faktor pergaulan bebas MBA Potensi Konflik Perkawinan Adat Batak Toba Dalam Keterkaitannya

82 masih memiliki kesenjangan social yang tionggi terutama dalam perjodohan anak – anak mereka. Faktor ini yang membut pasangan – pasangan Batak melakukan pernikahan tanpa adat. Restu dari keluarga tidak di dapat maka mau tidak mau mereka menempuh perkawinan tanpa adat mangalua. Jadi dari kenyataan yang didapat penulis, pasangan ini sebenarnya pada dasarnya tidak menolak adat dalam kehidupan perkawinannya tetapi karena tidak adanya restu dari keluarga sehingga sulit bagi mereka untuk mempertemukan kedua belah pihak keluarga dalam upacara adat perkawinan yang ideal menurut orang Batak.

b. faktor pergaulan bebas MBA

Dari kenyataan lain yang di dapat oleh penulis, salah satu informan memberikan keterangan bahwa terjadinya pernikahan tanpa adat atau lebih cenderung disebut mangalua, sebenarnya bukan karena ajaran agama ataupun ekonomi yang kurang mapan tetapi lebih kepada pasangan tersebut dalam menjalani hubungannya sebelum pernikahan itu berlangsung tidak dalam keadaan yang sewajarnya atau lebih dikenal dengan pergaulan yang terlalu bebas, sehingga menimbulkan hal – hal yang tidak diinginkan seperti kehamilan di luar nikah atau married by accidient, yang lebih popular dengan istilah MBA. Dari kenyataan di atas membuat adanya pernikahan yang terburu – buru, dan pernikahan yang tidak terencana, sementara perkawinan adat Batak membutuhkan perencanaan yang matang dan melalui proses seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya. Faktor ini juga memperbesar jumlah orang Batak yang menikah tanpa adat. Kebanyakan orang bila dalam kondisi seperti ini berusaha mencari solusi agar aib yang dibuatnya tidak terlalu menyebar Universitas Sumatera Utara 83 dikalangan masyarakat dan juga dalam waktu yang singkat. Alasan mengapa orang Batak apabila dalam kondisi seperti ini lebih memilih pernikahan tanpa adat, karena pernikahannya lebih tertutup, hanya keluarga inti dan tidak perlu mengundang orang – orang kampung maupun arisan marga – marga yang ada, cukup kerabat – kerabat dekat saja. Inilah cara yang paling benar yang ditempuh keluarga Batak untuk menutupi keadaan yang sebenarnya.

