Konsep Pestisida dan Dampak yang Ditimbulkan

32 dapat menyebabkan penyakit pada manusia atau binatang yang perlu dilindungi dengan penggunaan pada tanaman, tanah dan air”. 2.7.2. Klasifikasi Pestisida Pestisida digolongkan ke dalam senyawa racun yang mempunyai nilai ekonomis yang dapat digunakan untuk mengendalikan, mencegah, membasmi dan mengurangi organisme pengganggu. Termasuk ke dalam golongan pestisida ini adalah senyawa-senyawa kimia yang dapat membunuh dan yang tidak membunuh, akan tetapi karena fungsinya menyerupai pestisida maka digolongkan ke dalam pestisida. Misalnya senyawa-senyawa perangsang atau penghambat pertumbuhan tanaman atau serangga yang lebih dikenal sebagai zat pengatur tumbuh, yang dapat mempercepat proses pengeringan, mengusir, menarik, memandulkan dan sebagainya. Penggolongan pestisida berdasarkan golongan kimianya terbagi atas ; kelompok anorganik, yaitu kelompok pestisida yang di dalamnya tidak terdapat atom C carbon; kelompok organik yaitu kelompok pestisida yang dapat dibuat manusia atau merupakan pestisida campuran yang ditandai dengan adanya atom C carbon, H hydrogen dan ditambah unsur-unsur lain seperti Cl chlor, O oxygen, S sulphur, P phosphor dan N nitrogen. Menurut Tarumingkeng 1992 pestisida dikelompokkan berdasarkan kelompok organisme pengganggu tanaman OPT yang akan dikendalikan dan berdasarkan fungsi pestisida. Penggolongan ini sering menimbulkan salah pengertian dari pemakainya, sehingga menimbulkan kesalahan dalam aplikasinya. Penggolongan pestisida berdasarkan fungsinya tertera pada Tabel 2. Tabel 2. Penggolongan pestisida berdasarkan jenis organisme pengganggu Jenis pestisida Fungsi Insektisida Mengendalikan serangga Herbisida Mengendalikan gulma Fungisida Mengendalikan cendawan Bakterisida Mengendalikan bakteri Rodentisida Mengendalikan binatang pengerat Nematisida Mengendalikan nematodacacing Moluskisida Mengendalikan siput Sumber : Wudianto 1990 33 Berdasarkan ketahanannya di lingkungan maka pestisida dikelompokkan menjadi dua golongan yaitu pestisida persisten, yaitu pestisida yang dapat bertahan lama di lingkungan dan yang kurang persisten. Pestisida golongan organoklorin termasuk yang persisten pada lingkungan dan dapat terakumulasi di lingkungan, contohnya DDT, cyclodienes, hexachlorohetane HCH, endrin. Pestisida yang cepat terdegradasi yaitu pestisida yang cepat terdegradasi dilingkungan, contohnya piretroid dan lainnya. 2.7.3. Formulasi dan Aplikasi Pestisida Pestisida dalam bentuk teknis technical grade sebelum digunakan perlu diformulasikan dahulu. Formulasi pestisida merupakan hasil pengolahan processing yang ditujukan untuk meningkatkan sifat-sifat yang berhubungan dengan keamanan, penyimpanan, penanganan, penggunaan dan efektifitas pestisida. Pestisida yang diperdagangkan bagi pemakai telah diformulasikan sehingga untuk penggunaannya pemakai perlu mengikuti petunjuk-petunjuk yang diberikan dalam lembaran atau buku petunjuk pemakaian. Dengan demikian formulasi pestisida dibuat demikian rupa agar sesuai untuk penggunaannya aplikasi. Formulasi pestisida sebagai berikut ; 1 Emulsifiable concentrates EC adalah larutan pekat pestisida yang diberi emulsifier bahan pengemulsi untuk memudahkan penyampurannya yaitu agar terjadi emulsi dari butiran-butiran kecil minyak dalam air. Bahan pengemulsi adalah sejenis detergen yang menyebabkan penyebaran butir-butir kecil minyak secara menyeluruh dalam air pengencer; 2 Water miscible liquids solution, larutan dalam air S : merupakan larutan atau campuran yang jernih walaupun semula mengandung cairan lain misalnya alkohol yang dapat bercampur dengan air; 3 Wettable powder WP adalah bahan insektisida yang bercampur tepung yang diberi bahan yang memudahkan terjadinya suspensi di dalam air wetting agent. Di sini insektisida dicampur bahan pengencer inert tidak aktif dari tanah liat atau talk yang diberi wetting agent berupa detergen kering. Tanpa wetting agent maka tepung akan mengambang dalam air. Dengan demikian maka dalam suatu formulasi WP terdapat bahan pestisida, tepung dan wetting agent ; 4 Flowable suspension F. Di sini insektisida dicampur dengan dust pengencer dan sedikit air sehingga partikel tidak mengeras dan mudah bercampur dengan air seperti halnya WP; 5 Water soluble powders SP 34 merupakan pestisida berbentuk bubuk atau pelet