2.2.3. Kebijakan Industri Gula
Gejolak industri gula Nasional selama 3 tahun terakhir diakibatkan oleh perubahan kebijakan pemerintah terhadap tebu dan proteksi dalam negeri. Dengan
terpaparnya pasar gula dalam negeri terhadap pasar gula dunia, harga gula yang terjadi dalam negeri akan berkaitan erat dengan program bongkar ratoon pada
tanaman tebu, harga gula terjadi dalam negeri berkaitan erat dengan harga gula dipasaran, dengan demikian mengalami fluktuasi harga gula dalam negeri, Faisal, A,
2000. Pengembangan gula di indonesia dilaksanakan dalam rangka kebijakan umum
untuk mencapai swasembada gula. Pemerataan distribusi stabilitas harga gula diseluruh indonesia. Kebijakan yang ditempuh oleh pemerintah dapat digolongkan
dalam tiga kategori cakupan kebijakan yakni : 1 Kebijakan dalam bidang produksi 2 Kebijakan dalam hal tataniaga gula 3 Kebijakan harga dan 4 sistem atau
program bongkar ratoon dalam daya saing dengan sistem lainnya. Dalam bidang produksi, pemerintah mengambil kebijakan ini ditempuh melalui Inpres Nomor : 9
Tahun 1975, yakni program Tebu Rakyat Intensifikasi TRI. Tujuan kebijakan ini pada dasarnya mengaitkan aspek produksi gula dengan bahan bakunya Tebu dalam
rangka menjamin pasokan tebu bagi pabrik gula, yang didukung oleh penyedia sarana produksi bagi petani melalui Koperasi Unit Desa KUD. Akibat dari kebijakan ini
areal tebu terus meningkat, sehingga pasokan tebu bagi pabrik gula lebih terjamin. Namun target produktivitas gula dari kebijakan ini tercapai. Kebijakan dalam bidang
produksi ini ternyata kurang didukung oleh kebijakan pada tingkat pabrik gula.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Kondisi beberapa pabrik gula yang sudah tua, menurut biaya pemeliharaan yang tinggi sehingga memungkinkan terjadi inefisiensi, Faisal, A, 2000.
Inefisiensi terjadi seringkali di alihkan kepetani karena sifatnya monofolinya, yakni melalui ekploitasi mutu maupun waktu tebang yang mengakibatkan rendahnya
randemen tebu disebabkan antara lain : 1 konflik yang berkepanjangan antara petani tebu dan pengolahan pabrik gula, 2 peralihan yang sangat cepat dari tebu lahan
sawah kelahan kering, 3 pada tahun – tahun terakhir terjadi ekonomi biaya tinggi baik usaha tani tebu, pabrik gula dan distribusi gula kepada konsumen, 4 terjadi
ketegaran kebijakan dan perencanaan, 5 terjadi kolusi industri gula menghambat program tebu rakyat, Faisal, A, 2000.
Kebijakan tataniaga gula pasir produk dalam negeri, sejak dikeluarkan surat keputusan Menteri Perdagangan dan Koperasi Nomor 122KP1111981, tentang
tataniaga gula pasir produk dalam negeri, pemerintah melalui bulog bertindak sebagai pembeli tunggal seluruh gula pasir produksi pabrik gula milik swasta maupun negara.
Untuk menjamin kelancaran pengadaan dan penyaluran gula pasir sebagai sala satu kebutuhan pokok masyarakat. Pengadaan tebu setara gula oleh kelompok tani tebu
disetorkan kepada pabrik gula oleh KUD yang memperoleh kredit pengadaan dari bank pemerintah. Untuk melindungi kepentingan konsumen maka ditetapkan harga
setempat oleh kepala bulog. Sebagai pembeli tunggal, bulog sekaligus menjadi distributor tunggal menjadi beban konsumen dan menyebabkan tingginya harga di
perdagangan pengecer. Faisal, A, 2000.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
2.2.4. Luas Areal Tanam