4.5. Potensi Konflik Perkawinan Adat Batak Toba Dalam Keterkaitannya

Terhadap Ajaran Agama Setelah menguraikan mengenai adat dan pandangan – pandangan adat menurut para informan yang mewakili berbagai tokoh masyarakat dan tentunya memenuhi syarat menurut penulis, maka pada bagian ini penulis akan menguraikan hasil penelitian yang memuat pandangan para informan yang menolak dan yang menimbulkan terjadinya potensi konflik dalam pernikahan tanpa adat Batak Konflik pertikaian, perselisihan antarkeluarga dan antarkelompok dalam masyarakat merupakan peristiwa – peristiwa sosial yang dapat ditemukan setiap saat ditengah – tengah masyarakat manapun di dunia ini. Demikianlah halnya masyarakat Batak Toba yang hidup di atas tatanan Dalihan Na Tolu. Walaupun peraturan dan hukum patik dohot uhum yang mengatur segala aspek prikehidupan di tengah-tengah masyarakat telah terbentuk dan diakui dengan baik oleh seluruh anggota masyarakatnya, kemungkinan terjadinya konflik tetap tidak dapat hilang sama sekali. Bukan hanya dalam masyarakat tradisional tetapi juga dalam masyarakat modern dewasa ini. Universitas Sumatera Utara 84 Penegakan jati diri sebagai umat Tuhan yang hidup di dalam kekudusan akan mengalami konflik dengan panggilan roh sembahan leluhur untuk mempertahankan eksistensi adat Batak. Konflik ini tidak bisa dipertemukan karena masing-masing panggilan memiliki kepentingan yang berbeda dan bertolak belakang, sinkretisme merupakan jalan kompromis yang telah ditempuh pemimpin gereja dengan harga yang sangat mahal, yaitu pengorbanan kemutlakan Injil Yesus Kristus yang menjadi satu-satunya dasar keselamatan manusia. Seperti yang telah diuraikan dalam bab sebelumnya bahwa konflik itu merupakan kenyataan hidup, tidak terhindarkan dan sering bersifat kreatif. Konflik terjadi ketika tujuan masyarakat tidak sejalan, berbagai perbedaan pendapat dan konflik biasanya bisa diselesaikan tanpa kekerasan, dan sering menghasilkan situasi yang lebih baik bagi sebagian besar atau semua pihak yang terlibat. Karena itu konflik tetap berguna karena itu merupakan bagian dari keberadaan manusia. Kesenjangan status sosial, kurang meratanya kemakmuran dan akses yang tidak seimbang terhadap sumber daya, serta kekuasaan yang tidak seimbang kemudian menimbulkan masalah-masalah seperti diskriminasi, pengangguran, kemiskinan, penindasan, dan kejahatan Fisher, 2001: 4. Demikian pula adanya dalam masyarakat Batak Toba, hampir seluruh sendi kehidupannya terikat dengan adat istiadat yang tentunya memiliki aturan – aturan tersendiri. Manakala aturan itu tidak diikuti, maka akan terjadi kesenjangan sesama masyarakat yang bernaung dalam tradisi yang telah disepakati sebelumnya. Ketika adat itu dilanggar maka akan ada sanksi bagi pelakunya, dan ketika sanksi akan dijalankan akan memunculkan berbagai spekulasi dalam Universitas Sumatera Utara 85 masyarakat itu,antara menerima dan tidak. Hal ini yang sering menciptakan ketegangan hingga memunculkan konflik kepentingan. Dalam prosesi perkawinan adat Batak, melibatkan banyak hal dan memiliki tahapan – tahapan dalam pelaksanaannya, dan ketika hal ini terjadi maka akan muncul berbagai tanggapan – tanggapan yang akan menyebabkan munculnya pertentangan. Ketika perkawinan itu dilaksanakan maka adat yang berbicara, disisi lain hal ini dianggap salah dan berlebihan karena terkesan mengesampingkan agama. Maka dengan anggapan ini muncullah berbagai konflik dalam tradisi adat istiadat orang Batak. Banyak hal dari ritus adat Batak yang dipertentangkan. Dalam bab ini, penulis berusaha memaparkan hal – hal apa saja yang bertentangan pada pasangan suami istri yang melakukan pernikahan tanpa adat, penolakan dalam bentuk apa dalam tradisi Batak yang tidak bisa diterima para pasangan yang menikah tanpa adat. Dan pertentangan pandangan dan keyakinan secara iman Kristiani yang sesungguhnya. Dari data lapangan yang didapat penulis, kebanyakan dari informan melakukan pernikahan tanpa adat disebabkan dua alasan, yakni : faktor ekonomi dan pertentangan iman Kristiani. Durkheim mengembangkan konsep masalah pokok sosiologi. Ia membayangkan fakta sosial sebagai kekuatan dan struktur yang bersifat eksternal dan memaksa individu. Studi