Paulak Une Prosesi Adat Dalam Perkawinan Masyarakat Batak Toba

68 Rajamarpodang, 1992:300. Kesemuanya yang disebut di atas mendapat bagian jambar secara bertingkat sesuai dengan kedudukan adatnya.

5. Paulak Une

Upacara paulak une ini biasanya dilakukan beberapa hari setelah pesta perkawinan lengkap selesai dilaksanakan dan juga dilakukan di rumah pihak si gadis. Upacara ini adalah merupakan langkah resmi pertama dari pihak laki-laki menginjakkan kaki mereka di rumah keluarga perempuan setelah keduanya resmi menjadi pasangan suami istri dan kedua keluarga tersebut resmi menjadi besan. Biasanya upacara ini terlebih dahulu diberitakan oleh pihak laki-laki kepada pihak keluarga perempuan, mengingat kesediaan yang harus dipersiapkan oleh keluarga perempuan. Keluarga laki-laki datang juga dengan membawa makanan berupa daging babi dan pihak perempuan menyediakan ikan mas na ni arsik.

4.3.2 Perkawinan Dengan Cara Mangalua

Mangalua adalah kawin lari. Secara bebas, manga adalah melaksanakan dan lua adalah membawa atau lari. Secara leksikal berarti melaksanakan kegiatan membawa lari atau melarikan. Secara konseptual berati sepasang muda-mudi yang kawin dengan cara di luar prosedur perkawinan ideal karena satu atau beberapa hal, seperti karena masalah ekonomi masalah pembayar sinamot yang kurang, masalah sosial perbedaan status ditengah kehidupan masayarakat ataupun masalah yang lainnya.Dalam hal ini berarti kawin tanpa melalui prosedur pembayaran sinamot terlebih dahulu. Dalam mangalua ini seakan adat adalah soal belakang, yang penting adalah mereka kawin dulu. Universitas Sumatera Utara 69 Adat menyebut perkawinan mangalua ini bahwa si pemuda mengandalkan kekuatan, mengabaikan hukum pajojo gogo, papudi uhum. Biasanya si perempuan tidak akan mau berlama-lama dalam situasi mangalua ini dalam situasi belum diadatkan atau mangadati, karena perkawinan ini belum kuat adanya, sehinga kalaupun dia diceraikan tidak akan ada pihak yang dapat mempertahankanya atau menanggungjawabinya http:er27.wordpress.com20080317mangalua-suatu-bentuk-perkawinan-pada- masyarakat-batak-toba. Dalam pelaksanaan mangalua ini ada dua cara yang dikenal yaitu: kedua calon pengantin yang mangalua atau ditemani oleh satu atau dua orang yang bertindak sebagai pihak ketiga, demi menjaga kehormatan kedua calaon pengantin. Sebagai langkah pertama mereka pergi kerumah salah satu keluarga pengetua atau terpercaya, dan dirumah tersebut calon pengantin perempuan dititipkan. Berikutnya laporan kepada orangtua, pengetua adat atau pemimpin agama minta pemberkataan atau restu. Cara yang kedua adalah perempuan itu langsung dibawa oleh si pria kerumahnya tanpa lebih dulu diberkati atau direstui. Perkawinan seperti ini disebut juga marbagas roha-roha berumah tangga sesuka hati. Namun perkawinan telah terjadi, kewajiban atau pertanggungjawaban adat wajib dilaksanakan di kemudian hari. • Tata Cara Mangalua Dalam perkawinan mangalua ini tentu ada cara yang lazim dilakukan oleh pelaku-pelakunya. Sepasang muda-mudi memutuskan untuk melaksanakan kawin lari ketika mereka berpacaran karena melihat berbagai hal yang akan menghambat mereka untuk adat hidup bersama. Yang sering terjadi bahwa keluarga si lelaki Universitas Sumatera Utara 70 yang memegang peranan dalam pelaksanaan mangalua ini, sedangkan pihak perempuan tidak tahu sama sekali. Ada juga kasus mangalua dimana kedua belah pihak keluarga mengetahui dan memberi ijin untuk melaksanakan hal tersebut, karena memang cara itulah yang dianggap tepat pada saat itu agar perkawinan tetap bisa dilaksanakan. Dalam mangalua ini si perempuan pergi meninggalkan orang tuanya, mengikuti kekasihnya untuk melaksanakan perkawinan. Biasanya si perempuan langsung dibawa ke rumah pemuka agama yang berada di lingkungan tempat tinggal keluarga pihak laki-laki. Tetapi ada juga terjadi dimana pasangan itu lari meninggalkan orang tuanya masing-masing dan pergi ke suatu tempat lain apabila keluarga kedua belah pihak betul-betul tidak ada yang setuju. Sesudah sekian lama berumah tangga mereka akan kembali untuk meminta maaf dan melaksanakan adat perkawinan secara penuh. Dahulu kala bila seorang perempuan akan mangalua, maka sebagai tandanya dia kaan meletakkkan daun sirih di dalam lemari pakaianya., sebagai pengganti dirinya yang hilang atau yang telah pergi. Sekarang hal tersebut telah digantikan dengan meninggalkan sepucuk surat sehingga keluarga perempuan dapat mengetahui bahwa anak gadisnya telah mangalua. Setelah mereka mangalua dan menetap di suatu tempat, maka adat menuntut agar prosedur selanjutnya dilaksanakan, yakni segera setelah kawin datang kerumah orangtua si perempuan untuk memberitahukan bahwa anak mereka telah menjadi paniaran menjadi salah satu keluarga mereka, dimana kegiatan ini disebut manurohan bao-bao na tinangko melapor dan membawa tanda anak mereka telah diambil. Universitas Sumatera Utara 71 Setelah semua undangan pihak perempuan hadir maka dipersiapkan makanan yang dibawa oleh rombongan pihak lelaki paranak tadi, dan mereka semua makan bersama-sama. Setelah