DAMPAK PELAKSANAAN PROGRAM PELATIHAN TERHADAP PENINGKATAN KUALITAS LAYANAN JASA KULINER BAGI KAUM PEREMPUAN DI DESA WISATA BEJIHARJO, KARANGMOJO, GUNUNGKIDUL.

(1)

DAMPAK PELAKSANAAN PROGRAM PELATIHAN TERHADAP PENINGKATAN KUALITAS LAYANAN JASA KULINER BAGI KAUM

PEREMPUAN DI DESA WISATA BEJIHARJO, KARANGMOJO, GUNUNGKIDUL

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Suci Hari Mulyani NIM. 12102241037

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH JURUSAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

v

MOTTO

Menuntut ilmu merupakan kewajiban bagi setiap muslim

(H.R. Ibnu Majah)

Keberuntungan adalah


(6)

vi

PERSEMBAHAN

Salah satu dari keajaiban yang selalu Allah SWT berikan dalam hidup saya, sehingga karya ini dapat terselesaikan. Saya mempersembahkan karya ini untuk kedua orang tua saya, yaitu Bapak Usup dan Ibu Alifah yang telah membesarkan dengan curahan cinta dan kasih sayang. Karya ini juga dapat terselesaikan dengan doa yang terus mengalir serta dorongan semangat yang luar biasa dari mereka.


(7)

vii

DAMPAK PELAKSANAAN PROGRAM PELATIHAN TERHADAP PENINGKATAN KUALITAS LAYANAN JASA KULINER BAGI KAUM

PEREMPUAN DI DESA WISATA BEJIHARJO, KARANGMOJO, GUNUNGKIDUL

Oleh Suci Hari Mulyani NIM 12102241037

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak pelaksanaan program pelatihan terhadap peningkatan kualitas layanan jasa kuliner bagi kaum perempuan di Desa Wisata Bejiharjo, Karangmojo, Gunungkidul. Dampak pelatihan terhadap peningkatan kualitas layanan jasa kuliner dilihat dari lima dimensi pelayanan jasa, yaitu: (1) dimensi kehandalan, (2) dimensi daya tanggap, (3) dimensi kepastian atau jaminan, (4) dimensi empati, dan (5) dimensi berwujud atau bukti langsung.

Penelitian ini merupakan penelitian ex post facto dengan pendekatan kuantitatif. Responden dalam penelitian ini adalah peserta pelatihan peningkatan kualitas layanan jasa kuliner yang berjumlah 25 orang. Teknik pengumpulan data menggunakan angket, observasi, dan kajian dokumentasi. Analisis data menggunakan deskriptif kuantitatif dilanjutkan dengan memberikan angka berdasarkan pada standar mutlak. Analisis statistik non parametrik dengan uji beda wilcoxon untuk mengetahui signifikansi dampak pelatihan. Langkah selanjutnya adalah melakukan analisis deskriptif statistik untuk mengukur besarnya dampak.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) besarnya nilai dampak 4.48, pelatihan berdampak positif terhadap meningkatnya kemampuan peserta pada dimensi kehandalan, (2) besarnya nilai dampak 7.00, pelatihan berdampak positif terhadap meningkatnya kemampuan peserta pada dimensi daya tanggap (3) besarnya nilai dampak 7.56, pelatihan berdampak positif terhadap meningkatnya kemampuan peserta pada dimensi kepastian atau jaminan, (4) besarnya nilai dampak 5.92, pelatihan berdampak positif terhadap meningkatknya kemampuan peserta pada dimensi empati, (5) besarnya nilai dampak 11.4, pelatihan berdampak positif terhadap meningkatnya kemampuan peserta pada dimensi berwujud atau bukti langsung. Secara keseluruhan besarnya dampak pelatihan 40.12, yang berarti bahwa pelatihan berdampak positif terhadap peningkatan kemampuan pelayanan jasa kuliner peserta pelatihan, dan dampak yang paling menonjol terdapat pada dimensi berwujud atau bukti langsung dengan besarnya dampak 11.4.

Kata kunci: dampak program, pelatihan peningkatan kualitas layanan jasa kuliner, desa wisata.


(8)

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis. Tuhan lah yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menjalani hidup sebagai mahasiswa dengan segala aktivitas akademik, organisasi dan lain sebagainya. Sampai pada akhirnya penulis dapatmemperoleh gelar Sarjana dengan menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan lancar. Penulis menyadari bahwa karya ini tidak akan terwujud tanpa adanya bimbingan, bantuan, saran dan motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta beserta jajarannya yang telah memberikan kelancaran dalam perijinan penelitian ini.

2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta beserta jajarannya yang telah memberikan kelancaran dalam perijinan penelitian ini 3. Ketua Jurusan Pendidikan Luar Sekolah Universitas Negeri Yogyakarta yang

telah memberikan kelancaran di dalam proses penelitian ini.

4. Bapak Dr. Sujarwo, M.Pd. selaku dosen Pembimbing yang telah memberikan bimbingan sejak pembuatan proposal sampai dengan penyelesaian skripsi ini. 5. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Pendidikan Luar Sekolah, Fakultas Ilmu

Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta, yang telah mendidik dan memberikan ilmu pengetahuan sebagai bekal proses pembuatan skripsi ini. 6. Ibu Triwinarsih beserta rombongan yang telah membantu penulis dalam


(9)

ix

7. Kedua orang tua saya, Bapak Usup dan Ibu Alifah yang senantiasa memberikan dukungan dan doa selama ini yang tidak ternilai harganya.

8. Kakak pertama Purnomo, kakak kedua Nurhayati, dan kakak ketiga Yuliyanah beserta seluruh keluarga besar tercinta yang selalu memberikan semangat dan kebahagian.

9. Teman-teman Prodi Pendidikan Luar Sekolah, khusunya SKB 12 yang telah memberikan pengalaman dan kenangan terindah.

10. Semua pihak yang telah membantu, orang-orang yang selalu menginsipirasi, yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu.

Akhirnya dengan memohon ridhonya Tuhan Yang Maha Esa, semoga kebaikan dari seluruh pihak yang telah membantu penulis mendapatkan sebaik baiknya balasan dari-Nya, aamiin.

Yogyakarta, 9 Februari 2016 Penulis,

Suci Hari Mulyani NIM 12102241037


(10)

x DAFTAR ISI

hal

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN... ii

HALAMAN SURAT PERNYATAAN... iii

HALAMAN PENGESAHAN... iv

MOTTO... v

PERSEMBAHAN... vi

ABSTRAK... vii

KATA PENGANTAR... viii

DAFTAR ISI... x

DAFTAR TABEL... xiii

DAFTAR GAMBAR... xiv

DAFTAR LAMPIRAN... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1

B. Identifikasi Masalah... 9

C. Pembatasan Masalah... 9

D. Rumusan Masalah... 10

E. Tujuan Penelitian... 10

F. Manfaat Penelitian……….. 10 BAB II KAJIAN PUSTAKA

A Kajian tentang Dampak Program…... 1. Pengertian Dampak Program ... B Kajian tentang Pelatihan...

1. Pengertian Program Pelatihan... 2. Tujuan dan Manfaat Pelatihan... 3. Komponen dan Prinsip Pelatihan... 4. Manajemen Program Pelatihan...

12 12 15 15 16 18 20


(11)

xi

C Kajian tentang Kualitas Layanan Jasa Kuliner... 1. Dimensi Kehandalan... 2. Dimensi Daya Tanggap... 3. Dimensi Kepastian atau Jaminan... 4. Dimensi Empati... 5. Dimensi Berwujud atau Bukti Langsung... D Kajian tentang Pelatihan Peningkatan Kualitas Layanan Jasa

Kuliner…...

22 24 25 26 27 29 30 E Kajian tentang Desa Wisata...

1. Konsep Desa Wisata... 2. Karakteristik Desa Wisata... F Penelitian yang Relevan...

G Kerangka Berpikir……….

33 33 34 35 37 BAB III METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian... 40

B. Tempat dan Waktu Penelitian... 41

C. Variabel Penelitian... 41

D. Definisi Operasional Variabel Penelitian... 42

E. Populasi Penelitian………... 43

F. Teknik Pengumpulan Data... 44

G. Instrumen Penelitian... 46

H. Teknik Analisis Data... 49

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi, Program, dan Responden... 1. Lokasi Penelitian... 2. Deskripsi Program... 3. Identitas Responden... 51 51 53 58 B. Hasil Penelitian... 1. Analisis Deskriptif Posttest Masing-masing Dimensi... 2. Hasil Uji Beda... 60 61 66 C. Pembahasan Hasil Penelitian... 77


(12)

xii

1. Dimensi Kehandalan... 2. Dimensi Daya Tanggap... 3. Dimensi Kepastian atau Jaminan... 4. Dimensi Empati... 5. Dimensi Berwujud atau Bukti Langsung...

77 79 81 82 84 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan... 89

B. Saran... 91

DAFTAR PUSTAKA... 93


(13)

xiii

DAFTAR TABEL

hal Tabel 1. Indikator Kualitas Layanan Jasa Kuliner... 30 Tabel 2. Kisi-kisi Instrumen Dampak Program Pelatihan Peningkatan

Kualitas Layanan Jasa Kuliner...

48 Tabel 3. Distribusi Responden Menurut Kelompok Tingkat Usia... 58 Tabel 4. Distribusi Responden Menurut Kelompok Tingkat Pendidikan.... 59


(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

hal Gambar 1. Kerangka Berpikir …..………... 39 Gambar 2. Kualitas Layanan Kuliner Dimensi Kehandalan...

67 Gambar 3. Kualitas Layanan Kuliner Dimensi Daya Tanggap...

69 Gambar 4. Kualitas Layanan Kuliner Dimensi Kepastian atau Jaminan... 71

Gambar 5. Kualitas Layanan Kuliner Dimensi Empati... 73 Gambar 6.Kualitas Layanan Kuliner Dimensi Berwujud atau Bukti

Langsung... 76 Gambar 7. Kualitas Layanan Kuliner Seluruh Dimensi ... 86


(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

hal

Lampiran 1. Instrumen Penelitian... 97

Lampiran 2. Catatan Lapangan... 104

Lampiran 3. Data Penelitian... 109

Lampiran 4. Hasil Olah Data Penelitian... 111


(16)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan pemberdayaan perempuan merupakan salah satu dari garapan pendidikan nonformal yang didalamnya terdapat usaha-usaha pemberdayaan berupa penyuluhan, pelatihan ketrampilan dengan tujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki kaum perempuan. Dalam UU No. 20 tahun 2003, pendidikan pemberdayaan perempuan adalah pendidikan untuk mengangkat harkat dan martabat perempuan. Oleh karena itu pendidikan pemberdayaan perempuan juga merupakan salah satu usaha untuk mengatasi kesenjangan gender yang masih terdapat di kehidupan masyarakat. Program pemberdayaan dapat dilakukan dengan pemberian pengetahuan dan ketrampilan sehingga masyarakat dapat mengelola sumber daya yang tersedia di lingkungannya. Seperti misalnya jika disuatu tempat terdapat objek wisata, usaha pemberdayaan perempuan yang dapat dilakukan dapat dengan pemberian ketrampilan mengelola makanan untuk pelengkap wisata kuliner, pelatihan bahasa Inggris agar dapat berinteraksi dengan turis asing, dll.