tentang kekuatan dan struktur berskala luas, misalnya hukum yang melembaga dan keyakinan moral bersama dan pengaruhnya terhadap individu menjadi sasaran studi. Bila konsep ini dikembangkan dalam tradisi orang Batak, maka akan memunculkan pandangan yang terkesan memaksa dan menekan masyarakat dalam pelaksanaan prosesi perkawinan adat Batak, Universitas Sumatera Utara 86 dimana ketika masyarakat itu sebenarnya tidak mampu tetapi seperti ada keharusan untuk tetap mewujudkannya. Hal ini dapat dilihat dari kenyataan yang didapat penulis dari lapangan bahwa orang Batak tidak jarang harus berhutang untuk mengadakan pesta perkawinan, karena memang tidak bisa dipungkiri bahwa pesta perkawinan orang Batak menelan biaya yang lumayan besar. Dari keterangan lebih lanjut yang didapat penulis, ini semua dilakukan agar keluarganya dikatakan “maradat”. Begitu berkuasanya suatu budaya yang mengikat manusia dalam perjalanan hidupnya, sehingga untuk tuntutan adat pun masyarakat Batak seakan – akan mengorbankan nyawanya. Ekonomi yang pas –pasan harus berubah menjadi berlebih manakala berbicara tentang adat, dan manakala adat yang berbicara. Hal inilah yang menyebabkan banyak dari pasangan suami istri orang Batak untuk lebih memilih pernikahan tanpa prosesi adat. Pada akhirnya hal ini muncul ke permukaan dan menjadi konflik yang masih dipertanyakan kebenarannya dalam masyarakat Batak itu sendiri. Dalam kasus penelitian ini, masyarakat Batak Toba sebagian beranggapan bahwa mereka dalam suatu kekuatan dan sruktur yang bersifat eksternal dan cenderung memaksa disebabkan oleh tekanan akan nilai adat yang ada. Dari segi faktor ekonomi, adat Batak memiliki kecenderungan memaksa, menekan dan mempermalukan. Hal inilah yang diyakini oleh informan penulis dalam adat batak, seperti yang penulis kutip dalam wawancara dengan salah satu pasangan informan : “ Ketika saya hendak menikahpun, sebagai orang pria Batak saya langsung dihadapkan dengan segala bentuk adat istiadat Batak. Saya sempat dibuat pusing tujuh keliling. Yang terbayang di hadapan saya adalah biaya pesta yang membengkak, di luar dugaan. Saya sempat menolak mentah-mentah Universitas Sumatera Utara 87 segala bentuk aturan adat istiadat Batak, yang saya rasa tidak perlu karena saya merasa tidak penting. Kalau boleh jujur, alasan yang saya buat-buat adalah tidak sesuai dengan keyakinan prinsip saya. Saya keras sekali menentang semua prosesi adat Batak. Alasan yang saya buat-buat ketika itu sangat bertentangan dengan ajaran Injil tidak sesuai dengan ajaran KristusKristen. Padahal, alasan sebenarnya adalah soal biaya dan biaya”.Hasil wawancara, bulan 1 2009 Dari hasil kutipan wawancara di atas, maka dapat dilihat bahwa banyak kenyataan dari masyarakat Batak itu sendiri tidak bisa menerima aspek materi yang dikeluarkan pada saat prosesi pesta adat Batak Toba. Hal ini dianggap berlebihan oleh pasangan – pasangan yang menikah tanpa adat. Dari segi ajaran agama,Durkheim memusatkan perhatian pada bentuk terakhir fakta sosial nonmaterial, yang menempati posisi yang jauh lebih sentral yakni agama. Dalam temuannya, sumber agama adalah masyarakat itu sendiri. Masyarakatlah yang menentukan bahwa sesuatu itu bersifat sakral dan yang lainnya itu bersifat profan, khususnya dalam kasus yang disebut totemisme. Masyarakat dan agama adalah satu dan sama. Agama adalah salah satu cara masyarakat memperlihatkan dirinya sendiri dalam fakta sosial secara nonmaterial. Masyarakat Batak Toba merupakan suatu komunitas yang menjunjung tinggi akan adatnya, tetapi juga menganut kepercayaan. Dimana adat dan agama menjadi satu kesatuan yang terkadang memiliki anggapan yang bertentangan. Dari data yang didapat penulis, pertentangan yang terjadi dalam ajaran Kristen dengan Adat Batak Toba adalah karena adat tersebut berasal dari kepercayaan nenek moyang bangsa Batak Toba yang belum mengenal Tuhan dan masih menyembah roh – roh sembahan yang mereka sebut dengan nama Debata Mulajadi Na Bolon. Berikutnya penulis akan memaparkan dari data lapangan yang di dapat tentang pandangan – pandangan mereka tentang adat Batak yang bertentangan dengan ajaran Kristen yang dianut oleh para informan penulis. Universitas Sumatera Utara 88

