Kota dan Sektor Ekonomi Informal

menjalani usaha inilah yang menjadikan sektor informal sebagai salah satu pilihan masyarakat dalam bertahan hidup.

4. Kota dan Sektor Ekonomi Informal

Kota sebagai suatu pemusatan penduduk di dalam wilayah yang sempit memiliki permasalahan fundamental dalam pemenuhan kebutuhan pokok penduduknya, maka kota sebagai pusat konsumsi kolektif memproduksi barang atau jasa tidak secara individual, melainkan secara kolektif sehingga apabila sebuah kota sudah tergolong dalam kota yang kapitalistik, maka akan sering terjadi konflik-konflik akibat perebutan konsumsi kolektif, yaitu perebutan antara konsumsi perorangan dengan konsumsi kolektif. Konsumsi kolektif terjadi dilapisan bawah masyarakat perkotaan. mereka melakukan konsumsi kolektifnya berada di sektor informal, konsumsi mereka ditandai dengan adanya penggunaan barang-barang bekas untuk perumahan, juga pembuatan dan pemasaran bahan-bahan makanan dan barang-barang lain untuk konsumsi langsung. Kondisi ini merupakan tipikal ekonomi bazar yang identik dengan tipikal ekonomi informal. Sektor informal sebagai identitas problematika perkotaan berkembang diberbagai bidang meliputi bidang industri, perdagangan, jasa dan sebagainya. Profesi-profesi sektor ekonomi informal perkotan meliputi pedagang kaki lima, pedagang asongan, penjual koran, penyemir sepatu, pelacur, portir, pengemis, pengemudi becak, tukang parkir dan sebagainya. Mereka adalah kumpulan pedagang kecil, pekerja yang tidak teerikat dan tidak terampil dengan pendapatan yang rendah dan tidak tetap. Keberadaan sektor ekonomi informal di perkotaan sangat mudah dijumpai dan dikenali di trotoar-trotoar, alun-alun kota, dan dekat pusat keramaian kota serta ruang-ruang publik di perkotaan, keberadaan pedagang sektor informal ini muncul dan berkembang karena memang kehadiran mereka merupakan sebuah respon atas segala kondisi yang ada. Pedagang sektor informal merupakan sebuah pilihan dari ketidakberdayaan akan kondisi ini kemunculannya bahkan tidak dikehendaki oleh pelakunya sendiri itu. Saat ini jumlah pedagang sektor informal menggelembung sedemikian besar bahkan hampir menyamai jumlah mereka yang bekerja di sektor formal. Sebagaimana yang dijelaskan Yustika, 2000:176 di Jawa jumlah pelaku sektor informal berkisar antara 37 sampai 43 sementara diluar pulau Jawa lebih banyak lagi berkisar antara 40-50. Dalam memahami dan mengamati sektor informal diperkotaan ada dua pandangan mengenai ini. Pertama , pandangan yang meyakini bahwa mengalirnya angkatan kerja dari pedesaan ke kota melalui kegiatan menjadi pedagang sektor informal merupakan gejala positif. Pertumbuhan kota di negara berkembang tidak terlepas dari pertumbuhan pedagang sektor informal kota sebagai benih-benih kewirausahaan dari pengusaha pribumi. Keberadaan pedagang sektor informal juga dipandang sebagai pelengkap dan penunjang serta sebagai potensi perkembangan kota. Pandangan yang kedua , bahwa pedagang sektor informal berdiri sendiri dan terpisah dari kegiatan ekonomi kota. Kegiatan sektor informal berperan sebagai penampung angkatan kerja miskin kota atau migran desa – kota yang tidak tertampung pada sektor formal. Kehadiran pedagang sektor informal diindikasikan karena kurangnya akses pelaku ekonomi marginal pada produksi dan pemasaran hasil sebagai akibat aturan yang membatasi dari pemilik modal. Hal ini terjadi karena kebijakan ekonomi makro cenderung menguntungkan pengusaha besar dan kurang menyentuh sektor informal. Selain itu gejala timbulnya pedagang sektor informal karena adanya ketimpangan struktur ekonomi atau karena ekonomi kota terintegrasi dengan ekonomi dunia. Dari pamaparan diatas dapat disimpulkan bahwa masalah yang muncul berkenaan dengan pedagang sektor informal ini adalah banyak disebabkan oleh kurangnya ruang untuk mewadahi kegiatan pedagang sektor informal di perkotaan. Konsep perencanaan ruang pekotaan yang tidak didasari oleh pemahaman informalitas perkotan sebagai bagian yang menyatu dengan sistem perkotaan dan cenderung mengabaikan tuntunan ruang untuk sektor informal termasuk pedagang di sektor ini. Kegiatan-kegiatan perkotaan di dominasi sektor- sektor formal yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Alokasi ruang untuk pedagang sektor informal adalah alokasi ruang marjinal yang selalu terpinggirkan.

5. Bidang-bidang Sektor Informal