tidak santun terdapat dalam kategori melanggar norma yang disajikan berdasarkan subkategori ketidaksantunan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, yaitu 1 mengelak; 2 kesal; dan 3 mengancam. 1 Subkategori Mengelak Penanda linguistik A1: Intonasi dalam tuturan ini menggunakan intonasi seru atau kalimat seru. Lalu partikel kategori fatisnya berupa kata kok. Nada tutur: penutur berbicara dengan nada sedang. Tekanan: keras pada kata ‘enggak kok’. Diksi : bahasa nonstandar dengan menggunakan istilah Jawa, yaitu kata ‘enggak’. Penanda pragmatik A1: Penutur adalah anak perempuan dari MT berusia 10 tahun dan MT adalah ibu dari penutur berusia 35 tahun. Tuturan terjadi sore hari di rumah. Saat penutur ditegur MT karena melanggar kesepkatan untuk tidak minum es. Penutur sakit amandelnya kambuh karena minum es. Penutur berbohong kepada MT. MT merasa kesal karena dibohongi oleh Penutur. Tujuannya adalah penutur berusaha menutupi suatu hal dari ibunya. Tindak verbal yang muncul dari penutur adalah representatif dan tindak perlokusi yang terjadi yaitu MT merasa kesal karena telah dibohongi oleh penutur. 2 Subkategori Kesal Penanda linguistik A2: Intonasi yang digunakan berupa intonasi berita atau kalimat berita. Nada tutur: penutur berbicara dengan nada tinggi. Tekanan: lunak pada frasa ‘mosok wes’. Sedangkan diksinya berupa bahasa nonstandar dengan menggunakan istilah Jawa, yaitu ‘mosok dan wes’ Penanda linguistik A3: Intonasi yang digunakan berupa intonasi tanya atau kalimat tanya. Nada tutur: penutur berbicara dengan nada sedang. Tekanan lunak pada kata ‘piro. Sedangkan diksinya berupa bahasa nonstandar dengan menggunakan istilah bahasa Jawa, yaitu ‘mbengi ki jam piro?’ Penanda pragmatik A2: Penutur adalah anak laki-laki dari MT berusia 20 tahun dan MT adalah Ibu dari penutur berusia 42 tahun. Saat pulang dari bepergian. Penutur berjumpa dengan MT di ruang tamu. Penutur dan MT membicarakan tentang keharusan untuk melakukan kebiasaan mencium pipi dan tangan ketika berpamitan ataupun baru pulang dari bepergian. Penutur menanggapi pertanyaan MT. Tujuannya adalah penutur memprotes tuturan MT terkait dengan aturan yang dibuat oleh MT. Tindak verbal yang muncul dari penutur adalah ekspresif. Sedangkan tindak perlokusi yang terjadi yaitu MT memberikan alasan lebih lanjut kepada penutur terkait dengan kesepakatan tersebut. Penanda pragmatik A3: Penuturadalah anak perempuan dari MT berusia 21 tahun dan MT adalah Ibu dari penutur berusia 44 tahun. Tuturan terjadi di rumah. Ketika penutur hendak pergi, kemudian berpamitan dengan MT. MT menasehati penutur supaya pulang jangan terlalu malam. Penutur bertanya kepada MT dengan nada kesal karena penutur merasa tidak pernah bepergian sampai larut malam. Tujuannya adalah penutur menanggapi perkataan MT karena menyuruh penutur supaya tidak pulang terlalu malam. Tindak verbal yang muncul dari penutur adalah ekspresif. Sedangkan tindak perlokusi yang terjadi yaitu MT menjawab sekenanya tentang pertanyaan penutur. 3 Subkategori Mengancam Penanda linguistik A4: Intonasi yang digunakan berupa intonasi perintah. Nada tutur: penutur berbicara dengan nada tinggi. Tekanan keras pada frasa ‘makan aja pake tangan’. Sedangkan diksinya berupa bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa yang tidak baku, yaitu ‘makan aja pake tangan’ Penanda pragmatik A4: Penutur adalah kakak laki-laki dari MT berusia 23 tahun dan MT adalah adik laki-laki dari penutur berusia 19. Tuturan terjadi di ruang makan pada sore hari. Saat pulang kerja dan melihat masih ada piring kotor yang belum dicuci. Penutur menyuruh MT untuk mencuci piring meskipun hari itu adalah jadwal penutur untuk mencuci piring. MT tidak mencuci piring karena merasa bukan jadwalnya. Penutur merasa kesal karena masih ada piring kotor. Tujuannya adalah penutur mengancam MT karena tidak mau mencuci piring, padahal MT sedang santai. Tindak verbal yang muncul adalah komisif. Sedangkan tindak perlokusi yang terjadi yaitu MT langsung mencuci piring.

