tersebut mendapat dukungan dari masyarakat. Partisipasi masyarakat erat akaitannya dengan aspirasi yang tumbuh dari
dalam diri masyarakat.
Bentuk partisipasi warga dapat berupa kesediaan mereka menerima bantuan berupa ornamen dari Dinas Perumahan untuk
dipasang pada rumahnya. Awalnya warga berebut untuk mendapatkan bantuan tersebut. Namun setelah bantuan memasuki periode kelima,
ornamen dari Dinas mengalami penurunan kualitas. Ornamen kayu yang dipasang pada periode tersebut cepat keropos dibandingkan
ornamen yang diberikan pada periode pertama hingga ketiga. Seperti yang dituturkan oleh Pak Rudi selaku RT 009, sebagai berikut:
“rumah saya ini pembangunan periode kedua masih bagus nih kayunya, belom ada yang keropos. Tapi rumah abang saya
noh dibelakang baru itungan bulan udah pada keropos ame copot
”.
32
Hal tersebut yang memberikan kekecewaan bagi warga dan pihak kelurahan. Sehingga bantuan dari dinas diputus oleh kelurahan
karena dianggap
merusakbukan membantu.
Dalam proses
pembangunan Dinas Perumahan dianggap mengejar kuantitas bukan kualitas.
4. Faktor Pendorong
Menurut Khairudin dalam Nurdjati ditinjau dari segi motivasinya, partisipasi anggota masyarakat terjadi karena:
a. “Rasa takut atau terpaksa dapat memotivasi masyarakat untuk aktif
berpartisipasi ”.
33
Rasa takut bisa timbul karena adanya sanksi atau hukuman bagi warga yang tidak memiliki rumah tanpa bercirikan
32
Wawancara pribadi dengan pak Rudi tanggal 18 September 2014
33
Nurdjati, “Partisipasi Masyarakat Betawi pada Upaya Pelestarian Lingkungan”,Tesis pada PascasarjanaUI, Jakarta,1996, h. 46 tidak dipublikasikan
budaya Betawi. Setidaknya setiap rumah harus memasukkan satu atau lebih ornamen budaya Betawi baik berupa gigi balang,
langkan, bentuk daun jendela dan pintu, ataupun pengaplikasian bentuk teras yang bernuansakan Betawi.
Dari hasil wawancara yang didapatkan, masyarakat pendatang ataupun pribumi Betawi belum memiliki rasa takut.
Rasa takut belum dimiliki karena tidak adanya sanski dari pemerintah. Seperti yang dituturkan oleh Om Garry sebagai warga
pendatang asal Papua yang telah tinggal di Setu Babakan selama 32 tahun, sebagai berikut:
“tidak ada sanksi, itu saja masih banyak rumah yang modern di Setu Babakan dan mereka aman-aman saja
”
34
Tidak adanya sanksi yang membuat masyarakat bebas membangun rumah sesuai impian dan kemauan mereka. Karena
tidak ada yang harus ditakuti banyak masyarakat yang membiarkan ornamen yang diberikan oleh pemerintah rusak begitu saja. Jika
sudah rusak dan terlihat usang, langkah yang mereka ambil adalah melepasnya dan membiarkan rumah Betawi berubah menjadi
rumah biasa. Sanksi sangatlah bergunauntuk mendorong semua elemen
masyarakat memiliki rumah bercirikan Betawi. Rasa takut pada sanksi akan menjadikan masyarakat turut aktif dalam pembangunan
dan pelaksanaan tujuan Perda. Rasa takut dan terpaksa dapat muncul dengan adanya sanksi yang diberikanlangsung oleh
pemerintah. Dengan sanksi tersebut semua masyarakat yang mendapatkan bantuan ornamen dari Dinas dapat melestarikan dan
merawatnya sebaik mungkin.
34
Wawancara pribadi dengan om Garry tanggal 3 September 2014
Jika sudah banyak yang merawat dan membangun rumah tradisional Betawi dengan alasan takut, maka akan menambah
kuantitas rumah
tradisional Betawi
yang menghiasai
Perkampungan Budaya Betawi di Setu Babakan. Hal tersebut akan mendorong masyarakat lain yang belum memiliki rumah bercirikan
Betawi untuk ikut membangun dan meletasrikannya karena faktor ikut-ikutan.
b. Faktor ikut-ikutan muncul sebagai simbol rasa solidaritas kepada
sesama warga di Setu Babakan. Seperti yang dijelaskan oleh Khairudin faktor yang memotivasi masyarakat untuk berpartisipasi
adalah “ikut-ikutan karena dorongan rasa solidaritas yang tinggi antara sesama anggota masyarakat”.
