KOMPETENSI LULUSAN MATERI PEMBELAJARAN PROSES PEMBELAJARAN PENILAIAN PENDIDIKAN DAN TENAGA KEPENDIDIKAN Hasil Penelitian yang Relevan

masalah ini akan jeruji pada dampak globalisasi yang sedang merajarela, seperti kemajuan teknologi yang pasti mengandalkan kompetensi dari seseorang, sehingga menimbulkan resepsi bahwa pengetahuan adalah segalanya. Jika sudah demikian, seorang pelajar mungkin akan stres karena beban prestasi ini, lalu mungkin juga pengaruh-pengaruh fenomena negatif seperti tawuran pelajar, narkoba, korupsi, dan lain-lain. Beberapa hal tersebut menjadi perhatian dunia pendidikan sehingga diharapkan Kurikulum 2013 dapat menjadi jembatan bagi pendidikan membuat peserta didik memiliki arah dalam mempersiapkan diri untuk masa depan. Kemendibud, 2013a Tantangan internal dan eksternal di atas adalah dua hal yang harus dihadapi seiring dengan perkembangan zaman yang sangat cepat. Akan tetapi alasan lain pentingnya perubahan kurikulum adalah kesenjangan yang sedang terjadi saat ini, kesenjangan-kesenjangan kurikulum yang terjadi akan ditunjukkan dalam tabel di bawah ini: Tabel 2.3. Identifikasi Kesenjangan Kurikulum KURIKULUM SEBELUM K13 KONSEP IDEAL

A. KOMPETENSI LULUSAN

1 Belum sepenuhnya menekankan pendidikan karakter 1 Berakhlak mulia 2 Belum menghasilkan keterampilan sesuai kebutuhan 2 Keterampilan yang relevan 3 Pengetahuan-pengetahuan lepas 3 Pengetahuan-pengetahuan terkait

B. MATERI PEMBELAJARAN

1 Belum relevan dengan kompetensi yang dibutuhkan 1 Relevan dengan kompetensi yang dibutuhkan 2 Beban belajar terlalu berat 2 Materi esensial 3 Terlalu luas, kurang mendalam 3 Sesuai dengan tingkat perkembangan anak

C. PROSES PEMBELAJARAN

1 Berpusat pada Guru 1 Berpusat pada peserta didik 2 Reses pembelajaran berorientasi pada buku teks 2 Sifat pembelajaran yang kontekstual 3 Buku teks hanya memuat materi bahasan 3 Buku teks memuat materi dan proses pembelajaran, sistem penilaian serta kompetensi yang diharapkan KURIKULUM SEBELUM K13 KONSEP IDEAL

D. PENILAIAN

1 Menekankan aspek kognitif 1 Menekankan aspek kognitif, afektif, psikomotorik secara proporsional 2 Tes Menjadi cara penilaian yang dominan 2 Penilaian tes pada portofolio saling melengkapi

E. PENDIDIKAN DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

1 Memenuhi kompetensi profesi saja 1 Memenuhi kompetensi profesi, pedagogi, sosial, dan personal 2 Fokus pada ukuran kinerja PTK 2 Motivasi mengajar

F. PENGELOLAAN KURIKULUM

1 Satuan pendidikan mempunyai pembebasan dalam pengelolaan kurikulum 1 Pemerintah pusat dan daerah memiliki kendali kualitas dalam pelaksanaan kurikulum di tingkat satuan pendidikan 2 Masih dapat kecenderungan satuan pendidikan menyusun kurikulum tanpa mempertimbangkan kondisi satuan pendidikan, kebutuhan peserta didik, dan potensi daerah 2 Satuan pendidikan mampu menyusun kurikulum dengan mempertimbangkan kondisi satuan pendidikan, kebutuhan peserta didik, dan potensi daerah 3 Pemerintah hanya menyiapkan sampai standar isi mata pelajaran 3 Pemerintah menyiapkan semua komponen kurikulum sampai buku dan pedoman Sumber: Mulyasa 2013 Melihat tantangan-tantangan yang dihadapi serta kesenjangan yang terjadi saat ini, perlu adanya pola pikir dalam dunia pendidikan misalnya dari pembelajaran yang umumnya tradisional diubah dengan pembelajaran yang dapat mengaktifkan peserta didik dan dengan memanfaatkan potensi loka yang ada di sekitar. Mengenai penguatan tata kelola dengan belajar dari pengalaman diterapkannya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP sehingga fungsi guru, peserta didik serta pegawai lainnya lebih jelas bahwa dalam kurikulum nantinya, semua dibuat berdasarkan standar nasional. Pendalaman dan perluasan materi dilakukan karena berdasarkan studi PISA tahun 2009, bahwa pelajar Indonesia hanya mampu mencapai level 3 tiga dalam belajarnya. Sangat jauh dari negara-negara lainnya. Pendalaman dan perluasan materi sangat penting dilakukan untuk menghindari ketertinggalan Kemendikbud, 2013a. Perubahan kurikulum perlu disesuaikan dengan kondisi masa depan, kondisi pendidikan saat ini dianggap kurang untuk mempersiapkan masa depan sehingga perlu dilakukan pergeseran proses pembelajaran. Kemendikbud 2013a menuliskan pergeseran proses diarahkan menjadi; 1 dari berpusat pada guru menuju berpusat pada peserta didikpeserta didik; 2 dari satu arah menuju interaktif; 3 dari isolasi menuju lingkungan jejaring; 4 dari pasif menuju aktif- menyelidiki; 5 dari mayaabstrak menuju konteks dunia nyata; 6 dari pembelajaran pribadi menuju pembelajaran berbasis tim; 7 dari luas menuju perilaku khas memberdayakan kaidah keterkaitan; 8 dari stimulasi rasa tunggal menuju stimulasi ke segala penjuru; 9 dari alat tunggal menuju alat Multimedia; 10 dari hubungan satu arah bergeser menuju kooperatif; 11 dari produksi massa menuju kebutuhan pelanggan; 12 dari usaha sadar menu jamak; 13 dari satu ilmu pengetahuan bergeser menuju pengetahuan disiplin jamak; 14 dari kontrol berpusat menuju otonomi dan kepercayaan; 15 dari pemikiran faktual menuju kritis; 16 dari penyampaian pengetahuan menuju pertukaran pengetahuan. Sejalan dengan itu pergeseran proses pembelajaran seperti di atas, perlu juga dilakukan penyempurnaan pola pikir dan penggunaan pendekatan baru dalam perumusan Standar Kompetensi Lulusan SKL. Perumusan SKL da dalam KBK 2004 dan KTSP 2006 yang diturunkan dari Standar Isi SI harus diubah menjadi perumusan yang diturunkan dari kebutuhan. Penyempurnaan pola pikir perumusan kurikulum dapat dilihat pada tabel 2.4 berikut ini: Tabel 2.4. Penyempurnaan Pola Pikir No. KBK 2004 KTSP 2006 Kurikulum 2013 1 Standar Kompetensi Lulusan diturunkan dari Standar Isi Standar Kompetensi Lulusan diturunkan dari kebutuhan 2 Standar Isi dirumuskan berdasarkan Tujuan Mata Pelajaran Standar Kompetensi Lulusan Mata Pelajaran yang dirinci menjadi Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Standar Isi diturunkan dari Standar Kompetensi Lulusan melalui Kompetensi Inti yang bebas mata pelajaran 3 Pemisahan antar mata pelajaran pembentukan sikap, pembentukan keterampilan, dan pembentukan pengetahuan Semua mata pelajaran harus berkontribusi terhadap pembentukan sikap, keterampilan, dan pengetahuan 4 Kompetensi diturunkan dari mata pelajaran Mata pelajaran diturunkan dari kompetensi yang Iin dicapai 5 Mata pelajaran lepas satu dengan yang lain, seperti sekumpulan mata pelajaran terpisah Semua mata pelajaran diikat oleh Kompetensi Inti tiap kelas Sumber: Mulyasa 2013 Kurikulum 2013 mempunyai 4 empat elemen perubahan yaitu, Standar Kompetensi Lulusan SKL, Standar Isi, Standar Proses dan Standar Penilaian. Standar Kompetensi Lulusan Merupakan salah satu dari 8 delapan standar nasional pendidikan sebagaimana yang telah di tetapkan dalam Pasal 35 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Kompetensi lulusan merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup pengetahuan, sikap, dan keterampilan, yang akan menjadi acuan bagi pengembangan kurikulum dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Elemen perubahan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 2.5 Elemen Perubahan Kurikulum ELEMEN DESKRIPSI SD Kompetensi Lulusan Adanya peningkatan dan keseimbangan dot skills dan Kardi skills yang meliputi aspek Kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan Kedudukan mata pelajaran ISI Kompetensi yang semula diturunkan dari mata pelajaran berubah menjadi mata pelajaran dikembangkan dari kompetensi Pendekatan ISI Kompetensi dikembangkan melalui: Tematik terasi dalam semua pelajaran Tematik terasi dalam semua pelajaran - Holistik dan interaktif berfokus pada alam, sosial, dan budaya - Pembelajaran dilaksanakan dengan pendekatan sains - Jumlah mata pelajaran dari 10 menjadi 6 - Jumlah jam bertambah 4JPMinggu akibat perubahan pendekatan pembelajaran Proses pembelajaran - Standar yang semula terproses pada eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi dilengkapi dengan proses mengamati, menanya, mengolah, menalar, menyajikan, menyimpulkan, dan mencipta - Belajar tidak hanya terjadi di ruang kelas, tetapi juga di lingkungan sekolah dan masyarakat - Guru bukan satu-satunya sumber belajar - Sikap tidak diajarkan secara verbal, tetapi melalui contoh dan teladan Tematik dan terpadu Penilaian - Penilaian berbasis kompetensi - Pergeseran dari penilaian melalui tes mengukur kompetensi pengetahuan berdasarkan hasil kerja, menuju penilaian otentik mengukur semua kompetensi sikap, keterampilan dan pengetahuan berdasarkan proses dan hasil - Memperkuat PAP Penilaian Acuan Patokan yaitu pencapaian hasil belajar didasarkan pada posisi skor yang di perolehnya terhadap skor ideal maksimal - Penilaian tidak hanya pada level KD, tetapi juga pada Kompetensi Inti dan SKL - Mendorong pemanfaatan portofolio yang dibuat peserta didik sebagai instrumen utama penelitian Ekstrakurikuler - Pramuka wajib - UKS - PMR - Bahasa Inggris Sumber: Mulyasa 2013 Elemen perubahan di atas menjelaskan bahwa Kurikulum 2103 menata ulang SNP yang telah berlaku sehingga menjadi penyempurnaan bagi pendidikan nasional. Penataan ulang yang dilakukan dengan memperhatikan perkembangan zaman dan kesenjangan yang terjadi saat ini, dengan memperhatikan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik yang diterapkan pada peserta didik. Sehingga peserta didik nantinya dapat memperoleh pembentukan pengetahuan, sikap dan keterampilan secara merata melalui pembelajaran kurikulum 2013.