A. Pertentangan terhadap unsur Dalihan Na Tolu .

Pengertian Dalihan adalah tungku yang dibuat dari batu, sedangkan Dalihan natolu ialah tungku tempat memasak yang terdiri dari tiga batu. Ketiga dalihan yang ditanam berdekatan ini berfungsi sebagai tungku tempat memasak. Dalihan harus dibuat sama besar dan ditanam sedemikian rupa sehingga jaraknya simetris satu sama lain serta tingginya sama dan harmonis. Dalam kenyataannya, hal yang mereka tolak dalam unsur adat ini bukanlah pertuturan yang terdapat dalam unsur adat itu sendiri. Aspek adat yang mereka tolak adalah pemberlakuan jalan berkat dalam upacara perkawinan mereka yang diberikan oleh pihak hula – hula. Berikut ini adalah gambar jalan berkat dalam agama adat Batak. Gambar 1. MULAJADI NA BOLON BATARA GURU HULA _ HULA  Ulos = tenun adat  Dengke na niarsik  Hata pasu – pasu BORU Universitas Sumatera Utara 89 Gambar 2 Syarat perolehan berkat dalam agama adat Batak MULAJADI NA BOLON BATARA GURU HULA – HULA Tudu - tudu Sipanganon BORU Piso – piso berupa uang Dalam keterangan pada gambar 1, aliran berkat biberikan oleh Debata Mulajadi Na Bolon yang diwakilkan oleh anaknya Batara Guru, selanjutnya berkat ini melalui Batara Guru yang dipersonifikasikan oleh pihak hula – hula manusia diberikan kepada borunya. Berkat yang diberikan dalam wujud nyata diwakili dalam bentuk ulos, dengke na niarsik, dan hata pasu – pasu. Sedangkan dalam gambar 2, persyaratan yang harus dipenuhi oleh boru untuk mendapat berkat dari hula – hula adalah pertama – tama, dengan membawa tudu – tudu sipanganon na margoar daging adat dan piso – piso dalam bentuk uang diserahkan kepada hula – hula yang merupakan personifikasi dari Batara Guru yang selanjutnya sampai kepada Debata Mulajadi Na Bolon. Tidak ubahnya mempersembahkan sesajen bagi dewa – dewa., hanya saja orang agama Batak tidak menyembah dewa – dewa yang dapat dlihat oleh mata yang berupa patung. Universitas Sumatera Utara 90 Seharusnya menurut pandangan para informan, sebagai orang Kristen kita tidak memerlukan berkat – berkat yang berasal dari roh – roh yang dapat diperoleh dengan mmberikan sesajen. Kita tidak memerlukan berkat dari hula – hula tetapi kita memerlukan berkat dari Tuhan Yesus agar melimpah dalam kehidupan kita. Kita tidak memerlukan ulos dari hula – hula, karena yang membungkus dan melindungi roh kita adalah darah dan kuasa Tuhan Yesus sendiri. Selanjutnya, informan ini menjelaskan lebih ke religi lagi bahwa Roh Kudus yang mendiami kita memiliki kekuatan yang jau8h melebihi kekuatan dan kekuasaan apapun di dunia ini, termasuk kekuatan dan kekuasaan yang diberikan oleh Debata Mulajai Na Bolon, hal ini tertulis dalam Alkitab berbahasa Batak Toba ; “ Ai Kristus i do paruloshon hamu, sude hamu, naung tardidi di bagasan Kristus” Galatia 3 : 27 Jalan berkat yang diterima oleh boru tidak cukup hanya berasal dari hula – hulanya saja, berkat itu akan semakin lengkap dan melimpah bila mengalir dari struktur kekerabatan yang lebih tinggi dan luas, yaitu dari hula – hula orangtua si pengantin yaitu tulang atau paman dari si pengantin pria dan wanita. Lebih lengkap lagi bila berkat itu dimintakan dari bona tulang, tulang rorobot atau tulang bonaniari. Permintaan berkat itu dilaksanakan dalam satu acara Batak yakni Adat Na Gok. Berdasarkan keterangan dari informan, penulis mendapat bahwa sebelum Debata memberikan berkat melalui hula – hula, pihak boru terlebih dahulu memberikan persembahan kepada Debata melalui tudu – tudu sipanganon kepada hula – hula, persembahan diyakini tradisi Batak sebagai lambang