kadang-kadang diberi campuran dust dan bahan tambahan lain untuk memudahkan pelarutannya dalam air. Karena bahan ini larut maka tidak diperlukan pengadukan berulang-ulang; 6 Ultra Low Volume ULV adalah pestisida yang dilarutkan ke dalam sedikit pelarut dan tidak memerlukan pengenceran lagi. Biasanya ULV digunakan bila akan menyemprotkan daerah yang sangat luas dimana hanya diperlukan 1 – 100 liter bahan campuran per hektar; dan 7 Dust D, debu, tepung atau bubuk – merupakan formulasi pestisida yang paling sederhana dan yang paling mudah untuk digunakan. Contoh paling sederhana dari dust yang tidak “diencerkan” adalah tepung belerang yang digunakan untuk mengendalikan tungau dan kepik tanaman. Belerang dapat pula digunakan sebagai bahan pengencer ini tidak bersifat racun bahan inert. Dalam praktik dewasa ini, dust sudah sangat jarang digunakan karena kecenderungan terjadinya drift menuju ke tempat yang tidak dikehendakibukan sasaran oleh angin yang mengakibatkan hanya 10 – 40 persen dari dust yang sampai sasaran bila digunakan dalam areal dusting, sedangkan dengan aerial spraying dapat dicapai deposit 50 –80 persen Tarumingkeng 1992; 8 Granular G, butiran ; karena aplikasi dust D tidak efisien dan tidak ekonomis maka dicari jalan untuk menghindarkan terjadinya drift, yaitu dengan memformulasikan memproses dust menjadi pellet atau butiran-butiran pestisida yang dicampur dengan sejenis tanah liat berukuran 20 –80 mesh mesh menunjukkan banyaknya grid per inci persegi; 9 Fertillizer mix FM adalah campuran pestisida dengan pupuk, tentunya ditujukan kepada hama akar dan bagi insektisida sistemik, digunakan pada saat menanam; 10 Encapsulated formulasi pestisida terkapsul, terbungkus dalam kapsul silindris polivinil yang sangat tipis, yang dapat menguapkan insektisida secara perlahan-lahan. Penggunaan formulasi ini sangat ekonomis karena ia dapat meningkatkan umur efektif pestisida dan mengurangi frekuensi aplikasi. Aplikasi pestisida tergantung dari formulasinya. Formulasi granula tidak menggunakan alat, cukup disebarkan dengan tangan yang dilindungi dengan sarung tangan. Aplikasi formulasi larutanhembusan harus mempergunakan alat semprot. Ada berbagai alat semprot yaitu ; a dioperasikan dengan tangan yang dilengkapi dengan pompa hidrolik. Ada beberapa tipe yaitu trombon, strirrup, pompa bahu, 35 pompa dengan tangkai tipe piston dan tipe diafragma; b pengembusan kabut yang bermotor motorized knapsack mistblower. Tangki alat ini dipikul pada punggung pemakai, pestisida disemprotkan keluar dengan tekanan udara yang didorong oleh mesin. Alat ini juga ada beberapa tipe yaitu yang dapat dijinjing dan rotary duster yang ditaruh pada perut bagian muka. Pada tipe-tipe yang lebih besar tangkinya ditaruh di atas alat pengangkut agar lebih mudah dapat dipindah-pindahkan dan c pesawat udara tipe tertentu juga dipergunakan untuk mengaplikasikan pestisida dari udara. Formulasi pestisida yang dipergunakan ialah yang ultra low volume ULV Oka 1995. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 7 Tahun 1973 yang dimaksud dengan Penggunaan adalah menggunakan pestisida dengan atau tanpa alat dengan maksud untuk memberantas atau mencegah hama-hama atau penyakit- penyakit yang merusak tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian, mengendalikan rerumputan, mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman, dan lain-lain. Selanjutnya pada pasal 2 disebutkan bahwa setiap orang atau badan hukum dilarang menggunakan pestisida yang tidak didaftar dan atau memperoleh izin Menteri Pertanian. Semua jenis pestisida yang ada sebenarnya aman untuk digunakan di lahan- lahan pertanian, perkebunan, kehutanan maupun di sekitar perumahan, asalkan cara-cara penggunaanya dipraktikkan sesuai dengan intruksi yang dicetak dalam labelnya atau buku petunjuk pemakaian manual instructions, termasuk menjauhkan pestisida ini dari anak-anak atau orang yang tidak berkepentingan. Sebagaimana yang di atur dalam Keputusan Menteri Pertanian Nomor 434.1KptsTP.27072001 tentang Syarat dan Tata Cara Pendaftaran Pestisida, pasal 25 ayat 5 diterangkan tentang isi label dalam formulasi pestisida harus memuat keterangan tentang ; kalimat peringatan dan petunjuk pengamanan, gejala keracunan, petunjuk pertolongan, petunjuk penyimpanan, petunjuk penggunaan, pencantuman tanda gambar, dan keterangan tentang label pestisida terbatas. 