82 masih memiliki kesenjangan social yang tionggi terutama dalam perjodohan anak
– anak mereka. Faktor ini yang membut pasangan – pasangan Batak melakukan
pernikahan tanpa adat. Restu dari keluarga tidak di dapat maka mau tidak mau mereka menempuh perkawinan tanpa adat mangalua. Jadi dari kenyataan yang
didapat penulis, pasangan ini sebenarnya pada dasarnya tidak menolak adat dalam kehidupan perkawinannya tetapi karena tidak adanya restu dari keluarga sehingga
sulit bagi mereka untuk mempertemukan kedua belah pihak keluarga dalam upacara adat perkawinan yang ideal menurut orang Batak.
b. faktor pergaulan bebas MBA
Dari kenyataan lain yang di dapat oleh penulis, salah satu informan memberikan keterangan bahwa terjadinya pernikahan tanpa adat atau lebih
cenderung disebut mangalua, sebenarnya bukan karena ajaran agama ataupun ekonomi yang kurang mapan tetapi lebih kepada pasangan tersebut dalam
menjalani hubungannya sebelum pernikahan itu berlangsung tidak dalam keadaan yang sewajarnya atau lebih dikenal dengan pergaulan yang terlalu bebas, sehingga
menimbulkan hal – hal yang tidak diinginkan seperti kehamilan di luar nikah atau
married by accidient, yang lebih popular dengan istilah MBA.
Dari kenyataan di atas membuat adanya pernikahan yang terburu – buru, dan pernikahan yang tidak terencana, sementara perkawinan adat Batak
membutuhkan perencanaan yang matang dan melalui proses seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya. Faktor ini juga memperbesar jumlah orang Batak
yang menikah tanpa adat. Kebanyakan orang bila dalam kondisi seperti ini berusaha mencari solusi agar aib yang dibuatnya tidak terlalu menyebar
Universitas Sumatera Utara
83 dikalangan masyarakat dan juga dalam waktu yang singkat. Alasan mengapa
orang Batak apabila dalam kondisi seperti ini lebih memilih pernikahan tanpa adat, karena pernikahannya lebih tertutup, hanya keluarga inti dan tidak perlu
mengundang orang – orang kampung maupun arisan marga – marga yang ada, cukup kerabat – kerabat dekat saja. Inilah cara yang paling benar yang ditempuh
keluarga Batak untuk menutupi keadaan yang sebenarnya.
4.5. Potensi Konflik Perkawinan Adat Batak Toba Dalam Keterkaitannya
Terhadap Ajaran Agama
Setelah menguraikan mengenai adat dan pandangan – pandangan adat menurut para informan yang mewakili berbagai tokoh masyarakat dan tentunya
memenuhi syarat menurut penulis, maka pada bagian ini penulis akan menguraikan hasil penelitian yang memuat pandangan para informan yang
menolak dan yang menimbulkan terjadinya potensi konflik dalam pernikahan
tanpa adat Batak
Konflik pertikaian, perselisihan antarkeluarga dan antarkelompok dalam masyarakat merupakan peristiwa – peristiwa sosial yang dapat ditemukan setiap
saat ditengah – tengah masyarakat manapun di dunia ini. Demikianlah halnya masyarakat Batak Toba yang hidup di atas tatanan Dalihan Na Tolu. Walaupun
peraturan dan hukum patik dohot uhum yang mengatur segala aspek prikehidupan di tengah-tengah masyarakat telah terbentuk dan diakui dengan baik
oleh seluruh anggota masyarakatnya, kemungkinan terjadinya konflik tetap tidak dapat hilang sama sekali. Bukan hanya dalam masyarakat tradisional tetapi juga
dalam masyarakat modern dewasa ini.
Universitas Sumatera Utara
84 Penegakan jati diri sebagai umat Tuhan yang hidup di dalam kekudusan
akan mengalami konflik dengan panggilan roh sembahan leluhur untuk mempertahankan eksistensi adat Batak. Konflik ini tidak bisa dipertemukan
karena masing-masing panggilan memiliki kepentingan yang berbeda dan bertolak belakang, sinkretisme merupakan jalan kompromis yang telah ditempuh
pemimpin gereja dengan harga yang sangat mahal, yaitu pengorbanan kemutlakan Injil Yesus Kristus yang menjadi satu-satunya dasar keselamatan manusia.
