dibedakan, misalnya
play
dengan
game
. Kata ‘game’ dapat diterjemahkan menjadi
‘pertandingan’, namun makna yang muncul di benak kita jika kita menggunakan kata ‘pertandingan’ tidak sama persis sama dengan yang muncul jika
menggunakan kata ‘game’. Oleh karena itu, merambah dunia permainan anak
dengan menggunakan perspektif ilmu sosial budaya di Indonesia, bagaikan merambah hutan belantara yang terdapat flora dan fauna yang kita belum ketahui,
dan kita juga belum memiliki peta serta perangkat klasifikasinya untuk memahami dunia flora dan fauna tersebut, sehingga di samping terasa sangat menarik dan
menyenangkan, juga terasa begitu berat tantangan yang kita hadapi Dharmamulya, 2005.
Literatur asing terutama yang berbahasa Inggris jika dilihat akan kita temukan berbagai kesimpulan yang telah mereka rumuskan berkenaan dengan
“permainan anak-anak”. Berbagai dari kesimpulan tersebut mengatakan bahwa pada dasarnya berbagai kegiatan “bermain” anak-anak merupakan: a suatu
persiapan untuk menjadi dewasa; b suatu pertandingan, yang menghasilkan seorang yang kalah dan yang menang; c perwujudan dari rasa cemas dan marah;
d suatu hal yang tidak sangat penting dari masyarakat Schwartzman dalam Damarmulya, 2005. Kesimpulan ini sedikit mencerminkan perspektif-perspektif
yang digunakan dalam memahami dan menjelaskan fenomena-fenomena permainan anak.
a. Permainan Engklek
Permainan engklek merupakan permainan yang paling digemari di kalangan anak-anak dan remaja pada 1970an. Engklek saat itu dimainkan dengan melompat
menggunakan satu kaki. Mulyani 2013 mengungkapkan bahwa dinamakan permainan engklek karena cara bermainnya menggunakan satu kaki yang dalam
bahasa Jawa dinamakan “engklek”. Tempat bermain engklek tidak memerlukan pekarangan luas tetapi datar. Biasanya anak-anak memainkannya di halaman
depan rumah atau di tanah lapang. Montolalu 2005 mengungkapkan bahwa permainan engklek merupakan
permainan tradisional lompat lompatan pada bidang-bidang datar yang digambar di atas tanah, dengan membuat gambar 10 kotak-kotak biasanya berbentuk segi
empat kemudian melompat dengan satu kaki dari kotak satu ke kotak berikutnya. Permainan engklek biasa dimainkan oleh 2 sampai 5 anak perempuan dan
dilakukan di halaman yang cukup luas. Namun, sebelum kita memulai permainan ini kita harus menggambar kotak-kotak di pelataran semen, aspal atau tanah.
Menggambar 5 segi empat dempet vertikal kemudian 2 di sebelah kanan dan kiri diberi lagi sebuah segi empat.
Penjelasan singkat di atas menggambarkan bahwa permainan engklek merupakan salah satu jenis permainan tradisional yang menggunakan satu kaki
sebagai tumpuan sambil melompat ke bidang datar berbentuk kotak. Permainan ini memerlukan “gacuk” sebagai tanda tempat sawah yang tidak bisa dilompati.
Pemain dalam permainan ini lebih dari satu orang dan biasanya dimainkan oleh anak perempuan.
b. Permainan Anak Ancak-Ancak Alis
Ancak ancak alis adalah permainan yang populer pada tahun 1930-an di wilayah
Daerah Istimewa
Yogyakarta. Permainan
ancak-ancak alis
menggambarkan tentang kehidupan seorang petani di pedesaan. Permainan ini hampir sama dengan Ular Naga, hanya saja lirik lagu menggunakan lagu Jawa
Dharmamulya: 2005. Permainan ini dapat dimainkan lebih dari dua orang. Permainan ini biasa dimainkan untuk mengisi waktu luang pada oleh laki-
laki maupun perempuan. Permainan ini membutuhkan lahan yang cukup luas dan tidak memerlukan alat tambahan apapun. Jumlah pemain bebas. Semakin banyak
yang ikut maka permainan akan semakin seru Mulyani: 2013. Uraian di atas menggambarkan permainan ancak-acnak alis sebagai
permainan yang populer di tahun 1930-an. Ancak-ancak alis hampir sama dengan permainan ular naga, hanya saja lagu yang membedakannya. Permainan ini juga
menggunakan dua orang sebagai gardu atau penjaga seperti yang terdapat pada permainan ular naga.
c. Lari Karung