Manat Mardongan Tubu Somba Marhula – hula

25 banyak keturunan, panjang umur dan sukses dan hasangapon kehormatan dan martabat yang tinggi. Dalam masyarakat Batak Toba seluruh cita-cita ini harus lengkap dicapai. Misalnya orang yang kaya raya tapi tidak memiliki keturunan terutama laki-laki belumlah dapat dikatakan berhasil dalam hidupnya. Demikian juga bagi orang yang banyak anak namun tidak memiliki harta kekayaan sedikitpun, masih juga belum dikatakan berhasil dalam hidupnya. Untuk pencapaian ketiga cita-cita ini, hubungan internal antara ketiga kelompok Dalihan Na Tolu ini harus tetap dijaga keseimbangannya yang dirumuskan dalam ungkapan yang populer pada masyarakat Batak yaitu : ‘Manat mardongan tubu’ bersikap hati-hati, saling menjaga terhadap saudara semarga ‘Somba marhula-hula’ hormat kepada hula-hula ‘Elek marboru’ membujuk kepada pihak boru Sistem kekerabatan ini akan diterangkan satu persatu seperti di bawah ini :

1. Manat Mardongan Tubu

Hubungan dalam intern kelompok ini sering diungkapkan seperti ungkapan di bawah ini : “molo naeng sangap ho, manat ma ho mardongan tubu”. Artinya – jika kamu ingin terhormat, hati-hati dan cermatlah kau dalam bergaul dengan pihak keluarga semarga. Rambu-rambu yang diungkapkan dalam “manat mardongan tubu” menuntut suatu sikap yang senantiasa cermat dan waspada dalam menelusuri kedudukan dalam hirarki pertuturan dan selanjutnya berperan pula sesuai dengan hak-hak dan kewajiban yang melekat pada istilah kekerabatan yang digunakan. Universitas Sumatera Utara 26 Pentingnya saudara semarga dalam seluruh struktur kehidupan orang Batak yang diatur oleh sistem patrilineal, dinyatakan oleh Vergouwen bahwa “sejak zaman purba, lingkungan kekerabatan agnata istilah lain untuk menyebutkan consanguini – kerabat satu keturunan darah ditetapkan sebagai sisada sipanganon makan bersama dalam satu piring, sisada sinamot satu dalam kemakmuran, sisada hasangapon satu dalam kemuliaan dan sisada hailaon satu dalam kenistaan”Vergouwen, 1986 :50. Pentingnya kebersamaan ini tidak hanya berlaku di lingkungan kerabat agnata di tempat asal mereka. Bagi mereka yang merantau jauh ke sebrang lautan kekerabatan itu tetap dituntut, seperti tertulis dalam ungkapan berikut ini : “tali paput, tali pangongan” “taripar laut tinanda rupa ni dongan “ Artinya, sekalipun di seberang lautan, kita harus saling mengenal saudara. Bagi kalangan perantau, terutama yang jauh dari tempat asal, seseorang dituntut agar peka mengenal dongan sabutuhanya saudara semarga. Rasa persaudaraan dengan teman satu marga di perantauan harus lebih kuat lagi dari pada di daerah asalnya.