Seperti yang telah diuraikan dalam bab sebelumnya bahwa konflik itu merupakan kenyataan hidup, tidak terhindarkan dan sering bersifat kreatif.
Konflik terjadi ketika tujuan masyarakat tidak sejalan, berbagai perbedaan pendapat dan konflik biasanya bisa diselesaikan tanpa kekerasan, dan sering
menghasilkan situasi yang lebih baik bagi sebagian besar atau semua pihak yang terlibat. Karena itu konflik tetap berguna karena itu merupakan bagian dari
keberadaan manusia. Kesenjangan status sosial, kurang meratanya kemakmuran dan akses yang tidak seimbang terhadap sumber daya, serta kekuasaan yang tidak
seimbang kemudian menimbulkan masalah-masalah seperti diskriminasi, pengangguran, kemiskinan, penindasan, dan kejahatan Fisher, 2001: 4.
Demikian pula adanya dalam masyarakat Batak Toba, hampir seluruh sendi kehidupannya terikat dengan adat istiadat yang tentunya memiliki aturan –
aturan tersendiri. Manakala aturan itu tidak diikuti, maka akan terjadi kesenjangan sesama masyarakat yang bernaung dalam tradisi yang telah disepakati
sebelumnya. Ketika adat itu dilanggar maka akan ada sanksi bagi pelakunya, dan ketika sanksi akan dijalankan akan memunculkan berbagai spekulasi dalam
Universitas Sumatera Utara
85 masyarakat itu,antara menerima dan tidak. Hal ini yang sering menciptakan
ketegangan hingga memunculkan konflik kepentingan. Dalam prosesi perkawinan adat Batak, melibatkan banyak hal dan
memiliki tahapan – tahapan dalam pelaksanaannya, dan ketika hal ini terjadi maka akan muncul berbagai tanggapan – tanggapan yang akan menyebabkan
munculnya pertentangan. Ketika perkawinan itu dilaksanakan maka adat yang berbicara, disisi lain hal ini dianggap salah dan berlebihan karena terkesan
mengesampingkan agama. Maka dengan anggapan ini muncullah berbagai konflik dalam tradisi adat istiadat orang Batak. Banyak hal dari ritus adat Batak yang
dipertentangkan. Dalam bab ini, penulis berusaha memaparkan hal – hal apa saja yang
bertentangan pada pasangan suami istri yang melakukan pernikahan tanpa adat, penolakan dalam bentuk apa dalam tradisi Batak yang tidak bisa diterima para
pasangan yang menikah tanpa adat. Dan pertentangan pandangan dan keyakinan secara iman Kristiani yang sesungguhnya. Dari data lapangan yang didapat
penulis, kebanyakan dari informan melakukan pernikahan tanpa adat disebabkan dua alasan, yakni : faktor ekonomi dan pertentangan iman Kristiani.
Durkheim mengembangkan konsep masalah pokok sosiologi. Ia membayangkan fakta sosial sebagai kekuatan dan struktur yang bersifat eksternal
dan memaksa individu. Studi tentang kekuatan dan struktur berskala luas, misalnya hukum yang melembaga dan keyakinan moral bersama dan pengaruhnya
terhadap individu menjadi sasaran studi. Bila konsep ini dikembangkan dalam tradisi orang Batak, maka akan memunculkan pandangan yang terkesan memaksa
dan menekan masyarakat dalam pelaksanaan prosesi perkawinan adat Batak,
Universitas Sumatera Utara
86 dimana ketika masyarakat itu sebenarnya tidak mampu tetapi seperti ada
keharusan untuk tetap mewujudkannya. Hal ini dapat dilihat dari kenyataan yang didapat penulis dari lapangan bahwa orang Batak tidak jarang harus berhutang
untuk mengadakan pesta perkawinan, karena memang tidak bisa dipungkiri bahwa pesta perkawinan orang Batak menelan biaya yang lumayan besar. Dari
keterangan lebih lanjut yang didapat penulis, ini semua dilakukan agar keluarganya dikatakan “maradat”.
