82
Dari teori tersebut kemudian dikembangkan pertanyaan yang diajukan kepada  peserta  pelatihan  untuk  mengukur  dampak  pada  dimensi  kepastian
atau  jaminan.  Indikator  pertanyaan  yang  diberikan  yaitu,  kemauan  peserta untuk selalu meningkatkan pengetahuan mereka tentang mengolah makanan
dan  melayani  pelanggan,  menjaga  kesopanan  kepada  pelanggan,  memiliki ketrampilan  yang  baik  dalam  mengolah  makanan  dan  juga  kesadaran  akan
pentingnya  jaminan  makanan  yang  disediakan  higienissehat.  Kepedulian untuk meningkatkan pengetahuan tentang mengolah makanan dan melayani
pelanggan masih harus diperhatikan. Karena dari hasil skor jawaban posttest pada soal tersebut masih lebih rendah dari soal lain dalam dimensi kepastian
atau jaminan. Dari  hasil  uji  wilcoxon  yang  nilai  signifikansinya  0.00  berarti  bahwa
pelatihan berdampak pada dimensi kepastian atau jaminan. Besarnya dampak dapat  dilihat  dari  selisih  mean  skor  jawaban  posttest  yang  lebih  besar  dari
pretest yaitu sebesar 7.56. Dengan begitu, dapat dikatakan bahwa pelatihan mampu  memberikan  perubahan  perilaku  yang  positif  pada  peserta  setelah
mengikuti  pelatihan  dengan  diterapkannya  nilai-nilai  khususnya  dimensi kepastian atau jaminan dalam kehidupan sehari-hari.
4. Dimensi Empati
Uji beda yang dilakukan dengan menggunakan uji beda  wilcoxon two related sample untuk dimensi empati diperoleh hasil: Sig dimensi empati 0.00
0.05,  sehingga  H0  ditolak  dan  H1  diterima.  Dari  data  tersebut  dapat dinyatakan bahwa terdapat perbedaan kualitas layanan kuliner pada dimensi
83
empati  sebelum  dan  sesudah  mengikuti  pelatihan.  Pelatihan  memberikan dampak positif terhadap kualitas pelayanan kuliner khususnya pada dimensi
empati.  Besarnya  dampak  dilihat  dari  peningkatan  rata-rata  mean �̅  dari
sebelum  pelatihan  dengan  sesudah  pelatihan.  Sehingga  dapat  diketahui besarnya  dampak  pada  dimensi  empati  berdasarkan  perhitungan  tersebut
adalah  5.92.  Hal  ini  menunjukkan  bahwa  pelatihan  memberikan  dampak positif terhadap kualitas layanan jasa kuliner pada dimensi empati.
Menurut  Zeithmal  et.al  dalam  Nasution  2004:  124  dimensi  ini merupakan penggabungan dari dimensi:
a.  Akses accessibility, meliputi kemudahan untuk memanfaatkan jasa atau pelayanan yang ditawarkan perusahaan.
b.  Komunikasi  communication,  merupakan  kemampuan  melakukan komunikasi untuk menyampaikan informasi kepada pelanggan atau
memperoleh masukan dari pelanggan. c.  Pemahaman  pada  pelanggan  customer  understanding,  meliputi
usaha perusahaan untuk mengetahui dan memahami kebutuhan dan keinginan pelanggan.
Dari  ketiga  poin  tersebut  kemudian  dikembangkan  pertanyaan  untuk melihat  dampak  dimensi  empati  peserta  pelatihan.  Indikator  pertanyaan
tersebut  yaitu,    kemudahan  dalam  berkomunikasi  dengan  pelanggan, kesadaran  untuk  selalu  mengusahakan  mengerti  keinginan  dan  kebutuhan
pelanggan,  dan  selalu  berusaha  ramah  dan  memberikan  pelayanan  yang terbaik untuk pelanggan. Selain itu adapula indikator kesigapan peserta untuk
menghampiri  pelanggan  apabila  hendak  menambah  pesanan  dan  juga memiliki kesabaran saat melayani pelanggan.
Dari  hasil uji  wilcoxon  yang nilai signifikansinya 0.00 berarti bahwa pelatihan  berdampak  pada  dimensi  empati.  Besarnya  dampak  dapat  dilihat
84
dari  selisih  mean  skor  jawaban  posttest  yang  lebih  besar  dari  pretest  yaitu sebesar  5.92.  Dengan  begitu,  dapat  dikatakan  bahwa  pelatihan  mampu
memberikan perubahan perilaku yang positif pada peserta seelah mengikuti pelatihan dengan diterapkannya nilai-nilai khususnya dimensi empati dalam
kehidupan  sehari-hari.  Walaupun  dari  semua  dimensi,  dimensi  empati menempati  urutan  terendah  dari  dimensi  lainnya.  Dengan  begitu,  perlu
ditingkatkan  lagi  kemampuan  peserta  dalam  memahami  keinginan pelanggan.
5. Dimensi Berwujud atau Bukti Langsung