selesai maka acara selanjutnya adalah manghatai atau bercakap-cakap mengenai maksud kedatangan mereka. Pembicaraan ini dimulai oleh pihak keluarga pihak perempuan yang diwakili oleh abang si perempuan yang telah berkeluarga. Isi pembicaran mereka adalah ucapan terimakasih kepada pihak keluarga laki-laki paranak. Kemudian abang dari ayah si perempuan juga berbicara mengucapkan terimakasih atas kesediaan para tamu untuk datang ke acara tersebut dan menanyakan maksud kedatangan mereka. Perlu kita ketahui bahwa adat Batak ada suatu kebiasaan, walaupun mereka sebenarnya sudah tahu tujuan kedatangan suatu kelompok, tetapi mereka akan menayakan serinci mungkin melalui kata-kata yang berupa pantun-pantun dan pepatah-pepatah. Seperti dikatakan : Sai marangkup do na uli, mardongan do na denggan. On pe di paboa ampara niba ma tangkas siangkupna. Songon na handul, sidongannna songon na mardalan. Secara bebas artinya menanyakan apakah maksud kedatangan mereka atau pihak paranak atau lelaki tersebut. Biasanya pembicaran itu diwakili oleh abang dari ayah si perempuan. Tetapi sebelum pihak paranak menjawab, terlebih dahulu diberi kesempatan kepada dongan sahuta, teman sekampung secara adat menuntut antara lain : 1. Upa sangke hujur upah pengawal kampung, agar kemarahan atau sikap bermusuhan dihentikan terhadap si lelaki yang melahirkan gadis kampung mereka. 2. Upa ungkap harbangan upah untuk para penjaga pintu gerbang kampung. Penghormatan diberikan kepada mereka, agar si pria tersebut diijinkan masuk ke komplek kampung tersebut. Universitas Sumatera Utara 72 3. Upa raja huta upah untuk ketua kampung yang bertannggungjawab atas keamanan atau masalah-masalah lainnya dari seluruh penduduk huta atau kampung tersebut. Dengan dipenuhinya syarat-syarat tersebut diatas, maka pembicaraan kepada mertua baru bisa dimulai. Sudah menjadi ketentuan adat, bahwa suami istri yang kawin lari tidak diperkenankan berkunjung kerumah orang tua si perempuan sebelum acara manuruk-nuruk ini. Setelah dengan sahuta menerima upah akan dilanjutkan dengan pembicaraan oleh paranak yang menyampaikan ucapan terimakasih kepada seluruh keluarga parboru dengan nada menyembah dalam hal ini tentu pihak parboru tersebut adalah huta-huta mereka, dimana dalam adat Batak kelompok ini merupakan kelompok yang harus selalu disembah dan dihormati. Kedatangan mereka dalam acara manuruk-nuruk ini bermaksud untuk menyembah atau minta maaf kepada pihak paranak telah bersalah mengambil anak perempuan pihak paranak tanpa izin. Dengan nada menyesal pihak paranak akan mengatakan : Ndang tarbahen be turak, si nungga sor gok tagan. Ndang tarbahen be turak, si nungga sor sun mardalan. Artinya memang mereka merasa bersalah tetapi apalah daya hal tersebut telah terjadi.selanjutnya pihak parboru akan membalas perkataan mereka itu. Pertama dikomentari masalah makanan yang dibawa oleh paranak tadi, yang telah dimakan bersama-sama, ketika selesai makan memang dikatakan oleh parboru bahwa makanan yang dibawa paranak tersebut enak sekali rasanya, tetapi pada pembicaraan berikutnya dikatakanlah bahwa makanan itu sebenarnya pahit sekali rasanya. Hal ini karena pihak paranak mereka anggap telah pajolo gogo, papudi uhum mengandalkan kekuatan atau membelakangkan hukum. Mereka menanyakan pihak paranak sampai hati berbuat itu kepada meteka. Karena pada Universitas Sumatera Utara 73 dasarnya perkawinan dengan cara mangalua ini sebisa-bisanya dihindari oleh orang Batak karena menimbulkan kesan yang kurang baik dari berbagai pihak. Kalau perkawinan menurut ideal, hal yang harusnya dipenuhi terlebih dahulu sebelum perkawinan adalah membayar sinamot, tetapi setelah terjadi mangalua dalam acara manuruk-nuruk yang dibicarakan adalah somba-somba. Apabila keadaan sudah mengijinkan baik dalam soal materi, waktu dan sebagainya, maka ditempuh acara memenuhi adat lengkap yang dinamai mengadati. Dalam hal ini ada dua kemungkinan yang perlu diperhatikan yaitu : 1. Apabila keluarga yang diadati belum mempunyai anak dikatakan bahwa upacara mengadati itu bertujuan untuk : manggohi adat uhum, songgon dalan manomba hula-hula huhut mangido pasu-pasu. 2. Bila keluarga yang diadati sudah mempunyai anak, maka dalam hal ini upacara dimaksudkan untuk : pasahathon sulang-sulangna tabo, dalan manggohi adat dohot uhum, manomba hula-hula huhut mangido pasu-pasu. Hal lain yang menbedakan adalah setelah terjadi mangalua pihak parboru tidak dapat lagi menentukan besarnya sinamot yang harus diserahkan pihak paranak. Berapapun yang diberikan oleh pihak paranak pihak parboru terpaksa menerima karena anak perempuan mereka telah berada di pihak lelaki atau paranak. Dan biasanya sinamot pada perkawinan mangalua ini lebih rendah dibandingkan dengan jumlah sinamot pada perkawinan ideal. Dalam kedaan ini kita lihat bahwa bentuk perkawinan mangalua ini akan lebih sedikit memakan biaya apabila dibandingkan dengan perkawinan lazimnya. Karena ada proses yang tidak dilaluinya, sehingga mengurangi aktifitas dan biaya untuk suatu perkawinan. Universitas Sumatera Utara 74