b. Pendekatan Tematik Integratif

Kurikulum 2013 menerapkan pendekatan tematik integratif sebagai pendekatan dalam proses pembelajaran di tingkat sekolah dasar. Dalam perubahan yang dilakukan pada Kurikulum 2013 dilandasi oleh berbagai hal, antara lain adalah landasan yuridis, teoritis, dan konseptual. Pembelajaran kontekstual merupakan salah satu landasan konseptual pengembangan Kurikulum 2013 Mulyasa, 2013. Pembelajaran kontekstual diharapkan dapat menciptakan kondisi belajar menjadi semirip mungkin dengan situasi aslinya atau kondisi nyata. Hal ini bertujuan agar guru dapat dengan mudah mengaitkan pembelajaran yang dilakukan dengan kondisi nyata yang sebenarnya. Pendekatan kontekstual merupakan konsep yang digunakan untuk membantu guru dalam mengaitkan materi yang diajarkan dengan kondisi nyata yang ada di sekitar peserta didik, sehingga akan membantu peserta didik untuk membantu memahami kemudian menghubungkan pengetahuan yang diperoleh dengan menerapkan dalam konsep kehidupan sehari-hari Suprijono, 2011. Pendapat senada juga diungkapkan oleh Asra 2009 yang mengungkapkan bahwa pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang lebih pada upaya guru untuk memfasilitasi peserta didik dalam memahami relevansi materi , sehingga peserta didik mampu mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Pada dasarnya pendekatan kontekstual lebih menekankan pada pembelajaran yang berpusat pada peserta didik. Guru hanya bertugas sebagai fasilitator, yang memfasilitasi peserta didik dalam belajar, namun tidak sepenuhnya melepas peserta didik. Karena dalam pembelajaran ini peserta didik dapat mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan pemahaman kontekstual mereka dengan menghubungkan materi pembelajaran dengan kehidupan sehari-hari. Sehingga proses belajar seperti ini akan bermakna karena peserta didik belajar dari pengalamannya. Komponen dalam pendekatan pembelajaran kontekstual sama dengan yang digunakan dalam Kurikulum 2013, seperti dalam Sagala 2009 yang mengungkapkan bahwa komponen pembelajaran kontekstual adalah kontruktivisme atau yang berhubungan dengan perkembangan pemikiran peserta didik, bertanya, menemukan, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi, dan penilaian sebenarnya adalah data-data yang diperoleh dari kegiatan yang dilakukan oleh peserta didik. Pendapat tersebut senada dengan Riyanto 2010 data yang dihasilkan peserta didik dapat berupa proyek atau kegiatan, laporan, tugas rumah, kuis, karya, presentasi atau penampilan peserta didik, demonstrasi, laporan, jurnal, hasil tes tulis, dan karya tulis. Pembelajaran kontekstual disampaikan pada bab ini dimaksudkan guna menjelaskan tentang pendekatan tematik integratif yang pada dasarnya juga menerapkan konsep pembelajaran kontekstual. Pendekatan tematik integratif lebih condong pada konsep keterkaitan muatan pelajaran satu dengan lainnya yang kemudian terintegrasi sehingga sesuai dengan konteks pribadi peserta didik. Sehingga dalam proses pembelajarannya peserta didik belajar dengan mengaitkan pelajaran satu dengan yang lainnya dan peserta didik dapat mengaplikasikannya ke dalam kehidupan sehari-hari. Model pembelajaran tematik pada awalan dikenal dengan istilah Integrative Thematic Instriction ITI yang berkembang sekitar tahun 1970. Belakangan ini model pembelajaran tematik dianggap memiliki efektivitas bagi pembelajaran di Indonesia. Dipandang efektif karena pendekatan tematik mencakup berbagai dimensi serta pembelajarannya menyeluruh yang mencakup aspek emosi, fisik, dan akademik di kelas maupun di lingkungan sekolah. Kemendikbud, 2013a Pembelajaran pada Kurikulum 2013 di semua tingkatan kelas rendah maupun kelas tinggi dilaksanakan secara tematik integratif, sehingga atap pelajaran tidak disajikan Sara terpisah melainkan berdasarkan tema. Tema tersebut kemudian dikombinasikan dengan mata pelajaran yang saling berkaitan Mulyasa, 2013. Dalam pembelajaran tematik integratif, mata pelajaran satu dengan yang lainnya melebur menjadi satu, sehingga peserta didik tidak akan menyadari mata pelajaran apa yang sedang mereka pelajar. Hadisbroto dalam Trianto 2011 mengungkapkan bahwa pembelajaran terpadu lebih pada mengaitkan suatu pokok bahasan dengan pokok bahasan lainnya atau tema tertentu, suatu konsep dengan konsep tertentu, yang dilakukan secara spontan maupun direncanakan serta dapat mencakup satu bidang studi bahkan lebih dengan berbagai pengalaman belajar anak sehingga menjadi lebih bermakna. Sedangkan Joni dalam Trianto 2011 juga mengungkapkan bahwa pembelajaran terpadu merupakan sebuah sistem yang dapat mengaktifkan peserta didik baik secara individu maupun kelompok untuk mencari, menggali serta menemukan konsep bahkan prinsip keilmuan secara holistik, bermakna, dan otentik. Trianto 2011 sendiri menegaskan bahwa pembelajaran terpadu merupakan suatu pendekatan belajar mengajar dengan melibatkan berbagai bidang studi untuk memberikan pengalaman yang bermakna bagi peserta didik. Pembelajaran terpadu selalu dikatakan memiliki ciri pembelajaran secara holistik, bermakna dan otentik. Sugiyanto 2010 mengungkapkan bahwa pembelajaran tematik terpadu dikatakan holistik karena peserta didik belajar tidak hanya dari satu bidang kajian saja, tetapi didapatkan dari berbagai bidang, sehingga peserta didik lebih dapat memahami banyak hal setelah belajar. Dikatakan bermakna karena peserta didik mampu menghubungkan berbagai konsep untuk menemukan keterkaitan konsep dengan kehidupan sehari-hari mereka. Otentik karena peserta didik mengetahui secara langsung apa yang sedang dipelajarinya. Dan dikatakan aktif karena peserta didik secara aktif menggunakan fisik, mental, intelektual, dan emosinya untuk menggali pengetahuan dalam proses belajar mengajar yang dialami. Pendapat para ahli mengenai pembelajaran tematik integratif di atas, dapat disimpulkan bahwa pendekatan tematik integratif merupakan pendekatan yang mengusahakan keterkaitan antar bidang studi, antar konsep, antar pokok bahasan, antar tema bahkan hingga pembelajaran tersebut dapat memberikan pengalaman yang bermakna bagi peserta didik. Hal ini dikarenakan dalam pembelajaran tematik integratif mengusahakan peserta didik memperoleh pembelajaran secara holistik, bermakna, dan otentik.