Pelatihan peningkatan kualitas layanan jasa kuliner bagi kaum perempuan di Desa Wisata Bejiharjo, Karangmojo, Gunungkidul merupakan pelatihan yang termasuk dalam usaha pemberdayaan perempuan dengan memanfaatkan sumber daya yang terdapat di lingkungan sekitar. Hal ini dikarenakan kawasan Desa Bejiharjo telah menjadi salah satu Desa


(17)

2

Wisata yang populer di D.I Yogyakarta. Dari data kepariwisataan DIY tahun 2015, obyek wisata yang paling banyak dikunjungi oleh wisatawan adalah Pantai Baron, sedangkan desa wisata yang paling banyak dikunjungi oleh wisatawan adalah Bejiharjo dengan Goa Pindulnya.

Desa Bejiharjo mempunyai dua belas Goa alam yang semuanya memiliki keunikan, salah satunya adalah Goa Pindul. Kekhasan Goa Pindul adalah cara menyusur goa yang lain dari wisata susur goa lainnya. Cara susur Goa Pindul sering disebut sebagai atraksi wisata cavetubing. Cavetubing adalah cara menyusuri goa dengan menggunakan ban dalam kendaraan besar kemudian pengunjung duduk di atas ban tersebut dan ditarik oleh pemandu wisata. Selain itu masih banyak objek wisata alam (nature tourism) di Bejiharjo diantaranya : susur Sungai Oyo, Goa Sie Oyot, Mata Air Suroh, dan Jembatan Alam Kedung Buntung. Selain wisata alam di desa ini juga terdapat objek wisata sejarah, budaya dan pendidikan. Objek wisata sejarah yaitu monumen Jendral Sudirman, objek wisata budaya berupa pagelaran Wayang Beber. Sedangkan wisata pendidikan dikemas dalam bentuk layanan homestay bagi para pengunjung yang mayoritas anak-anak sekolah baik dari dalam maupun luar kota.

Data dari Dinas Pariwisata Kabupaten Gunungkidul menunjukkan pada tahun 2012, realisasi pendapatan daerah khususnya sektor pariwisata melebihi dari anggaran yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Pada awal penyusunan APBD ditargetkan sebesar Rp2,3 miliar, tetapi pada pertengahan 2012 berdasarkan peningkatan jumlah pengunjung yang di luar


(18)

3

perkiraan, target kembali dinaikan menjadi Rp3,1 miliar. Ternyata di luar prediksi, realisasi retribusi tempat rekreasi dan olahraga Kabupaten Gunungkidul tahun 2012 mencapai 135 persen dari anggaran atau sebesar Rp4,5 miliar, meningkat drastis dibandingkan tahun 2010 yang mencapai Rp1,7 miliar.

Pengembangan objek Wisata Goa Pindul yang terletak di Desa Bejiharjo dimulai pada bulan Juni 2010. Pengembangannya murni dari warga masyarakat sekitar. Dalam waktu singkat, objek wisata Goa Pindul mampu menjadi primadona wisata di Kabupaten Gunungkidul. Hal ini dikarenakan wisata cavetubing yang menjadi atraksi wisata andalan di Goa Pindul merupakan atraksi wisata yang baru ditawarkan di Indonesia. Kunjungan para wisatawan ke Desa ini cukup menggembirakan khususnya pada hari libur atau akhir pekan. Jumlah wisatawan yang berkunjung ke Goa Pindul pada musim liburan akhir tahun 2015 dan awal tahun 2016 mencapai 4.000 pengunjung per hari, jumlah ini meningkat sekitar 20-25 persen dibanding musim liburan tahun 2014 (www.krjogja.com, 14/01/2016). Kunjungan para wisatawan sudah pasti memberikan dampak positif dalam peningkatan ekonomi masyarakat sekitarnya. Hal ini ditandai dengan banyaknya pemuda yang sebelumnya tidak bekerja atau pengangguran ikut terlibat dalam kegiatan pemanduan wisata. Mereka banyak berprofesi menjadi pemandu wisata, pemandu outbound, jasa fotografer, sopir, dan bekerja di kantor darma wisata yang kurang lebih sebanyak 9 kelompok.


(19)

4

Obyek wisata di Bejiharjo tentunya memberikan peluang-peluang usaha baru dalam penyedian layanan jasa kuliner. Tingginya jumlah pengunjung terutama di hari libur dan akhir pekan dimana wisata kuliner baik makanan pokok, maupun makanan ringan atau cemilan menjadi faktor lain penarik yang membuat para pengunjung lebih optimal menghabiskan waktu berliburnya. Terkait hal ini, Desa Bejiharjo memiliki banyak produk kuliner yang perlu dioptimalkan. Sehingga potensi usaha kuliner yang tersedia belum mampu tereksplorasi dengan baik layaknya wisata alam Goa Pindul. Hal ini bisa jadi dikarenakan masih rendahnya keinginan dan kemampuan warga sekitar untuk mengembangkan potensi-potensi usaha kuliner di sekitar mereka.

Apabila masyarakat dapat mengoptimalkan potensi alam yang ada dan didukung dengan SDM yang berkualitas tentunya dapat meningkatkan tingkat kesejahteraan mereka. Potensi alam yang memiliki nilai ekonomi tinggi salah satunya adalah banyaknya tanaman ketela pohon di sekitar Bejiharjo. Data dari BPS Kabupaten Gunungkidul menyebutkan bahwa pada tahun 2013 produksi ketela pohon Desa Bejiharjo sebanyak 12154.44 ton, jumlah ini paling besar dibandingkan desa lainnya di Kecamatan Karangmojo. Akan tetapi sumber daya alam yang melimpah ini belum dapat dimanfaatkan secara maksimal. Ketela pohon kebanyakan hanya dimanfaatkan sebagai makanan ternak, atau dijual setelah dijemur. Melimpahnya ketela pohon belum diimbangi dengan kemampuan mengolah


(20)

5

produk-produk kuliner yang berbahahan dasar ketela pohon menjadi produk olahan yang bernilai ekonomi lebih tinggi.

Potensi kuliner lainnya yang terdapat di daerah sekitar Bejiharjo yaitu adanya makanan khas warga masyarakat seperti nasi merah dan sayur lombok ijo. Kemampuan mengolah makanan khas ini kebanyakan diperoleh dari resep turun temurun yang dipelajari secara otodidak oleh warga setempat. Tidak adanya standar baku dalam resep, menyebabkan cita rasa makanan sering kali berubah-ubah atau tidak ajeg. Selain itu, penyajian makanan lokal tersebut dalam hal pengemasan dan penyajiannya juga masih kurang menarik wisatawan. Hal ini tentu disayangkan, karena dapat mengurangi minat wisatawan untuk dapat menikmati wisata kuliner di daerah objek wisata.

Tingginya jumlah pengunjung objek wisata di Bejiharjo belum dapat dimanfaatkan dengan baik oleh kaum perempuan di lingkup Desa Bejiharjo dengan cara menyediakan berbagai olahan kuliner yang dapat dijual kepada wisatawan baik yang dikonsumsi langsung ataupun sebagai oleh-oleh. Salah satu faktor yang dapat menyebabkan hal ini yaitu kekurangmampuan kaum perempuan Desa Bejiharjo dalam memproduksi dan memasarkan produk kuliner. Kondisi ini didukung dengan belum tersedianya sentra-sentra produksi dan pemasaran produk kuliner yang dapat meningkatkan pendapatan warga masyarakat. (Sujarwo, dkk. 2014: 5)

Layanan kuliner di objek wisata selama ini masih kurang memuaskan pengunjung. Hal ini berkaitan dengan kualitas pelayanan yang


(21)

6

diberikan kepada pelanggan. Produsen mayoritas masih belum mengetahui standar minimal dalam memberikan pelayanan jasa kuliner kepada pengunjung, sehingga masih terkesan kurang profesional. Selain itu, pelayanan juga termasuk dari segi tampilan makan, pengemasan, kebersihan tempat, keramahan pelayan, dll. Pelaku usaha kuliner juga masih minim pengetahuan mengenai penanganan keluhan pelanggan serta komunikasi yang efektif dengan pengunjung.

Pelaku usaha kuliner sejatinya memiliki pengetahuan dan ketrampilan dasar dalam bidang pelayanan jasa kuliner. Seperti menurut Berry (Nasution, 2004: 57) menemukan bahwa ada lima penentu kualitas layanan jasa. Kelimanya disajikan secara berurut berdasarkan nilai pentingnya menurut pelanggan, yaitu:

1. Kehandalan (reliability) kemampuan untuk melaksanakan jasa yang dijanjikan dengan terpercaya dan akurat

2. Daya tanggap (responsiveness) kemauan untuk membantu pelanggan dan memberikan jasa dengan cepat

3. Kepastian atau jaminan (assurance) pengetahuan dan kesopanan karyawan dan kemampuan mereka untuk menimbulkan kepercayaan dan keyakinan.

4. Empati: kesediaan untuk peduli, memberi perhatian pribadi bagi pelanggan

5. Berwujud atau bukti langsung (tangibles) penampilan fasilitas fisik, peralatan, personil, dan materi komunikasi.

Berdasarkan permasalahan di atas, pada tahun 2014 beberapa dosen jurusan Pendidikan Luar Sekolah Universitas Yogyakarta melakukan pelatihan untuk kaum perempuan di Bejiharjo. Hal ini didukung karena sudah seringnya terjadi kerjasama antar Jurusan PLS UNY dengan Desa Bejiharo, terkait juga dengan dua Labsite PLS UNY yang terdapat di Desa


(22)

7

ini. Program pelatihan yang dilaksanakan yaitu berupa pelatihan peningkatan kualitas layanan jasa kuliner.

Penyelenggaraan program pelatihan peningkatan kualitas layanan jasa kuliner bagi kaum perempuan di Desa wisata Bejiharjo, Karangmojo, Gunungkidul merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan program pendidikan non formal. Pelatihan ini ditujukan untuk kaum perempuan Desa Wisata Bejiharjo, Gunungkidul dengan harapan dapat meningkatkan kesadaran serta memberikan pengetahuan dan ketrampilan dalam penyediaan layanan kuliner yang higienis dan berkualitas yang mendukung pada warga masyarakat Bejiharjo.

Tujuan kegiatan pelatihan adalah 1) membangun kesadaran mengenai layanan kuliner di obyek wisata yang higienis dan berkualitas; dan 2) memberikan pengetahuan dan ketrampilan dalam penyediaan layanan kuliner yang higienis dan berkualitas yang mendukung pada warga masyarakat di Bejiharjo (Sujarwo, dkk., 2014: 11). Sasaran dari kegiatan ini adalah ibu-ibu pelaku/penyedia jasa kuliner di Desa Wisata Bejiharjo, khususnya kaum perempuan yang berada di Dusun Gelaran, Karangmojo dan terkoordinasi dengan kegiatan pariwisata Wira Wisata. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa adanya perubahan perilaku dari para perempuan sebagai kelompok sasaran. Perubahan perilaku yang terjadi adalah: a) Anggota kelompok sasaran memperoleh pengetahuan dan ketrampilan baru dalam usaha wirausahanya di bidang kuliner; b) Para anggota kelompok sasaran termotivasi untuk mengembangkan usaha yang


(23)

8

lebih jauh; c) Para anggota kelompok sasaran masih menyadari akan kebutuhan untuk meningkatkan ketrampilan di bidang kuliner di masa yang akan datang. Akan tetapi pada penyelenggaraannya sendiri pelatihan ini masih menemui beberapa kendala, seperti kesibukan yang dimiliki oleh beberapa anggota kelompok sasaran sehingga menyebabkan kurang optimalnya pembelajaran. selain itu, peralatan praktik yang digunakan kurang mencukupi yang menyebabkan tidak semua warga belajar mendapatkan pengalaman belajar secara keseluruhan.