2. Somba Marhula – hula

Seorang boru harus bersikap menyembah terhadap hula-hulanya. Hula – hula ditanggapi sebagai saluran berkat, mampu memantulkan kesemarakan dan kemuliaan bagi borunya. Vergouwen mengungkapkan seperti di bawah ini : “ hula-hula adalah sumber adikodrati, daya hidup bagi masing-masing borunya. Boru memandang anggota hula-hulanya sebagai orang yang dikaruniai dengan sahala, yaitu kekuasaan istimewa yang dianggap sebagai suatu daya yang dahsyat, melebihi kekuatan terpendam biasa yang ada pada tondi roh. Sahala ini dapat memancarkan pengaruh yang berfaedah dan menyelamatkan bagi boru, tetap dalam pada itu, kekuasaannya menciptakan rasa takut dan hikmat kepadanya. Inin berarti Universitas Sumatera Utara 27 boru harus menghindar dari perbuatan yang dapat merugikan atau menyinggung hula –hula, dan boru tidak pernah lalai menunjukkan rasa syukur terhadap kebaikan yang diperolehnya dari hula – hulanya Vergouwen, 1986 : 62. Masyarakat Batak yang memandang berketurunan adalah tujuan utama menjalin tali pernikahan, maka akan sangat mengerikanlah apabila sepasang suami istri tidak memiliki keturunan, maka sangat ditekankanlah untuk menghormati pihak hula – hula agar hagabeon memiliki banyak keturunandapat dicapai. Doa dari pihak hula – hula sangat diharapkan oleh borunya dan diyakini sangat berkuasa untuk mengetuk pintu hati Debata Mulajadi Na Bolon. Berkat dari hula-hula ini bukan saja hanya dalam hal keturunan saja, tetapi mencakup pula perlindungan dari mara bahaya seperti ungkapan : “Obuk do jambulan na nidandan bahen samara, Pasu-pasu ni hula-hula pitu sundut so ada mara” Artinya rambut didandan menjadi busana, berkat dari hula-hula melindungi selama tujuh turunan tanpa mara bahaya. Oleh karena anggapan-anggapan inilah maka dalam masyarakat Batak wajib untuk senantiasa menjaga nama baik dan menghormati hula-hulanya, ini biasanya dibuktikan dengan membawa makanan berupa ikan mas na ni arsik.

3. Elek Marboru

Dokumen yang terkait

Peran Opinion Leader Dalam Masyarakat Hukum Adat(Studi Kasus Tentang Peran Opinion Leader Dalam Masyarakat Hukum Adat Batak Toba Di Desa Hutauruk, Kecamatan Sipoholon, Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara)

0 84 129

Peranan Dalihan Natolu Dalam Hukum Perkawinan Masyarakat Adat Batak Toba (Studi Mengenai Hukum Perkawinan Adat Batak Di Kecamatan Balige)

10 115 91

Komunikasi Masyarakat Batak Toba Dalam Upacara Pernikahan Adat (Studi Kasus Tentang Proses Komunikasi Antarbudaya Dalam Upacara Pernikahan Adat Batak Toba Pada Masyarakat di Kelurahan Lestari Kecamatan Kisaran Timur Kabupaten Asahan Sumatera Utara)

9 129 118

Perceraian Dan Akibat Hukumnya Pada Masyarakat Batak Toba Yang Beragama Kristen Protestan (Studi: Di Desa Martoba (Bius Tolping), Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir)

7 112 157

Panaek Gondang Dalam Upacara Adat Perkawinan Pada Masyarakat Mandailing Di Kecamatan Medan Tembung

6 116 61

Kedudukan Anak Angkat Dalam Hukum Adat Batak Toba Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (Studi di Kecamatan Tarutung, Kabupaten Tapanuli Utara)

8 58 115

BENTUK PERKAWINAN MENURUT HUKUM ADAT BATAK BENTUK PERKAWINAN MENURUT HUKUM ADAT BATAK PERANTAUAN BENTUK PERKAWINAN MENURUT HUKUM ADAT BATAK TOBA DI

3 13 17

STUDI TENTANG PERKAWINAN SEMARGA DALAM KOMUNITAS PERANTAU BATAK TOBA DI SURAKARTA (KAJIAN HUKUM PERKAWINAN ADAT BATAK TOBA).

0 0 1

BAB I - Peranan Dalihan Natolu Dalam Hukum Perkawinan Masyarakat Adat Batak Toba (Studi Mengenai Hukum Perkawinan Adat Batak Di Kecamatan Balige)

1 2 10

BAB III PERANAN DALIHAN NATOLU SEBAGAI MEDIATOR DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERKAWINAN ADAT BATAK TOBA B. Permasalahan Yang Sering Timbul dalam Perkawinan Adat Batak Toba - Peranan Dalihan Natolu Dalam Hukum Perkawinan Masyarakat Adat Batak Toba (Studi Me

0 0 24