c. Pendekatan Saintifik

Pendekatan yang digunakan dalam pengembangan Kurikulum 2013 adalah dengan pendekatan saintifik ilmiah. Pemilihan pendekatan saintifik dalam proses pembelajaran karena informasi yang di peroleh bisa dari mana saja, kapan saja, dan tidak bergantung dari informasi yang keluar dari guru. Maka kondisi pembelajaran yang diharapkan dapat mendorong peserta didik dalam mencari tahu dari berbagai sumber observasi, bukan diberi tahu terlebih dahulu saat berada di dalam kelas oleh guru. Pembelajaran yang terjadi di kelas, menekankan pada perkembangan sikap, keterampilan dan pengetahuan peserta didik. Para ilmuwan, lebih mengedepankan penalaran induktif dari pada penalaran deduktif. Penalaran induktif adalah, cara pikir dengan memandang fenomena atau situasi spesifik untuk kemudian menarik simpulan secara menyeluruh. Sedangkan, penalaran deduktif adalah cara pikir dengan memandang fenomena atau situasi yang umum yang kemudian menarik kesimpulan yang lebih spesifik. Proses pembelajaran dalam Kurikulum 2013 menitik beratkan pada esensi pendekatan saintifik Kemendikbud, 2013. Proses pendekatan dengan menerapkan pendekatan saintifik bermaksud guna memberikan pemahaman bagi peserta didik untuk mengenal dan memahami materi yang diperoleh dengan menggunakan pendekatan ilmiah Kemendikbud, 2013. Peserta didik yang mempelajari materi pembelajaran Seongnam menggunakan pendekatan yang ilmiah dapat membuat peserta didik mendapatkan informasi yang berasal dari luar guru. Proses pembelajaran semacam ini mengarahkan peserta didik untuk memperoleh informasi secara mandiri. Pendekatan saintifik juga dapat diartikan sebagai pendekatan keterampilan proses. Pendekatan keterampilan proses menurut Semiawan dik, 1985 adalah pendekatan yang membuat peserta didik untuk belajar menemukan dan mengembangkan sendiri fakta dan konsep serta menumbuh kembangkan sikap dan nilai dari pembelajaran yang dilakukan. Hal ini dapat diperoleh peserta didik melalui langkah-langkah dalam pembelajaran saintifik. Langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan saintifik terdiri dari mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasikan dan mengomunikasikan. Muatan pelajaran di setiap pembelajaran berbeda-beda. Oleh karena itu, langkah-langkah yang digunakan untuk setiap pembelajaran berbeda dan tidak harus urut. Berikut ini langkah-langkah pendekatan saintifik dalam pembelajaran tematik integratif Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, 2013. 1 Mengamati Kegiatan pembelajaran yang direncanakan oleh guru sebaiknya memberi makna bagi para peserta didik. Metode mengamati memiliki keunggulan tertentu bagi peserta didik, seperti menyajikan media objek secara nyata sehingga peserta didik senang dan tertantang. Oleh karena itu rasa ingin tahu pada masing-masing peserta didik dapat terjawab. Kegiatan mengamati dalam pembelajaran dilakukan dalam beberapa langkah. Langkah-langkah tersebut adalah 1 menentukan objek yang akan diamati, 2 membuat pedoman pengamatan sesuai dengan objek yang akan diamati, 3 menentukan secara jelas data-data yang perlu diamati, 4 menentukan tempat pelaksanaan pengamatan, 5 menentukan cara yang tepat dan jelas supaya pengamatan berjalan lancar, dan 6 menentukan cara yang digunakan untuk mencatat data pengamatan. Kegiatan pengamatan yang dilakukan dalam pembelajaran pasti melibatkan peserta didik. Selain langkah-langkah pengamatan, guru perlu menentukan bentuk pengamatan yang akan digunakan dalam pembelajaran. Ada tiga bentuk keterlibatan peserta didik dalam melakukan pengamatan. P ertama, pengamatan biasa. Pada pengamatan ini peserta didik sebagai subjek pengamatan, di mana peserta didik tidak melibatkan diri dengan objek pengamatan. Kedua, pengamatan terkendali. Sama seperti pengamatan biasa namun dalam pengamatan ini objek pengamatan ditempatkan pada ruangan khusus yang telah dikendalikan, sehingga termuat nilai-nilai percobaan atau eksperimen. Ketiga, pengamatan partisipatif, pada pengamatan model ini, peserta didik terlibat secara langsung dengan objek yang diamati Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, 2013. Selain bentuk-bentuk penelitian, ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh guru dan peserta didik. Cermat, objektif dan jujur serta fokus pada objek yang diamati, untuk kepentingan pembelajaran. Homogenitas atau heterogenitas subjek, objek atau situasi yang diamati. Guru dan peserta didik perlu memahami apa yang hendak dilakukan untuk membuat catatan atau hasil pengamatan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, 2013. 2 Menanya Pembelajaran di kelas maupun di luar kelas tidak lepas dari kegiatan bertanya. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan 2013, menerangkan ada beberapa fungsi bertanya. Fungsi bertanya antara lain, membangkitkan rasa ingin tahu, minat dan perhatian peserta didik terhadap suatu pembelajaran, mendorong dan menginspirasi peserta didik untuk belajar mengembangkan pertanyaan yang dibuat dari dan untuk dirinya sendiri, mendiagnosis kesulitan belajar peserta didik, membangkitkan keterampilan peserta didik dalam bidang komunikasi, mendorong partisipasi peserta didik dalam kegiatan kelompok, mendorong sikap keterbukaan untuk menerima dan memberi masukan atau gagasan pada orang lain, dan melatih kesantunan dalam berbicara. Kegiatan bertanya di dalam pembelajaran, harus memiliki tujuan yang jelas. Ada beberapa kriteria pertanyaan yang baik, di antaranya adalah pertanyaan harus singkat dan jelas, menginspirasi jawaban, memiliki fokus, bersifat probling atau divergen, bersifat validatif atau penguatan, memberi kesempatan peserta didik untuk berpikir ulang, merangsang peningkatan tuntutan kemampuan kognitif, dan merangsang proses interaksi Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, 2013. 3 Mengumpulkan Informasi Mengumpulkan informasi merupakan salah satu tindak lanjut dari kegiatan bertanya. Peserta didik mengumpulkan berbagai informasi dari berbagai sumber yang ada di lingkungan melalui berbagai cara. Melalui kegiatan ini peserta didik dilatih untuk menghubungkan antara informasi yang satu dengan yang lainnya. Setelah peserta didik dapat menghubungkan informasi yang satu dengan informasi yang lain, diharapkan peserta didik mampu membuat kesimpulan dari hal yang diamati atau dipertanyakan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, 2013. 4 Mengasosiasikan Mengasosiasikan adalah mengolah informasi. Informasi-informasi yang telah peserta didik temukan selanjutnya akan diolah untuk mendapatkan kesimpulan. Pengolahan informasi dapat berupa menambah sampai mengolah informasi yang bersifat mencari solusi berdasarkan sumber-sumber yang ada Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, 2013. 5 Mengomunikasikan Peserta didik telah memperoleh dari kegiatan mengamati, bertanya, mencari informasi dan mengolah informasi yang ada. Kegiatan-kegiatan yang telah dilalui peserta didik sebaiknya diceritakan atau dituliskan sebagai bentuk komunikasi. Peserta didik perlu dibiasakan menyampaikan pendapat atau mengomunikasikan hasil belajarnya Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, 2013. Pendekatan saintifik pada Kurikulum 2013 pada dasarnya merujuk pada suatu proses pembelajaran yang menuntun peserta didik untuk menemukan sendiri jawaban dari sebuah permasalahan yang dihadapinya dengan mengedepankan ide- ide kreatif peserta didik, sehingga dapat mengembangkan Kemampuan peserta didik secara holistik mulai dari anak pengetahuan, sikap hingga keterampilan.