4.2.2.2 Kategori Ketidaksantunan Mengancam Muka Sepihak

Berikut adalah penanda linguistik dan pragmatik yang melingkupi tuturan tidak santun dalam kategori ketidaksantunan mengancam muka sepihak disajikan berdasarkan subkategori seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, yaitu 1 kesal; 2 bertanya; 3 meremehkan; 4 menyindir; 5 menyarankan; 6 berjanji; dan 7 menyuruh. 1 Subkategori Kesal Penanda linguistik B1: Intonasi yang digunakan berupa intonasi berita atau kalimat berita. Partikel kategori fatisnya adalah lho. Nada tutur: penutur berbicara dengan nada sedang. Tekanan lunak pada frasa kalo diomongi tu mbok ngerti. Sedangkan diksinya berupa bahasa nonstandar dengan menggunakan istilah bahasa Jawa, yaitu mbok ngerti, dan menggunakan bahasa yang tidak baku, yaitu diomongin. Penanda pragmatik B1: Penutur adalah Ibu dari MT berusia 46 tahun dan MT adalah anak perempuan dari penutur berusia 20 tahun. Tuturan terjadi di ruang keluarga pada siang hari. Penutur menasehati MT karena susah diomongi. Penutur berbicara tanpa melihat MT sebagai lawan bicaranya. MT adalah anak yang bandel. Tujuannya adalah penutur menasihati MT karena telah berbuat salah. Tindak verbal yang muncul adalah direktif. Sedangkan tindak perlokusi yang terjadi yaitu MT lalu pergi meninggalkan penutur sendirian. 2 Subkategori Bertanya Penanda linguistik B2: Intonasi yang digunakan berupa intonasi tanya atau kalimat tanya. Nada tutur: penutur berbicara dengan nada sedang. Tekanan lunak pada frasa rencanamu. Sedangkan diksinya berupa penggunaan kata-kata populer. Penanda pragmatik B2: Penutur adalah Ayah dari MT berusia 56 tahundan MT adalah Anak laki-laki dari penutur berusia 22 tahun. Tuturan terjadi antara ayah dan anak laki-lakinya bersama dengan anggota keluarga lainnya di ruang keluarga pada malam hari. MT adalah mahasiswa semester 8. Penutur menanyakan kapan MT selesai kuliahnya di depan anggota keluarga inti. Tujuannya adalah penutur menanyakan kapan MT menyelesaikan studinya. Tindak verbal: ekspresif. Tindak perlokusi: MT hanya bergumam sendiri. 3 Subkategori Meremehkan Penanda linguistik B3: Intonasi yang digunakan adalah intonasi tanya atau kalimat tanya. Nada tutur: penutur berbicara dengan nada sedang. Tekanan lunak frasa nilaimu sampe nggak? Sedangkan diksinya berupa bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Indonesia yang tidak baku, yaitu sampe nggak. Penanda linguistik B10: Intonasi yang digunakan berupa intonasi seru. Nada tutur : penutur berbicara dengan nada tinggi. Tekanan: keras pada kata luwehhh . Sedangkan diksi yang digunakan berupa jargon. Penanda pragmatik B3: Penutur adalah ibu dari MT berusia 34 tahun dan MT adalah anak laki-laki penutur berusia 15 tahun. Tuturan terjadi di ruang keluarga pada malam hari. MT ingin ke sekolah yang sama dengan kakak laki- lakinya setelah lulus SMP. Nilai MT tidak mencukupi untuk masuk sekolah yang diinginkannya dan ia merasa kecewa. Penutur menanyakan nilai MT yang sebenarnya. Tujuan : penutur menanyakan apakah nilai MT