35
Masyarakat banyak yang memiiki keinginan untuk memiliki rumah tradisional Betawi
karena faktor solidaritas terhadap masyarakat asli. Seperti halnya Om Garry walaupun pendatang dari Papua tetap melestarikan
rumah tradisional Betawi dari awal membeli rumah hingga sekarang. Rumahnya belum berubah masih lengkap dengan
ornamen-ornamennya. Walaupun dalam hati memiliki keinginan untuk membangun rumah khas Papua.
c. Motivasi lain dari masyarakat pendatang dalam melestarikan rumah
tradisional Betawi adalahkeindahan rumah Betawi. Seperti yang dituturkan oleh Pak Wagino pendatang asal wates yang mengagumi
rumah tradisional Betawi, sebagai berikut: “menurut saya rumah Betawi bagus, diliatnya adem dan
ngebetahin ”
36
Bahkan ada salah satu warga yang membangun rumah bercirikan Betawi di kampung halamannya. Sayangnya rumah
35
M. Syerly, “Partisipasi Masyarakat dalam „Program Pembangunan Perumahan Nelayan Desa Penjajap
’ di Desa Pemangkat Kota Kabupaten Sambas”, Tesis pada Pascasarjana UI, Jakarta, 2003, h.43 tidak dipublikasikan
36
Wawancara pribadi dengan pak Wagino tanggal 15 September 2014
kontrakan yang ia tempati di Setu Babakan belum bercirikan Betawi karena berbagai alasan. Seperti yang dituturkan oleh pak
Zaenal yang telah tinggal di Setu Babakan selama 15 tahun, sebagai berikut:
“saya membangun rumah di kampung juga mirip rumah Betawi. Ada terasnya udah mirip banget sama rumah Betawi
cuma ga ada gigi balangnnya, soalnya tukang di desa saya ga bisa buat gigi balang. Bagi saya rumah Betawi itu bagus
”
37
. Dari tiga faktor pendorong partisipasi di atas, masyarakat pendatang
di kawasan Setu babakan belum memiliki motivasi yang jelas untuk melestarikan rumah tradisonal Betawi.
5. Faktor Penghambat
Faktor penghambat partisipasi masyarakat pendatang adalah:
a. Kemiskinan atau Faktor Ekonomi
Banyak masyarakat yang menginginkan menanbahkan ornamen
pada rumahnya,
karena faktor
ekonomi yang
menyebabkan banyak masyarakat yang mengurungkan niatnya. Apalagi
bagi masyarakat
pendatang yang
mengontrak, menggantungkan hak penambahan ornamen kepada pemilik
kontrakan. Seperti yang ditururkan Bu Kiki warga pendatang asal Makasar yang menyukai rumah tradisional Betawi namun tidak
menambahkan ornamen sendiri, karena menurutnya yang berhak merenovasi rumah adalah yang punya kontrakan. Berikut
penuturannya: “saya suka banget rumah Betawi, adem, bagus. Tapikan
saya ngontrak masa iya mau masang-masang begituan sendiri. Itu haknya pemilik kontrakan. Saya disini cuma
nyewa saja.”
38
37
Wawancara pribadi dengan pak Zaenal tanggal 12 September 2014
38
Wawancara pribadi dengan Bu Kiki pada tanggal 12 September 2014
Ada juga yang menganggap jika pemberian ornamen Betawi yang diberikan oleh Dinas memberikan dampak kenaikan
harga sewa. Sehingga ada yang memilih tidak merenovasi karena anggapan tersebut. Seperti yang dituturkan oleh Bu Kiki sebagai
berikut: “dulu mah sebelum dipasangin gigi balang kontrakan saya
murah, sekarang jadi mahal karna udah cakep. Makanya saya pindah ke kontrakan yang biasa aja”
b. Adanya Pengalaman-pengalaman Mengecewakan di
Masa Lalu
Pengalaman yang mengecewakan datang dari pihak pemerintahan seperti pemilihan rumah yang akan di renovasi. Banyak masyarakat
yang menganggap rumah yang dipilih adalah kerabat dari ketua RT atau perangkat desa. Sehingga menimbulkan kecemburuan pada
masyarakat. Dari rasa cemburu itu masyarakat pendatang yang telah memiliki rumah sendiri enggan mengeluarkan uangnya untuk
menambahkan ornamen. Masyarakat juga kecewa terhapad Dinas Perumahan yang dianggap menurunkan kualitas kayu yang
digunakan, sehingga ornamennya cepat keropos.