d. Penilaian Otentik

Penilaian otentik adalah jenis penilaian yang memicu peserta didik untuk aktif dalam membangun suatu pengetahuan yang dimilikinya agar dapat memicu pembentukan kompetensi yang sudah ditemukan, seperti yang telah ditetapkan dalam Standar Kompetensi Lulusan SKL, Standar Kompetensi SK, Kompetensi Dasar KD, maupun indikator lebih mengarah kepada penilaian kompetensi Muslich, 2011. Pendapat berbeda diungkapkan oleh Johnson dalam Komalasari 2011, yang mengungkapkan bahwa penilaian otentik memberikan kesempatan bagi peserta didik agar mampu menunjukkan apa yang telah mereka pelajari atau temui selama proses belajar mengajar berlangsung. Pengertian ini memungkinkan peserta didik untuk belajar secara nyata. Pendapat para ahli di atas senada dengan pendapat Komalasari 2011 yang mengungkapkan bahwa penilaian otentik merupakan penilaian hasil belajar yang merujuk pada kondisi yang bersifat nyata. Penilaian otentik memerlukan pendekatan yang berbeda-beda dalam pelaksanaannya, hal ini untuk memungkinkan peserta didik menemukan pemecahan masalah yang berbeda-beda pula. Pendapat lain diungkapkan oleh Kunandar 2014 yang mengungkapkan bahwa penilaian otentik yaitu kegiatan dalam menilai peserta didik lebih ditekankan pada apa yang seharusnya dinilai, baik dari proses maupun keseluruhan hasil yang diperoleh dari instrumen penilaian. Pendapat serupa juga diungkapkan oleh Majid 2014 yang menegaskan bahwa penilaian otentik merupakan penilaian yang dilakukan untuk mengetahui tentang gambaran perkembangan dari peserta didik. Paparan yang telah dikemukakan oleh para ahli di atas, dapat disimpulkan bawa penilaian otentik adalah penilaian yang tidak hanya mengukur atau memberi penilaian pada hasil belajar saja, melainkan lebih menekankan pada penilaian proses dari awal hingga akhir yang dilakukan oleh peserta didik. Penilaian ini dapat mengukur tingkat perkembangan peserta didik dalam menerima pembelajaran. Oleh sebab itu. Dengan adanya penilaian otentik ini diharapkan peserta didik mampu mengeksplor segala kemampuan yang dimiliki secara maksimal.

6. Pembagian Materi

a. Tema Kegemaranku

Tema kegemaranku adalah tema kedua di kelas 1 SD semester 1. Tema ini terdiri dari 4 subtema, yaitu; 1 gemar berolahraga; 2 gemar bernyanyi dan menari; 3 gemar menggambar; 4 gemar membaca. Materi dalam tema ini memuat topik kegemaran dalam membaca yang dikaitkan antar muatan pelajaran. Dalam penelitian ini, peneliti mendapatkan subtema keempat yaitu “gemar membaca”.

b. Subtema Gemar Membaca

Subtema gemar membaca adalah subtema keempat dalam tema kegemaranku. Tema ini memuat materi yang dikaitkan dengan kebiasaan membaca. Terdapat empat mata pelajaran dalam materi ini yaitu matematika, bahasa Indonesia, PJOK, PPKn, dan SBdP. Secara garis besar, Materi matematika mempelajari tentang membilang hingga angka 99, dan mengolah data hasil wawancara; Bahasa Indonesia mempelajari tentang teks deskriptif; PJOK mempelajari tentang gerak lokomotor; PPKn mempelajari tentang peraturan dan SBdP mempelajari tentang kerajinan membuat sebuah buku sederhana.

7. Desain Pembelajaran

Desain merupakan rancangan dari suatu produk yang disesuaikan dengan kebutuhan. Sanjaya 2008 mengungkapkan desain adalah suatu proses yang bersifat linear yang diawali dari penentuan kebutuhan, kemudian mengembangkan rancangan untuk menanggapi kebutuhan tersebut, selanjutnya rancangan diuji cobakan dan akhirnya dilakukan efektivitas rancangan desain yang disusun. Desain di rancang dan dikembangkan untuk pemecahan suatu masalah di mana sebelumnya telah dilakukan penentuan kebutuhan terlebih dahulu melalui kegiatan pembelajaran. Pembelajaran adalah proses kerja sama antara guru dan siswa dalam memanfaatkan segala potensi dan sumber yang baik potensi yang bersumber dari dalam diri siswa itu sendiri seperti minat, bakat, dan kemampuan dasar yang dimiliki termasuk gaya belajar maupun potensi yang ada di luar diri siswa seperti lingkungan, sarana, dan sumber belajar sebagai upaya untuk mencapai tujuan belajar tertentu Sanjaya, 2008. Pembelajaran dikemas sedemikian rupa untuk menarik peserta didik dalam mengikuti pembelajaran. Pembelajaran dapat digabungkan dengan desain sebagai sebuah cara untuk memecahkan permasalahan yang terdapat dalam pembelajaran. Desain pembelajaran dapat membantu peserta didik dalam memenuhi kebutuhan akan belajar. Desain pembelajaran dapat berguna untuk mengetahui kebutuhan dari serta didik. Shambaugh 2006 berpendapat bahwa desain pembelajaran adalah suatu desain yang diarahkan untuk menganalisis kebutuhan peserta didik dalam pembelajaran kemudian berupaya untuk membantu dalam menjawab kebutuhan tersebut. Sedangkan menurut Gentry dalam Sanjaya, 2008 desain pembelajaran berkenaan dengan menentukan tujuan pembelajaran, strategi dan teknik untuk mencapai tujuan serta merancang media yang dapat digunakan untuk efektivitas pencapaian tujuan. Kedua teori tersebut dapat disimpulkan bahwa desain pembelajaran adalah rancangan dari analisis kebutuhan siswa mencakup tujuan pembelajaran, strategi, dan teknik yang dapat digunakan untuk efektivitas pencapaian kebutuhan tersebut. Sanjaya 2008 berpendapat bahwa desain pembelajaran berbeda dengan perencanaan pembelajaran. Perencanaan lebih menekankan pada proses pengembangan suatu kurikulum, sedangkan desain menekankan pada proses merancang program pembelajaran untuk membantu proses belajar peserta didik.