Selain masih ditemukannya beberapa faktor penghambat dalam pelatihan, sumber lain menyebutkan permasalahan yang berkaitan dengan pendidikan dan pelatihan yang kerap muncul di Desa Bejiharjo. Dikutip dari jurnal yang disusun oleh Sujarwo & Lutfi Wibawa (2013:166-177), menyatakan bahwa:

“Keterampilan yang pernah diperoleh meliputi: keterampilan memasak, keterampilan membuat kripik singkong, selai pisang, dan emping mlinjo. Keterampilan yang diperoleh belum dipraktikkan secara optimal untuk meningkatkan pendapatan. Sebagian besar mereka tidak mau menerapkan ketrampilan sebagai bekal untuk meningkatkan pendapatan keluarga, bahkan lambat laun keterampilan tersebut telah dilupakan.”

Penelitian ini didasarkan dari pelatihan yang dilakukan oleh Sujarwo, dkk untuk mengevaluasi dampak pelatihan secara eksplisit setelah 2 tahun. Dampak dari pelatihan ini dilihat dari dimensi kehandalan, daya tanggap, kepastian atau jaminan, empati dan berwujud atau bukti langsung. Dengan demikian, dapat diketahui manfaat program pelatihan tersebut khususnya bagi kaum perempuan yang menjadi kelompok sasaran.


(24)

9 B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan dari uraian latar belakang masalah, maka dapat diidentifikasikan permasalahan sebagai berikut:

1. Kekurangmampuan kaum perempuan Desa Bejiharjo untuk memproduksi dan memasarkan produk kuliner di daerah objek wisata.

2. Penyelenggaraan program pelatihan peningkatan kualitas layanan jasa kuliner masih mengalami berbagai kendala yaitu faktor kesibukan dari beberapa anggota kelompok sasaran dan juga peralatan praktik yang digunakan dalam pembelajaran kurang mencukupi.

3. Belum ditemukan informasi yang kuat mengenai dampak program pelatihan peningkatan kualitas layanan jasa kuliner bagi kaum perempuan di Desa Wisata Bejiharjo, Gunung Kidul.

4. Kualitas layanan jasa selama ini masih belum memenuhi kriteria minimal pelayanan jasa yang baik dan benar.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah yang diperoleh, masalah dalam penelitian ini dibatasi pada dampak program pelatihan peningkatan kualitas layanan jasa kuliner bagi kaum perempuan di Desa Wisata Bejiharjo, Gunungkidul. Pengkajian dampak pelatihan pada peningkatan layanan jasa kuliner dilihat dari lima indikator dimensi pelayanan jasa menurut Berry (dalam Nasution, 2004: 57). Lima dimensi tersebut yaitu: 1) dimensi


(25)

10

kehandalan; 2) dimensi daya tanggap; 3) dimensi kepastian atau jaminan; 4) dimensi empati; 5) dimensi berwujud atau bukti langsung. Penelitian ini berjudul “Dampak Pelaksanaan Program Pelatihan Terhadap Peningkatan Kualitas Layanan Jasa Kuliner bagi Kaum Perempuan di Desa Wisata Bejiharjo, Gunungkidul”. Peneliti berharap dengan adanya pembatasan masalah tersebut, peneliti dapat menyusun sebuah penelitian yang sesuai dengan tujuan yang direncanakan.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah yang ada, maka rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu seberapa besar dampak pelaksanaan program pelatihan terhadap peningkatan kualitas layanan jasa kuliner bagi kaum perempuan di Desa Wisata Bejiharjo, Gunungkidul dilihat dari masing-masing dimensi?

E. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengukur seberapa besar dampak pelaksanaan program pelatihan terhadap peningkatan kualitas layanan jasa kuliner bagi kaum perempuan di Desa Wisata Bejiharjo, Gunungkidul dilihat dari masing-masing dimensi pelayanan.

F. Manfaat Penelitian 1. Segi Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk perkembangan keilmuan pendidikan nonformal khususnya dalam pengelolaan program pendidikan nonformal. Selain itu, hasil penelitian ini dapat memberikan


(26)

11

referensi dan kajian tentang pembinaan pendidikan luar sekolah khususnya dampak pasca program pelatihan.

2. Segi Praktis

a. Bagi penyelenggara, kegiatan program pelatihan terhadap peningkatan kualitas layanan jasa kuliner, penelitian ini diharapkan dapat membantu memberikan informasi yang berarti dalam upaya memperbaiki layanan belajar terhadap peserta pelatihan. Diharapkan pula dapat memberikan sumbangan positif bagi tercapainya hasil yang diinginkan dalam program pelatihan peningkatan kualitas layanan jasa kuliner. Dapat juga dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk menindaklanjuti program program pelatihan peningkatan kualitas layanan jasa kuliner

b. Bagi pemerhati pendidikan, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai masukan dalam merancang program pelatihan-pelatihan lain terutama yang berkaitan dengan peningkatan layanan jasa kuliner bagi kaum perempuan.

c. Bagi peneliti, Peneliti berharap dapat meningkatkan pengetahuan mengenai pelaksanaan pembelajaran pendidikan nonformal, khususnya dalam pelaksanaan program pelatihan peningkatan kualitas layanan jasa kuliner bagi kaum perempuan. Selain itu, untuk mengetahui gambaran dampak dari program pelatihan peningkatan kualitas layanan jasa kuliner yang dapat dijadikan sebagai bahan acuan dalam merencanakan program pelatihan di masyarakat.


(27)

12 BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Kajian tentang Dampak Program

1. Pengertian Dampak Program

Dampak merupakan suatu akibat yang ditimbulkan oleh perilaku atau tindakan dari atau ditujukan bagi individu maupun kelompok. Menurut KBBI (2005: 234), kata dampak diartikan sebagai “mengenai benturan, pengaruh kuat yang mendatangkan akibat (baik negatif maupun positif). Marta (2015: 26) berpendapat bahwa dampak merupakan akibat yang ditimbulkan oleh suatu tindakan, perilaku, atau aktivitas baik akibat negatif maupun positif. Berdasarkan pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa dampak adalah pengaruh yang ditimbulkan dari sebuah tindakan yang dapat berupa pengaruh positif atau negatif.

Menurut Suharsimi Arikunto dan Cepi Safruddin (2008:3-4), ada dua pengertian untuk istilah “program”, yaitu pengertian secara khusus dan umum. Menurut pengertian secara umum “program” dapat diartikan sebagai “rencana”. Program diartikan sebagai suatu kegiatan yang terencana secara seksama. Farida Yusuf Tayibnapis dalam Eko (2013:8), menyatakan bahwa program sebagai sesuatu yang dicoba lakukan seseorang dengan harapan akan mendatangkan hasil atau pengaruh.

Program juga dapat diartikan sebagai serangkaian kegiatan yang direncanakan dengan seksama dan pelaksanaanya berlangsung secara


(28)

13

berkesinambungan. Menurut Eko (2013:8), terdapat 4 unsur pokok untuk dapat dikategorikan sebagai program, yaitu:

a. Kegiatan yang direncanakan atau dirancang dengan seksama. Bukan asal rancangan, tetapi rancangan kegiatan yang disusun dengan pemikiran yang cerdas dan cermat.

b. Kegiatan tersebut berlangsung secara berkelanjutan dari satu kegiatan ke kegiatan yang lain. Dengan kata lain ada keterkaitan antar kegiatan sebelum dengan kegiatan sesudahnya.

c. Kegiatan tersebut berlangsung dalam sebuah organisasi, baik organisasi formal maupun organisasi nonformal bukan kegiatan individual.

d. Kegiatan tersebut dalam implementasi atau pelaksanaanya melibatkan banyak orang, bukan kegiatan yang dilakukan oleh perorangan tanpa ada kaitannya dengan kegiatan orang lain. Berdasarkan beberapa pengertian program di atas, dapat diketahui bahwa program merupakan suatu kegiatan atau rencana yang direncanakan secara seksama. Jadi, dapat disimpulkan bahwa dampak program merupakan suatu akibat baik akibat positif maupun negatif yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan atau rencana yang direncanakan secara seksama. Dampak yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu dampak positif dari program pelatihan peningkatan kualitas layanan jasa kuliner bagi kaum perempuan di Desa Wisata Bejiharjo, Karangmojo, Gunungkidul.

Suatu program yang telah dilaksanakan akan memberikan pengaruh dan dampak yang beragam bagi seseorang maupun kelompok, khususnya program-program yang dilaksanakan di lingkungan masyarakat menjadi target utama dalam menentukan keberlanjutan program kedepannya. Hal ini berkaitan dengan kebutuhan masyarakat yang semakin hari semakin beragam serta kepercayaan yang telah diberikan masyarakat kepada


(29)

14

penyelenggara mampu memberikan perubahan bagi masyarakat. hasil dari suatu program itu berjalan dengan baik ataupun tidak tergantung bagaimana penilaian masyarakat itu sendiri

Pengukuran keberhasilan dari suatu program dapat dilakukan dengan melihat dari adanya indikator keberhasilan, salah satunya indikator keberhasilan program yang ada di masyarakat adalah berkurangnya jumlah penduduk miskin dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia untuk meningkatkan pendapatan. Artinya bahwa masyarakat semakin bersemangat dalam meningkatkan kemandirian kelompok usaha produktif, makin kuatnya permodalan kelompok, makin luasnya interaksi kelompok dengan kelompok lain di masyarakat, sehingga mampu meningkatkan pendapatan keluarga miskin dan mampu memenuhi kebutuhan pokok dan kebutuhan sosial dasarnya.

Mustofa Kamil (2010: 65) memaparkan indikator yang digunakan untuk mengetahui dampak pelatihan antara lain:

a. Perubahan perilaku peserta setelah mengikuti pelatihan, b. Peningkatan kerja,

c. Kecepatan dan ketepatan melaksanakan tugas, d. Efektif dan efisien pemakaian alat/bahan, e. Peningkatan kualitas kerja,

f. Berkurangnya permasalahan yang ditimbulkan dalam melaksanakan tugas, dan

g. Meningkatnya kualitas kerja.

Pengaruh atau outcome berupa dampak yang dialami masyarakat sebagai peserta pelatihan setelah memperoleh masukan lain. Pengaruh atau outcome ini dapat berupa penghargaan pada peserta pelatihan oleh orang


(30)

15

lain di tempat kerja, pendapatan, penampilan diri, dan penghargaan masyarakat.

B. Kajian tentang Pelatihan

1. Pengertian Program Pelatihan

Mustofa Kamil (2010: 10) berpendapat bahwa pelatihan merupakan proses yang disengaja atau direncanakan, bukan kegiatan yang bersifat kebetulan atau spontan. Pelatihan merupakan proses yang terdiri dari serangkaian kegiatan yang sistematis dan terencana yang terarah pada suatu tujuan. Selain itu pelatihan merupakan bagian pendidikan yang menyangkut proses belajar yang dilaksanakan di luar sistem sekolah, memerlukan waktu yang relatif singkat, dan lebih menekankan pada praktik.

Oemar Hamalik (2005: 10) mengemukakan bahwa:

“secara operasional pelatihan adalah suatu proses yang meliputi serangkaian tindakan (upaya) yang dilaksanakan dengan sengaja dalam bentuk pemberian bantuan kepada tenaga kerja yang dilakukan oleh tenaga profesional kepelatihan dalam satuan waktu yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan kerja peserta dalam bidang pekerjaan tertentu guna meningkatkan efektivitas dan produktivitas dalam suatu organisasi.”