takluk terhadap Universitas Sumatera Utara 91 Debata dan Batara Guru. Aspek inilah yang sepenuhnya ditolak oleh pasangan yang menjadi informan penulis, sebab keterlibatan seseorang dalam suatu upacara adat membuat seseorang itu pada ciptaan sebagai peta Tuhan Kejadian 1 : 27 telah berubah menjadi peta Debata Na Mulajadi Na Bolon atau lebih tepatnya lagi peta iblis. Maka dengan melaksanakan ketiga fungsi atau kedudukan dalam struktur adat Dalihan Na Tolu, seseorang sah sebagai wakil dari roh sembahan. Menurut informan, tidak sepantasnya seseorang atau pasangan pengantin meminta berkat kepada hula- hulanya. Berkat berasal dari Tuhan. Seseorang harus meminta berkat kepada Tuhan secara langsung, juga tanpa harus membawa dengke na niarsik atau tudu – tudu sipanganon hanya untuk meminta berkat. Tuhan tidak mengharapkan alasan berupa makanan atau sesajen apapun dari manusia. Tuhan tidak menginginkan hambanya dalam hal ini tentu saja orang Batak Kristen menyembah Dia dan sekaligus menyembah roh – roh sembahan nenek moyang walaupun tanpa disadari, hal itu senantiasa dilakukan oleh orang Batak. Keterangan – keterangan tersebut diatas yang membuat pasangan – pasangan ini menolak terhadap unsur Dalihan na Tolu yang ada pada masyarakat Batak Toba, karena terlalu melebihkan segala sesuatu terhadap manusia. Seperti halnya yang dikutip oleh penulis dalam wawancara dengan salah satu informan yang merupakan pasangan Batak yang menikah tanpa adat, sebagai berikut : “Sebagai orang Kristen, kita harus lebih taat kepada Allah daripada kepada manusia Kisah Para Rasul 5:29. Namun bukan berarti kita tidak perlu tunduk kepada aturan yang dibuat manusia, tetapi kita harus menempatkan Allah pada posisi pertama, baru kemudian orang tuakeluarga, lingkungan masyarakat termasuk adat istiadat, negarabangsa . Bila dalam adat itu ada unsur-unsur memuja nenek- moyang, atau menggunakan kekuatan supranatural yang berasal dari kuasa kegelapan, atau ada unsur perbuatan dosakedagingan percabulan, pertengkaran,kemabukandsb,kita harus tegas menolaknya”, Universitas Sumatera Utara 92 Lebih lanjut lagi dijelaskan bahwa hal – hal yang salah dalam adat Batak adalah manakala sesuatu benda mati dipercayai memiliki kekuatan yang luar biasa dan mampu melindunginya dalam kehidupannya, seperti halnya ulos. Terkadang adat Batak melebihkan segala sesuatu dan biasanya terlalu rumit untuk dijalani, walaupun sebenarnya ada upah yang didapat didalam menjalaninya. B. Pertentangan Terhadap Jambar dan Mangulosi Bedasarkan keterangan dari informan, pelaksanaan adat perkawinan adalah tidak lebih dari upacara ritual keagamaan Batak Kuno yang masih tetap dilaksanakan sampai saat ini dengan pemolesan di berbagai sudut adat termasuk dalam pembagian jambar dan mangulosi. Jambar ini berasal dari daging baik daging babi maupun kerbau yang terdiri dari bagian kepala, badan dan ekor na margoar. Daging tersebut kemudian dipotong lalu dibagikan kepada kerabat yang berhak menerimanya yang disebut dengan manjalo jambar. Pengertiannya adalah dengan pemberian potongan daging itu berarti keberadaan seseorang diakui dalam persekutuan itu, karena dipercaya oleh masyarakat Batak Debata memberikan berkat melalui jambar yang diterima. Sementara dalam ajaran alkitab dengan tegas menjelaskan bahwa berkat itu diberikan oleh Tuhan kepada manusia dengan tanpa syarat, dan siapapun di dunia ini memperoleh berkat, misalnya semua manusia di dunia sama – sama merasakan adanya udara, sinar matahari, angina dan lain – lain. Segala berkat dapat kita mohonkan dari Tuhan Yesus