2. Teori Belajar Kontruktivisme
Kontruktivisme berhubungan dengan peristiwa yang kita alami sehari-hari. Suyono dan Hariyanto 2011 beranggapan bahwa kontruktivisme berlandaskan
melalui pengalaman, peserta didik dapat membangun dan mengonstruksi pengetahuan serta pemahaman sesuatu hal dengan pengalaman yang dialaminya.
Peserta didik akan memperoleh kesempatan memahami sesuatu dengan membangun pengetahuan yang dimilikinya didorong dengan didukung dengan
lingkungan sekitar mereka. Teori belajar konstruktivisme adalah teori belajar yang memandang bahwa setiap peserta didik membentuk pemahaman melalui apa yang
mereka pelajari sendiri dari suatu pengetahuan maupun keterampilan Schunk, 2012. Menurut Tugde dan Scrimsher dalam Schunk: 2012 Kegiatan
pembelajaran pada teori ini lebih banyak menempatkan penekanan pada kegiatan di lingkungan sosial sebagai fasilitator perkembangan. Teori konstruktivisme
yang paling disoroti adalah teori yang diungkapkan oleh Piaget dan Vygotsky. Piaget beranggapan bahwa perkembangan anak yang bermakna akan
membangun struktur kognitifnya untuk memahami dan menanggapi pengalaman dalam lingkungannya. Struktur kognitif anak akan meningkat sesuai dengan
perkembangan usianya menuju aktivitas mental yang lebih kompleks. Berkaitan dengan pengajaran di sekolah, menurut teori ini guru harus menekankan
pentingnya peran pengalaman bagi anak, atau interaksi anak dengan lingkungan sekitarnya. Menurut Suyono dan Hariyanto 2011 yang beranggapan bahwa
dengan mencermati peran penting konsep yang fundamental seperti kelestarian objek-objek, serta permainan-permainan yang mendukung struktur kognitif anak
dapat memunculkan pengalaman bagi anak yang tidak mudah dilupakan. Dengan demikian, guru dapat mengoptimalkan kegiatan belajar melalui permainan untuk
mendukung kegiatan pembelajaran di dalam kelas. Vygotsky beranggapan bahwa lingkungan sosial sebagai penentu
perkembangan individu. Interaksi dengan lingkungan dan teman sebaya akan meningkatkan perkembangan intelektual individu. Sesuai dengan konsep ZPD
Zone of Proximal Develompment
yang menyatakan adanya perbedaan antara apa yang dilakukan peserta didik sendiri dengan apa yang dapat dilakukan peserta
didik dengan bantuan orang lain. Orang lain yang dimaksud adalah teman sebaya, guru, dan orang tua Schunk:2012. Pendapat yang diungkapkan oleh Piaget dan
Vygotsky dapat dilihat dengan jelas melalui tabel 2.1 berikut ini: Tabel 2.1
Perbandingan teori Piaget dan Vygotsky
Paget Vygotsky
Konteks sosial-budaya
Kurang ditekankan Sangat ditekankan
Kontruktivisme
Kontruktivisme positif Kontruktivisme sosial
Perkembangan kognitif
Perkembangan kognituf sebagai akibat eksplorasi dan
peserta didik membangun pengetahuannya
Perkembangan kognitif muncul akibat interaksi sosial
Pengaruh budaya Perkembangan kognitif
bersifat universal Perkembangan kognitif
bervareasi
Tahapan
Menekankan pada tahapan Tidak ada tahapan
Peranan bahasa
Kurang berperan Sangat berperan membentuk
pikiran
Proses kunci Skematis, asimilasi,
akomodasi, operasi, kekekalan, klasifikasi,
hipotesis-deduktif Bahasa, dialog, alat budaya
zona perkembangan
Interaksi dengan orang lain
Teman sejawat dibutuhkan sebagai agen perubahan
Arang dewasa dibutuhkan sebagai agen perubahan
Proses Proses individu menjadi proses
sosial Proses sosial menjadi proses
psikologi individu
Sumber: Abdullah 2006 Paparan mengenai pendekatan konstruktivis di atas, menjelaskan bahwa
tugas guru berperan sebagai fasilitator. Fasilitator mempunyai peran untuk
menyediakan bimbingan dan menciptakan lingkungan yang kondusif dalam mendukung peserta didik memperoleh pengetahuannya. Guru dapat memfasilitasi
anak untuk berinteraksi dan bekerja sama dengan teman sebayanya. Pembelajaran kolaboratif akan lebih bermakna dari pada kompetitif, sehingga akan mengurangi
persaingan antar peserta didik. Penerapan pembelajaran kooperatif
Cooperative Learning
dapat memudahkan peserta didik dalam menemukan dan memahami konsep-konsep yang dianggap sulit
top down process
. Oleh karena itu, guru harus melibatkan peserta didik dalam pengalaman belajar yang dapat
memunculkan pengetahuan awal kemudian mendorong terjadinya kerja sama untuk menyimpulkan masalah dan meningkatkan pengetahuannya.
3. Kurikulum