Anwar (2006: 169) menegaskan bahwa pelatihan adalah usaha berencana yang diselenggarakan supaya dicapai penguasaan keterampilan, pengetahuan dan sikap yang relevan dengan kebutuhan peserta pelatihan. Umumnya pelatihan dilakukan untuk pendidikan jangka pendek dengan prosedur yang sistematis dan terorganisir untuk tujuan tertentu.


(31)

16

Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pelatihan adalah proses yang terencana yang diselenggarakan untuk pencapain suatu tujuan tertentu dengan jangka waktu yang relatif singkat. Dalam pelatihan terjadi proses belajar mengajar sehingga diupayakan yang tadinya peserta pelatihan tidak tahu menjadi tahu, dan mulanya tidak terampil setelah pelatihan menjadi terampil. Pelatihan juga bertujuan untuk meningkatkan dan mengembangkan perilaku orang dibidang pengetahuan keterampilan dan sikap yang dilaksanakan diluar sistem pendidikan yang berlaku dalam waktu yang relatif singkat dan dengan metode yang lebih mengutamakan praktek daripada teori.

2. Tujuan dan Manfaat Pelatihan

Pelatihan memiliki tujuan tidak hanya untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan saja melainkan juga mengembangkan bakat. Menurut Marzuki dalam Mustofa Kamil (2010:11) ada tiga tujuan yang harus dicapai dengan pelatihan yaitu:

a. Memenuhi kebutuhan organisasi

b. Memperoleh pengertian dan pemahaman yang lengkap tentang pekerjaan dengan standar dan kecepatan yang telah ditetapkan dari dalam keadaan yang normal serta aman.

c. Membantu para pemimpin organisasi dalam melaksanakan tugas Oemar Hamalik (2005: 14) mengemukakan tujuan pelatihan bersumber pada kualitas manusia seperti yang diharapkan antara lain terdiri dari aspek-aspek sebagai berikut:

a. Peningkatan semangat kerja b. Pembinaan budi pekerti

c. Peningkatan keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa


(32)

17 d. Meningkatkan taraf hidup e. Meningkatkan kecerdasan f. Meningkatkan keterampilan

g. Meningkatkan drajat kesehatan dan kesejahteraan h. Menciptakan lapangan kerja

i. Meratakan pembangunan dan pendapatan

Manfaat pelatihan menurut Richard B. Johnson dalam Marzuki (2012: 176) merumuskan manfaat pelatihan sebagai berikut:

a. Menambah produktivitas

b. Memperbaiki kualitas kerja dan menaikkan semangat kera c. Mengembangkan ketrampilan, pengetahuan dan sikap-sikap baru d. Dapat memperbaiki cara penggunaan yang tepat alat-alat, mesin,

proses, metode dan lain-lain

e. Mengurangi pemborosan, kecelakaan, keterlambatan, kelalaian, biaya berlebihan dan ongkos-ongkos yang tidak diperlukan

f. Melaksanakan perubahan atau pembaruan kebijakan atau aturan-aturan baru

g. Memerangi kejenuhan atau keterlambatan dalam skill teknologi, metode produksi, pemasaran, modal dan manajemen, dll.

h. Meningkatkan pengetahuan agar sesuai dengan standar performan sesuai dengan pekerjaannya

i. Mengembangkan, menempatkan, dan menyiapkan orang untuk maju, memperbaiki pendayagunaan tenaga kerja dan meneruskan kepemimpinan (menjamin kelangsungan kepemimpinan)

j. Menjamin ketahanan dan pertumbuhan perusahaan

Pendapat lain dikemukakan oleh Gouzali Saydam (2006:71), suatu pelatihan dapat membantu cara pembelajaran yang lebih efektif dan dapat lebih mendorong serta memperluas motivasi serta wawasan para peserta dalam melakukan tugas sekarang dan masa yang akan datang. Menurut beliau pelatihan memiliki manfaat diantaranya :

a. Menambah pengetahuan, kemampuan, dan ketrampilan dalam tugas

b. Meningkatkan percaya diri dan menghilangkan rasa rendah diri c. Memperlancar pelaksanaan tugas

d. Menambah motivasi kerja untuk pelaksanaan tugas e. Menumbuhkan sikap positif


(33)

18 g. Mempertinggi rasa kepeduliaan h. Meningkatkan rasa saling menghargai

i. Mendorong karyawan untuk menghasilkan yang terbaik j. Mendorong karyawan untuk memberikan pelayanan yang

terbaik

Dari beberapa penjelasan diatas dapat disimpulkan pelatihan memiliki beberapa manfaat dan tujuan yaitu menambah pengetahuan, kemampuan, dan ketrampilan para peserta pelatihan agar mampu melaksanakan tugasnya dengan baik dan sesuai dengan ilmu yang disampaikan dalam pelatihan.

3. Komponen dan Prinsip Pelatihan

Komponen pelatihan adalah beberapa hal yang terdapat dalam sebuah pelatihan. Komponen pelatihan yang lengkap dan berkualitas akan menghasilkan output yang berkualitas pula. Komponen-komponen pelatihan sebagaimana dijelaskan oleh Djuju Sudjana (2001: 277), adalah sebagai berikut:

a. Komponen masukan saran

Meliputi keseluruhan sumber dan fasilitas yang termasuk dalamnya adalah tujuan, program, kurikulum, pendidikan, atau pelatih, tenaga kependidikan lainnya, tenaga pengelola program, sarana belajar, media, fasilitas serta biaya.

b. Masukan mentah

Masukan mentah didalamnya termasuk, peserta didik pelatihan dengan karakteristik yang dimiliki, termasuk ciri-ciri yang berhubungan dengan faktor internal dan faktor eksternal.

c. Masukan lingkungan

Masukan lingkungan adalah faktor lingkungan yang menunjang berjalannya program pelatihan yang meliputi lingkungan keluarga, sosial serta lingkungan alam.

d. Proses

Dalam pelatihan pada prinsipnya ada kegiatan proses pembelajaran baik teori maupun praktek, bertujuan meningkatkan dan mengembangkan kompetensi atau kemampuan akademik, sosial dan pribadi dibidang pengetahuan, ketrampilan dan sikap,


(34)

19

serta bermanfaat bagi peserta pelatihan dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

e. Hasil

Keluaran atau hasil yaitu kuantitas lulusan yang disertai kualitas perubahan sikap atau tingkah laku.

f. Masukan lain

Masukan ini meliputi dana atau modal, lapangan kerja, informasi, alat dan fasilitas, pemasaran, paguyuban peserta didik, latihan lanjutan dan bantuan eksternal.

Komponen penyelenggaraan pelatihan lain dikemukakan oleh Mustofa Kamil (2010:14) yaitu :

1) Sumber Daya Manusia (SDM) a) Penyelenggara pelatihan

b) Tenaga pengajar / fasilitator / widyaiswara c) Peserta pelatihan

2) Kurikulum

3) Metode pembelajaran 4) Waktu pelaksanaan

5) Pelaksanaan praktek kerja lapangan / orientasi lapangan

Selain komponen, pelatihan juga memiliki prinsip-prinsip yang dapat dijadikan panduan ketika hendak membuat program pelatihan. prinsip pelatihan digunakan sebagai dasar yang harus diperhatikan ketika hendak merancang program pelatihan. Pada dasarnya menurut Sudjana (2001) prinsip pelatihan yaitu :

1) Berdasarkan kebutuhan belajar ( learning need based)

2) Berorientasi pada tujuan kegiatan belajar (learning goals and objectives oriented)

3) Berpusat pada peserta ( participant centered)

4) Belajar berdasar pengalaman ( experiential learning)

Oemar Hamalik (2005: 31) berpendapat bahwa prinsip-prinsip pelatihan adalah sebaga berikut:

1) Latihan hanya dilakukan dengan maksud untuk menguasai bahan pelajaran tertentu, melatih ketrampilan dan penguasaan simbol-simbol rumus.


(35)

20

2) Para peserta menyadari bahwa latihan itu bermakna bagi kehidupannya.

3) Latihan harus dilakukan terhadap hal-hal yang telah diperoleh pesertanya, misalnya: fakta-fakta hafalan dan ketrampilan yang baru dipelajari.

4) Latihan berfungsi sebagai diagnosis melalui reproduksi usaha membaca berkali-kali, mengadakan koreksi atas kesalahan-kesalahan yang timbul.

5) Latihan dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: mula-mula latihan untuk mendapat ketepatan, selanjutnya antara keduanya dicari keseimbangan.

6) Latihan dibagi-bagi menjadi sejumlah kurun waktu latihan yang singkat, misalnya: latihan untuk penguasaan, latihan merecall hasil belajar.

7) Kegiatan latihan harus hidup, menarik dan menyenangkan. 8) Latihan jangan dianggap sebagai upaya sambilan untuk

dilakukan seenaknya secara insidental.

9) Latihan dapat mencapai kemajuan berkat ketekunan dan kedisiplinan yang tinggi.

10)Latihan yang dilaksanakan lebih berhasil, bila unsur emosi sedapat mungkin dikurangi.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa komponen pelatihan memiliki tujuan untuk proses pembelajaran agar berjalan secara efektif. Komponen pelatihan merupakan hal pokok yang harus ada dalam penyelenggaraan pelatihan. Sedangkan dari prinsip-prinsip pelatihan yang telah diuraikan nampak bahwa keterlibatan peserta sangat dibutuhkan, dalam pelatihan pelatih lebih berperan sebagai sumber belajar yang memfasilitasi peserta untuk mencapai tujuan pelatihan.

4. Manajemen Program Pelatihan

Manajemen program pelatihan seperti layaknya manajeman sebuah program, digunakan agar program yang dibuat dapat berlangsung efektif dan efisien. Menurut Sudjana dalam Mustofa Kamil (2010: 17-19),


(36)

21

mengembangkan sepuluh langkah pengelolaan program pelatihan sebagai berikut:

a. Rekruitmen peserta pelatihan.

b. Identifikasi kebutuhan belajar, sumber belajar, dan kemungkinan hambatan.

c. Menentukan dan merumuskan tujuan. d. Menyusun alat evaluasi dan evaluasi akhir. e. Menyusun urutan kegiatan pelatih.

f. Pelaksanaan pelatihan.

g. Melaksanakan evaluasi bagi peserta. h. Mengimplementasikan pelatihan. i. Evaluasi akhir.

j. Evaluasi program pelatihan.

Pada dasarnya, manajemen program pelatihan sama dengan fungsi manajemen umum pada biasanya. Dalam manajemen pelatihan ada beberapa tahapan yang perlu dilakukan yaitu tahap perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Tahap perencanaan meliputi rekrutmen peserta, identifikasi kebutuhan belajar, menentukan tujuan pelatihan, menyusun alat evaluasi, menyusun tahapan pelaksanaan pelatihan, pelatihan untuk pelatih, dan selanjutnya melaksanakan evaluasi (pretest) bagi peserta. Tahapan pelaksanaan atau tahap inti yaitu melaksanakan proses pembelajaran antara sumber belajar dengan warga belajar. Tahap terakhir yaitu tahap evaluasi, evaluasi dilaksanakan untuk peserta dan evaluasi untuk program pelatihan. Evaluasi bertujuan untuk mengetahui pengambilan langkah atau tindakan selanjutnya yang harus dilakukan oleh penyelenggara berdasar hasil evaluasi. Pelatihan yang baik adalah pelatihan aktif yang ditandai dengan aktivitas, variasi, dan partisipasi dari para peserta.


