Maksud Melarang Maksud Ketidaksantunan

152

BAB V PENUTUP

Bab ini menguraikan dua hal penting, yaitu 1 simpulan dan 2 saran. Simpulan meliputi rangkuman atas keseluruhan penelitian ini. Sedangkan saran meliputi hal-hal relevan yang kiranya perlu diperhatikan, baik untuk mahasiswa jurusan pendidikan bahasa maupun penelitian lanjutan.

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data ditemukan tuturan yang tidak santun dalam interaksi antaranggota keluarga maupun antarkeluarga pada keluarga pendidik di Kotamadya Yogyakarta. Simpulan hasil analisis dapat diuraikan berdasarkan tiga rumusan masalah penelitian untuk menjawab pertanyaan mengenai wujud, penanda, dan maksud ketidaksantunan apa sajakah yang ada dalam ranah keluarga pendidik di Kotamadya Yogyakarta. Wujud ketidaksantunan linguistik yang ditemukan dalam ranah keluarga pendidik di Kotamadya Yogyakarta berupa semua tuturan lisan tidak santun yaitu tuturan yang melanggar norma, mengancam muka sepihak, melecehkan muka, menghilangkan muka, dan menimbulkan konflik yang telah ditranskrip menjadi tuturan non-lisan. Wujud ketidaksantunan pragmatik yang ditemukan berupa penyampaian tuturan dengan cara ketus, sinis, tegas, keras, kesal tanpa memperhatikan perasaan mitra tutur, dan ada pula ketidaksantunan karena bertutur dengan orang yang usianya lebih tua dari penutur. Penanda ketidaksantunan linguistik yang ditemukan berupa nada, tekanan, intonasi, kata fatis, dan diksi. Tuturan yang melanggar norma ditandai dengan nada tutur sedang dan tinggi; tekanan keras dan lunak; intonasi seru, berita, tanya, dan perintah; kata fatis kok; serta diksi bahasa nonstandar. Tuturan yang mengancam muka sepihak ditandai dengan nada tutur rendah, sedang dan tinggi; tekanan keras dan lunak; intonasi seru, berita, tanya, dan perintah; kata fatis lho, kok, sih, dan lah; serta diksi bahasa nonstandar dan bahasa populer. Tuturan yang melecehkan muka ditandai dengan nada tutur sedang dan tinggi; tekanan keras dan lunak; intonasi seru, berita, tanya, dan perintah; kata fatis kok, yo, ih, sih, nah, dan lha; serta diksi bahasa nonstandar dan bahasa populer. Tuturan yang menghilangkan muka ditandai dengan nada tutur sedang dan tinggi; tekanan keras dan lunak; intonasi seru dan berita; kata fatis sih, lho, dan kok; serta diksi bahasa nonstandar dan bahasa populer. Tuturan yang menimbulkan konflik ditandai dengan nada tutur rendah, sedang dan tinggi; tekanan keras dan lunak; intonasi seru, berita, tanya, dan perintah; kata fatis lho, sih, dan kok; serta diksi bahasa nonstandar dan bahasa populer. Penanda ketidaksantunan pragmatik berdasarkan kelima kategori ketidaksantunan berbahasa, yaitu melanggar norma, mengancam muka sepihak, melecehkan muka, menghilangkan muka, dan menimbulkan konflik, ditandai dengan tuturan yang dilakukan antaranggota keluarga ataupun antarkeluarga pendidik. Situasi yang melingkupi tuturan itu mulai dari santai, serius, bahkan menegangkan yang dapat memunculkan pertengkaran. Tujuan tuturan hanya sekedar menanggapi, mengancam, memprotes, bertanya, menasehati, menyindir,