54
sebesar 0,44 dan kelompok kontrol sebesar 0,29. Dari nilai tersebut dapat dikatakan bahwa rata-rata normal gain pada kelompok eksperimen lebih
besar jika dibandingkan dengan kelompok kontrol. Kategori peningkatan pemahaman konsep Sosiologi siswa pada kelompok eksperimen secara
umum termasuk kategori tinggi 0,44, sedangkan pada kelompok kontrol peningkatan pemahaman konsep Sosiologi siswa termasuk kategori sedang
0,29. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan
yang signifikan antara normal gain kelompok eksperimen dengan normal gain kelompok kontrol.
E. Pembahasan
Sebelum mencapai tahap persiapan dalam penelitian, peneliti melakukan wawancara dan observasi terlebih dahulu.
Dalam pembahasan peneliti mencantumkan dari tahap persiapan sebelum penelitian, pelaksanaan penelitian, pengujian dari penelitian, dan
yang terakhir kesimpulan dari penelitian. 1.
Tahap persiapan sebelum penelitian Sebelum melakukan penelitian, penulis melakukan beberapa
persiapan awal, yaitu: a.
Mengurus surat izin penelitian dari Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Kegurua FITK Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
b. Populasi penelitian ini terdiri dari seluruh siswa SMA Darussalam
Ciputat tahun ajaran 2012-2013. c.
Sampel penelitian menggunakan teknik purposive sampling, yang hasilnya terpilih kelas X1 sebagai kelas eksperimen dan X2 sebagai
kelas kontrol. d.
Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran RPP Sosiologi dengan penerapan
ice breaking pada materi interaksi sosial. e.
Menyusun kisi-kisi soal untuk instrument penelitian.
55
f. Menyusun instrument penelitian berdasarkan kisi-kisi soal yang telah
dibuat. g.
Melakukan konsultasi kepada dosen pembimbing mengenai RPP dan instrumen yang telah dibuat.
h. Setelah RPP dan Instrumen penelitian telah disusun, langkah
selanjutnya adalah melakukan koordinasi dengan pihak sekolah untuk uji coba di luar kelas eksperimen dan kelas kontrol, yakni kelas XI1.
i. Setelah melakukan uji coba, mengolah data dengan hasil uji coba
dengan mencari validitas, daya pembeda, tingkat kesukaran butir soal, dan reabilitas instrument.
Jumlah siswa di kelas XI1 ada 20 siswa, peneliti menyebar instrument dengan banyaknya soal 40 butir. Bobot untuk kebenaran
jawaban 1, dan bobot untuk kesalahan jawaban 0. Reliabilitas intrument, perolehan rata-rata nya 20,8, simpangan
baku 4,47, korelasi yang di dapatkan 0,31, dan reliabilitas tes 0,48. Kemudiaan hasil reliabilitas di atas dilihat penafsiran indeks
reliabilitas pada tingkat rentangnya 0.40 r 11 0.60 instrument dikatakan sedang, jadi dikatakan bereliabilitas baik.
Taraf kesukaran, butir-butir item hasil belajar dapat dinyatakan baik apabila butir-butir item tersebut tidak terlalu sukar dan tidak pula
terlalu mudah. Dari 40 butir soal yang ada, hanya point 29 yang tingkat kesukarannya sukar, selain point tersebut, semuanya ada pada taraf
sedang. j.
Menentukan butir soal yang layak untuk dijadikan instrument penelitian. Dimana nomer yang dijadikan instrument adalah: 1, 3, 4,
13, 14, 15, 16, 18, 20, 22, 25, 31, 34, 35, 37. 2.
Tahap pelaksanan penelitian a.
Langkah awal tahap pelaksanan penelitian adalah menentukan dua kelompok sampel yaitu kelompok eksperimen di kelas X1 dan
kelompok kontrol X2, selanjutnya diadakan tes awal pretest kepada
56
kedua kelompok penelitian menggunakan soal-soal hasil analisis data uji coba instrument penelitian.
b. Setelah tes awal pretest dilaksanakan pada kedua kelompok
penelitian, kegiatan belajar mengajar dapat dilaksanakan untuk kelompok eksperimen diberikan perlakuan menggunakan penerapan
ice breaking dan kelompok kontrol dengan tidak menggunakan ice breaking.
c. Setelah dari perlakukan diadakan tes akhir postest untuk kedua
kelompok penelitian menggunakan soal-soal yang sama ketika dilakukan tes awal pretest.
3. Pengujian penelitian dan kesimpulan
Dalam hasil wawancara, menurut penjelasan dari bapak Ardila, S.Pd mengatakan bahwa “di dalam pembelajaran guru masih
menggunakan metode yang monoton yang menjadikan anak cepat bosan. Model pembelajaran
icebreaking sendiri belum dipergunakan di kelas. ”
1
Guru juga masih belum bisa menunjang penggunaan komputer. Siswa dikelaspun hanya menggunakan buku LKS sebagai pedoman. Dalam
pembelajaran, masih ada siswa yang belum mencapai KKM, menurut pengamatan guru, itu disebabkan karna siswa sering tidak masuk dan
disaat pembelajaran siswa mengobrol tidak konsentrasi dalam pembelajaran.