Begitu berkuasanya suatu budaya yang mengikat manusia dalam perjalanan hidupnya, sehingga untuk tuntutan adat pun masyarakat Batak seakan –
akan mengorbankan nyawanya. Ekonomi yang pas –pasan harus berubah menjadi berlebih manakala berbicara tentang adat, dan manakala adat yang berbicara. Hal
inilah yang menyebabkan banyak dari pasangan suami istri orang Batak untuk lebih memilih pernikahan tanpa prosesi adat. Pada akhirnya hal ini muncul ke
permukaan dan menjadi konflik yang masih dipertanyakan kebenarannya dalam masyarakat Batak itu sendiri.
Dalam kasus penelitian ini, masyarakat Batak Toba sebagian beranggapan bahwa mereka dalam suatu kekuatan dan sruktur yang bersifat eksternal dan cenderung
memaksa disebabkan oleh tekanan akan nilai adat yang ada. Dari segi faktor ekonomi, adat Batak memiliki kecenderungan memaksa,
menekan dan mempermalukan. Hal inilah yang diyakini oleh informan penulis dalam adat batak, seperti yang penulis kutip dalam wawancara dengan salah satu
pasangan informan : “ Ketika saya hendak menikahpun, sebagai orang pria Batak saya langsung
dihadapkan dengan segala bentuk adat istiadat Batak. Saya sempat dibuat pusing tujuh keliling. Yang terbayang di hadapan saya adalah biaya pesta
yang membengkak, di luar dugaan. Saya sempat menolak mentah-mentah
Universitas Sumatera Utara
87 segala bentuk aturan adat istiadat Batak, yang saya rasa tidak perlu karena
saya merasa tidak penting. Kalau boleh jujur, alasan yang saya buat-buat adalah tidak sesuai dengan keyakinan prinsip saya. Saya keras sekali
menentang semua prosesi adat Batak. Alasan yang saya buat-buat ketika itu sangat bertentangan dengan ajaran Injil tidak sesuai dengan ajaran
KristusKristen. Padahal, alasan sebenarnya adalah soal biaya dan biaya”.Hasil wawancara, bulan 1 2009
Dari hasil kutipan wawancara di atas, maka dapat dilihat bahwa banyak
kenyataan dari masyarakat Batak itu sendiri tidak bisa menerima aspek materi yang dikeluarkan pada saat prosesi pesta adat Batak Toba. Hal ini dianggap
berlebihan oleh pasangan – pasangan yang menikah tanpa adat. Dari segi ajaran agama,Durkheim memusatkan perhatian pada bentuk
terakhir fakta sosial nonmaterial, yang menempati posisi yang jauh lebih sentral yakni agama. Dalam temuannya, sumber agama adalah masyarakat itu sendiri.
Masyarakatlah yang menentukan bahwa sesuatu itu bersifat sakral dan yang lainnya itu bersifat profan, khususnya dalam kasus yang disebut totemisme.
Masyarakat dan agama adalah satu dan sama. Agama adalah salah satu cara masyarakat memperlihatkan dirinya sendiri dalam fakta sosial secara nonmaterial.
Masyarakat Batak Toba merupakan suatu komunitas yang menjunjung tinggi akan adatnya, tetapi juga menganut kepercayaan. Dimana adat dan agama menjadi satu
kesatuan yang terkadang memiliki anggapan yang bertentangan. Dari data yang didapat penulis, pertentangan yang terjadi dalam ajaran
Kristen dengan Adat Batak Toba adalah karena adat tersebut berasal dari kepercayaan nenek moyang bangsa Batak Toba yang belum mengenal Tuhan dan
masih menyembah roh – roh sembahan yang mereka sebut dengan nama Debata Mulajadi Na Bolon. Berikutnya penulis akan memaparkan dari data lapangan
yang di dapat tentang pandangan – pandangan mereka tentang adat Batak yang bertentangan dengan ajaran Kristen yang dianut oleh para informan penulis.