kristus dengan jalan berdoa kepada-Nya. Tidak dengan menerima potongan – potongan daging terlebih dahulu. Universitas Sumatera Utara 93 Demikian juga halnya dengan tradisi mangulosi, sudah diterangkan sebelumya bahwa ulos sebenarnya berasal dari agama batak kuno dan dipakai sebagai alat utama dalam pelaksanaan upacara – upacara adat. Tidak ada upacara adat batak yang tidak menggunakan ulos. Ulos dianggap memiliki kekuatan supra natural yang dapat memberikan kehangatan kepada roh seorang manusia yang hidup. Ulos juga merupakan pelengkap untk memberikan berkat dari hula – hula kepada borunya, sebab dengan memberikan atau mangulosi dari pihak hula – hula akan memberikan juga nasehat dan diyakini memberikan berkat – berkatnya kepada borunya. Maka dari hal tersebut diatas dapat dilihat bahwa secara tidak langsung, dengan memberikan ulos maka kita memberikan ikatan antara pengantin dengan Debata, dan hal ini berarti secara tidak langsung juga adat Batak menyerahkan pengantin kepada Debata. Walaupun pada kenyataannya sebelum upacara adat dimulai, terlebih dahulu sepasang pengantin itu diberkati di gereja oleh pendeta, namun selanjutnya kita malah menyerahkan sepasang pengantin untuk diklaim iblis menjadi miliknya. Hal inilah yang membuat sebagian orang Batak tidak bisa menerima keberadaan adat Batak Toba yang sesengguhnya. Pertentangan – pertentangan yang ada terkadang bisa menjadi konflik yang berkepanjangan yang menyebabkan terputusnya pertalian darah dan menimbulkan anggapan – anggapan yang miring tentang keluarga Batak itu sendiri. Universitas Sumatera Utara 94 Matriks Pandangan – pandangan aliran Kristen Item K.Protestan K. Kharismatik K. Khatolik Defenisi Perkawinan Penyatuan dua jiwa manusia dalam satu ikatan mahligai rumahtangga Ikatan suci antara pria dan wanita Untuk menjalani kehidupan bersama disaksikan oleh Pengikut kristus Janji suci antara laki- laki dan wanita untuk hidup bersama, tidak bisa dipisahkan oleh apapun kecuali kematian Fungsi Perkawinan Mendapatkan Keturunan, perlindungan dan kebahagiaan Sarana pembentukan rohani, memperoleh keturunan Mendapatkan keturunan, memenuhi kebutuhan biologis dan kenyamanan Fungsi Adat Perkawinan Untuk mencapai Kehidupan Perkawinan yang maradat, yang tertib bedasarkan norma – norma adat yang berlaku Sebagai pelengkap yang tidak memiliki fungsi yang cukup berperan dalam perkawinan itu sendiri Mengatur segala tatanan perkawinan didalam adat itu berdasarkan norma adat yang ada pada masyarakat itu sendiri Posisi Dalihan Na Tolu dalam adat Perkawinan sebagai tolak ukur terhadap status seseorang dalam suatu perkawinan tertentu Tidak memiliki Peran karena dianggap menduakan tuhan Pengatur dalam sistem adat yang berlaku dalam Perkawinan itu sendiri serta penentu status seseorang. Pandangan terhadap adat batak Adat Batak Toba bukanlah penyembahan berhala tapi lahir karena tuntutan hubungan kemasyarakatan dalam masyarakat Batak Toba Adat Batak adalah aturan bermasyarakat orang batak dalam kalangan mereka sendiri, praktek adat batak sebagian bertentangan dengan ajaran Alkitab Adat batak Toba bukan penyembahan Berhala, adat batakl toba tidak salah yang salah adalah pelakunya. Orang batak hendaknya lebih melestarikan adatnya Resistensi Terhadap Perkawinan Adat batak Toba Secara materi adat Batak sangat menekan biaya yang Tinggi dalam pelaksanaannya Dalihan na Tolu, mangulosi dan parjambaran sangat tidak relevan dengan ajaran agama Pelaku adat lebih disadarkan kembali tentang adat yang berlaku dalam kehidupan paradatannya. Universitas Sumatera Utara 95