(37)

22

C. Kajian tentang Kualitas Layanan Jasa Kuliner

Goeth dan Darvis dalam Tjiptono (2000: 51), berpendapat bahwa kualitas adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, manusia/tenaga kerja, proses dan tugas serta lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan atau konsumen. Menurut Sunyoto (2013:45), kualitas merupakan suatu ukuran untuk menilai bahwa suatu barang atau jasa dianggap telah memiliki nilai guna seperti yang dikehendaki atau dengan kata lain suatu barang atau jasa dianggap telah memiliki kualitas apabila berfungsi atau mempunyai nilai guna seperti yang diinginkan.

Sedangkan pelayanan adalah suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung antara seseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik yang menyediakan kepuasan pelanggan. Pelayanan adalah produk yang bersifat abstrak lebih berupa tindakan atau pengalaman yang tidak dapat disimpan dan digunakan untuk waktu mendatang

Gronroos dalam Ratminto & Atik (2008: 2) , pelayanan dapat diartikan sebagai berikut:

“Pelayanan adalah suatu aktivitas atau serangkaian aktivitas yang bersifat tidak kasat mata (tidak dapat diraba) yang terjadi sebagai akibat adanya interaksi antara konsumen dengan karyawan atau hal-hal lain yang disediakan oleh perusahaan pemberi pelayanan yang dimaksudkan untuk memecahkan permasalahan konsumen/pelanggan”.

Jadi, pelayanan adalah hubungan timbal balik antara produsen terhadap konsumen yang tidak berwujud secara fisik tetapi lebih berupa


(38)

23

sebuah tindakan untuk memenuhi kebutuhan dalam bentuk suatu kepuasan.

Menurut Zeithaml et.al dalam Jyotsna Hirmukhe (2012:2) they defined service quality as the degree and direction of discrepancy between consumer‟s service perception of the service experience and their expectations before the experience. Kualitas pelayanan sebagai bentuk pelayanan yang konsumen persepsikan dan pelayanan yang didapatkan serta ekspektasi konsumen sebelumnya.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kualitas pelayanan adalah kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan spesifikasi yang dituntut pelanggan. Pelanggan memutuskan bagaimana kualitas yang dimaksud dan apa yang dianggap penting. Setiap pelanggan mempertimbangkan suatu kualitas pelayanan. Kualitas pelayanan menjadi standar kinerja bagi perusahaan jasa dan merupakan faktor terpenting bagi kepuasan konsumen/pelanggan.

Parasuraman et.al dalam Jordy Fortuny (2005: 135) berpendapat mengenai dimensi kualitas layanan jasa sebagai berikut:

“In his emergent investigations, Parasuraman el al.'s research revealed 10 dimensions transcending different types of services that customers use forming expectations about and perceptions of services received: Reliability, Responsiveness, Competence, Access, Courtesy, Communication, Credibility, Security, Understanding/knowing the customer and Tangibles. But, In their 1988 work, these components were collapsed into five dimensions: Reliability, Assurance, Tangibles, Empathy and Responsiveness (RATER dimensions).


(39)

24

Dari penyederhanaan 10 dimensi oleh Parasuraman, dkk menjadi 5 dimensi yang sekarang lebih sering digunakan dalam mengukur kualitas pelayanan (servqual). Kelima dimensi tersebut menurut Parasuraman adalah: Kehandalan (reliability), kepastian atau jaminan (assurance), berwujud atau bukti langsung (tangibles), empati (empathy), dan daya tanggap (responsiveness).

Kualitas pelayanan jasa kuliner berguna untuk meningkatkan daya jual produk dan menarik hati konsumen dalam industri kuliner. Menurut Berry dalam Nasution (2004: 57) menemukan bahwa ada lima penentu kualitas layanan jasa. Kelimanya disajikan secara berurut berdasarkan nilai pentingnya menurut pelanggan, yaitu:

1. Kehandalan (reliability) kemampuan untuk melaksanakan jasa yang dijanjikan dengan terpercaya dan akurat

2. Daya tanggap (responsiveness) kemauan untuk membantu pelanggan dan memberikan jasa dengan cepat

3. Kepastian atau jaminan (assurance) pengetahuan dan kesopanan karyawan dan kemampuan mereka untuk menimbulkan kepercayaan dan keyakinan.

4. Empati: kesediaan untuk peduli, memberi perhatian pribadi bagi pelanggan

5. Berwujud atau bukti langsung (tangibles) penampilan fasilitas fisik, peralatan, personil, dan materi komunikasi

Kelima dimensi tersebut kemudian dijabarkan sebagai berikut: 1. Dimensi Kehandalan

Zeithaml et.al dalam Ko King Lily Harr (2008: 11) menyebutkan definisi dari dimensi kehandalan dalam kualitas pelayanan sebagai berikut:

“Reliability is defined as “the ability to perform the promised service dependably and accurately” or “delivering on its promises”.


(40)

25

This dimension is critical as all customers want to deal with firms that keep their promises and this is generally implicitly communicated to the firm’s customers. For the food & beverage industry, reliability can be interpreted to mean fresh food delivered at the correct temperature and accurately the first time.”

Dimensi kehandalan adalah kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera dan memuaskan. Kehandalan juga dapat diartikan sebagai kemampuan untuk melaksanakan jasa yang dijanjikan dengan terpercaya dan akurat. Kehandalan mencakup dua hal pokok, yaitu konsistensi kerja dan kemampuan untuk dipercaya. Dalam industri kuliner, kemampuan melayani pelanggan dengan segera, akurat dan memuaskan mencerminkan dimensi kehandalan yang dimiliki penjual. Dimensi ini cukup penting, karena semua pelanggan ingin berurusan dengan produsen yang dapat memenuhi janjinya. Untuk industri makanan & minuman, kehandalan dapat ditafsirkan makanan segar disampaikan pada suhu yang benar dan akurat pertama kalinya.

2. Dimensi Daya Tanggap

Dimensi daya tanggap yaitu kemauan atau persiapan untuk memberikan jasa yang dibutuhkan pelanggan. Daya tanggap juga dapat diartikan sebagai kemauan untuk membantu pelanggan dan memberikan jasa dengan cepat. Selain itu daya tanggap juga dimaksudkan sebagai keinginan untuk membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap.

Sementara itu, Zeithaml et.al dalam Ko King Lily Harr (2008: 12) mendefinisikan dimensi daya tanggap sebagai berikut:


(41)

26

“Responsiveness “is the willingness to help customers and provideprompt service”. This dimension is concerned with dealing with the customer’s requests, questions and complaints promptly and attentively. A firm is known to be responsive when it communicates to its customers how long it would take to get answers or have their problems dealt with. To be successful, companies need to look at responsiveness from the view point of the customer rather than the company’s perspective. “

Daya tanggap adalah kemauan untuk membantu pelanggan dan memberikan layanan yang cepat. Dimensi ini berkaitan dengan berurusan dengan pelanggan permintaan, pertanyaan dan keluhan segera dan penuh perhatian. Seorang pelayan diketahui responsif ketika berkomunikasi kepada pelanggan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan jawaban atau telah masalah mereka ditangani. Dalam industri kuliner daya tanggap penting untuk membangun kenyamanan pelanggan kepada usaha yang dimiliki.

3. Dimensi Kepastian atau Jaminan

Zeithaml et.al dalam Ko King Lily Harr (2008: 10) “assurance is defined as “the employees’ knowledge and courtesy and the service provider’s ability to inspire trust and confidence”. The trust and confidence may be represented in the personnel who links the customer to the organization.” Jaminan didefinisikan sebagai "pengetahuan dan kesopanan karyawan dan kemampuan penyedia layanan untuk menginspirasi kepercayaan dan keyakinan”. Kepercayaan dan keyakinan dapat diwakili dari personil yang menghubungkan pelanggan untuk perusahaan.


(42)

27

Dimensi kepastian atau jaminan mencakup kemampuan, kesopanan, dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki karyawan, bebas dari bahaya, resiko atau keragu-raguan. Pengetahuan dan kesopanan karyawan dan kemampuan mereka untuk menimbulkan kepercayaan dan keyakinan pelanggan. Menurut Zeithmal et.al dalam Nasution (2004: 123) dimensi kepastian atau jaminan ini merupakan gabungan dari dimensi:

a. Kompetensi (competence), artinya ketrampilan dan pengetahuan yang dimiliki oleh para karyawan untuk melakukan pelayanan. b. Kesopanan (courtesy), yang meliputi keramahan, perhatian dan

sikap para karyawan.

c. Kredibilitas (credibility), meliputi hal-hal yang berhubungan dengan kepercayaan kepada perusahaan seperti reputasi, prestasi, dan sebagainya.

4. Dimensi Empati

Dimensi empati merupakan sifat yang tertanam pada setiap individu guna untuk melayani pelanggan secara baik. Empati yaitu kesediaan untuk peduli, memberikan perhatian pribadi bagi pelanggan. Empati meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik, dan memahami kebutuhan para pelanggan. Menurut Zeithmal et.al dalam Nasution (2004: 124) dimensi ini merupakan penggabungan dari dimensi: a. Akses (accessibility), meliputi kemudahan untuk memanfaatkan jasa

atau pelayanan yang ditawarkan perusahaan.

b. Komunikasi (communication), merupakan kemampuan melakukan komunikasi untuk menyampaikan informasi kepada pelanggan atau memperoleh masukan dari pelanggan.


(43)

28

c. Pemahaman pada pelanggan (customer understanding), meliputi usaha perusahaan untuk mengetahui dan memahami kebutuhan dan keinginan pelanggan.

Zeithaml et.al dalam Ko King Lily Harr (2008: 11) “empathy is defined as the “caring, individualized attention the firm provides its customer. The customer is treated as if he is unique and special. There are several ways that empathy can be provided: knowing the customer’s name, his preferences and his needs.” Dengan dimensi empati, produsen harus mampu memperlakukan pelanggan seolah-olah ia adalah unik dan khusus. Ada beberapa cara yang empati dapat disediakan: mengetahui nama pelanggan, nya preferensi dan kebutuhannya. Banyak perusahaan kecil menggunakan kemampuan ini untuk menyediakan layanan yang disesuaikan sebagai keunggulan kompetitif atas perusahaan-perusahaan yang lebih besar.

Dalam konteks restoran atau warung makan, empati mungkin penting untuk memastikan loyalitas pelanggan sebagai pelayan harus tahu bagaimana pelanggan suka atau makanannya disiapkan. Di sisi lain, beberapa pelanggan mungkin hanya ingin dibiarkan sendiri untuk menikmati makanan mereka dan mungkin tidak ingin seseorang memberi mereka terlalu banyak perhatian. Empati di konteks santapan dapat ditunjukkan melalui menunjukkan kepedulian pada saat memenuhi keinginan khusus pelanggan misalnya, menyediakan makanan vegetarian.


(44)

29

5. Dimensi Berwujud atau Bukti Langsung

Dimensi berwujud atau bukti langsung yakni hal-hal yang berwujud serta dapat dirasakan langsung keberadaannya oleh pelanggan. Berwujud dan bukti langsung mencakup penampilan fasilitas fisik, peralatan yang dipergunakan, personil, dan materi komunikasi.