mencukupi persyaratan masuk sekolah yang diinginkannya. Tindak verbal : ekpresif. Tindak perlokusi : MT merasa kecewa karena nilainya tidak mencukupi persyaratan yang ada. Penanda pragmatik B10: Penutur adalah anak perempuan dari MT berusia 34 tahun dan MT adalah ibu dari penutur berusia 48 tahun. Tuturan terjadi di ruang tamu. Penutur dan MT adalah anak dan ibunya. Penutur baru bisa menyetir mobil,dan mengajak MT jalan-jalan. Penutur tidak konsentrasi menyetir mobil sehingga naik trotoar dua kali. MT menegur kelalaian penutur. Penutur kesal atas teguran MT kepadanya. Tujuan : penutur kesal karena teguran dari MT. Tindak verbal : ekspresif. Tindak perlokusi : MT meninggalkan penutur ke dalam kamar. 4 Subkategori Menyindir Penanda linguistik B4: Intonasi seru. Partikel : kok, sih. Nada tutur : penutur berbicara dengan nada sedang. Tekanan: lunak pada frasa kok item. Diksi yang digunakan berupa bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Indonesia tidak baku yaitu item banget. Penanda linguistik B12: Intonasi seru. Partikel : sih. Nada tutur : penutur berbicara dengan nada tutur sedang. Tekanan: lunak pada kata subur. Diksi berupa gaya bahasa pada kata subur yang untuk menggambarkan bahwa gemuk badannya. Penanda pragmatik B4: Penutur adalah ibu dari MT berusia 43 tahun dan MT adalah anak perempuan dari penutur berusia 18 tahun. Tuturan terjadi di ruang keluarga pada malam hari antara ibu dan anak perempuannya. MT mempunyai pacar berkulit hitam. Penutur menyindir MT karena memiliki pacar yang berkulit hitam. Penutur baru bertemu dengan pacar MT. Tujuan : penutur menyindir MT karena tidak mau membelikan pakain dan aksesoris wanita untuk anak perempuan MT. Tindak verbal :ekspresif. Tindak perlokusi : MT menjawab dengan kesal lalu meninggalkan penutur keluar kamar. Penanda pragmatik B12: Penutur adalah kakak perempuan dari MT berusia 22 tahun dan MT adalah adik perempuan dari penutur berusia 17 tahun. Tuturan terjadi di ruang keluarga pada malam hari. MT berbadan gemuk. Penutur tidak segemuk MT. Penutur menyindir MT yang berbadan gemuk. Tujuan : penutur menyindir MT karena MT berbadan gemuk dan subur. Tindak verbal: ekspresif. Tindak perlokusi : MT cemberut lalu meninggalkan penutur. 5 Subkategori Menyarankan Penanda linguistik B6: Intonasi berita. Nada tutur : penutur berbicara dengan nada rendah. Tekanan: keras pada frasa harus konsentrasi. Diksi berupa bahasa nonstandar menggunakan bahasa tidak baku yaitu kalo dan nggak kaya. Penanda linguistik B7: Intonasi perintah. Nada tutur: penutur berbicara dengan nada tinggi. Tekanan: keras pada frasa nggak suka. Diksi berupa bahasa nonstandar yang menggunakan bahasa tidak baku yaitu nggak, kasihin dan ajalah. Penanda pragmatik B6: Penutur adalah ibu dari MT berusia 48 tahun dan MT adalah anak perempuan dari penutur berusia 22 tahun. Tuturan terjadi di ruang tamu ketika pulang dari berkeliling mengendarai mobil pada sore hari. MT belum lihai dalam menyetir mobil. Penutur mengingatkan MT supaya lebih berhati-hati dan berkonsentrasi