Universitas Sumatera Utara
88
A. Pertentangan terhadap unsur Dalihan Na Tolu .
Pengertian Dalihan adalah tungku yang dibuat dari batu, sedangkan Dalihan natolu ialah tungku tempat memasak yang terdiri dari tiga batu. Ketiga
dalihan yang ditanam berdekatan ini berfungsi sebagai tungku tempat memasak. Dalihan harus dibuat sama besar dan ditanam sedemikian rupa sehingga jaraknya
simetris satu sama lain serta tingginya sama dan harmonis. Dalam kenyataannya, hal yang mereka tolak dalam unsur adat ini bukanlah
pertuturan yang terdapat dalam unsur adat itu sendiri. Aspek adat yang mereka tolak adalah pemberlakuan jalan berkat dalam upacara perkawinan mereka yang
diberikan oleh pihak hula – hula. Berikut ini adalah gambar jalan berkat dalam agama adat Batak.
Gambar 1.
MULAJADI NA BOLON
BATARA GURU
HULA _ HULA
Ulos = tenun adat
Dengke na niarsik
Hata pasu – pasu
BORU
Universitas Sumatera Utara
89 Gambar 2 Syarat perolehan berkat dalam agama adat Batak
MULAJADI NA BOLON
BATARA GURU
HULA – HULA
Tudu - tudu Sipanganon
BORU Piso – piso berupa uang
Dalam keterangan pada gambar 1, aliran berkat biberikan oleh Debata Mulajadi Na Bolon yang diwakilkan oleh anaknya Batara Guru, selanjutnya
berkat ini melalui Batara Guru yang dipersonifikasikan oleh pihak hula – hula manusia diberikan kepada borunya. Berkat yang diberikan dalam wujud nyata
diwakili dalam bentuk ulos, dengke na niarsik, dan hata pasu – pasu. Sedangkan dalam gambar 2, persyaratan yang harus dipenuhi oleh boru
untuk mendapat berkat dari hula – hula adalah pertama – tama, dengan membawa tudu – tudu sipanganon na margoar daging adat dan piso – piso dalam bentuk
uang diserahkan kepada hula – hula yang merupakan personifikasi dari Batara Guru yang selanjutnya sampai kepada Debata Mulajadi Na Bolon. Tidak ubahnya
mempersembahkan sesajen bagi dewa – dewa., hanya saja orang agama Batak tidak menyembah dewa – dewa yang dapat dlihat oleh mata yang berupa patung.
Universitas Sumatera Utara
90 Seharusnya menurut pandangan para informan, sebagai orang Kristen kita
tidak memerlukan berkat – berkat yang berasal dari roh – roh yang dapat diperoleh dengan mmberikan sesajen. Kita tidak memerlukan berkat dari hula –
hula tetapi kita memerlukan berkat dari Tuhan Yesus agar melimpah dalam kehidupan kita. Kita tidak memerlukan ulos dari hula – hula, karena yang
membungkus dan melindungi roh kita adalah darah dan kuasa Tuhan Yesus sendiri.
Selanjutnya, informan ini menjelaskan lebih ke religi lagi bahwa Roh Kudus yang mendiami kita memiliki kekuatan yang jau8h melebihi kekuatan dan
kekuasaan apapun di dunia ini, termasuk kekuatan dan kekuasaan yang diberikan oleh Debata Mulajai Na Bolon, hal ini tertulis dalam Alkitab berbahasa Batak
Toba ; “ Ai Kristus i do paruloshon hamu, sude hamu, naung tardidi di bagasan
Kristus” Galatia 3 : 27 Jalan berkat yang diterima oleh boru tidak cukup hanya berasal dari hula –
hulanya saja, berkat itu akan semakin lengkap dan melimpah bila mengalir dari struktur kekerabatan yang lebih tinggi dan luas, yaitu dari hula – hula orangtua si
pengantin yaitu tulang atau paman dari si pengantin pria dan wanita. Lebih lengkap lagi bila berkat itu dimintakan dari bona tulang, tulang rorobot atau
tulang bonaniari. Permintaan berkat itu dilaksanakan dalam satu acara Batak yakni Adat Na Gok.