c. Kurangnya Informasi
Masih banyak masyarakat baru yang mengatakan tidak mengetahui
tentang program
penyerasaian bangunan
di Perkampungan Budaya Betawi. Dari pihak RT ataupun kelurahan
tidak pernah memberikan sosialisai sama sekali. Hal inilah yang membuat masyarakat tetap tenang walaupun rumahnya tidak
bercirikan Betawi. Ataupun rumah yang sudah mendapatkan bantuan ornamen dilepas dengan berbagai alasan.
d. Ketergantungan dan Saling Lempar Tanggung Jawab
Masyarakat pendatang tidak mau mengeluarkan uang sendiri untuk merenovasi rumahnya agar bercirikan Betawi karena
mereka menunggu bantuan dari pihak Dinas Perumahan. Faktor ini muncul karena maasyarakat melihat rumah-rumah yang sudah
direnovasi dengan cuma-cuma tanpa mengeluarkan uang sepeserpun. Masyarakat belum mengetahui jika kerjasama dengan
Dinas Perumahan sudah diputus sepihak oleh ketua RW dan RT setempat karena rasa kecewa terhadap penurunan kualitas kayu
yang digunakan. Saling lempar tanggung jawab terjadi pada penyewa rumah
terhadap pemilik kontrakan untuk memberikan ornamen Betawi. Anggapan penyewa rumah adalah mereka hanyalah penyewa
berarti tinggal menempati saja. Urusan merenovasi dan penambahan ornamen adalah urusan pemilik kontrakan.
Tetapi anggapan bertolak belakang, saat pertanyaan yang sama dilontarkan kepada pemilik kontrakan. Bagi pemilik kontrakan
pemberian ornamen dan renovasi adalah tanggung jawab pengontrak sebagai penghuni rumah. Penyewa harus memperbaiki
apa yang telah ditempatinya agar terlihat bagus dan nyaman. Seperti penuturan pak Nur Syarif selaku ketua RW sebagai berikut:
“kita yang udah ngontrakin rumah ya semua wewenan ada di pengontrak, kan mereka yang nempatin. Jadi mereka
yang harus bertanggung jawab semuanya”
39
e. Pola Pikir
Faktor penghambat partisipasi adalah kesiapan pola pikir untuk mengikuti dan melaksanakan program pembangunan dengan
segala resiko serta manfaat yang akan diterima. Mayoritas masyarakat pendatang yang menganggap jika pemberian ornamen
Betawi pada kontrakannya akan menyebabkan naiknya harga sewa rumah. Sehingga ada yang memilih tidak merenovasi karena
39
Wawancara pribadi dengan Pak Nur Syarif, op.cit
anggapan tersebut menjadikan mereka lebih memilih tidak merenovasi ornamen yang telah rusak. Seperti yang dituturkan oleh
Bu Yati warga pendatang yang mengontrak rumah bercirikan Betawi, berikut penuturannya:
“semenjak dipasangin ornamen Betawi gini, harga sewa per bulannya jadi naik terus. Iya kalo rumahnya bagus, ni
kayunya udah pada keropos. Itu pagernya aja saya tutup pake spanduk biar ga tampias dan becek, kalo jelek begini
mending ga usah dipasangin deh. Polosan aja.”
40
Dengan alasan kenaikan harga membuat masyarakat pendatang enggan untuk merawat semua ornamen yang ada.
Mereka membiarkan begitu saja, jika terjadi kerusakan mereka akan memanfaatkan barang yang ada. Dengan tujuan agar tidak
mengeluarkan biaya dari kantong sendiri, seperti pemanfaatan banner untuk menutup
langkanyang rusak atau kayu yang terlepas. Kontrakan jika dirawat akan samakin bagus dan semakin mahal
harga sewanya. Jadi mereka lebih memilih membiarkan ornamen rusak yang penting rumahnya aman dari bocor dan masih layak
huni. Jika rusak dibagian ornamen bisa dilepas kapan saja tidak berpengaruh pada fungsi rumah dan keselamatan penghuninya.
C. Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan penelitian limitation of the research menjelaskan
hal-hal yang dijumpai peneliti dalam proses penelitian, sehingga penelitian tidak memberikan hasil sebagai mestinya. Keterbatasan harus dinyatakan
dalam laporan hasil penelitian. Penjelasan tentang keterbatasan dalam laporan penelitian merupakan salah satu bentuk amanah ilmiah dan
integritas moral yang diperlihatkan peneliti tentang hasil penelitiannya.
40
Wawancara pribadi dengan bu Yati pada tanggal 14 September 2014
Disamping itu keterbatasan yang dijumpai peneliti dapat menjadi bahan rekomendasi bagi penelitian selanjutnya.
