59 disebabkan oleh masyarakat Batak yang semakin kritis terhadap adat yang
mengikatnya. Disamping itu dari keterangan yang didapat oleh beliau, banyak lebih memilih perkawinan tanpa adat karena faktor ekonomi, karena sangat
dipercayai bahwa dalam suatu pesta adat orang Batak membutuhkan dana yang cukup besar. Alasan ini membuat banyak masyarakat Batak tidak siap dalam
pelaksanaan prosesi adat dalam pernikahannya. Beliau memandang pernikahan itu sangatlah sakral, dan akan lebih sakral
bila pernikahan itu direstui oleh semua pihak dan bila pernikahan itu bisa jadi sarana silaturahmi bagi setiap orang. Dalam hal ini, suatu pernikahan akan terlihat
lebih suci dan lebih hormat lagi bila dalam pelaksanaannya memasukkan unsure adat di dalamnya, dengan satu syarat, adat itu dimasukkan apabila tidak
memberatkan bagi semua pihak keluarga. Sebagai orang Batak Kristen yang dilahirkan dan dibesarkan dalam adat
dan ajaran Kristen, beliau berpendapat sebaiknya kita tidak langsung menghindarkan adat dalam kehidupan kita, sebagaimana Rasul Paulus hadir
ditengah – tengah orang penyembah berhala di kota Athena untuk memperkenalkan Yesus kepada mereka, demikianlah halnya Orang Batak Toba
Kristen harus hadir ditengah suku bangsa dan adatnya untuk menjadi garam dan terang dunia.
4.2.2 Informan Biasa
1. Bapak Hotman Sagala
Beliau adalah penduduk yang telah lama berdomisili di Desa Dolok Tolong, Kecamatan Sumbul. beliau juga seorang pengikut gereja yang setia.
Bapak Hotman adalah seorang kepala keluarga yang memiliki enam 6 anak,
Universitas Sumatera Utara
60 yang semuanya telah berumahtangga. Sehari – harinya beliau bekerja sebagai
petani sayur – sayuran. Adat Batak menurut pandangan beliau adalah sesuatu yang mengikat
orang Batak dengan segala aturan – aturan yang berlaku dalam adatnya, yang bila ditinjau dari berbagai sisi memiliki dampak positif dan dampak negatif. Ada
aturan dan kebiasaan yang menurut beliau bertentangan dengan keyakinannya sendiri sebagai orang Batak Toba yang menganut ajaran Kristen. Adat Batak Toba
terkadang menurut beliau berlebihan sehingga masyarakat itu sendiri terkadang tidak dapat menjangkau segala bentuk dari adat Batak tersebut. Menurut beliau
dalam pelaksanaan adat Batak dalam kenyataannya memakan biaya yang lumayan besar, termasuk ketika beliau menikah, sehingga dulu pernikahannya hanya
dilaksanakan sebatas pemberkatan. Beliau menjelaskan pernikahannya lebih tepatnya adalah mangalua kawin lari, sehingga adat dalam pernikahannya tidak
mendominasi. Beliau lebih lanjut menjelaskan lagi, ketika anak gadisnya menikah tanpa
adat pun beliau setuju saja. Menurut pendapat beliau yang terpenting pernikahan anaknya terberkati secara gereja, karena menurut pandangan beliau adat hanya
sekedar pemanis dalam perjalanan rumahtangga. Hingga sampai saat ini, beliau tidak ada membayar adat sama sekali selayaknya tuntutan adat Batak yang
seharusnya. Seperti kutipan penulis berikut ini : “Saya tidak membayar adat kepada keluarga istri saya, saya merasa
cukup dengan saya menunjukkan bahwa saya bertanggungjawab menafkahi istri dan anak saya, bagi saya itu sudah lebih dari adat yang
seharusnya saya bayar terhadap keluarga mertua saya”.
Bagi beliau yang sangat bertentangan antara adat Batak dan ajaran Kristen adalah dalam hal penggunaan ulos dan jambar. Dimana ulos dipercayai oleh
Universitas Sumatera Utara
61 orang Batak sebagai penghasil panas seperti layaknya matahari. Ulos juga
dimaknai mampu memberi kehangatan secara rohani. Sementara jambar dipercayai sebagai upah ataupun berkat yang didapat oleh orang Batak dalam
bentuk daging. Menurut beliau ini semua tidak masuk akal dan sangat bertentangan dengan keyakinannya.
Pada saat orang Batak menjalankan adat atas dasar kemauan dan kemampuannya, itu merupakan kewajarannya sebagai orang batak yang baik,
tetapi manakala adat itu dijalankan oleh karena paksaan semata dan juga dibawah garis ketidakmampuannya sebagai orang Batak, itu sungguh suatu hal yang
bertentangan. Demikian Bapak Hotman menjelaskan. Beliau mengatakan sebenarnya adat Batak sekarang ini telah banyak mengalami perubahan sesuai
dengan ajaran Kristen dan juga seiring perkembangan zaman, apabila dalam pelaksanaannya masih terdapat pertentangan didalamnya, itu berarti kesalahan
pada pelakunya, bukan pada adat Batak itu sendiri. Ketika masyarakat lebih memilih pernikahan tanpa prosesi adat, itu merupakan
hak asasi sebagai manusia dan hal itu tidak dapat dipaksakan, terlebih apabila keputusan itu diambil berdasarkan alasan tertentu.
Beliau memandang tidak ada yang salah dengan pernikahan tanpa adat, yang terpenting pasangan tersebut dapat mempertanggungjawabkan pilihannya
terhadap manusia terutama terhadap Tuhannya. Beliau sangat meyakini tidak ada kendala yang lebih rumit selama semua didasarkan pada Tuhan. Kendala terbesar
dalam kehidupan rumahtangga orang Batak adalah ketika menomorduakan Tuhan. Kendala yang akan terjadi manakala kepentingan adat lebih diutamakan dibanding
kehidupan religinya.
Universitas Sumatera Utara
62
2. Bapak Jahorasman Marpaung