8. Perangkat Pembelajaran

Perangkat pembelajaran sangat diperlukan untuk proses pembelajaran. Trianto 2010 menyatakan bahwa perangkat pembelajaran merupakan perangkat yang digunakan dalam proses pengelolaan proses pembelajaran yang meliputi buku peserta didik, silabus, RPP, LKS, soal evaluasi atau tes hasil belajar dan media pembelajaran. Perangkat pembelajaran dapat disusun dan dikembangkan oleh guru maupun peneliti. Perangkat pembelajaran yang dihasilkan harus sesuai dengan kemampuan peserta didik. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa berangkat pembelajaran adalah segala perlengkapan belajar yang disusun untuk mendukung proses kegiatan belajar mengajar yang dilakukan oleh guru. Silabus, RPP, bahan ajar, LKS adalah perangkat pembelajaran yang digunakan dalam proses belajar mengajar, namun pengembangan yang dilakukan peneliti hanya akan terfokus pada Rencana Pelaksanaan Pembelajaran RPP.

a. Silabus

Silabus adalah seperangkat rencana dan pengaturan tentang kegiatan pembelajaran, pengelolaan kelas dan penilaian hasil belajar Sanjaya 2006. Silabus dapat berupa rencana pembelajaran untuk tema tertentu. Silabus disusun berdasarkan unsur-unsur kelengkapan silabus. Indikator pada silabus dikembangkan sesuai dengan karakteristik peserta didik. Silabus pada dasarnya merupakan garis besar program pembelajaran. Silabus adalah rencana pembelajaran pada satu tema tertentu yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator, penilaian, alokasi waktu dan sumber belajar Departemen Pendidikan Nasional 2008 dalam Akbar, 2013. Pendapat lain diungkapkan oleh Majid 2009 yang mengungkapkan bahwa Silabus adalah rancangan pembelajaran yang berisi rencana bahan ajar mata pelajaran tertentu pada jenjang dan kelas tertentu, sebagai hasil dari seleksi, pengelompokan, pengurutan, dan penyajian materi kurikulum, yang dipertimbangkan berdasarkan ciri dan kebutuhan daerah setempat. Dalam bukunya Majid 2009 juga menyebutkan unsur-unsur suatu silabus paling sedikit harus mencakup, tujuan mata pelajaran yang akan diajarkan, sasaran-sasaran mata pelajaran, keterampilan yang diperlukan agar dapat menguasai mata pelajaran tersebut dengan baik, urutan topik-topik yang diajarkan, aktivitas dan sumber- sumber belajar pendukung keberhasilan pengajaran, dan teknik evaluasi yang digunakan dalam pembelajaran. berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa silabus merupakan seperangkat rencana pembelajaran yang disusun secara sistematis yang memuat komponen kompetensi dasar dan menunjukkan kegiatan pembelajaran secara umum untuk mencapai tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Berdasarkan kurikulum 2013, penyusunan silabus dapat disusun oleh pemerintah pusat, namun pengembangannya dapat dilakukan oleh guru dengan menyesuaikan lingkungan belajar atau satuan pendidikannya Akbar, 2013. Silabus yang sudah dibuat kemudian diturunkan dalam sebuah rencana pelaksanaan pembelajaran RPP yang kemudian di laksanakan dalam pembelajaran di kelas.

b. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran RPP

Rencana pelaksanaan pembelajaran RPP adalah program perencanaan yang disusun sebagai pedoman dalam proses pembelajaran Sanjaya, 2009. Pedoman apam proses pembelajaran harus disusun secara rinci dan mengacu pada silabus. Permendikbud 2013 manfaat rencana pelaksanaan pembelajaran adalah rencana pembelajaran yang dikembangkan secara rinci dari suatu materi pokok atau tema tertentu yang mengacu pada silabus. Pengertian senada juga sampaikan oleh Trianto 2009 yang menyatakan bahwa rencana pelaksanaan pembelajaran RPP merupakan sebuah rencana pembelajaran yang menggambarkan prosedur dan pengorganisasian kegiatan pembelajaran agar mencapai satu kompetensi dasar yang ditetapkan dalam standar isi dan dijabarkan dalam silabus. Seorang guru perlu menyusun RPP yang berorientasi pada pendidikan karakter dan mengimplementasikan pada praktek pembelajaran sehari-hari di kelas Akbar 2013. Dalam konteks ini guru wajib menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran RPP yang merupakan sebuah prosedur dan pedoman pembelajaran yang berasal dari penjabaran silabus bertujuan agar setiap pembelajaran dapat terorganisasi dengan baik. RPP yang baik adalah RPP yang disesuaikan dengan tingkat perkembangan dan kondisi lingkungan peserta didik dan harus sesuai dengan kriteria-kriteria yang bernilai tinggi. Akbar 2013 mengungkapkan bahwa kriteria rencana pelaksanaan pembelajaran RPP yang bernilai tinggi harus memenuhi komponen-komponen tertentu. Komponen tersebut adalah sebagai berikut: 1 Ada rumusan tujuan pembelajaran yang jelas, lengkap, disusun secara logis, dan mendorong siswa untuk berpikir tingkat tinggi; 2 Deskripsi materi jelas, sesuai dengan tujuan pembelajaran, karakteristik siswa, dan perkembangan keilmuan; 3 Pengorganisasian materi pembelajaran jelas cakupan materinya meliputi kedalaman dan keleluasaannya, sistematik, runtut, dan sesuai dengan alokasi waktu; 4 Sumber belajar sesuai dengan perkembangan peserta didik, materi, dan lingkungan; 5 Ada skenario pembelajaran awal, akhir inti, secara rinci, lengkap, dan langkah pembelajarannya mencerminkan metodemodel pembelajaran yang digunakan; 6 Langkah pembelajaran sesuai dengan tujuan, menggambarkan metode dan media yang dipergunakan, memungkinkan peserta didik terlibat secara optimal, memungkinkan terbentuknya dampak pengiring, memungkinkan terjadinya proses inquiri bagi peserta didik, dan ada alokasi waktu pada tiap langkah pembelajaran; 7 Teknik pembelajaran tersurat dalam langkah pembelajaran, sesuai tujuan pembelajaran, mendorong siswa untuk berpartisipasi aktif, memotivasi, dan berpikir aktif; 8 Tercantum kelengkapan RPP berupa prosedur dan jenis penilaian sesuai tujuan pembelajaran, ada instrumen penilaian yang bervariasi tes dan non-tes, serta rubrik penilaian. Delapan komponen tersebut harus tercantum di dalam rencana pelaksanaan pembelajaran yang akan digunakan, sehingga akan memunculkan pembelajaran yang sistematis, runtut dan menuntut peserta didik untuk aktif dalam proses pembelajaran.