41
Dalam penelitian ini, keterbatasan penelitian yang dialami oleh penulis, antara lain kejelasan data mengenai periode pembangunan yang
dilakukan oleh Dinas Perumahan. Kejelasan data mengenai jumlah rumah yang diperbaiki, ada berapa periode, serta tanggal pasti dalam setiap
periode. Karena data tersebut bisa digunakan oleh penulis sebagai acuan dalam mengolah data. Dengan data tersebut dapat diketahui pula apakah
rumah tradisional Betawi berkurang atau bertambah.
41
Anon, Pedoman Penulisan Skripsi, Ciputat: 2008
80
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
Padahakekatnya yang bertempattinggal di kawasan Perkampungan Budaya Betawi adalah masyarakat Betawi asli. Karena merekalah yang
dapat menjunjung dan melestarikan budaya Betawi. Pada kenyataanya masih banyak ditemukan masyarakat pendatang dari berbagai daerah
berada di san. Kedatangan mereka di dorong oleh tingginya angka urbanisasi dan meningkatnya kebutuhan tempattinggal.
Masyarakat pendatang atau non Betawi yang berada di kawasan Perkampungan Budaya Betawi diharapkan dapat melestarikan kebudayaan
Betawi dengan menjunjung adat istiadat yang berlaku di Setu Babakan. Terutama dalam melestarikan rumaht radisional Betawi karena sudah
menjadi program pemerintah. Partisipasi dari masyarakat pendatang berada pada level yang
paling rendah yaitu manipulation. Bentuk partisipasi mereka dengan
menerima bantuan dari Dinas Perumahan untuk merubah bentuk rumahnya menjadi rumah tradisional Betawi. Namun belum diimbangi dengan
perawatan dan pemeliharaan berkala dari masyarakat. Jika melihat tujuan Perda DKI Jakarta no. 3 tahun 2005 adalah mempertahankan keserasian
bangunan agar tetap bercirikan Betawi. Masyarakat pendatang belum memiliki motivasi untuk melestarikan rumah tradisional Betawi.Faktor
penghambatnya adalah kemiskinan, ketergantungan, saling lempar tanggung jawab dan pola pikir.
B. Implikasi
Keterkaitan partisipasi masyarakat pendatang dengan kelestarian rumah tradisional Betawi sangatlah erat. Jika partisipasi masyarakat
pendatang tinggi maka kuantitas dan kualitas rumah tadisional akan
meningkat. Namun pada kenyataanya partisipasi masyarakat pendatang belum bisa dirasakan. Hal tersebut ditimbulkan dari tidak adanya
pengawasan dari pemerintah. Yang menyebabkan masyarakat berbuat semaunya tanpa ada acuan yang harus ditaati oleh warga.
1. Pemerintah dan masyarakat harus bekerjasama untuk melestarikan
rumah tradisional Betawi dengan meningkatkan partisipasi. 2.
Pemerintah harus lebih tegas dalam menetapkan aturan dan memberikan sanksi agar menjadi motivasi masyarakat dalam
melestarikan rumah tradisional Betawi.
C. Saran
Penelitian yang dilakukan pada aspek pelestarikan rumah tradisional Betawi di Perkampungan Budaya Betawi di Setu Babakan.
Khususnya dalam melihat partisipasi masyarakat pendatang dalam melestarikan rumah tradisional Betawi, hal ini dapat membuka kesadaran
pada diri kita semua akan pentingnya partisipasi. Karena partisipasi masyarakat akan berpengaruh kepada kuantitas rumah bercirikan Betawi.
Semakin banyak rumah bercirikan Betawi akan meningkatkan nuansa khas Betawi pada Perkampungan Budaya Betawi dan berpengaruh pada
keberlanjutan program Perkampungan Budaya Betawi. Dari hasil penelitian ini diharapkan dari pihak masyarakat akan
meningkatkan partisipasi dalam melestarikan rumah bercirikan Betawi. Seperti merawat dan menjaga semua ornamen yang telah diberikan oleh
Dinas Perumahan agar tetap terlihat bagus dan kokoh. Dari pihak pemerintah diharapkan lebih tegas dalam memberikan perintah. Bila perlu
berikan sanksi kepada masyarakat yang belum membangun rumah bercirikan Betawi, sanksi tersebut juga berlaku pada masyarakat yang
tidak menjaga ornamen yang telah diberikan oleh Dinas dengan apik. Tingkatkan
penyuluhan agar
semua elemen
masyarakat mengetahui apa tujuan dikeluarkannya Perda no. 3 tahun 2005 tentang
penetapan Perkampungan Budaya Betawi di Setu Babakan. penyuluhan dengan kekeluargaan diharapkan dapat meningkatkan partisipasi