BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
Penelitian yang akan dilaksanakan bertujuan untuk menerangkan fenomena sosial yang dijadikan pusat penelitian, untuk menerangkan fenomena
tersebut perlu mengkaji pustaka. Dari pustaka terdapat teori yang dapat digunakan sebagai pedoman bagi peneliti untuk mengungkapkan permasalahan dan mencoba
menjawab permasalahan yang ada dalam penelitian. Adapun fungsi utama dari pemilihan teori yang tepat adalah memberi landasan dan acuan agar peneliti tidak
menyimpang dari tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Sehingga peneliti mendapatkan penjelasan tentang fenomena yang diangkat, dapat melakukan
analisis data dan prediksi kesimpulan. Adapun teori yang relevan dari penelitian yang akan dilaksanakan yaitu:
1. Munculnya Kegiatan Sektor Informal
Pembahasan tentang “
sektor informal
” telah menghasilkan sejumlah besar dokumentasi dari banyak ahli sosiologi dan antropologi perkotaan yang
tertarik pada problem-problem perkotaan di dunia ketiga, salah satunya adalah sektor informal di perkotaan. Pembahasan mengenai kegiatan-kegiatan sektor
informal selama ini umumnya terfokus secara eksklusif pada konteks kontemporernya yang di antaranya membahas tingkat penghasilan pedagang,
jumlah tenaga kerja, latar belakang sosial ekonomi para pekerja dan sebagainya. Namun hanya sedikit yang membahas apa yang melatar belakangi kegiatan-
kegiatan di sektor informal ini muncul. Sehingga peneliti merasa perlu untuk memberikan ulasan mengenai latar belakang munculnya kegiatan sektor informal
ini yang dikaji dari beberapa ahli. Latar belakang tumbuhnya sektor informal disebabkan oleh beberapa
faktor, di antaranya, perpindahan penduduk yang dapat menyebabkan semakin sempitnya peluang kerja di tempat yang didatangi. Seperti yang diungkapkan
Didik J. Rachbini dan Abdul Hamid 1994: 13, “perbedaan tingkat upah serta kesempatan kerja di desa dan di kota merupakan faktor yang menstimulasi
angka tan kerja untuk pindah ke kota”. Masyarakat umumnya menganggap kota
lebih mudah mencari pekerjaan dan lebih menghasilkan uang. Padahal dengan
perpindahan mereka ke kota mengakibatkan semakin sempitnya lahan pekerjaan yang ada dan akhirnya membuka lahan pekerjaan baru yaitu di sektor informal.
Selain itu tumbuhnya sektor informal juga disebabkan kesenjangan kapasitas keahlian dan tuntutan kerja formal yang modern. Sektor formal menuntut keahlian
tinggi para pekerjanya namun hal tersebut tidak diimbangi oleh keahlian yang dimiliki para angkatan kerja. Sektor informal tumbuh karena faktor perpindahan
yang didukung oleh Mc Gee dalam Didik J. Rachbini dan Abdul Hamid 1994:16
menyatakan, “bias urban dalam pembangunan menciptakan sektor informal”. Lain hal lagi, pendapat Thee Kian Wie dalam Didik J. Rachbini dan Abdul Hamid
1994:2 6, ia mengatakan “penggunaan teknologi modern yang tidak selektif, yang
berarti tidak memperhitungkan manfaat sosialnya, akan menciptakan sektor inf
ormal”. Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan
teknologi yang modern berarti banyak manusia yang digantikan dengan teknologi yang berarti kurang dibutuhkan tenaga manusia di sektor formal. Akibat
selanjutnya adalah banyak sektor informal yang tumbuh karena kurang dibutuhkan tenaga manusia di sektor formal. Karena sempitnya lahan pekerjaan,
serta kurang dibutuhkan tenaga kerja manusia sehingga mengakibatkan pengangguran. Faktor tumbuhnya sektor informal juga disebabkan karena
pengangguran. Di sini sektor informal berfungsi untuk mempetahankan hidup. Sethuraman 2008: 78 mengatakan
most studies on the urban informal sector in the 1970s found that a majority of the migrants to the cities tend to enter the informal sector.
Migrants to the cities are concentrated in low income eighbourhoods, especially in slums and squatter settlements or even remain as
pavement dwellers for several years as in the case of some Indian cities. Thus there seem to be a close relationship beeween urban
poverty, slums and participation in the informan sector.
Dapat dikatakan dari uraian di atas, bahwa studi pada tahun 1970 tentang sektor informal di kota menemukan bahwa orang pindah ke kota dan
bekerja di sektor informal karena alasan utama pendapatan mereka yang rendah. Hal tersebut pernah terjadi di kota India, dengan munculnya sektor informal
mengakibatkan tumbuhnya daerah kumuh, penghuni liar bahkan tinggal di pinggir trotoar yang dapat mengakibatkan lingkungan yang kotor. Dengan keadaan ini
maka sektor informal dapat dikatakan berhubungan dengan kemiskinan, kota, dan lingkungan kumuh.
Dalam tumbuh kembangnya sektor informal, kalangan ini tidak dapat berkembang seperti sektor formal. Hal ini disebabkan karena kebijakan
yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah. Hadirnya sektor informal yang sangat fantastis disadari sebagai konsekuensi dari lemahnya pilar-pilar sistem ekonomi
secara makro. Sehingga yang bekerja dengan baik hanyalah pilar-pilar sistem
ekonomi formal sehingga yang menikmati pertumbuhan ekonomi tinggi hanyalah mereka yang bergelut di sektor formal. Keadaan angkatan kerja yang merupakan
berpendidikan rendah menyebabkan mereka sulit menguasai teknologi yang berkembang. Hal tersebut didukung pendapat Didik J. Rachbini dan Abdul Hamid
1994:34, yang mengatakan “sektor informal sama sekali sulit memperoleh akses informasi dan tidak dapat menjangkau teknologi yang sangat berkembang secepat
per kembangan modernisasi itu sendiri”.
Kemunculan sektor informal di belakang kampus Universitas Sebelas Maret UNS dimulai pada tahun 1990-an Sri Sumi H, Filia Afrani, Azizah
Fibriana, Abas
Wahyudi, Andi
Setyo M
dalam http:quilljournal.wordpress.com20090114. Ketika itu usaha di sektor
informal dilakukan hanya pada malam hari dengan membuka warung makan atau sering disebut HIK Hidangan Istimewa Kampung. Sasaran pembeli ditujukan
kepada para mahasiswa yang kesulitan mencari warung makan ketika malam hari. Sehingga lambat laun mulai ramai pedagang-pedagang yang menempati bibir
jalan di belakang kampus UNS. Hingga kini jumlahnya berkisar 160-an pedagang. Adanya rasa kebersamaan dan kekeluargaan yang erat, kemudian mereka
mendirikan wadah yang akan menampung serta memperjuangkan aspirasi mereka. Paguyuban Pedagang Sekitar Kampus PPSK pun didirikan. Berawal dari
kesepakatan antara 79 orang PKL yang ingin memiliki komunitas resmi, maka pada 27 Oktober 2000 dideklarasikanlah PPSK. Tujuan dibentuknya PPSK ini
adalah untuk saling membantu dan saling memberi arahan yang terbaik dalam kesetaraan. Keberadaan paguyuban ini sebagai sarana perkumpulan bagi para
pedagang kaki lima di sekitar kampus UNS. Dan merupakan wadah penampung aspirasi bagi para pedagang sekitar kampus. Dengan adanya paguyuban ini maka
pedagang akan mempunyai rasa aman akan usaha yang dijalankannya.
2. Konsep Sektor Informal