Sejarah Perkampungan Budaya Betawi di Setu Babakan
6 Ani
30 Medan
Ngontrak 7
Ani 41
Majenang Ngontrak
8 Wawan
30 Gombong
Milik sendiri 9
Sara 38
Majalengka Milik sendiri
10 Yeni
47 Medan
Ngontrak 11
Zaenal 42
Ciamis Ngontrak
12 Kiki
27 Makasar
Ngontrak 13
Tini 29
Solo Ngontrak
14 Gito
49 Pemalang
Ngontrak 15
Titin 37
Serang Ngontrak
16 Ana
42 Lampung
Ngontrak 17
Yati 33
Kuningan Ngontrak
18 Zaenal
20 Indramayu
Ngontrak
19 Desi
21 Ciamis
Ngontrak 20
Puji 34
Temanggung Ngontrak
Pertama, Garry merupakan warga pendatang asal Sorong, Papua alasan pindah ke Setu Babakan karena faktor kekeluargaan
dan keharmonisan masyarakatnya. Lama tinggal di Setu Babakan adalah 32 tahun dan telah memiliki rumah sendiri dari hasil
membeli langsung ke warga Betawi asli sehingga rumahnya sudah berciri khas Betawi sejak awal membeli. Alasannya tidak
mengganti bentuk dan ornamen rumah karena rasa toleransi kepada adat budaya yang dijunjung pada daerah Setu Babakan.
Kedua, Utta merupakan warga pendatang asal Ciamis, Jawa Barat. Lama tinggal di Setu Babakan adalah tiga tahun dan alasan
pindah karena membeli tanah untuk dijadikan tempat usaha bengkel las sekaligus tempat tinggal. Waktu membeli sudah ada
lisplank motif gigi balang karena alasan copot sehingga lisplank dilepas. Semenjak dilepas dan diletakkan padasisi rumah yang
terkena hujan dan panas sekarang lisplank sudah keropos dan tidak
layak untuk pasang lagi. Ketiga, Wagino merupakan warga pendatang asal Wates,
Jawa Tengah. Lama tinggal di Setu Babakan sudah satu setengah tahun dan alasan pindah ke Setu Babakan adalahfaktor usaha,
danuntuk mengirit biaya transportasi menuju setu tempat berjualan es potong. Hal tersebut yang menjadikan pak Wagino lebih
memilih pindah dan mengontrak di kawasan Setu Babakan. Kontrakannya sudah ada
lisplank sejak awal mengontrak. Keempat, Nur merupakan warga pendatang asal Citayam,
Depok. Alasan pindah ke Setu Babakan karena faktor menemani anak sekolah di daerah Srengseng Sawah. Bu Nur menyewa tanah
untuk dijadikan sebagaitempat tinggal, karena letaknya di pinggir jalan dimanfaat juga untuk berjualan nasi. Lama tinggal di Setu
Babakan baru enam bulan. Warungnya belum bercirikan Betawi, karena membangun dengan modal seadanya, yang penting aman
dan nyaman. Kelima, Sunarti merupakan warga pendatang asal Salatiga,
Jawa Tengah. Alasan pindah karena mencari lahan yang luas untuk tempat usaha barang bekas. Bangunan yang ia dirikan masih sangat
ala kadarnya dan belum bercirikan Betawi. Keenam, Ani merupakan warga pendatang asal Medan,
Sumatra Utara. Alasan pindah ke Setu Babakan adalah ikut saudara saat pertama kali merantau. Karena merasa sudah betah dan
nyaman dengan masyarakat Setu Babakan sekarang Ani mengontrak sendiri dengan keluarga kecilnya. Kontrakan yang ia
sewa sudah menggunakan lispank motif gigi balang, ornamen
tersebut merupakan bantuan dari Dinas Perumahan. Berhubung
kontrakannya sempit dan tidak memungkinkan untuk diberikan teras dan
langkan maka hanya diberikan lispank saja. Ketujuh, Ani merupakan warga pendatang asal Majenang,
Jawa Tengah. Alasannya pindah ke Setu Babakan karena faktor usaha berjualan cilok di dekat Setu. Sudah empat tahun tinggal di
Setu Babakan. Letak kontrakannya tidak di pinggir jalan sehingga tidak mendapatkan bantuan ornamen dari Dinas Perumahan. Lama
tinggal di Setu Babakan sudah empat tahun. Kedelapan, Wawan warga pendatang asal Gombong, Jawa
Tengah. Alasan pindah ke Setu Babakan karena menikahi perempuan Betawi dan ikut dengan mertua. Sudah empat tahun
tinggal di Setu Babakan. Rumahnya sudah tidak lagi bercirikan Betawi, karena keropos dan rusak sehingga ornamennya dilepas.
Rumahnya merupakan salah satu yang mendapatkan bantuan ornamen dari Dinas Perumahan.
