Persfektif konflik Potensi Konflik Perkawinan Adat Batak Toba (Studi Deskriptif Pada Pasangan Kristen Yang Menikah Tanpa Adat di Kecamatan Sumbul-Sidikalang)

13 BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1. Persfektif konflik

Konflik merupakan kenyataan hidup, tidak terhindarkan dan sering bersifat kreatif. Konflik terjadi ketika tujuan masyarakat tidak sejalan, berbagai perbedaan pendapat dan konflik biasanya bisa diselesaikan tanpa kekerasan, dan sering menghasilkan situasi yang lebih baik bagi sebagian besar atau semua pihak yang terlibat. Karena itu konflik tetap berguna karena itu merupakan bagian dari keberadaan manusia. Kesenjangan status sosial, kurang meratanya kemakmuran dan akses yang tidak seimbang terhadap sumber daya, serta kekuasaan yang tidak seimbang kemudian menimbulkan masalah-masalah seperti diskriminasi, pengangguran, kemiskinan, penindasan, dan kejahatan Fisher, 2001: 4. Teori konflik melihat bahwa setiap elemen memberikan sumbangan terhadap disintegrasi sosial. Teori konflik menilai keteraturan yang terdapat dalam masyarakat itu hanyalah disebabkan karena adanya tekanan atau pemaksaan kekuasaan dari atas oleh golongan yang berkuasa. Kekuasaan dan wewenang senantiasa menempatkan individu pada posisi atas dan posisi bawah dalam setiap struktur. Karena wewenang itu adalah sah, maka setiap individu yang tidak tunduk terhadap wewenang yang ada akan terkena sanksi. Durkheim mengembangkan konsep masalah pokok sosiologi. Ia membayangkan fakta sosial sebagai kekuatan dan struktur yang bersifat eksternal dan memaksa individu. Studi tentang kekuatan dan struktur berskala luas, misalnya hukum yang melembaga dan keyakinan moral bersama dan pengaruhnya terhadap individu menjadi sasaran studi. Dalam kasus penelitian ini, Universitas Sumatera Utara 14 masyarakat Batak Toba sebagian beranggapan bahwa mereka dalam suatu kekuatan dan sruktur yang bersifat eksternal dan cenderung memaksa disebabkan oleh tekanan akan nilai adat yang mengikat seluruh sendi kehidupannya. Durkheim membedakan dua tipe fakta sosial yakni fakta sosial material dan fakta sosial nonmaterial. Fakta sosial material berupa birokrasi, hukum sedangkan fakta sosial nonmaterial berupa kultur, institusi sosial. Pada fakta sosial yang ada dalam kasus yang terjadi dalam penelitian ini lebih dominan kepada fakta sosial nonmaterial, dimana masyarakat Batak Toba sangat kental dengan kultur yang dimilikinya sehingga mengakibatkan timbulnya keraguan antara kepercayaan yang dianutnya dengan keterikatan adat yang mengikatnya. Durkheim memusatkan perhatian pada bentuk terakhir fakta sosial nonmaterial, yang menempati posisi yang jauh lebih sentral yakni agama. Dalam temuannya, sumber agama adalah masyarakat itu sendiri. Masyarakatlah yang menentukan bahwa sesuatu itu bersifat sakral dan yang lainnya itu bersifat profan, khususnya dalam kasus yang disebut totemisme. Masyarakat dan agama adalah satu dan sama. Agama adalah salah satu cara masyarakat memperlihatkan dirinya sendiri dalam fakta sosial secara nonmaterial. Masyarakat Batak Toba merupakan suatu komunitas yang menjunjung tinggi akan adatnya, tetapi juga menganut kepercayaan. Dimana adat dan agama menjadi satu kesatuan yang terkadang memiliki anggapan yang bertentangan. Dari teori sosiologi yang diajuka n oleh Emile Durkheim, sosiolog dari Perancis, membagi bunuh diri menjadi tiga kelompok yaitu 1 egoistic, melakukan tindakan bunuh diri karena tidak mempunyai ikatan kuat dengan kelompok sosialnya dikucilkan, tidak menikah, perceraian, 2 altruistic, Universitas Sumatera Utara 15 melakukan bunuh diri untuk menunjukkan loyalitas, pengabdian pada kelompoknya harakiri, mesatya, dan 3 anomic, tidak mampu menghadapi perubahan di masyarakat mengenai nilai dan standar hidup misalnya kehilangan pekerjaan, krisis ekonomi. Masyarakat Batak Toba merupakan masyarakat yang seluruh sendi kehidupannya terikat oleh adat, manakala adat itu tidak dapat terealisasi dalam kehidupan nyata terutama dalam kehidupan perkawinannya, maka tidak menutup adanya kemungkinan keputusasaan yang menyebabkan konflik dalam dirinya sehingga memungkinkan untuk bertindak egoistic, yakni melakukan tindakan bunuh diri karena dikucilkan dari adat ataupun kelompok masyarakat.

2.2. Manusia dan Kebudayaan

Dokumen yang terkait

Peran Opinion Leader Dalam Masyarakat Hukum Adat(Studi Kasus Tentang Peran Opinion Leader Dalam Masyarakat Hukum Adat Batak Toba Di Desa Hutauruk, Kecamatan Sipoholon, Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara)

0 84 129

Peranan Dalihan Natolu Dalam Hukum Perkawinan Masyarakat Adat Batak Toba (Studi Mengenai Hukum Perkawinan Adat Batak Di Kecamatan Balige)

10 115 91

Komunikasi Masyarakat Batak Toba Dalam Upacara Pernikahan Adat (Studi Kasus Tentang Proses Komunikasi Antarbudaya Dalam Upacara Pernikahan Adat Batak Toba Pada Masyarakat di Kelurahan Lestari Kecamatan Kisaran Timur Kabupaten Asahan Sumatera Utara)

9 129 118

Perceraian Dan Akibat Hukumnya Pada Masyarakat Batak Toba Yang Beragama Kristen Protestan (Studi: Di Desa Martoba (Bius Tolping), Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir)

7 112 157

Panaek Gondang Dalam Upacara Adat Perkawinan Pada Masyarakat Mandailing Di Kecamatan Medan Tembung

6 116 61

Kedudukan Anak Angkat Dalam Hukum Adat Batak Toba Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (Studi di Kecamatan Tarutung, Kabupaten Tapanuli Utara)

8 58 115

BENTUK PERKAWINAN MENURUT HUKUM ADAT BATAK BENTUK PERKAWINAN MENURUT HUKUM ADAT BATAK PERANTAUAN BENTUK PERKAWINAN MENURUT HUKUM ADAT BATAK TOBA DI

3 13 17

STUDI TENTANG PERKAWINAN SEMARGA DALAM KOMUNITAS PERANTAU BATAK TOBA DI SURAKARTA (KAJIAN HUKUM PERKAWINAN ADAT BATAK TOBA).

0 0 1

BAB I - Peranan Dalihan Natolu Dalam Hukum Perkawinan Masyarakat Adat Batak Toba (Studi Mengenai Hukum Perkawinan Adat Batak Di Kecamatan Balige)

1 2 10

BAB III PERANAN DALIHAN NATOLU SEBAGAI MEDIATOR DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERKAWINAN ADAT BATAK TOBA B. Permasalahan Yang Sering Timbul dalam Perkawinan Adat Batak Toba - Peranan Dalihan Natolu Dalam Hukum Perkawinan Masyarakat Adat Batak Toba (Studi Me

0 0 24