Berdasarkan keterangan dari informan, penulis mendapat bahwa sebelum Debata memberikan berkat melalui hula – hula, pihak boru terlebih dahulu
memberikan persembahan kepada Debata melalui tudu – tudu sipanganon kepada hula – hula, persembahan diyakini tradisi Batak sebagai lambang takluk terhadap
Universitas Sumatera Utara
91 Debata dan Batara Guru. Aspek inilah yang sepenuhnya ditolak oleh pasangan
yang menjadi informan penulis, sebab keterlibatan seseorang dalam suatu upacara adat membuat seseorang itu pada ciptaan sebagai peta Tuhan Kejadian 1 : 27
telah berubah menjadi peta Debata Na Mulajadi Na Bolon atau lebih tepatnya lagi peta iblis. Maka dengan melaksanakan ketiga fungsi atau kedudukan dalam
struktur adat Dalihan Na Tolu, seseorang sah sebagai wakil dari roh sembahan. Menurut informan, tidak sepantasnya seseorang atau pasangan pengantin
meminta berkat kepada hula- hulanya. Berkat berasal dari Tuhan. Seseorang harus meminta berkat kepada Tuhan secara langsung, juga tanpa harus membawa
dengke na niarsik atau tudu – tudu sipanganon hanya untuk meminta berkat. Tuhan tidak mengharapkan alasan berupa makanan atau sesajen apapun dari
manusia. Tuhan tidak menginginkan hambanya dalam hal ini tentu saja orang Batak Kristen menyembah Dia dan sekaligus menyembah roh – roh sembahan
nenek moyang walaupun tanpa disadari, hal itu senantiasa dilakukan oleh orang Batak. Keterangan – keterangan tersebut diatas yang membuat pasangan –
pasangan ini menolak terhadap unsur Dalihan na Tolu yang ada pada masyarakat Batak Toba, karena terlalu melebihkan segala sesuatu terhadap manusia. Seperti
halnya yang dikutip oleh penulis dalam wawancara dengan salah satu informan yang merupakan pasangan Batak yang menikah tanpa adat, sebagai berikut :
“Sebagai orang Kristen, kita harus lebih taat kepada Allah daripada kepada manusia Kisah Para Rasul 5:29. Namun bukan berarti kita tidak
perlu tunduk kepada aturan yang dibuat manusia, tetapi kita harus menempatkan Allah pada posisi pertama, baru kemudian orang
tuakeluarga, lingkungan masyarakat termasuk adat istiadat, negarabangsa . Bila dalam adat itu ada unsur-unsur memuja nenek-
moyang, atau menggunakan kekuatan supranatural yang berasal dari kuasa kegelapan, atau ada unsur perbuatan dosakedagingan
percabulan, pertengkaran,kemabukandsb,kita harus tegas menolaknya”,
Universitas Sumatera Utara
92 Lebih lanjut lagi dijelaskan bahwa hal – hal yang salah dalam adat Batak
adalah manakala sesuatu benda mati dipercayai memiliki kekuatan yang luar biasa dan mampu melindunginya dalam kehidupannya, seperti halnya ulos. Terkadang
adat Batak melebihkan segala sesuatu dan biasanya terlalu rumit untuk dijalani, walaupun sebenarnya ada upah yang didapat didalam menjalaninya.
B. Pertentangan Terhadap Jambar dan Mangulosi
Bedasarkan keterangan dari informan, pelaksanaan adat perkawinan adalah tidak lebih dari upacara ritual keagamaan Batak Kuno yang masih tetap
dilaksanakan sampai saat ini dengan pemolesan di berbagai sudut adat termasuk dalam pembagian jambar dan mangulosi.
Jambar ini berasal dari daging baik daging babi maupun kerbau yang terdiri dari bagian kepala, badan dan ekor na margoar. Daging tersebut
kemudian dipotong lalu dibagikan kepada kerabat yang berhak menerimanya yang disebut dengan manjalo jambar. Pengertiannya adalah dengan pemberian
potongan daging itu berarti keberadaan seseorang diakui dalam persekutuan itu, karena dipercaya oleh masyarakat Batak Debata memberikan berkat melalui
jambar yang diterima. Sementara dalam ajaran alkitab dengan tegas menjelaskan bahwa berkat
itu diberikan oleh Tuhan kepada manusia dengan tanpa syarat, dan siapapun di dunia ini memperoleh berkat, misalnya semua manusia di dunia sama – sama
merasakan adanya udara, sinar matahari, angina dan lain – lain. Segala berkat dapat kita mohonkan dari Tuhan Yesus kristus dengan jalan berdoa kepada-Nya.
Tidak dengan menerima potongan – potongan daging terlebih dahulu.
