penting. Melimpahnya produksi dengan dukungan birokrasi, ketersediaan lahan kelas wahid, infrastruktur fisik berupa jalan, jembatan, dan irigasi, serta lembaga riset
bereputasi internasional telah menempatkan negeri ini sebagai negara pengekspor gula terbesar kedua di dunia, setelah Kuba. Akan tetapi, seiring dengan perjalanan
sejarah, situasi yang sudah berbalik menjadi negara importir gula. Titik awal kehancuran itu adalah ketika pola sewa lahan petani oleh pabrik gula PG dihentikan
dan diganti tebu rakyat. Pemisahan antara manajemen penyediaan bahan baku dan pabrikasi secara sistematis membuat produksi tidak maksimal. Disintegrasi vertikal
juga terbukti menjadi sumber konflik dengan solusi menyakitkan, apalagi dalam implementasinya belasan institusi yang secara tidak langsung terlibat proses produksi
ikut mengatur dengan mekanisme kewenangan yang tidak jelas dan penuh kepentingan,
Djoehana S dan Husaini A, 1992.
2.2.2. Produksi dan Konsumsi Gula
Memenuhi kebutuhan akan pemanis telah tersedia sejumlah alternatif sumber bahan pemani yang baik alami maupun yang buatan sintetis. Bahan pemanis alami
maupun bahan pemanis buatan telah digunakan secara luas baik untuk keperluan konsumsi rumah tangga maupun bahan baku industri pangan. Luas wilayah dengan
potensi sumber daya alam yang berlimpah, gula merupakan sala satu komoditas strategis, karena kontribusinya bagi perekonomian nasional, perannya dalam
ketahanan pangan, banyak investasi dan tenaga kerja, serta luas lahan keterkaitanya dan kedudukan gula dalam industri primer maupun skunder. Ditinjau dari
kepentingan nasional indonesia gula merupakan tergolong sebagai sala satu komoditi strategi dalam ketahanan pangan Food Security, khususnya pada tanaman tebu.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Karena sebagai sala satu kebutuhan pokok Food Staple, masyarakat sebagai sumber karbohidrat, banyak menyerap tenaga kerja, serta mendukung industri sekunder sperti
industri makanan dan minuman. Namun dari besarnya pangsa pengeluaran rumah tangga untuk belanja gula terhadap pengeluaran, penelitian pada tahun 1986 dan
1995, menunjukkan bahwa pangsanya sangat kecil yakni 2. 15 untuk rata – rata dalm negeri 1. 95 untuk daerah perkotaan dan 2.27 untuk daerah pedesaan,
Aburazak, 2008. Produksi dan konsmsi gula di jawa mempunyai kecenderungan yang
meningkat, namun kenaikan produksi lebih besar dari kenaikan konsumsi dan fluktuasi yang terjadi pada produksi lebih tinggi dari pada yang terjadi pada
konsumsi. Selama 20 tahun terakhir surplus gula sering lebih terjadi dari devisit gula secara signifikan sedangkan produsen berbiaya tinggi tidak menurunkan produksinya
dengan cara memproteksi industri gula dengan cara pemberian subsidi produksi, subsidi ekspor maupun pengenaan rintangan masuk, Aburazak, 2008.
Pelaku industri gula didalam negeri khususnya Jatim mengalami perubahan dari waktu kewaktu. Namun demikian, apabila ditinjau dari segi penguasaan sumber
daya atau manajemen produksi. Khususnya industri gula, maka periodesiasi industri gula secara garis besar dapat digolongkan menjadi 2 yakni menyangkut tebu
perusahaan dan tebu rakyat. Sifat penguasaan sumber daya yang berbeda tersebut berpengaruh produktivitas lahan dan total produksi gula yang diperoleh Aburazak,
2008.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
2.2.3. Kebijakan Industri Gula