Faktor Ekonomi Materi Faktor Penyebab Pernikahan Tanpa Adat Pada Keluarga Kristen Batak Toba

77 Berikut adalah tabel perbedaan antara Agama Batak dan Injil Kristus. Agama Batak Injil Kristus Nama sembahan Debata Mulajadi na Bolon Bapa Dalam Yesus Pengantara Hula – hula Yesus Kristus Sumber berkat Batara guru via hula - hula Yesus Kristus Cara menyembah Penyembahan hula hula dalam upacara adat Dalam Roh dan Kebenaran Persembahan Tudu tudu sipanganon, uang dan tuak Tubuh yang telah dikuduskan darah Kristus Roma 12 : 1 Pakaian Ibadah ulos Kekudusan. Kebenaran dan keselamatan dalam darah Yesus mazmur 96 : 9 Sumber Dorongan Roh Sembahan Leluhur Kuasa Roh Kudus Meterai pemilikan Kehadiran tiga dewa Kehadiran Roh Kudus Berkat Ulos, dengke, hata pasupasu, umpasa Segala berkat Rohani yang ada di Surga efesus 1 : 3 Aturan berkat Penyembahan Norma – norma upacara adat Taat pada prinsip Kebenaran Tuhan Sumber : Situs Internet http:paultobing.wordpress.com20080423injil-dan-adat-batak-dicapture-httpmanikwebid

2. Faktor Ekonomi Materi

Faktor lain yang menyebabkan orang batak menikah tanpa adat adalah karena faktor ekonomi. Bagi masyarakat Toba, uang dalam upacara perkawinan tidak semata-mata berdimensi ekonomis namun lebih merupakan sebuah ritus sosial. Uang menjadi simbol exchange antara kedua belah pihak. Masyarakat Batak Toba yang secara tradisional bermukim di wilayah provinsi Sumatera Universitas Sumatera Utara 78 Utara—merupakan masyarakat yang patrilineal, di mana garis keturunan ditelusur lewat sistem klan yang disebut marga. Keseluruhan marga yang ada saling berhubungan, dan meyakini bahwa mereka berasal dari satu keturunan. Hubungan sosial marga diatur dalam dalihan natolu harfiah: “tiga tungku”, yakni sebuah struktur kemasyarakatan yang dibangun berdasarkan tiga pilar: hula-hula pihak pemberi istri, boru pihak penerima istri, dan dongan sabutuha saudara seibu. Dalam setiap upacara adat kita dapat melihat bagaimana peran serta hubungan relasional dari ketiga pihak tersebut terhadap individu atau keluarga yang mengadakan upacara suhut tercermin. Dalam tradisi perkawinan, masyarakat Batak Toba menganut konsep bahwa sebuah ikatan perkawinan merupakan penyatuan dua set dari unsur dalihan na tolu dari dua keluarga luas individu yang akan menikah. Benda-benda ritual yang sering dipakai dalam tradisi upacara adat perkawinan Toba sebagai sebuah proses transaksional adalah beras, ulos selendang tenunan khas Batak, daun sirih, jambar daging dan uang. Tiap individu yang menghadiri satu upacara harus mengerti status serta perannya, hal ini terkait dengan benda-benda ritual apa yang harus dibawanya dan yang akan diterimanya dalam upacara tersebut. Dengan kata lain, perkawinan merupakan sistem transaksi tukar menukar exchange yang mana hal ini ditandai dengan tradisi tuhor artinya: “membeli”, yakni semacam prasyarat pemberian mahar dari pihak laki-laki. Tidak begitu jelas kapan uang dalam upacara di tengah masyarakat Batak Toba menjadi begitu penting, yang pasti dewasa ini fenomena uang semakin sangat eksplisit ditampilkan. Kita bisa melihat bagaimana peran uang menjadi ekspresi simbolis dari upacara ritual perkawinan Batak Toba; mulai dari proses peminangan, pertunangan hingga pada Universitas Sumatera Utara 79 ritual adat perkawinan. Pentingnya kehadiran uang tercermin dari berbagai peristilahan yang dijumpai dalam upacara, seperti sinamot atau tuhor, upa, tumpak, olop-olop, tintin marangkup, ingot-ingot, dan lainnya. Kesemua istilah tersebut digunakan untuk menyebutkan pendistribusian uang terkait dengan fungsi dan makna tertentu di dalam upacara. Di masyarakat Batak Toba, sinamot harta atau emas, yang pada saat ini lebih sering disebut dengan istilah tuhor beli, adalah semacam pemberian mahar yang diberikan dalam bentuk uang, diberikan oleh pihak laki-laki kepada pihak perempuan sebagai penanda transaksi sebuah perkawinan. Jumlah pemberian tuhor umumnya bergantung pada kemampuan pihak keluarga laki-laki serta status sosial pihak keluarga perempuan di tengah masyarakat. Semakin tinggi status sosial keluarga pihak perempuan, maka akan semakin besar uang sinamot yang harus diberikan kepada keluarga parboru oleh pihak laki – laki. Dalam kasus seperti ini, tak jarang bagi keluarga Batak untuk menunda bahkan membatalkan pernikahan para putrinya hanya karena urusan sinamot. Uang merupakan salah satu bentuk penentu yang kuat bagi terlaksananya perkawinan ideal bagi masyarakat Batak Toba. Maka ada istilah yang sangat tenar dalam lingkungan orang Batak mengenai proses tawar – menawar sinamot yakni ; “Sundat mangoli alani hurang sinamot artinya : perkawinan gagal karena kurangnya mahar. Bagi masyarakat Toba dewasa ini, uang dalam upacara adat perkawinan tidak semata-mata berdimensi ekonomis namun lebih merupakan sebuah ritus sosial. Uang menjadi simbol exchange antara kedua belah pihak, menjembatani pertalian adat dan silsilah, ungkapan partisipasi, tanggung jawab, Universitas Sumatera Utara 80 rasa hormat, kasih sayang, prestise dari masing-masing individu dan pihak-pihak yang terlibat. Oleh sebab itu, maka banyak pasangan keluarga orang Batak yang lebih memilih pernikahan tanpa adat. Menghindari berbagai masalah terutama dalam hal materi, merupakan alasan yang kuat bagi pasangan – pasangan ini. Setelah melakukan pernikahan tanpa adat para pasangan ini akan lebih gampang untuk datang ke keluarga pihak parboru dengan cara manomba menyembah atau manuruk – nuruk. Seperti halnya pengakuan salah satu informan berdasarkan kutipan wawancara sebagai berikut : “ saya bukannya menolak adat dalam perkawinan saya tapi saya gak punya duit untuk biaya adatnya, gak mungkin saya ngutang. Bila saya ngutang maka kemungkinan sampai hari ini saya akan terlilit utang” demikian penjelasan salah satu informan yang penulis wawancarai pada saat di lapangan. Dalam hal ini, kenyataannya seolah – olah bahwa adat Batak itu hanya milik orang – orang yang ekonominya menengah ke atas. Hal inilah yang membuat salah satu pertentangan yang kuat bagi orang Batak terhadap pelaksanaan adat dalam kehidupannya sendiri.Adat Batak dalam pelaksanaannya sangat dipercayai membutuhkan dana yang sangat banyak, maka tak jarang orang Batak berdasarkan keterangan informan berhutang demi terlaksananya upacara adat.