Universitas Sumatera Utara
93 Demikian juga halnya dengan tradisi mangulosi, sudah diterangkan
sebelumya bahwa ulos sebenarnya berasal dari agama batak kuno dan dipakai sebagai alat utama dalam pelaksanaan upacara – upacara adat. Tidak ada upacara
adat batak yang tidak menggunakan ulos. Ulos dianggap memiliki kekuatan supra natural yang dapat memberikan
kehangatan kepada roh seorang manusia yang hidup. Ulos juga merupakan pelengkap untk memberikan berkat dari hula – hula kepada borunya, sebab
dengan memberikan atau mangulosi dari pihak hula – hula akan memberikan juga nasehat dan diyakini memberikan berkat – berkatnya kepada borunya.
Maka dari hal tersebut diatas dapat dilihat bahwa secara tidak langsung, dengan memberikan ulos maka kita memberikan ikatan antara pengantin dengan
Debata, dan hal ini berarti secara tidak langsung juga adat Batak menyerahkan pengantin kepada Debata. Walaupun pada kenyataannya sebelum upacara adat
dimulai, terlebih dahulu sepasang pengantin itu diberkati di gereja oleh pendeta, namun selanjutnya kita malah menyerahkan sepasang pengantin untuk diklaim
iblis menjadi miliknya. Hal inilah yang membuat sebagian orang Batak tidak bisa menerima
keberadaan adat Batak Toba yang sesengguhnya. Pertentangan – pertentangan yang ada terkadang bisa menjadi konflik yang berkepanjangan yang menyebabkan
terputusnya pertalian darah dan menimbulkan anggapan – anggapan yang miring tentang keluarga Batak itu sendiri.
Universitas Sumatera Utara
94 Matriks
Pandangan – pandangan aliran Kristen Item
K.Protestan K. Kharismatik
K. Khatolik Defenisi
Perkawinan Penyatuan dua jiwa
manusia dalam satu ikatan mahligai
rumahtangga Ikatan suci antara
pria dan wanita Untuk
menjalani kehidupan bersama
disaksikan oleh Pengikut kristus
Janji suci antara laki- laki dan
wanita untuk hidup bersama, tidak bisa
dipisahkan oleh apapun kecuali
kematian
Fungsi Perkawinan
Mendapatkan Keturunan,
perlindungan dan kebahagiaan
Sarana pembentukan
rohani, memperoleh
keturunan Mendapatkan
keturunan, memenuhi kebutuhan biologis
dan kenyamanan
Fungsi Adat
Perkawinan Untuk mencapai
Kehidupan Perkawinan yang
maradat, yang tertib bedasarkan
norma – norma adat yang berlaku
Sebagai pelengkap yang
tidak memiliki fungsi
yang cukup berperan dalam
perkawinan itu sendiri
Mengatur segala tatanan perkawinan
didalam adat itu berdasarkan norma
adat yang ada pada masyarakat itu sendiri
Posisi Dalihan Na
Tolu dalam adat
Perkawinan sebagai tolak ukur
terhadap status seseorang dalam
suatu perkawinan tertentu
Tidak memiliki Peran karena
dianggap menduakan tuhan
Pengatur dalam
sistem adat yang berlaku dalam
Perkawinan itu sendiri serta
penentu status seseorang.
Pandangan terhadap
adat batak Adat Batak Toba
bukanlah penyembahan
berhala tapi lahir karena tuntutan
hubungan kemasyarakatan
dalam masyarakat Batak Toba
Adat Batak adalah aturan
bermasyarakat orang batak dalam
kalangan
mereka sendiri, praktek
adat batak sebagian bertentangan
dengan ajaran Alkitab
Adat batak Toba bukan penyembahan
Berhala, adat batakl toba tidak salah yang
salah adalah pelakunya. Orang
batak hendaknya lebih melestarikan
adatnya
Resistensi Terhadap
Perkawinan Adat batak
Toba Secara materi adat
Batak sangat menekan biaya
yang Tinggi
dalam pelaksanaannya
Dalihan na Tolu, mangulosi dan
parjambaran sangat tidak relevan
dengan ajaran agama
Pelaku adat lebih disadarkan kembali
tentang adat yang berlaku dalam
kehidupan paradatannya.
Universitas Sumatera Utara
95
4.6. Deskripsi Hubungan Sosial Pada Pasangan yang Menikah Tanpa Adat