c. Bahan Ajar

Bahan ajar merupakan format materi yang dikaitkan dengan media, handouts atau buku, serta permainan bagi pembelajaran Prawiladilaga, 2007. Bahan ajar yang dibuat harus sesuai dengan kurikulum yang sedang berjalan saat ini yaitu tentang pembelajaran tematik. Prastowo 2014 dalam bukunya mengungkapkan bahwa Bahan ajar tematik adalah segala bahan ajar yang disusun secara sistematis dan mengandung karakteristik pembelajaran tematik yang bertujuan untuk mengoptimalkan pelaksanaan pembelajaran tematik. Pembelajaran tematik merupakan perpaduan dari berbagai disiplin ilmu yang tercakup dalam ilmu alam, maka pembelajaran ini memerlukan bahan ajar yang lebih lengkap dan komprehensif dibandingkan dengan pembelajaran monolitik. Pendapat para ahli di atas, jika ditarik kesimpulan dapat meringkas pengertian tentang bahan ajar tematik. Bahan ajar tematik berdasarkan para ahli di atas adalah semua bahan dan materi yang digunakan guru untuk mendukung kegiatan pembelajaran tematik agar semua tujuan pembelajaran dapat tercapai secara optimal sesuai dengan tujuan pembelajaran.

d. Lembar Kerja Siswa LKS

Lembar Kerja Siswa LKS merupakan panduan saat melakukan suatu pemecahan masalah dalam pembelajaran Trianto, 2010. Panduan ini merupakan salah satu komponen pendukung dalam melaksanakan pembelajaran yang mengacu pada kompetensi dasar. LKS dapat bersifat teoritis maupun praktis, sifat tersebut harus mengacu pada kompetensi dasar yang akan dicapai oleh peserta didik dan penggunaannya tergantung pada bahan ajar lain Prastowo, 2014. Guru harus memiliki keterampilan dalam menyusun dan menyiapkan LKS, karena dengan adanya LKS dapat berfungsi untuk mengukur sejauh mana pemahaman peserta didik terhadap materi yang diterimanya. Fungsi LKS juga diungkapkan oleh Prastowo 2014 yang mengungkapkan bahwa fungsi LKS adalah 1 LKS sebagai bahan ajar yang bisa meminimalkan peran pendidik melainkan mengaktifkan siswa; 2 LKS sebagai bahan ajar yang memudahkan siswa untuk memahami materi yang diberikan; 3 LKS sebagai bahan ajar yang ringkas dan kaya tugas untuk berlatih; dan 4 LKS mempermudah pelaksanaan pengajaran kepada siswa. Jika dihubungkan dengan pembelajaran tematik, manfaat LKS yaitu dapat digunakan untuk memancing peserta didik untuk aktif dalam mengikuti pembelajaran dengan mengaitkan materi yang ada Prastowo, 2014. Materi yang dibahas tentu saja sudah dirancang secara tematik. Oleh karena itu, guru harus lebih selektif dan kreatif dalam memilih dan menggunakan LKS agar sesuai dengan tujuan pembelajaran. Paparan para ahli di atas menyimpulkan bahwa pada dasarnya Lembar Kerja Siswa LKS adalah panduan untuk menyelidiki sejauh mana kemampuan peserta didik dalam memahami materi yang diberikan. Kemampuan peserta didik dalam memahami materi dapat diukur melalui LKS yang disusun berdasarkan kompetensi yang telah ditentukan. Sehingga, dapat memantau guru dalam mengamati perkembangan peserta didik.

9. Bermain

Bermain merupakan sebuah kegiatan yang sangat akrab dengan kehidupan manusia Dharmamulya, 2005. Kegiatan bensin dapat menjadi bagi manusia, bahwa dalam keadaan ini ia berada dalam proses pembentukan diri dari kanak- kanak menuju dewasa. Bermain merupakan bagian yang amat penting dalam tumbuh kembang anak untuk menjadi manusia seutuhnya, melalui kegiatan bermain ini anak bisa mencapai perkembangan fisik, intelektual, emosi, dan sosial Prasetyono, 2008. Kedua pendapat di atas senada dengan Jamaris 2006 bermain merupakan suatu kegiatan yang dapat menstimulasi kegiatan dan perkembangan kognitif, psikososial, fisiologis, dan bahasa serta komunikasi. Oleh karena itu kegiatan bermain dapat digunakan sebagai wahana bagi anak dalam melakukan berbagai eksperimen tentang berbagai konsep yang diketahui dan yang belum diketahuinya. Mutiah 2010 juga beranggapan bahwa bermain adalah kegiatan yang sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Bermain harus dilakukan atas inisiaif anak dan atas keputusan anak itu sendiri. Bermain harus dilakukan dengan rasa senang, sehingga semua kegiatan bermain yang menyenangkan akan menghasilkan proses belajar pada anak. Paparan para ahli tentang dapat disimpulkan bahwa bermain adalah kegiatan yang sangat penting untuk menuju proses menjadi seorang yang dewasa. Melalui bermain dapat memantau perkembangan anak dalam segi kognitif, psikososial, fisiologis dan bahasa serta komunikasinya. Kegiatan bermain ini sangat cocok dilakukan saat menginjak usia SD, karena perkembangan anak SD sangat erat dunianya dengan kegiatan bermain dengan teman sebayanya.

10. Fungsi Bermain Bagi Anak Usia Dini

Bermain merupakan kegiatan yang menyenangkan bagi anak dan juga sarana untuk mengembangkan kemampuan anak dalam berbagai hal. Berikut ini adalah fungsi dari bermain untuk anak usia dini. Fungsi bermain bagi anak usia dini yaitu : a. Permainan mempunyai arti sebagai sarana mensosialisasikan diri anak artinya permainan digunakan sebagai sarana membawa anak ke alam masyarakat. Mengenalkan anak-anak menjadi anggota suatu masyarakat, mengenal dan menghargai masyarakat. b. Permainan sebagai sarana untuk mengukur kemampuan dan potensi diri anak. Anak akan menguasai berbagai macam benda, memahami sifat- sifatnya maupun peristiwa yang berlangsung di dalam lingkungannya. c. Dalam situasi bermain anak akan dapat menunjukkan bakat, fantasi, dan kecenderungan-kecenderungannya. Saat bermain anak akan menghayati berbagai kondisi emosi yang mungkin akan muncul seperti rasa senang, gembira, tegang, kepuasan, dan mungkin rasa kecewa. d. Fungsi bermain terhadap sensoris motoris anak penting untuk mengembangkan otot-ototnya dan energi yang ada. Aktivitas sensoris motorik merupakan komponen yang paling besar pada semua usia, namun paling dominan pada bayi Mutiah, 2010. Bermain selayaknya dilakukan dengan rasa senang, sehingga semua kegiatan bermain yang menyenangkan akan menghasilkan proses belajar pada anak. Anak-anak belajar melalui permainan mereka, Pengalaman bermain yang menyenangkan dengan bahan, benda, anak-anak lain, dan dukungan orang dewasa membantu anak-anak berkembang secara optimal Mutiah, 2010.

