50 bersosialisasi dengan masyarakat, menurut pengakuan Bapak Nainggolan
semuanya berjalan dengan baik. Masyarakat sekitar lingkungannya bisa menerima kenyakinan yang dianutnya, masyarakat memahami alasan beliau untuk tidak
andil dalam “paradatan” orang Batak. Perbedaan antara keluarga yang melakukan pernikahan dengan acara adat dengan yang tidak, tentunya ada tetapi tidak terlalu
mencolok terasa. B. Tokoh Adat
1. Sabar Siahaan
Beliau adalah seorang raja adat yang sudah dikenal oleh masyarakat sekitarnya. Beliau lebih dikenal dengan istilah “raja parhata”. Beliau dipercayakan
masyarakat menjadi “raja parhata” semenjak beliau aktif dalam berbagai arisan marga – marga di lingkungan tempat tinggalnya, hingga pada akhirnya dikenal
oleh masyarakat. Beliau sudah menjadi “raja parhata” semenjak tahun 1993, dan kemampuannya ini tidak bisa dipungkiri berasal dari ayah beliau yang semasa
hidupnya dipercayakan masyarakat menjadi “raja parhata”juga.Adat Batak merupakan sistem kekerabatan masyarakat Batak Toba,adat Batak Toba bukanlah
penyembahan berhala,adat Batak merupakan kesatuan,kesetiaan dan kasih dalam keluarga. Perceraian,penyelewengan dan poligami sangat ditabukan dalam adat
Batak. Orang Batak selalu menekankan tarombo atau silsila dalam bermasyarakat dengan sesama sukunya,maksudnya adalah silsilah dalam adat Batak dipakai
untuk mengajarkan hasil kesatuan,saling menghormati,mengasihi dan tolong menolong,melalui tarombo ini mereka disadarkan bahwa mereka bersaudara dan
saling terkait dalam kekerabatan keluarga. Kesadaran bahwa mereka bersaudara
Universitas Sumatera Utara
51 akan mendorong mereka untuk saling mengasihi dan menghormati serta tolong
menolong. Beliau menjelaskan tidak ada pertentangan antara adat Batak dengan
ajaran agama, adat Batak dalam beberapa hal justru memiliki tujuan yang sama dengan ajaran agama. Beliau menekankan supaya adat Batak itu jangan dipandang
sebagai “penyembahan berhala” tetapi lebih kepada cinta kasih sebagai dasar hubungan antara masyarakat Batak, selayaknya ajaran agama yang berlandaskan
“kasih”. Ajaran agama Kristen memiliki hubungan dengan adat Batak, terutama dalam acara pernikahan orang Batak. Dasar hubungan pernikahan mereka harus
saling mengasihi yang dibina secara adat Batak, yang kemudian Pengetua Adat membawa mempelai kepada Pendeta untuk didoakan agar tetap langgeng, setelah
diberkati, Pengetua Adat memberikan nasihat agar pernikahan selalu dipertahankan tidak boleh bercerai selama nafas masih dikandung badan. Pada
akhirnya seluruh rangkaian acara adat kembali diserahkan kepada Pendeta untuk ditutup dengan doa berkat, mengucapkan syukur kepada Tuhan.
Lebih lanjut lagi beliau menjelaskan, fungsi adat Batak dalam keberlangsungan hidup orang Batak sangat berperan aktif dalam kehidupan sehari
–hari terutama dalam membimbing orang kepada sikap yang lebih bijaksana, sopan dan bersekutu dengan baik, menghambat orang supaya tidak melakukan
kejahatan. Walaupun pada kenyataannya sudah banyak masyarakat Batak yang menikah tanpa prosesi adat dengan berbagai macam alasan, beliau menyesalkan
orang – orang Batak yang menjadikan alasan pernikahan adat Batak itu bertentangan dengan ajaran agama Kristen. Beliau mengajak masyarakat Batak
lebih membuka hati dan pikirannya terhadap pandangan yang salah itu, bahkan
Universitas Sumatera Utara
52 beliau menjelaskan orang Batak lebih memilih menikah tanpa prosesi adat
sebenarnya kebanyakan karena banyaknya kasus kehamilan di luar nikah atau istilah MBA married by accidient sehingga pernikahan itu dilakukan dengan
terburu – buru dan lebih tertutup agar tidak diketahui khalayak ramai. Pada saat Bapak Siahaan ditanya oleh penulis tentang ada tidaknya konflik
dalam proses pelaksanaan adat Batak, beliau menjelaskan sebagai berikut “Dalam suatu pekerjaan, pasti ada yang namanya perencanaan terlebih
dahulu dan dalam proses perencanaan itu pasti ada berbagai kesepakatan yang harus dirundingkan yang pada akhirnya ada pembahasan yang
pastinya melahirkan ide –ide yang bertentangan satu sama lain , biasanya hal ini akan menimbulkan pertentangan dan membuat situasi agak
memanas. Dalam proses menjalankan adat Batak juga demikian halnya, pasti ada yang namanya pertentangan – pertentangan dalam proses
adat”.
Pendekatan yang dilakukan beliau terhadap keluarga – keluarga yang melakukan pernikahan tanpa adat hanya nasehat dan menjelaskan bagaimana adat
itu berfungsi dalam kehidupan Batak itu sendiri, dan lebih kepada contoh – contoh yang bisa langsung dapat dilihat oleh pelaku dalam prilaku kehidupan masyarakat
yang menjalankan adat dengan yang tidak. Kendala langsung yang dihadapi keluarga yang menikah tanpa adat tidak bisa dipastikan, tetapi lebih kepada ketika
keluarga ini menghadapi masalah oknum adat tidak bisa langsung membantu, hanya lebih kepada penonton.
2. Martogi Simanjorang