3. Faktor Penyebab Lainnya

Dokumen yang terkait

Peran Opinion Leader Dalam Masyarakat Hukum Adat(Studi Kasus Tentang Peran Opinion Leader Dalam Masyarakat Hukum Adat Batak Toba Di Desa Hutauruk, Kecamatan Sipoholon, Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara)

0 84 129

Peranan Dalihan Natolu Dalam Hukum Perkawinan Masyarakat Adat Batak Toba (Studi Mengenai Hukum Perkawinan Adat Batak Di Kecamatan Balige)

10 115 91

Komunikasi Masyarakat Batak Toba Dalam Upacara Pernikahan Adat (Studi Kasus Tentang Proses Komunikasi Antarbudaya Dalam Upacara Pernikahan Adat Batak Toba Pada Masyarakat di Kelurahan Lestari Kecamatan Kisaran Timur Kabupaten Asahan Sumatera Utara)

9 129 118

Perceraian Dan Akibat Hukumnya Pada Masyarakat Batak Toba Yang Beragama Kristen Protestan (Studi: Di Desa Martoba (Bius Tolping), Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir)

7 112 157

Panaek Gondang Dalam Upacara Adat Perkawinan Pada Masyarakat Mandailing Di Kecamatan Medan Tembung

6 116 61

Kedudukan Anak Angkat Dalam Hukum Adat Batak Toba Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (Studi di Kecamatan Tarutung, Kabupaten Tapanuli Utara)

8 58 115

BENTUK PERKAWINAN MENURUT HUKUM ADAT BATAK BENTUK PERKAWINAN MENURUT HUKUM ADAT BATAK PERANTAUAN BENTUK PERKAWINAN MENURUT HUKUM ADAT BATAK TOBA DI

3 13 17

STUDI TENTANG PERKAWINAN SEMARGA DALAM KOMUNITAS PERANTAU BATAK TOBA DI SURAKARTA (KAJIAN HUKUM PERKAWINAN ADAT BATAK TOBA).

0 0 1

BAB I - Peranan Dalihan Natolu Dalam Hukum Perkawinan Masyarakat Adat Batak Toba (Studi Mengenai Hukum Perkawinan Adat Batak Di Kecamatan Balige)

1 2 10

BAB III PERANAN DALIHAN NATOLU SEBAGAI MEDIATOR DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERKAWINAN ADAT BATAK TOBA B. Permasalahan Yang Sering Timbul dalam Perkawinan Adat Batak Toba - Peranan Dalihan Natolu Dalam Hukum Perkawinan Masyarakat Adat Batak Toba (Studi Me

0 0 24