11. Permainan Tradisional Anak dalam Kajian Antropologi

Permainan anak sebagai gejala sosial-budaya sebenarnya sudah cukup lama menjadi perhatian para ilmuwan sosial, seperti ahli antropologi, sosiologi, dan psikologi. Banyak macam perspektif yang dikemukakan dalam studi mereka, namun menariknya belum ada kesepakatan yang dapat mendefinisikan tentang “permainan” itu sendiri Dharmamulya, 2005. Kajian ilmiah setiap konsep harus jelas maknanya, agar terbangun pengetahuan yang sistematis tentang gejala yang dipelajari. Maka dari itu tidak mudah untuk membicarakan dan menganalisis fenomena permainan anak ketika perangkat konseptual yang dibutuhkan juga belum berkembang. Kesulitan-kesulitan akan semakin bertambah ketika kita menggunakan istilah-istilah yang berasal dari bahasa Indonesia, yang sering kali tidak ada istilahnya. Istilah- istilah dari Bahasa Indonesia misalnya, kata “permainan”. Kata ini dapat digunakan untuk berbagai bentuk permainan, yang dalam bahasa Inggris dibedakan, misalnya play dengan game . Kata ‘game’ dapat diterjemahkan menjadi ‘pertandingan’, namun makna yang muncul di benak kita jika kita menggunakan kata ‘pertandingan’ tidak sama persis sama dengan yang muncul jika menggunakan kata ‘game’. Oleh karena itu, merambah dunia permainan anak dengan menggunakan perspektif ilmu sosial budaya di Indonesia, bagaikan merambah hutan belantara yang terdapat flora dan fauna yang kita belum ketahui, dan kita juga belum memiliki peta serta perangkat klasifikasinya untuk memahami dunia flora dan fauna tersebut, sehingga di samping terasa sangat menarik dan menyenangkan, juga terasa begitu berat tantangan yang kita hadapi Dharmamulya, 2005. Literatur asing terutama yang berbahasa Inggris jika dilihat akan kita temukan berbagai kesimpulan yang telah mereka rumuskan berkenaan dengan “permainan anak-anak”. Berbagai dari kesimpulan tersebut mengatakan bahwa pada dasarnya berbagai kegiatan “bermain” anak-anak merupakan: a suatu persiapan untuk menjadi dewasa; b suatu pertandingan, yang menghasilkan seorang yang kalah dan yang menang; c perwujudan dari rasa cemas dan marah; d suatu hal yang tidak sangat penting dari masyarakat Schwartzman dalam Damarmulya, 2005. Kesimpulan ini sedikit mencerminkan perspektif-perspektif yang digunakan dalam memahami dan menjelaskan fenomena-fenomena permainan anak.

a. Permainan Engklek

Permainan engklek merupakan permainan yang paling digemari di kalangan anak-anak dan remaja pada 1970an. Engklek saat itu dimainkan dengan melompat menggunakan satu kaki. Mulyani 2013 mengungkapkan bahwa dinamakan permainan engklek karena cara bermainnya menggunakan satu kaki yang dalam bahasa Jawa dinamakan “engklek”. Tempat bermain engklek tidak memerlukan pekarangan luas tetapi datar. Biasanya anak-anak memainkannya di halaman depan rumah atau di tanah lapang. Montolalu 2005 mengungkapkan bahwa permainan engklek merupakan permainan tradisional lompat lompatan pada bidang-bidang datar yang digambar di atas tanah, dengan membuat gambar 10 kotak-kotak biasanya berbentuk segi empat kemudian melompat dengan satu kaki dari kotak satu ke kotak berikutnya. Permainan engklek biasa dimainkan oleh 2 sampai 5 anak perempuan dan dilakukan di halaman yang cukup luas. Namun, sebelum kita memulai permainan ini kita harus menggambar kotak-kotak di pelataran semen, aspal atau tanah. Menggambar 5 segi empat dempet vertikal kemudian 2 di sebelah kanan dan kiri diberi lagi sebuah segi empat. Penjelasan singkat di atas menggambarkan bahwa permainan engklek merupakan salah satu jenis permainan tradisional yang menggunakan satu kaki sebagai tumpuan sambil melompat ke bidang datar berbentuk kotak. Permainan ini memerlukan “gacuk” sebagai tanda tempat sawah yang tidak bisa dilompati. Pemain dalam permainan ini lebih dari satu orang dan biasanya dimainkan oleh anak perempuan.

b. Permainan Anak Ancak-Ancak Alis

Ancak ancak alis adalah permainan yang populer pada tahun 1930-an di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Permainan ancak-ancak alis menggambarkan tentang kehidupan seorang petani di pedesaan. Permainan ini hampir sama dengan Ular Naga, hanya saja lirik lagu menggunakan lagu Jawa Dharmamulya: 2005. Permainan ini dapat dimainkan lebih dari dua orang. Permainan ini biasa dimainkan untuk mengisi waktu luang pada oleh laki- laki maupun perempuan. Permainan ini membutuhkan lahan yang cukup luas dan tidak memerlukan alat tambahan apapun. Jumlah pemain bebas. Semakin banyak yang ikut maka permainan akan semakin seru Mulyani: 2013. Uraian di atas menggambarkan permainan ancak-acnak alis sebagai permainan yang populer di tahun 1930-an. Ancak-ancak alis hampir sama dengan permainan ular naga, hanya saja lagu yang membedakannya. Permainan ini juga menggunakan dua orang sebagai gardu atau penjaga seperti yang terdapat pada permainan ular naga.

c. Lari Karung

Permainan lari karung biasa dimainkan saat Hut Kemerdekaan. Permainan ini sangat digemari di setiap daerah. Permainan lari karung biasanya menggunakan alat bantu berupa karung goni, pemain masuk ke dalam karung goni lalu melompat karah yang telah disepakati. Pemain yang tiba sampai garis akhir terlebih dahulu, adalah pemenangnya Mulyani, 2013.

B. Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian penyusunan dan pengembangan yang menghasilkan produk berupa rencana pelaksanaan pembelajaran harian berbasis permainan tradisional merupakan hal yang baru. Peneliti menemukan 5 sumber yang relevan terkait dengan penelitian yang peneliti lakukan. Penelitian yang pertama adalah penelitian yang dilakukan oleh Ismatul Khasanah, Agung Prasetya, Ellya Rakhmawati 2011 tentang permainan tradisional sebagai media stimulasi aspek perkembangan anak usia dini. Penelitian ini bertujuan untuk: 1 Mencari, merekonstruksi, dan mengklasifikasi permainan yang ada di Jawa Tengah sesuai dengan nilai budaya masyarakat. 2 Menganalisis permainan tradisional sebagai sarana stimulan empat aspek perkembangan anak usia dini yaitu aspek fisik motorik, sosial emosional, kognitif dan bahasa. Penelitian ini menggunakan paradigma kualitatif yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata yang diperoleh dari berbagai teknik pengumpulan data yang digunakan dalam metode ini adalah dengan menggunakan metode observasi, kuesioner, dan wawancara. Penelitian ini dilaksanakan di TK Tunas Rimba I Semarang. Hasil penelitian yang dilakukan di TK tersebut yaitu : 1 Ada beberapa jenis permainan tradisional yang ditemukan di TK Tunas Rimba I Semarang yang dapat menjadi media atau sarana stimulasi aspek perkembangan anak usia dini 4-6 tahun. 2 Permainan tradisional tersebut memiliki kearifan lokal, seperti keberanian, ketangkasan, keterampilan, kelincahan gerak, berpikir strategis, feeling naluri, menghargai orang lain, sportif, kepatuhan, kesabaran, ke hati-hatian, mengukur, membandingkan, menafsirkan, berfantasi, dan lain sebaginya. 3 Dunia anak adalah belajar seraya bermain. Dengan bermain anak akan kaya akan pengalaman dalam mengeksplorasi lingkungan dan bersosialisasi dengan teman sebaya, dalam hal ini adalah hal penting sebagai media stimulasi perkembangan mereka. Penelitian di atas relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti, karena dalam penelitian tersebut menggunakan permainan tradisional sebagai media stimulasi aspek perkembangan anak usia dini. Penggunaan permainan tradisional memungkinkan guru untuk mengembangkan peserta didik agar dapat mengenali kearifan lokal yang ada di sekitar mereka, dan aspek fisik motorik, sosial emosional, kognitif serta bahasa. Pemilihan permainan sebagai media dalam pengajaran sesuai dengan tahapan peserta didik yang masih dalam tahap operasional konkret. Hasil tersebut hampir sama dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti yang menekankan pada tahapan perkembangan operasional peserta didik dengan memanfaatkan permainan yang dikaitkan dalam pembelajaran. Penelitian relevan yang kedua diambil dari penelitian Ade Supriadi. Warneri, dan Sri Utamu 2013 tentang meningkatkan aktivitas pembelajaran Matematika tentang membilang dengan pemanfaatan permainan dakon. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pengaruh media permainan dakon dalam meningkatkan aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran Matematika. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dengan jenis penelitian yaitu Penelitian Tindakan Kelas. Penelitian tersebut dilaksanakan di Sekolah Luar Biasa Negeri Ngabang dengan jumlah siswa 6 orang, yang terdiri dari 3 orang laki-laki dan 3 orang perempuan. Penelitian ini dilakukan dalam dua siklus, setiap siklus dilakukan satu kali pertemuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penelitian awal hanya 33,3 siswa yang memiliki kemampuan membilang dengan baik. Selama penerapan penelitian tindakan kelas persentase menjadi 41,63 pada siklus I, kemudian menjadi 83,3 pada siklus II. Dari hasil analisis data dan pembahasan hasil penelitian di atas dapat disimpulkan secara umum bahwa penggunaan dakon dapat meningkatkan aktivitas belajar pada mata pelajaran Matematika di SLB Negeri Ngabang. Secara khusus dari hasil analisis dan pembahasan hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa: 1 Dengan pemanfaatan permainan dakon dapat meningkatkan aktivitas mental peserta didik dalam pembelajaran membilang pada anak Tunagrahita Ringan di Sekolah Luar Biasa Negeri Ngabang 2 Dengan pemanfaatan permainan dakon dapat meningkatkan aktivitas emosional siswa dalam pembelajaran membilang pada anak Tunagrahita Ringan di Sekolah Luar Biasa Ngabang 3 Dengan pemanfaatan permainan tradisional dakon dapat meningkatkan aktivitas fisi siswa dalam pembelajaran membilang pada anak Tunagrahita Ringan di Sekolah Luar Biasa Negeri Ngabang. Penelitian di atas relevan dengan penelitian yang dilakukan peneliti, karena dalam penelitian tersebut memanfaatkan permainan tradisional dakon sebagai sarana untuk meningkatkan hasil pengetahuan peserta didik dalam hal membilang. Penggunaan permainan tradisional dakon di atas juga dapat meningkatkan aktivitas mental, emosional, dan aktivitas fisik peserta didik. Hasil tersebut hampir sama dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti, yang menekankan pada dampak penggunaan permainan tradisional terhadap hasil belajar peserta didik. Penelitian yang ketiga adalah penelitian yang dilakukan oleh Layin Fauzan 2013 dengan judul pengembangan perangkat pembelajaran matematika yang menunjang karakter siswa kelas V sekolah dasar. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan perangkat pembelajaran matematika yang menunjang pendidikan karakter siswa kelas V sekah dasar yang layak. Penelitian ini mengembangkan dengan model pengembangan 4-D yang dikembangkan oleh Thiagrajan, Semmel Semmel yang telah dimodifikasi sehingga memuat tahapan sefine, desing, dan develop. Produk yang dikembangkan adalah perangkat pembelajaran yang terdiri dari RPP, LKS, bahan ajarbuku siswa dan tes hasil belajar. Penelitian ini menghasilkan perangkat pembelajaran yang menunjang pendidikan karakter pada meteri pecahan. Hasil validasi perangkat pembelajaran yang dikembangkan layak digunakan dengan kategori cukup valid, praktis dan efektif. Pembelajaran yang dilakukan dengan menggunakan perangkat pembelajaran ini membentuk karakter jujur, disiplin, dan tanggung jawab. Penelitian di atas relevan, karena dalam penelitian tersebut sama dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Penelitian ini mengembangkan perangkat pembelajaran dengan menggunakan permainan tradisional di dalamnya. Perangkat yang di kembangkan dalam penelitian ini adalah RPP, LKS, bahan ajarbuku siswa dan tes hasil belajar, sedangkan peneliti mengembangkan perangkat pembelajaran berupa RPPH. Penelitian relevan yang keempat adalah penelitian yang dilakukan oleh Muslimin, Ratu Ilma Indra Putri, dan Somakim 2012 dengan judul desain pembelajaran pengurangan bilangan bulat melalui permainan tradisional congkak berbasis pendidikan realistik Indonesia di kelas IV sekolah dasar. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pemahaman siswa terhadap konsep-konsep pada materi pengurangan bilangan bulat melalui HTL, yang didesain dengan permainan congklak. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pemahaman siswa mengenai konsep pengurangan bilangan bulat dengan menggunakan permainan congkak sebagai konteks dalam pembelajaran. Kegiatan pembelajaran terdiri dari empat aktivitas untuk mencapai tuan pembelajaran, yaitu bermain congkak, bermain kartu congkak, bermain kartu bilangan, dan bermain dadu pengurangan untuk menyelesaikan masalah kontekstual pengurangan bulanan bulat dengan menggunakan simbol pengurangan secara formal. Penelitian di atas relevan, karena dengan penggunaan desain pembelajaran permainan tradisional congkak dapat menanamkan konsep-konsep tentang materi bilangan bulat. Penelitian ini hampir sama dengan yang dikembangkan peneliti, dengan menggunakan permainan engklek, lari karung, dan ancak-ancak alis dapat menjelaskan konsep-konsep yang berada dalam subtema gemar membaca pada kelas I SD. Penelitian yang terakhir adalah penelitian yang dilakukan oleh Hyungsung Park 2012 penelitian yang berjudul “Relationship betweed Motivation and Student Activity on Educational Game”. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dampak tingkatan aktivitas dari pendidikan berbasis permainan pada motivasi belajar. Hasil dari penelitian ini berupa adanya perbedaan berarti dari motivasi antara siswa yang menggunakan permainan pada tingkat atas dengan siswa pada tingkat bawah dari aktivitas pendidikan berbasis permainan. Penelitian di atas relevan, karena pendidikan berbasis permainan dapat meningkatkan motivasi peserta didik dalam belajar. Penelitian ini hampir sama dengan yang dikembangkan oleh peneliti, hanya saja peneliti lebih menekankan pada keaktifan peserta didik. Gambar 2.1 Bagan Pemetaan penelitian yang relevan Bagan 2.1 menjelaskan tentang penelitian di antara penelitian-penelitian yang relevan. Kelima penelitian yang relevan saling berhubungan dengan penelitian yang akan peneliti lakukan. Penelitian yang relevan menjadi acuan bagi peneliti untuk melakukan penelitian dengan judul Penyusunan Rencana Layin Fauzan 2013 dengan judul pengembangan perangkat pembelajaran matematika yang menunjang karakter siswa kelas V sekolah dasar Ade Supriadi. Warneri, dan Sri Utamu 2013 tentang meningkatkan aktivitas pembelajaran Matematika tentang membilang dengan pemanfaatan permainan dakon Ismatul Khasanah, Agung Prasetya, Ellya Rakhmawati 2011 tentang permainan tradisional sebagai media stimulasi aspek perkembangan anak usia dini. Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Harian RPPH Berbasis Permainan Tradisional Kelas I SD pada Subtema Gemar Membaca Muslimin, Ratu Ilma Indra Putri, dan Somakim 2012 dengan judul desain pembelajaran pengurangan bilangan bulat melalui permainan tradisional congkak berbasis pendidikan realistik Indonesia di kelas IV sekolah dasar Hyungsung Park 2012 Relationship betweed Motivation and Student Activity on Educational Game Pelaksanaan Pembelajaran Harian RPPH Berbasis Permainan Tradisional Kelas I SD pada Subtema Gemar Membaca.

C. Kerangka Berpikir