jika menyetir mobil sendiri. Menyetir mobil tidak sama dengan mengendarai sepeda motor. MT merasa kesal karena merasa telah lihai menyetir mobil. Tujuan : penutur ingin supaya MT lebih berhati-hati dalam menyetir mobil. Tindak verbal : direktif. Tindak perlokusi : MT kesal dan menjawab sekenanya karena merasa sudah mahir dalam menyetir mobil lalu meninggalkan penutur masuk kamar. Penanda pragmatik B7: Penutur adalah adik perempuan dari MT berusia 17 tahun dan MT adalah kakak perempuan dari penutur berusia 22 tahun. Tuturan terjadi di ruang keluarga antara kakak beradik pada sore hari. MT membelikan sandal untuk MT. Penutur tidak suka dengan sandal yang dibelikan MT. Penutur justru ingin memberikan sandalnya kepada buleknya. MT kesal karena merasa tidak dihargai oleh penutur yang membelikan sandal. Tujuan: penutur tidak suka dengan sandal yang dibelikan MT. Tindak verbal: komisif. Tindak perlokusi: MT kesal karena pemberiannya ditolak. 6 Subkategori Berjanji Penanda linguistik B9: Intonasi seru. Partikel : lah. Nada tutur : penutur berbicara dengan nada rendah. Tekanan: lunak pada frasa lah mengko. Diksi berupa bahasa nonstandar menggunakan bahasa Jawa yaitu lah mengko. Penanda pragmatik B9: Penutur adalah anak laki-laki dari MT berusia 19 tahun dan MT adalah ayah dari penutur berusia 59 tahun. Tuturan terjadi di ruang tamu. Penutur sedang bersantai di kursi tamu sambil mainan Hp. MT menyuruh penutur untuk menyiram tanaman. Penutur dengan sengaja menolak permintaan MT dan terus bermain Hp. MT merasa kesal karena penutur menunda-nunda pekerjaan. Tujuan : penutur sengaja menolak permintaan MT padahal sedang bersantai. Tindak verbal : komisif. Tindak perlokusi : MT lalu pergi meninggalkan penutur dengan kesalnya. 7 Subkategori Menyuruh Penanda linguistik B14: Intonasi seru. Partikel fatis: lho. Nada tutur : penutur berbicara dengan nada sedang. Tekanan: keras pada kata awas. Diksi berupa bahasa nonstandar yang menggunakan bahasa tidak baku yaitu ambilin dan nggak. Penanda pragmatik B14: Penutur adalah kakak laki-laki dari MT berusia 22 tahun dan MT adalah adik perempuan dari penutur berusia 11 tahun. Tuturan terjadi ketika sedang makan bersama di ruang makan pada siang hari. MT sedang asyik menikmati makanannya. Penutur ingin tambah nasi. Penutur dan MT membeli nasi di warung Budenya yang tinggal di sebrang gang rumah. Penutur mengancam MT jika tidak mau mengambilkan nasi lagi. MT terpaksa memenuhi permintaan penutur. Tujuan : penutur mengancam MT supaya mau melakukan apa yang dimintanya. Tindak verbal : komisif. Tindak perlokusi : MT terpaksa melakukan apa yang diminta penutur karena ancaman padanya.

4.2.2.3 Kategori Ketidaksantunan Melecehkan Muka

Berikut ini adalah penanda linguistik dan pragmatik yang melingkupi tuturan tidak santun terdapat dalam kategori melecehkan muka yang disajikan berdasarkan subkategori ketidaksantunan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, yaitu 1 menegur; 2 menyarankan; dan 3 menyindir; 4 melarang; 5 menuntut; dan 6 menyuruh.