Zeithaml et.al dalam Ko King Lily Harr (2008: 12) mendefinisikan dimensi berwujud sebagai berikut:

This dimension, which is defined as the physical appearance of facilities, equipment, staff, and written materials. It translates to the restaurant’s interiors, the appearance and condition of the cutlery, tableware, and uniform of the staff, the appearance and design of the menu, restaurant signage and advertisements.” Dimensi ini, yang didefinisikan sebagai penampilan fisik fasilitas, peralatan, staf, dan bahan-bahan tertulis. Dimensi berwujud atau bukti langsung, berkaitan dengan hal-hal yang tampak nyata di mata pelanggan dan juga dapat langsung dirasakan kehadirannya. Dalam layanan kuliner hal ini dapat dimaksudkan seperti interior restoran , penampilan dan kondisi alat makan, peralatan makan, dan seragam staf, penampilan dan desain menu, reputasi restoran dan iklan.

Dari kelima dimensi di atas, dapat dirincikan indikator kualitas layanan jasa kuliner sebagai berikut:


(45)

30

Tabel 1. Indikator Kualitas Layanan Jasa Kuliner

D. Kajian tentang Pelatihan Peningkatan Kualitas Layanan Jasa Kuliner Berdasarkan uraian yang telah dijabarkan di atas, maka penting bagi produsen penyedia layanan kuliner untuk memiliki kelima dimensi kualitas layanan jasa tersebut dalam melayani kepada pelanggan. Jika kualitas layanan jasa kulinernya baik tentu akan memuaskan hati pelanggan, sehingga berdampak pada pendapatan dan citra baik produsen. Di Desa Wisata Bejiharjo sendiri sudah mulai bermunculan

No. Dimensi Indikator

1. Dimensi kehandalan 1. Ketepatan pelayanan makanan 2. Kecepatan pelayanan

3. Ekspresi ketika melayani pelanggan 2. Dimensi daya tanggap 1. Kesediaan membantu pelanggan

2. Cepat menangani keluhan pelanggan 3. Cepat dalam menyelesaikan masalah 4. Cepat dalam menyelesaikan pesanan

pelanggan

5. Membersihkan tempat setelah pelanggan selesai makan 3. Dimensi kepastian

atau jaminan

1. Pengetahuan karyawan 2. Kesopanan karyawan 3. Keterampilan karyawan 4. Jaminan higienitas makanan 4. Dimensi empati 1. Kemudahan komunikasi dengan

pelanggan

2. Berusaha mengerti keinginan pelanggan

3. Keramahan karyawan

4. Kesigapan menghampiri pelanggan 5. Kesabaran karyawan

5. Dimensi berwujud atau bukti langsung

1. Kerapian tempat usaha 2. Kebersihan tempat

3. Ketersediaan kotak sampah 4. Ketersediaan tempat cuci tangan 5. Kebersihan peralatan makanan dan

peralatan memasak 6. Penampilan karyawan


(46)

31

penggiat usaha kuliner di sekitar objek wisata. Namun demikian, masih perlu sekiranya memberikan edukasi kepada mereka untuk meningkatkan kualitas layanan jasa kulinernya. Peningkatan kualitas layanan dapat dimulai dengan dimilikinya keterampilan mengolah beragam masakan, sikap yang baik dalam melayani, dan juga melengkapi sarana fisik di tempat usaha.

Penyelenggaraan program pelatihan peningkatan kualitas layanan jasa kuliner bagi kaum perempuan di Desa Wisata Bejiharjo, Karangmojo, Gunungkidul merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan program pendidikan nonformal. Program ini merupakan bagian dari pendidikan pemberdayaan perempuan yang diberikan dalam bentuk pelatihan untuk perempuan. Pelatihan ini diprakarsai oleh tim dosen Pendidikan Luar Sekolah dalam rangka Program Pengabdian Masyarakat yang diketuai oleh Dr. Sujarwo, M.Pd. Pelatihan ini ditujukan untuk kaum perempuan Desa Wisata Bejiharjo, Gunungkidul dengan harapan dapat meningkatkan kesadaran serta memberikan pengetahuan dan ketrampilan dalam penyediaan layanan kuliner yang higienis dan berkualitas yang mendukung pada warga masyarakat Bejiharjo.

Sujarwo, dkk (2014: 11) dalam laporan PPM reguler 2014 mengemukakan tujuan kegiatan pelatihan adalah 1) membangun kesadaran mengenai layanan kuliner di obyek wisata yang higienis dan berkualitas; dan 2) memberikan pengetahuan dan ketrampilan dalam penyediaan layanan kuliner yang higienis dan berkualitas yang


(47)

32

mendukung pada warga masyarakat di Bejiharjo. Sasaran dari kegiatan ini adalah ibu-ibu pelaku/penyedia jasa kuliner di Desa Wisata Bejiharjo, khususnya kaum perempuan yang berada di Dusun Gelaran, Bejiharjo dan terkoordinasi dengan kegiatan pariwisata di Wira Wisata.

Kegiatan pelatihan yang dilakukan menggunakan metode pembelajaran berorientasi pengalaman dan/atau masalah, serta menekankan kepada pembelajaran orang dewasa. Materi yang diberikan dalam pelatihan ini antara lain yakni membangun kesadaran kelompok sasaran akan pentingnya penyediaan layanan jasa kuliner yang higienis dan berkualitas. Kemudian diberikan pula materi tentang fungsi PKK dan kewirausahaan di bidang wisata alam. Selain itu, diberikan juga pengetahuan dan ketrampilan memproduksi, mengemas, dan menyajikan kuliner yang higienis dan berkualitas. Kualitas layanan kuliner juga mengandung unsur bagaimana cara penyedia /pelaku usaha kuliner untuk dapat melayani pelanggan dengan baik dan benar.

Hasil dari kajian dampak yang dilihat dari lima dimensi kualitas layanan jasa di atas dapat memberikan gambaran mengenai kelayakan program pelatihan peningkatan kualitas jasa layanan kuliner untuk kelompok sasaran kaum perempuan di Desa Wisata Bejiharo. Hasil dari penelitian ini juga dapat digunakan untuk mengambil keputusan, baik keputusan untuk memperbaiki program yang akan dibuat, ataupun menindaklanjuti program.


(48)

33 E. Kajian tentang Desa Wisata

1. Konsep Desa Wisata

Desa wisata adalah pengembangan suatu wilayah desa yang pada hakekatnya tidak merubah apa yang sudah ada tetapi lebih cenderung kepada penggalian potensi desa dengan memanfaatkan kemampuan unsur-unsur yang ada dalam desa (mewakili dan dioperasikan oleh penduduk desa) yang berfungsi sebagai atribut produk wisata dalam skala kecil menjadi rangkaian aktivitas pariwisata, serta mampu menyediakan dan memenuhi serangkaian kebutuhan perjalanan wisata baik aspek daya tarik maupun sebagai fasilitas pendukungnya (Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sleman 2007: 7)

Agus Muriawan (2006: 67) menjelaskan bahwa desa wisata merupakan pengembangan suatu wilayah (desa) dengan memanfaatkan unsur-unsur yang ada dalam masyarakat desa yang berfungsi sebagai atribut produk wisata, menjadi suatu rangkaian aktivitas pariwisata yang terpadu dan memiliki tema. Di dalam desa tersebut harus juga mampu menyediakan dan memenuhi serangkaian kebutuhan suatu perjalanan wisata, baik dari aspek daya tarik maupun berbagai fasilitas pendukungnya.

Dari kedua definisi di atas dapat disimpulkan konsep desa wisata yaitu wilayah desa yang memiliki potensi atau ciri khas yang menonjol dengan pesona alam, lingkungan masyarakat, dan kegiatan adat istiadat yang menjadi daya tarik wisata. Seperti Desa Bejiharjo yang ditetapkan


(49)

34

sebagai desa wisata dengan segala karakteristik yang dimiliki yang dapat menarik pengunjung. Potensi alam yang mendukung Desa Bejiharjo sebagai desa wisata terbilang lengkap dari sektor seni budaya, lingkungan alam, edukasi dan juga sejarah.

2. Karakteristik Desa Wisata

Masing-masing desa wisata memiliki karakteristik tersendiri berdasarkan potensi yang dimiliki oleh desa tersebut layak dijadikan sebagai desa wisata. Adapun karakteristiknya menurut Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Sleman (2007:10-11) adalah:

a. Desa dengan lingkungan alam, unsur kriterianya meliputi: 1) Keindahan alamnya

2) Jenis sumber daya alam yang menonjol untuk kegiatan pariwisata

3) Keunikan sumber daya alam

b. Desa dengan kehidupan ekonomi/mata pencahrian:

1) Mata pencahrian penduduk yang utama yang dapat dikembangkan sebagai atraksi wisata

2) Kurangnya tingkat pengangguran masyarakat

3) Pemerataan yang berhubungan dengan investasi lokal c. Desa dengan kehidupan adat/seni budaya

1) Tata cara adat sangat kental mendominasi kehidupan masyarakat

2) Pengelolaan kegiatan seni budaya yang berlangsung di lingkungan desa dilakukan murni oleh masyarakat

3) Kehidupan masyarakat sangat unik dan tradisional d. Desa dengan bangunan tradisional

1) Bangunan khas dan unik, arsitektur lokal sangat dominan 2) Struktur tata ruang bersifat khas

3) Pola lengkap serta material yang digunakan sangat alami menggambarkan unsur kelokalan dan keaslian

4) Interior peralatan makan dan minum menggambarkan unsur kelokalan dan keaslian

Hadiwijoyo (2012: 69) berpendapat bahwa suatu desa ditetapkan sebagai desa wisata apabila dapat memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:


(50)

35

a. Aksesbilitasnya baik sehingga mudah dikunjungi wisatawan dengan menggunakan berbagai jenis alat transportasi

b. Memiliki obyek-obyek menarik untuk dikembangkan sebagai obyek wisata

c. Masyarakat dan aparat desanya menerima dan memberikan dukungan yang tinggi terhadap desa wisata serta para wisatawan yang datang ke desanya

d. Keamanan di desa tersebut terjamin

e. Tersedia akomodasi, telekomunikasi, dan tenaga kerja yang memadai

f. Beriklim sejuk atau dingin

g. Berhubungan dengan obyek wisata lain yang sudah dikenal oleh masyarakat lain

Selain persyaratan tersebut desa wisata harus memiliki atraksi wisata yang menarik. Atraksi wisata yang menarik merupakan keseluruhan kegiatan keseharian penduduk setempat dengan fasilitas yang terdapat di desa wisata tersebut. Wisatawan dapat berinteraksi langsung dengan penduduk setempat dalam berbagai kegiatan seperti kursus membatik, kesenian tradisional, kebudayaan masyarakat setempat, dll.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa peran masyarakat lokal sangat berpengaruh dalam pengembangan desa wisata. Pengembangan konsep desa wisata ini dinilai efektif dalam rangka mengenalkan dan memberikan peluang sebesar-besarnya kepada masyarakat pedesaan untuk memahami dunia pariwisata dan menikmati hasil dari kepariwisataan tersebut.

F. Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan dengan penelitian yang mengangkat masalah mengenai dampak program kecakapan hidup dan pelatihan peningkatan kualitas layanan jasa kuliner yaitu:


(51)

36

1. Penelitian oleh Marta Dwi Ningrum tahun 2015 mengenai “Dampak Program Pendidikan Kecakapan Hidup di Taman Baca Masyarakat Mata Aksara bagi Perempuan di Desa Umbulmartani, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Sleman”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa program pendidikan kecakapan hidup di TBM Mata Aksara berdampak terhadap sasaran program. Secara umum, dampak yang terlihat adalah bertambahnya kemampuan yang dimiliki oleh sasaran program baik pada ketrampilan maupun pengetahuan.