4.6. Deskripsi Hubungan Sosial Pada Pasangan yang Menikah Tanpa Adat

Dokumen yang terkait

Peran Opinion Leader Dalam Masyarakat Hukum Adat(Studi Kasus Tentang Peran Opinion Leader Dalam Masyarakat Hukum Adat Batak Toba Di Desa Hutauruk, Kecamatan Sipoholon, Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara)

0 84 129

Peranan Dalihan Natolu Dalam Hukum Perkawinan Masyarakat Adat Batak Toba (Studi Mengenai Hukum Perkawinan Adat Batak Di Kecamatan Balige)

10 115 91

Komunikasi Masyarakat Batak Toba Dalam Upacara Pernikahan Adat (Studi Kasus Tentang Proses Komunikasi Antarbudaya Dalam Upacara Pernikahan Adat Batak Toba Pada Masyarakat di Kelurahan Lestari Kecamatan Kisaran Timur Kabupaten Asahan Sumatera Utara)

9 129 118

Perceraian Dan Akibat Hukumnya Pada Masyarakat Batak Toba Yang Beragama Kristen Protestan (Studi: Di Desa Martoba (Bius Tolping), Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir)

7 112 157

Panaek Gondang Dalam Upacara Adat Perkawinan Pada Masyarakat Mandailing Di Kecamatan Medan Tembung

6 116 61

Kedudukan Anak Angkat Dalam Hukum Adat Batak Toba Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (Studi di Kecamatan Tarutung, Kabupaten Tapanuli Utara)

8 58 115

BENTUK PERKAWINAN MENURUT HUKUM ADAT BATAK BENTUK PERKAWINAN MENURUT HUKUM ADAT BATAK PERANTAUAN BENTUK PERKAWINAN MENURUT HUKUM ADAT BATAK TOBA DI

3 13 17

STUDI TENTANG PERKAWINAN SEMARGA DALAM KOMUNITAS PERANTAU BATAK TOBA DI SURAKARTA (KAJIAN HUKUM PERKAWINAN ADAT BATAK TOBA).

0 0 1

BAB I - Peranan Dalihan Natolu Dalam Hukum Perkawinan Masyarakat Adat Batak Toba (Studi Mengenai Hukum Perkawinan Adat Batak Di Kecamatan Balige)

1 2 10

BAB III PERANAN DALIHAN NATOLU SEBAGAI MEDIATOR DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERKAWINAN ADAT BATAK TOBA B. Permasalahan Yang Sering Timbul dalam Perkawinan Adat Batak Toba - Peranan Dalihan Natolu Dalam Hukum Perkawinan Masyarakat Adat Batak Toba (Studi Me

0 0 24