Teori ketidaksantunan berbahasa dalam pandangan Locher and Watts

4 Tuturan sebagai bentuk tindakan atau aktivitas Bila gramatika menangani unsur-unsur kebahasaan sebagai entitas yang abstrak, seperti kalimat dalam studi sintaksis, proposisi dalam studi semantik, dan sebagainya, pragmatik berhubungan dengan tindak verbal verbal act yang terjadi dalam situasi tertentu. Dalam hubungan ini, pragmatik menangani bahasa dalam tingkatannya yang lebih konkret dibanding dengan tata bahasa. Tuturan sebagai entitas yang konkret jelas penutur dan lawan tuturnya, serta waktu dan tempat pengutaraannya. 5 Tuturan sebagai produk tindak verbal Tuturan yang digunakan di dalam rangka pragmatik, seperti yang dikemukakan dalam kriteria keempat merupakan bentuk dari tindak tutur. Oleh karenanya, tuturan yang dihasilkan merupakan bentuk dari tindak verbal. Sebagai contoh, kalimat Apakah rambutmu tidak terlalu panjang? Dapat ditafsirkan sebagai pertanyaan atau perintah. Dalam hubungan ini, dapat ditegaskan ada perbedaan yang mendasar antara kalimat sentence dengan tuturan utturance. Kalimat adalah entitas gramatikal sebagai hasil kebahasaan yang diidentifikasikan lewat penggunaannya dalam situasi tertentu. Yule melalui Nugroho:120 mengemukakan konsep yang tidak jauh berbeda dari konsep Leech yakni konteks dalam kaitannya dengan kemampuan seseorang untuk mengidentifikasi referen-referan yang bergantung pada satu atau lebih pemahaman orang itu terhadap ekspresi yang diacu. Berkaitan dengan penjelasan tersebut, Yule membedakan konteks dan koteks. Konteks ia definisikan sebagai lingkungan fisik dimana sebuah kata dipergunakan. Koteks menurut Yule adalah bahan linguistik yang membantu memahami sebuah ekspresi atau ungkapan. Konteks adalah bagian linguistik dalam lingkungan tempat sebuah ekspresi dipergunakan. Leech 1983 telah menjelaskan lima aspek penting dalam suatu tuturan. Verschueren 1998:76 memaparkan tentang hal yang berkenaan dengan penutur dan lawan tutur. Sebuah pesan message, untuk dapat sampai kepada ‘interpreter’ I dari seorang ‘utterer’ U, selain akan ditentukan oleh keberadaan konteks linguistiknya linguistic context, juga oleh konteks dalam pengertian yang sangat luas, yang mencakup latar belakang fisik tuturan physical world of the utterance , latar belakang sosial dari tuturan social world of the utterance, dan latar belakang mental penuturnya mental world of the utterance. Jadi setidaknya, Verschueren menyebut empat dimensi konteks yang sangat mendasar dalam memahami makna sebuah tuturan. 1 ‘The utterer’ dan ‘The Interpteter’ Pembicara penutur dan lawan bicara mitra tutur adalah dimensi yang paling signifikan dalam pragmatik. Lazim pula dipahami, bahwa ‘pembicara’ atau ‘penutur’ utterer itu memiliki banyak suara many voices, sedangkan mitra tutur atau mitra wicara interpreter, lazimnya dikatakan memiliki banyak peran. Dalam kaitan dengan hal ini Verschueren 1998 menyebut, ‘the utterer’s many voices, the interpreter’s many roles’. Adapun yang dimaksud adalah bahwa dalam praktik bertutur sesungguhnya, maksud tuturan yang disampaikan ‘utterer’ tidak selalu berdimensi satu, kadang-kadang justru berdimensi banyak, rumit, dan kompleks. Fakta kebahasaan yang ada dalam kehidupan sehari-hari menegaskan bahwa penutur atau pembicara, atau yang lazim disebut ‘the speaker’ dan ‘the utterer’, memang memiliki banyak kemungkinan kata. Bahkan ada kalanya pula, seorang penutur atau ‘utterer’ dapat berperan sebagai ‘interpreter’. Dia sebagai penutur atau pembicara, tetapi juga sekaligus dia sebagai pengintepretasi atas apa yang sedang diucapkannya itu. Jadi, untuk dapat berkomunikasi dan bertutur sapa dengan secara baik, ‘utterer’ memang harus dapat memfungsikan dirinya sebagai ‘interpreter’. Utterer harus dapat mendalami dan menyelami diri dan benak mitra tutur, tidak hanya ‘mengerti’ dan ‘memahami’ mitra tutur saja. Hal lain yang harus diperhatikan dan diperhitungkan dalam kaitan dengan ‘utterer’ dan ‘interpreter’, seperti jenis kelamin, adat-kebiasaan, dan semacamnya adalah ‘pengaruh dari jumlah’ orang yang hadir dalam sebuah pertutursapaan. Jadi, memang akan menjadi sangat berbeda makna kebahasaan yang muncul bilamana sebuah pertutursapaan dihadiri orang dalam jumlah banyak, dan bilamana hanya dihadiri dua pihak saja, yakni penutur utterer dan mitra tutur interpreter. 2 Aspek-aspek Mental ‘Language User’ Konsep ‘language users’ menunjuk pada dua pihak, yakni ‘utterer’ dan ‘interpreter’. Akan tetapi, telah disinggung bahwa kadangkala kehadiran di luar pihak ke-1 dan ke-2 masih ada kehadiran pihak lain yang perlu sekali dicermati peran dan pengaruhnya terhadap bentuk kebahasaan yang muncul. Kehadiran mereka semua itu dalam sebuah pertutursapaan, akan berpengaruh besar pada dimensi ‘mental’ penutur. Sebagai contoh perbincangan antara seorang