Berdasarkan hasil penelitian, nilai rata-rata pre-test yang diperoleh kelas eksperimen 43,75 dan kelas kontrol 39,5 Hal tersebut menunjukkan
pemahaman siswa akan konsep interaksi sosial masih sangat minim namun masih bisa difahami karena konsep interaki sosial tersebut belum diajarkan
oleh guru dan pre-test yang dilakukan hanya mengandalkan ingatan dan pemahaman siswa secara umum berdasarkan sedikit pengetahuan yang
diperolehnya. Baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol perolehan nilai rata-rata pre-testnya tidak memiliki perbedaan yang cukup jauh, melainkan
hanya sebesar 4,25. Untuk itu, tingkat kognitif atau pemahaman siswa
1
Ardila, Guru bidang study Sosiologi SMA Darussalam Ciputat.
57
dianggap sama dan tepat untuk dijadikan sampel penelitian. Untuk nilai rata-rata pos-test, kelas eksperimen memperoleh rata-rata 70 rata-rata
kelas kontrol 60,2. Setelah dikurang dengan nilai pre-test masing-masing kelas diperoleh selisih nilai atau disebut peningkatan nilai rata-rata sebesar
20,7 Untuk kelas eksperimen dan 26,25 Untuk kelas kontrol. Hal tersebut menunjukan adanya pengaruh dari pembelajaran Sosiologi terhadap
penerapan Ice breaking.
Dari uji hipotesis Uji t pretest memperoleh t
hitung
= 0,172 dan t
tabel
= 0,325, dimana t
hitung
t
tabel
maka hipotesis nol Ho diterima. Dengan demikian disimpulkan tidak adanya pengaruh penerapan
ice breaking terhadap hasil belajar siswa pada pembelajaran sosiologi.
Sedangkan Uji hipotesis uji t Post-test memperoleh t
hitung
= 4,29 dan t
tabel
=0,325, dimana t
hitung
t
tabel
maka hipotesis nol Ho ditolak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh penerapan
ice breaking terhadap hasil belajar siswa pada pembelajaran sosiologi.
Peningkatan hasil belajar Sosiologi siswa yang di uji dengan uji gain diperoleh nilai rata-rata N-gain untuk kelas eksperimen sebesar 0,44
Yang termasuk pada kategori pemahaman tinggi, artinya siswa di kelas eksperimen yang diberikan perlakuan pembelajaran Sosiologi dengan
penerapan Ice breaking cukup memahami materi yang di tampilkan oleh
guru melalui proses pembelajaran tersebut. Pengertian icebreaking adalah
“permainan atau kegiatan yang berfungsi untuk mengubah suasana keb
ekuan dalam kelompok.”
2
Sedangkan kelas kontrol memperoleh nilai rata-rata N-gain sebesar 0,29 yang termasuk pada kategori pemahaman sedang, artinya
siswa di kelas kontrol yang diberikan perlakuan pembelajaran Sosiologi dengan tidak diterapkannya
ice breaking belum cukup memahami materi yang diajarkan oleh guru, hal tersebut dimungkinkan karena proses
pembelajaran Sosiologi dengan tidak diterapkannya Ice breaking
2
Sunarto, Icebreaker dalam pembelajaran aktif. Surakarta: Cakrawala Media, 2012
58
cenderung monoton, kurang menarik, dan mendorong siswa pasif dalam proses pembelajaran.
Dalam proses pembelajaran Sosiologi dengan penerapan Ice
breaking siswa ditekankan mampu belajar kreatif, aktif,dinamis, dan eksploratif. Hal yang senada juga diungkapkan dalam buku karya Atwi
Suparman, bahwa “dengan bermain diharapkan siswa mampu memahami dan menghayati berbagai masalah yang dihadapi dalam kehidupan nyata.
Sehingga dapat membentuk sikap dan nilai sebagai tujuan tambahannya.“ Hubungan antara siswa pun lebih akrab dan terjalin komunikasi
yang pada dalam proses ice breaking. Dimana setiap siswa saling mengisi kekurangan dari siswa yang lain. Sehingga timbul rasa kebersamaan dan
kekeluargaan untuk saling mendukung dalam proses pembelajaran. Dengan demikian hasil penelitian yang penulis teliti di SMA
Darussalam ciputat dengan menggunakan model pembelajaran Ice breaking membuat siswa menjadi pembelajar yang memandang pelajaran
sebagai kebutuhan bukan sekedar tuntutan senada dengan penelitian dan pendapat para peneliti yang sebutkan di atas.
Siswa mempelajari materi Sosiologi khususnya konsep Interaksi Sosial dengan bentuk pembelajaran yang baru yang menyenangkan lebih
baik. Terbukti siswa yang belajar Sosiologi dengan penerapan ice breaking
lebih aktif dalam proses belajar. Dalam pelaksanaannya pembelajaran dengan penerapan
ice breaking sangat ditentukan oleh partisipasi siswa. Hal tersebut sangat
bergantung pada peran guru dalam memotivasi siswa untuk ikut berpartisipasi dalam melakukan proses pembelajaran. Jika proses ini gagal
maka keseluruhan dalam proses pembelajaran akan gagal dilakukan. Jadi
dapat disimpulkan
penerapan ice
breaking dapat
meningkatkan hasil belajar siswa.