Penelitian yang dilakukan oleh Marta ini berupa penelitian kualitatif deskriptif dengan menggunakan metode wawancara. Hal ini tentu berbeda dengan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis. Penelitian penulis menggunakan jenis penelitian kuantitatif deskriptif dengan menggunakan metode angket. Data yang diperoleh dari angket kemudian dideskriptifkan dengan menjabarkan seberapa besar dampak program bagi kelompok sasaran.

2. Laporan PPM Reguler Tahun 2014 oleh Sujarwo, dkk. Dengan kegiatan yang berjudul “Pelatihan Peningkatan Kualitas Layanan Jasa Kuliner bagi Kaum Perempuan di Desa Wisata Bejiharjo, Karangmojo, Gunungkidul”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa adanya perubahan perilaku dari para perempuan sebagai kelompok sasaran. Perubahan perilaku yang terjadi adalah: a) Anggota kelompok sasaran memperoleh pengetahuan dan ketrampilan baru dalam usaha wirausahanya di bidang kuliner; b) Para anggota kelompok sasaran


(52)

37

termotivasi untuk mengembangkan usaha yang lebih jauh; c) Para anggota kelompok sasaran masih menyadari akan kebutuhan untuk meningkatkan ketrampilan di bidang kuliner di masa yang akan datang. Penelitian yang dilakukan oleh Sujarwo, dkk berupa laporan penelitian PPM reguler dari program pelatihan peningkatan kualitas jasa layanan kuliner. Pelatihan ini bertujuan untuk meningkatkan kepedulian peserta pelatihan akan pentingnya sikap yang baik dalam melayani pelanggan, higienitas makanan, dan ketrampilan inovasi produk. Sedangkan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis mengkaji seberapa besar dampak dari program pelatihan ini terhadap perubahan perilaku kelompok sasaran. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi untuk penyelenggaraan pelatihan selanjutnya dan juga untuk kepentingan akademik yang berhubungan dengan dampak pelatihan dan kualitas layanan kuliner.

G. Kerangka Berpikir

Pada tahun 2014, Dosen jurusan PLS UNY mengadakan program pelatihan peningkatan kualitas layanan jasa kuliner bagi kaum perempuan di Desa Wisata Bejiharjo, Karangmojo, Gunungkidul. Tujuan kegiatan pelatihan adalah 1) membangun kesadaran mengenai layanan kuliner di obyek wisata yang higienis dan berkualitas; dan 2) memberikan pengetahuan dan ketrampilan dalam penyediaan layanan kuliner yang higienis dan berkualitas yang mendukung pada warga masyarakat di Bejiharjo. Hasil yang diharapkan dari pelatihan ini salah satunya yaitu


(53)

38

meningkatnya pengetahuan dan ketrampilan peserta pelatihan dalam melayani pelanggan sehingga dapat lebih profesional dan handal. Sasaran dari kegiatan ini adalah ibu-ibu pelaku/penyedia jasa kuliner di Desa Wisata Bejiharjo, khususnya kaum perempuan yang berada di Dusun Gelaran, Karangmojo dan terkoordinasi dengan kegiatan pariwisata Wira Wisata. Pada penyelenggaraannya sendiri pelatihan ini masih menemui beberapa kendala, seperti kesibukan yang dimiliki oleh beberapa anggota kelompok sasaran sehingga menyebabkan kurang optimalnya pembelajaran. selain itu, peralatan praktik yang digunakan kurang mencukupi yang menyebabkan tidak semua warga belajar mendapatkan pengalaman belajar secara keseluruhan.

Sebagai sebuah program yang telah dilaksanakan di Desa Wisata Bejiharjo, perlu diketahui dampak yang dihasilkan dari program tersebut. Hal ini bertujuan untuk mengetahui kebermanfaatan program dan dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi program untuk perbaikan program selanjutnya. Oleh karena itu, penelitian ini akan mengkaji dampak pelaksanaan program pelatihan terhadap peningkatan kualitas layanan jasa kuliner bagi kaum perempuan di Desa Wisata Bejiharjo, Karangmojo, Gunungkidul setelah 2 tahun. Secara ringkas, kerangka pikir dalam penelitian ini digambarkan dalam gambar 1:


(54)

39

Gambar 1. Kerangka Berpikir

Program pelatihan Peningkatan

Kualitas Layanan Jasa Kuliner Bagi Kaum Perempuan

1. Membangun kesadaran mengenai layanan kuliner di obyek wisata yang higenis dan berkualitas 2. Memberikan pengetahuan dan

ketrampilan dalam penyediaan layanan kuliner yang higenis dan berkualitas

1. Dampak pada dimensi kehandalan 2. Dampak pada dimensi daya tanggap

3. Dampak pada dimensi kepastian atau jaminan 4. Dampak pada dimensi empati

5. Dampak pada dimensi berwujud atau bukti langsung


(55)

40 BAB III

METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian ex post facto. Menurut Kerlinger dalam Emzir (2013: 119) Penelitian ex post facto adalah penyelidikan empiris yang sistematis di mana ilmuwan tidak mengendalikan variabel bebas secara langsung karena eksistensi dari variabel tersebut telah terjadi, atau karena variabel tersebut pada dasarnya tidak dapat dimanipulasi. Peneliti menggunakan jenis penelitian ini karena pengaruh dan yang mempengaruhi dalam variabel penelitian telah terjadi dan diteliti oleh peneliti dalam tinjauan ke belakang. Sedangkan metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dengan pendekatan kuantitatif deskriptif. Melalui metode kuantitatif data yang dikumpulkan berdasarkan skor yang didapat dari angket yang diberikan kepada responden. Penelitian deskriptif dilakukan dengan mendiskripsikan atau memberi gambaran terhadap obyek yang diteliti melalui data sampel atau populasi sebagaimana adanya, tanpa membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum. Selain itu, dilakukan pula observasi untuk mengumpulkan informasi mengenai aktivitas usaha peserta pelatihan, dan kajian dokumentasi dari dokumen yang berkaitan dengan pelatihan peningatan kualitas layanan jasa kuliner bagi kaum perempuan di Desa Wisata Bejiharjo, Karangmojo, Gunungkidul.


(56)

41 B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Wisata Bejiharjo, Karangmojo, Gunungkidul terhadap peserta pelatihan peningkatan kualitas layanan jasa kuliner. Waktu penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 3 sampai 31 Desember tahun 2015.

C. Variabel Penelitian

Sugiyono (2010: 61) menyatakan bahwa variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, objek, atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Dalam penelitian ini, variabelnya merupakan variabel tunggal yaitu dampak dari pelaksanaan program pelatihan peningatan kualitas layanan jasa kuliner bagi kaum perempuan di Desa Wisata Bejiharjo, Karangmojo, Gunungkidul. Dengan kriteria rincian variabel sebagai berikut:

1. Dampak pada dimensi kehandalan peserta program pelatihan peningkatan kualitas layanan jasa kuliner

2. Dampak pada dimensi daya tanggap peserta program pelatihan peningkatan kualitas layanan jasa kuliner

3. Dampak pada dimensi kepastian atau jaminan peserta program pelatihan peningkatan kualitas layanan jasa kuliner

4. Dampak pada dimensi empati peserta program pelatihan peningkatan kualitas layanan jasa kuliner


(57)

42

5. Dampak pada dimensi berwujud atau bukti langsung peserta program pelatihan peningkatan kualitas layanan jasa kuliner

D. Definisi Operasional Variabel Penelitian

Sarwono (2006: 27) menyatakan bahwa definisi operasional adalah definisi yang menjadikan variabel-varibel yang sedang diteliti menjadi bersifat operasional dalam kaitannya dengan proses pengukuran variabel tersebut. Definisi operasinal akan mempermudah peneliti dalam melakukan pengukuran. Adapun definisi operasinal dalam penelitian ini adalah:

1. Dimensi Kehandalan

Dimensi kehandalan adalah kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera dan memuaskan. Kehandalan juga dapat diartikan sebagai kemampuan untuk melaksanakan jasa yang dijanjikan dengan terpercaya dan akurat. Kehandalan mencakup dua hal pokok, yaitu konsistensi kerja dan kemampuan untuk dipercaya. Kemampuan melayani pelanggan dengan segera, akurat dan memuaskan mencerminkan dimensi kehandalan yang dimiliki penjual.

2. Dimensi Daya Tanggap

Dimensi daya tanggap yaitu kemauan atau persiapan untuk memberikan jasa yang dibutuhkan pelanggan. Daya tanggap juga dapat diartikan sebagai kemauan untuk membantu pelanggan dan memberikan jasa dengan cepat. Selain itu daya tanggap juga dimaksudkan sebagai keinginan untuk membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap.


(58)

43 3. Dimensi Kepastian atau Jaminan

Dimensi kepastian atau jaminan mencakup kemampuan, kesopanan, dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki karyawan, bebas dari bahaya, resiko atau keragu-raguan. Pengetahuan dan kesopanan karyawan dan kemampuan mereka untuk menimbulkan kepercayaan dan keyakinan pelanggan.

4. Dimensi Empati

Dimensi empati merupakan sifat yang tertanam pada setiap individu guna untuk melayani pelanggan secara baik. Empati yaitu kesediaan untuk peduli, memberikan perhatian pribadi bagi pelanggan. Empati meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik, dan memahami kebutuhan para pelanggan.

5. Dimensi Berwujud atau Bukti Langsung

Dimensi berwujud atau bukti langsung yakni hal-hal yang berwujud serta dapat dirasakan langsung keberadaannya oleh pelanggan. Berwujud dan bukti langsung mencakup penampilan fasilitas fisik yang terdapat di tempat usaha, peralatan yang dipergunakan baik peralatan untuk megolah makanan dan juga peralatan makan yang disediakan, kebersihan dan kerapian pelayan, dan materi komunikasi dengan pelanggan.

E. Populasi Penelitian

Menurut Sugiyono (2010:117) populasi diartikan sebagai wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan


(59)

44

kemudian ditarik kesimpulannya. Penelitian ini menggunakan seluruh populasi sebagai sampel yang sering disebut sebagai penelitian populasi. Subyek penelitian adalah seluruh peserta pelatihan peningkatan kualitas layanan jasa kuliner bagi kaum perempuan di Desa Wisata Bejiharjo, Karangmojo, Gunungkidul.

F. Teknik Pengumpulan Data

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan angket, observasi, dan pengamatan dokumentasi.

1. Angket

Angket adalah instrumen penelitian yang berisi serangkaian pertanyaan atau pertanyaan untuk menjaring data atau informasi yang harus dijawab responden sesuai dengan pendapatnya Zaenal Arifin (2012: 228). Angket dijawab atau diisi sendiri oleh responden. Angket harus dilengkapi dengan petunjuk pengisian. Pertanyaan dalam angket juga harus jelas agar responden bisa menjawabnya. Bentuk angket yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket tertutup. Dimana di dalam angket tersebut terdapat jawaban-jawaban, sehingga responden hanya memilih saja jawaban yang sesuai dengan pendapatnya. Angket dalam penelitian ini digunakan untuk mengungkap dampak berdasarkan lima dimensi pelayanan jasa dari pelaksanaan program pelatihan peningkatan kualitas layanan jasa kuliner bagi kaum perempuan di Desa Wisata Bejiharjo, Karangmojo, Gunungkidul.