Kesembilan,Sara merupakan
warga pendatang
asal Majalengka. Alasannya pindah ke Setu Babakan karena
mendapatkan tanah warisan. Tanah tersebut dimanfaatkan sebagai tempat tinggal dan beberapa kontrakan. Rumah dan sebagian
kontrakannya sudah bercirikan Betawi. Rumahnya sudah menggunakan gigi balang, jendala dan pintu berbentuk ram yang
merupakan bantuan dari Dinas. Awalnya terdapat langkan karena
rusak ia memilih untuk melepasnya daripada memperbaikinya. Ia menganggap jika yang memasang pemerintah maka yang
berkewajiban merawat adalah pemerintah, karena warga hanya sebagai fasilitator untuk menunjang berjalannya program.
Kesepuluh, Yeni merupakan warga pendatang asal Medan. Alasannya pindah ke Setu Babakan karena faktor usaha. Ia
berjualan minuman di pinggir Setu. Lama tinggal di Setu Babakan
sudah 10 tahun. Ia mengontrak dan rumahnya belum bercirikan Betawi. Namun Yeni sudah memiliki niatan jika membeli tanah
dan bisa membangun rumah di kawasan Setu Babakan maka ia akan membangun rumah tradisional Betawi dengan alasan
melestarikan budaya agar banyak pengunjung ke Setu Babakan. Kesebelas, Zaenal merupakan warga pendatang asal
Ciamis, Jawa Barat. Alasan pindah ke Setu Babakan karena berjualan mie ayam di pinggir Setu. Lamanya tinggal di Setu
Babakan sudah 15 tahun. Rumahnya masih mengontrak dan belum bercirikan Betawi, alasannya karena pemilik rumah tidak
memberikan ornamen. Tetapi kecintaanya akan kebudayaan Betawi sudah tergolong tinggi karena rumah di kampung
halamannya sudah dibuat mirip dengan rumah tradisional Betawi. Kedua belas, Kiki merupakan warga pendatang asal
Makasar, Sulawesi Selatan. Alasannya pinah ke Setu Babakan karena ingin merantau dan merasakan tinggal di Ibukota. Lamanya
tinggal sudah 10 tahun. Rumah masih mengontrak dengan Bu Sara, karena kontrakannya berada di dalam tidak terlihat dari jalan
sehingga tidak termasuk kontrakan yang mendapatkan bantuan ornamen dari Dinas.
Ketiga belas, Tini merupakan warga pendatang asal Solo, Jawa Tengah. Alasannya pindah ke Setu Babakan karena ikut
Suami. Lamanya tinggal di Setu Babakan baru dua tahun. Ia mengontrak dengan Bu Sara, namun berbeda dengan Kiki.
Rumahnya sudah bercirikan Betawi dari jendela, pintu, dan gigi balang. Awalnya ada langkan, namun kayunya copot karena usia.
Karena pemilik kontrakan lebih memilih mengganti dnegan pagar semen tanpa merenovasi. Dengan alasan pagar semen lebih
bermanfaat bisa untuk duduk dan kontrakan terkesan luas.
Keempat belas, Gito merupakan warga pendatang asal Pemalang, Jawa Tengah. Alasannya pindah karena menganggap di
daerah Setu Babakan aman dari penggusuran. Lamanya tinggal di Setu Babakan adalah 22 tahun. Kontrakannya yang berada dekat
dengan panggung utama sehingga mendapatkan bantuan dari pemerintah berupa gigi balang dan
langkan. Namun lankannya sudah terlihat keropos pada bagian kayu.
Kelima belas, Ana merupakan warga pendatang asal Lampung. Lamanya tinggal di Setu Babakan adalah 14 tahun.
Alasan pidah ke Setu Babakan karena ikut suami. Rumah mengontrak dan sudah bercirikan Betawi karena sudah ada gigi
balang dan langkan. Namun langkan rusak dan ditutup
menggunakan banner agar tidak tampias dan teras becek. Keenam belas, Yati merupakan warga asal Kuningan, Jawa
Barat. Lamanya tinggal di Setu Babakan adalah 15 tahun. Alasannya pindah karena ikut suami yang bekerja di daerah
Cilandak. Rumahnya mengontrak dan sudah bercirikan rumah tradisional Betawi, cat berwarna hijau, jendela, pintu, ukiran besi
dan gigi balang sudah menghiasai rumahnya. Namun sehari sebelum diwawancarai ornamen
langkan baru aja roboh. Kedelapan belas, Zaenal merupakan warga pendatang asal
Indramayu, Jawa Barat. Lama tinggal di Setu Babakan sudah tiga tahun. Alasannya pindah adalah untuk berjualan sate keliling.
Rumah masing mengontrak dan belum bercirikan Betawi karena letaknya jauh dari jalan.
Kesembilan belas, Desi merupakan warga pendatang asal Ciamis, Jawa Barat. Lama tinggal di Setu Babakan baru enam
bulan. Alasan pindah karena mencari kontrakan yang agak luas. Kontrakannya belum bercirikan Betawi.