4.4. Faktor Penyebab Pernikahan Tanpa Adat Pada Keluarga Kristen Batak Toba

Dokumen yang terkait

Peran Opinion Leader Dalam Masyarakat Hukum Adat(Studi Kasus Tentang Peran Opinion Leader Dalam Masyarakat Hukum Adat Batak Toba Di Desa Hutauruk, Kecamatan Sipoholon, Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara)

0 84 129

Peranan Dalihan Natolu Dalam Hukum Perkawinan Masyarakat Adat Batak Toba (Studi Mengenai Hukum Perkawinan Adat Batak Di Kecamatan Balige)

10 115 91

Komunikasi Masyarakat Batak Toba Dalam Upacara Pernikahan Adat (Studi Kasus Tentang Proses Komunikasi Antarbudaya Dalam Upacara Pernikahan Adat Batak Toba Pada Masyarakat di Kelurahan Lestari Kecamatan Kisaran Timur Kabupaten Asahan Sumatera Utara)

9 129 118

Perceraian Dan Akibat Hukumnya Pada Masyarakat Batak Toba Yang Beragama Kristen Protestan (Studi: Di Desa Martoba (Bius Tolping), Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir)

7 112 157

Panaek Gondang Dalam Upacara Adat Perkawinan Pada Masyarakat Mandailing Di Kecamatan Medan Tembung

6 116 61

Kedudukan Anak Angkat Dalam Hukum Adat Batak Toba Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (Studi di Kecamatan Tarutung, Kabupaten Tapanuli Utara)

8 58 115

BENTUK PERKAWINAN MENURUT HUKUM ADAT BATAK BENTUK PERKAWINAN MENURUT HUKUM ADAT BATAK PERANTAUAN BENTUK PERKAWINAN MENURUT HUKUM ADAT BATAK TOBA DI

3 13 17

STUDI TENTANG PERKAWINAN SEMARGA DALAM KOMUNITAS PERANTAU BATAK TOBA DI SURAKARTA (KAJIAN HUKUM PERKAWINAN ADAT BATAK TOBA).

0 0 1

BAB I - Peranan Dalihan Natolu Dalam Hukum Perkawinan Masyarakat Adat Batak Toba (Studi Mengenai Hukum Perkawinan Adat Batak Di Kecamatan Balige)

1 2 10

BAB III PERANAN DALIHAN NATOLU SEBAGAI MEDIATOR DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERKAWINAN ADAT BATAK TOBA B. Permasalahan Yang Sering Timbul dalam Perkawinan Adat Batak Toba - Peranan Dalihan Natolu Dalam Hukum Perkawinan Masyarakat Adat Batak Toba (Studi Me

0 0 24