(60)

45 2. Observasi

Menurut Sugiyono (2010:203), observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari pelbagai proses biologis dan psikhologis. Teknik pengumpulan data dengan observasi digunakan bila penelitian berkenaan dengan perilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala alam dan bila responden yang diamati tidak terlalu besar. Metode pengumpulan data ini mampu menghimpun informasi yang lebih lengkap dan mendalam. Penelitian tentang dampak ini menggunakan teknik observasi guna untuk melihat dampak pelatihan dari sektor pelayanan terhadap pelanggan, data yang didapat dari observasi juga dapat memperkuat data yang diperoleh dari kuisioner. Observasi dilakukan untuk mengumpulkan data mengenai aktivitas usaha peserta pelatihan peningkatan kualitas layanan jasa kuliner bagi kaum perempuan di Desa wisata Bejiharjo, Karangmojo, Gunungkidul khususnya dalam melayani pelanggan berdasarkan lima dimensi pelayanan jasa. Peneliti akan melakukan observasi di tempat usaha peserta pelatihan untuk mengamati secara langsung perilaku mereka dalam melayani pelanggan. Data dari observasi digunakan untuk menguatkan data yang didapat melalui angket.

3. Kajian Dokumentasi

Dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data dengan menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen, baik dokumen tertulis, gambar maupun elektronik (Sukmadinata, 2007:221). Dokumen


(61)

46

yang dihimpun dipilih sesuai dengan tujuan dan fokus masalah. Dokumentasi tidak sekedar mengumpulkan dan menuliskan laporan dalam bentuk kutipan-kutipan sejumlah dokumen, tetapi juga menganalisis, membandingkan dan memadukan sehingga kajiannya sistematis. Metode kajian dokumentasi dalam penelitian ini digunakan untuk mengumpulkan data profil Desa Bejiharjo, dan juga mengenai profil pelatihan peningkatan kualitas layanan jasa kuliner bagi kaum perempuan di Desa Wisata Bejiharjo, Karangmojo, Gunungkidul. Dokumen mengenai profil Desa Bejiharjo dapat diperoleh langsung dari data monografi yang terdapat di kantor desa, sedangkan data mengenai pelatihan dapat diperoleh dari dosen pelaksana.

G. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan atau dipilih untuk memudahkan dalam mengumpulkan data. Pada penelitian ini, untuk memudahkan pengumpulan data, alat yang dipilih adalah angket atau kuisioner, observasi, serta kajian dokumentasi. Kuisioner akan disebarkan kepada subyek penelitian yang telah ditentukan. Orang yang mengisi kuisioner disebut dengan responden. Kuisioner yang sudah diisi kemudian dikembalikan lagi kepada peneliti untuk diolah ketahap berikutnya.

Kuisioner, menurut jenisnya terbagi kedalam tiga jenis, yakni kuisioner terbuka, kuisioner tertutup, dan kuisioner gabungan. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan kuisioner jenis tertutup. Kuisioner tertutup adalah kuisioner yang jawaban dari pertanyaan tersebut telah disediakan oleh


(62)

47

peneliti. Sehingga, responden tinggal memilih saja jawaban yang telah disediakan sesuai dengan pilihannya.

Kuisioner yang digunakan dalam penelitian ini merupakan kuisioner jenis tertutup dengan menyediakan empat pilihan jawaban, yakni Selalu (SL), Sering (SR), Jarang (JR), dan Tidak Pernah (TP). Karna pertanyaan yang diajukan adalah pertanyaan positif, sehingga skor yang digunakan adalah skor 4 untuk kategori Selalu (SL), 3untuk kategori Sering (SR), 2 untuk kategori Jarang (JR), dan 1 untuk kategori Tidak Pernah (TP).

Untuk membuat angket yang akan disebarkan kepada responden diperlukan kisi-kisi instrumen. Kisi-kisi instrumen digunakan sebagai panduan untuk membuat daftar pertanyaan ataupun pernyataan yang terdapat dalam angket. Dalam penelitian ini, kisi-kisi instrumen dikembangkan berdasarkan referensi dari penelitian yang telah dilakukan oleh Putu Bayu (2013: 34). Adapun kisi-kisi instrumen secara lebih jelas dapat dilihat pada tabel 2 berikut:


(63)

48

Tabel 2. Kisi-kisi Instrumen Dampak Program Pelatihan Peningkatan Kualitas Layanan Jasa Kuliner

Penelitian ini menggunakan uji validitas konstruk (construct validity) dengan menggunakan pendapat dari ahli (expert judgment). Setelah instrumen dikonstruksikan pada aspek-aspek yang akan diukur dengan

No. Kriteria Indikator

Angket No.

Butir Jumlah 1. Dampak pada

dimensi kehandalan

1.Ketepatan pelayanan makanan 2.Kecepatan pelayanan

3.Ekspresi ketika melayani pelanggan

1, 2, 3 3

2. Dampak pada dimensi daya tanggap

1.Kesediaan membantu pelanggan 2.Cepat menangani keluhan

pelanggan

3.Cepat dalam menyelesaikan masalah

4.Cepat dalam menyelesaikan pesanan pelanggan

5.Membersihkan tempat setelah pelanggan selesai makan

4, 5, 6, 7, 8

5

3. Dampak pada dimensi kepastian atau jaminan

1.Pengetahuan karyawan 2.Kesopanan karyawan 3.Keterampilan karyawan 4.Jaminan higienitas makanan

9, 10, 11, 12

4

4. Dampak pada dimensi empati

1.Kemudahan komunikasi dengan pelanggan

2.Berusaha mengerti keinginan pelanggan

3.Keramahan karyawan

4.Kesigapan menghampiri pelanggan 5.Kesabaran karyawan

13, 14, 15, 16, 17

5

5. Dampak pada dimensi berwujud atau bukti langsung

1.Kerapian tempat usaha 2.Kebersihan tempat

3.Ketersediaan kotak sampah 4.Ketersediaan tempat cuci tangan 5.Kebersihan peralatan makanan dan

peralatan memasak 6.Penampilan karyawan

18, 19, 20, 21, 22, 23

6


(64)

49

berlandaskan teori tertentu, maka selanjutnya dikonsultasikan dengan para ahli. Instrumen penelitian dikatakan valid karena item tes telah menggambarkan indikator instrumen pengukuran dampak pelatihan terhadap kualitas jasa layanan kuliner. Instrumen tersebut dikatakan valid melalui validasi expert judgement yang dalam penelitian ini dilakukan oleh Dosen Pembimbing (Dr. Sujarwo, M.Pd).

H. Teknik Analisis Data

Teknik analisis adalah proses menafsirkan data yang telah didapat dari penelitian. Teknik analisis data yang dipilih telah disesuaikan dengan tujuan penelitian yang telah ditetapkan, yakni untuk mengetahui seberapa besar dampak pelaksanaan program pelatihan terhadap peningatan kualitas layanan jasa kuliner bagi kaum perempuan di Desa Wisata Bejiharjo, Karangmojo, Gunungkidul. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis data deskriptif kuantitatif. Langkah pertama yang harus dilakukan untuk memberikan angka menggunakan standar mutlak dengan membaca setiap jawaban yang diberikan oleh responden dan dibandingkan dengan kunci jawaban yang telah disusun. Langkah kedua, memberikan skor setiap nomor soal disebelah kiri setiap jawaban. Langkah ketiga, menjumlahkan skor-skor yang telah dituliskan pada setiap soal (Suharsimi Arikunto 2002: 235).

Selanjutnya skor yang telah diperoleh dimasukkan ke tabel dengan kategori “sebelum dan sesudah” pelatihan. Kemudian dengan menggunakan data tersebut digunakan statistik non parametrik uji beda wilcoxon untuk mengetahui perbedaan setiap dimensi sebelum dan sesudah pelatihan. Uji


(65)

50

wilcoxon digunakan untuk menentukan ada tidaknya perbedaan rata-rata dua sampel yang yang saling berhubungan atau dependen.

Dasar pengambilan keputusan dalam uji wilcoxon: 1. Jika nilai signifikansi <0,05 maka, ada perbedaan 2. Jika nilai signifikansi >0,05 maka, tidak ada perbedaan

Dari ketentuan diatas secara deskriptif dapat dimaknai jika signifikansi hasil penelitian menunjukkan <0,05 maka terdapat dampak terhadap peningkatan kualitas layanan peserta pelatihan. Apabila signifikansi hasil penelitian >0,05 maka pelatihan kurang berdampak pada upaya peningkatan kualitas layanan peserta pelatihan. Setelah didapat data kuantitatif dari uji wilcoxon, maka data di deskriptifkan agar mudah dipahami.

Setelah diketahui berdampak atau tidaknya setiap dimensi dan juga secara keseluruhan dimensi, dilakukan analisis untuk melihat seberapa besar dampak pelatihan. Analisis ini dilakukan dengan cara melihat analisis deskriptif statistik menggunakan SPSS. Dalam analisis deskriptif statistik akan muncul nilai mean secara keseluruhan sebelum (pretest) dan sesudah (postest) penelitian. Untuk melihat seberapa besar dampak pelatihan dilakukan dengan cara mengurangkan mean jawaban posttest dengan mean pretest. Besarnya selisih antara mean posttest dan pretest disimpulkan sebagai besarnya dampak pelatihan yaang terjadi terhadap peningkatan kualitas layanan jasa kuliner peserta pelatihan.


(1)

115

Descriptive Statistics

Dimensi Berwujud atau Bukti Langsung

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Dimensi Berwujud atau

Bukti Langsung Pretest 25 6 17 10.08 2.629

Dimensi Berwujud atau

Bukti Langsung Postest 25 16 24 21.48 2.104

Valid N (listwise) 25

Wilcoxon

Signed Ranks Test

Dimensi Berwujud atau Bukti Langsung

N Mean Rank Sum of Ranks

Dimensi Berwujud atau Bukti Langsung Postest - Dimensi Berwujud atau Bukti Langsung Pretest

Negative Ranks 0(a) .00 .00

Positive Ranks 25(b) 13.00 325.00

Ties 0(c)

Total 25

a Dimensi Berwujud atau Bukti Langsung Postest < Dimensi Berwujud atau Bukti Langsung Pretest

b Dimensi Berwujud atau Bukti Langsung Postest > Dimensi Berwujud atau Bukti Langsung Pretest

c Dimensi Berwujud atau Bukti Langsung Postest = Dimensi Berwujud atau Bukti Langsung Pretest

Test Statistics

(b) Dimensi Berwujud atau Bukti Langsung

Dimensi Berwujud atau Bukti Langsung Postest - Dimensi Berwujud atau Bukti Langsung

Pretest

Z -4.383(a)

Asymp. Sig. (2-tailed) .000

a Based on negative ranks. b Wilcoxon Signed Ranks Test

Test Statistics

(b) Seluruh Dimensi

Post test -

Pre test

Z -4.374(a)

Asymp. Sig. (2-tailed) .000 a Based on negative ranks. b Wilcoxon Signed Ranks Test


(2)

116

Kualitas Layanan Kuliner Seluruh Dimensi

0 5 10 15 20 25

Kehandalan Daya Tanggap Kepastian atau Jaminan

Empati Berwujud atau Bukti Langsung

Mean

Pretest

dan

Posttest

seluruh Dimensi


(3)

117

LAMPIRAN 5. SURAT IZIN PENELITIAN


(4)

(5)

(6)