Peraturan Perundang-Undangan Pengelolaan Pestisida

27 Secara hukum perlindungan tanaman di Indonesia diatur oleh Undang- Undang Nomor 12 tahun 1992 tentang “Sistem Budidaya Tanaman”. Menurut penjelasan undang-undang tersebut yang dimaksud dengan perlindungan tanaman adalah suatu rangkaian kegiatan untuk melindungi tanaman dari serangan organisme pengganggu tumbuhan. Kegiatan tersebut meliputi pencegahan masuknya, pengendalian dan eradikasi organisme pengganggu tumbuhan. Dalam undang-undang ini perlindungan tanaman termuat pada bagian ke enam, pasal 20 sampai pasal 27. pasal-pasal yang berkaitan dengan konsepsi Pengendalian Hama Terpadu PHT dan larangan penggunaan sarana atau cara yang dapat mengganggu keselamatan manusia, sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Pada pasal 20 ini perlindungan tanaman dilaksanakan dengan sistem Pengendalian Hama Terpadu, pasal 22 aturan pelaksanaan perlindungan tanaman sebagaimana dimaksud dalam pasal 21, setiap orang atau badan hukum dilarang menggunakan sarana dan atau cara yang dapat mengganggu kesehatan danatau mengancam keselamatan manusia menimbulkan gangguan dan kerusakan sumberdaya alam danatau lingkungan hidup. Pelaksanaan perlindungan tanaman menjadi tanggungjawab masyarakat dan pemerintah. Penjelasan pasal 20 ayat 1 disebutkan bahwa sistem pengendalian hama terpadu adalah upaya pengendalian pupolasi atau tingkat serangan organisme pengganggu tumbuhan dengan menggunakan satu atau lebih dari berbagai teknik pengendalian yang dikembangkan dalam suatu kesatuan, untuk mencegah timbulnya kerugian secara ekonomis dan lingkungan hidup. Dalam sistem ini penggunaan pestisida merupakan alternatif terakhir, dan pengendalian organisme pengganggu ini bersifat dinamis. Peraturan pemerintah Nomor 7 Tahun 1973 sebagaimana dijelaskan pada pasal 1, yang dimaksudkan dengan penggunaan pestisida adalah menggunakan pestisida dengan atau tanpa alat dengan maksud untuk ; a Untuk memberantas atau mencegah hama-hama dan penyakit-penyakit yang merusak tanaman, bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian; b Memberantas rerumputan; c Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan; d Mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian tanaman tidak termasuk pupuk; e Memberantas atau mencegah hama-hama air; f Memberantas atau mencegah 28 binatang-binatang dan organisme renik dalam rumah tangga, bangunan dan dalam alat-alat angkutan; dan g Memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia atau binatang yang perlu dilindungi dengan penggunaan pada tanaman, tanah dan air. Dalam perkembangannya guna mewujudkan pasar yang kondusif bagi perdagangan pestisida, telah diupayakan deregulasi di bidang industri dan peredaran pestisida yang diakomodasikan dalam Keputusan Menteri Pertanian No. 434.1KptsTP.27072001 tentang Syarat dan Tatacara Pendaftaran Pestisida. Deregulasi tersebut memberi peluang kepada lebih banyak stakeholder industri untuk mendaftarkan berbagai jenis pestisida tanpa ada pembatasan-pembatasan sebagaimana kebijakan-kebijakan terdahulu. Menyikapi pentingnya pengawasan pestisida dalam era pasar bebas saat ini, maka pengawasan pestisida yang merupakan kewenangan pusat sebagaimana ditegaskan dalam Peraturan Pemerintah No. 33 tahun 2004 tentang kewenangan Pemerintah, Provinsi dan BupatiWalikota. Maka pengawasan peredaran dan penggunaan pestisida telah didelegasikan kewenangannya kepada Gubernur dan BupatiWalikota Sesuai Keputusan Menteri Pertanian No. 517KptsTp.27092002 tentang Pengawasan Pestisida. Melalui surat Menteri Pertanian No. 370TP.260AXII2002 diharapkan kepada seluruh Gubernur dan BupatiWalikota membentuk Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida di masing-masing wilayahnya dalam pembinaan dan pengawasan pupuk dan pestisida. Dirjen BSP 2005.

2.5. Kebijakan Pengelolaan Pestisida secara Ideal

Sebagai antisipasi terhadap bahaya pestisida diperlukan pengaturan dan pembatasan melalui regulasi pemerintah pada tingkat nasional dan regional, meskipun hal ini tidak dapat memperbaiki secara langsung akan kerusakan lingkungan oleh pestisida Higley and Wintersteen 1992. Menurut Proostj and Matteson 1997 pembuat Kebijakan pestisida harus mampu mengakomodasi gejala-gejala alam seperti resistensi hama, fitotoksisitas, bahaya terhadap kesehatan manusia dan hewan, bahaya dan ancaman terhadap pasar ekspor, sehingga perlu upaya pengurangan penggunaan pestisida untuk memperoleh produk yang kompetitif, aman dan berkelanjutan. 29 Penentuan kebijakan ideal dalam pengaturan pestisida adalah apabila melibatkan subyek dan obyek kebijakan pemerintah, konsumen, dan pelaku agribisnis sebagai pelaku kebijakan. Dengan demikian stakeholders dalam pengaturan pestisida akan terdiri dari analisis kebijakan, pemerintah, organisasi non pemerintah dan dunia usaha. Masalah kesehatan yang diakibatkan oleh penggunaan pestisida seperti residu pada makanan dan nilai toksisitasnya harus dijadikan kekuatan pengendali driving force utama dalam reformasi regulasi pestisida Perkins et al. 1997. Dengan demikian kebijakan pestisida merupakan upaya pengaturan kegiatan, yang berhubungan dengan pestisida yang bertujuan untuk melakukan perlindungan terhadap manusia dan sumberdaya alam yang berimplikasi pada penyediaan produk pertanian yang bersifat kompetitif, aman dan berkelanjutan. Keamanan pangan produk pertanian terhadap pestisida dapat diatur melalui penetapan tingkat paparan pestisida dan batas legal residu pestisida. Batas legal toleransi residu pestisida merupakan konsentrasi maksimum residu pestisida yang terdapat pada komoditi pangan diatur oleh konsensus CAC Codex Alimentarius Commision terutama menyangkut kepentingan kesehatan, pertanian dan perdagangan.

2.6. Konsep Pertanian Berkelanjutan

Keberlanjutan diartikan sebagai “menjaga agar suatu upaya terus berlangsung”, “kemampuan untuk bertahan dan menjaga agar tidak merosot”. Dalam konteks pertanian, keberlanjutan pada dasarnya berarti kemampuan untuk tetap produktif sekaligus tetap mempertahankan basis sumber daya. Secara kongkrit “Pertanian berkelanjutan adalah pengelolaan sumberdaya yang berhasil untuk usaha pertanian guna membantu kebutuhan manusia yang berubah sekaligus mempertahankan atau meningkatkan kualitas lingkungan dan melestarikan sumberdaya alam”. Untung 2004 definisi pertanian berkelanjutan yang digunakan saat ini adalah “ setiap prinsip, metode, praktik dan falsafah yang bertujuan agar kemajuan ekonomi, secara ekologi dapat dipertanggungjawabkan, secara sosial dapat diterima, berkeadilan, dan sesuai keadaan setempat serta berdasarkan pendekatan holistik”. Namun ada yang memberikan pengertian yang lebih luas yang dikatakan pertanian berkelanjutan harus mencakup hal-hal sebagai berikut ; a mantap secara ekologis; yang berarti bahwa kualitas sumberdaya alam