2.7.4. Mekanisme Kerja Pestisida pada Manusia Pestisida dapat masuk ke dalam tubuh melalui saluran pernafasan, saluran pencernaan dan kulit yang pada akhirnya masuk ke dalam aliran darah dan beredar ke seluruh tubuh. Namun setiap golongan pestisida mempunyai cara kerja yang 36 berbeda di dalam mempengaruhi sel-sel organ tubuh sasaran maupun manusia. Menurut Tarumingkeng 2001 , ada 7 tujuh cara kerja pestisida terhadap sasaran maupun manusia, yaitu ; a Golongan pestisida yang apabila masuk ke dalam tubuh akan merangsang susunan syaraf pusat ssp sehingga menimbulkan tremor, kejang, koma dan akhirnya mati. Golongan ini adalah golongan organoklorin; b Golongan pestisida yang apabila masuk ke dalam tubuh akan membentuk ikatan dengan kholinesterase, sehingga terjadi hambatan terhadap fungsi kholinesterase. Dengan terhambatnya kholinesterase maka terjadi penimbunan asetilkolin berlebihan dengan segala akibatnya seperti mual, muntah, diare, sakit perut atau kolik, hipersekresi kelenjar saluran nafas atau kelenjar liur, miosis, brokokontriksi, bingung, sukar bicara, kejang-kejang yang diikuti paralisis otot lurik, koma dan keluar keringat berlebihan. Penyebab kematian terhadap pengguna pestisida banyak disebabkan oleh depresi pernafasan sehingga pengguna pestisida kekurangan O2 di dalam tubuh. Golongan pestisida yang menyebabkan gangguan ini adalah golongan organofosfat dan karbamat. Pestisida yang bila masuk ke dalam tubuh akan mempengaruhi membran sel susunan syaraf pusat ssp, pestisida ini adalah jenis piretroid. Pestisida yang kerjanya menghambat secara kompetitif vitamin K dalam sintetis faktor-faktor pembekuan darah sehingga menimbulkan pendarahan, biasanya digunakan untuk membunuh tikus. Jenis pestisida ini adalah wafarin. Gejala keracunan wafarin berupa pendarahan seperti epitaksis, pendarahan usus, hematom, heuria, pendarahan otak dan syok karena pendarahan. Sakit perut merupakan efek langsung pada dosis besar, juga menyebabkan aktivitas protrombin menurun. Ada pula pestsisida yang kerjanya merangsang organ tubuh, misalnya usus, lambung dan lain-lain. Pestisida yang bila bertemu dengan asam lambung akan bereaksi dan menghasilkan gas yang sangat beracuntoksik, akibatnya terjadi hipoprotrom binemia dan perdarahan. Pestisida ini adalah zink fosfid bereaksi dengan asam lambung menghasilkan fosfin. Bila terinhalasi akan menimbulkan gejala sesak nafas, lemah, tremor, kejang, edema paru yang berakibat kematian. 2.7.5. Pengaruh Paparan Pestisida terhadap Asetilkholinesterase Insektisida organofosfat dan karbamat menghambat enzim asetilcholinesterase . Bila sistem saraf bekerja neurotransmitter acetylcholin 37 dilepaskan pada sinaps. Sekali impuls saraf disalurkan ACh yang dilepas melalui hidrolisis oleh Asetilcholinesterase AChE diuraikan menjadi asam asetat dan kolin. Asetilcholinesterase berada dalam otak, sel-sel saraf dan butir darah merah, mempunyai peran penting dalam mekanisme sistem saraf dan sistem otot. Insektisida yang mengandung ester organik dan derivat asam fosfor misalnya parathion dapat menonaktifkan fungsi enzim AChE pada sel-sel syaraf. Jika aktifitas AChE berkurang secara cepat sampai ketingkat rendah, dapat mengakibatkan gangguan gerakan otot-otot halus dan kasar, dapat mengakibatkan sekresi air mata dan air liur secara berlebihan. Selanjutnya pernafasan akan lemah, denyut jantung lebih lambat dan lemah. Acetylcholine berperan sebagai jembatan penyebrangan bagi mengalirnya getaran syaraf. Oleh enzyme cholinesterase, acetylcholine diurai menjadi kholin dan ion asetat sehingga getaran berhenti. Tetapi karena adanya organofosfat dan atau karbamat dalam cholinesterase maka acetylcholine tidak bisa dipecah dan terjadi akumulasi acetylcholin sehingga getaran syaraf berjalan terus tremor, inkoordinasi, kejang-kejang dan lain-lain, yang akhirnya mengarah kepada kelumpuhan dan kematian karena otot-otot tidak berfungsi. Penghambatan AChE yang diinduksi oleh karbamat dapat pulih dengan cepat, sedangkan pada senyawa organofosfat sulit pulih. 2.7.6. Dampak Pestisida terhadap Lingkungan Pestisida sebagai salah satu agen pencemar di lingkungan baik udara, air maupun tanah. Pestisida dapat masuk ke dalam lingkungan melalui berbagai proses yang terjadi baik pada permukaan tanah maupun di bawah permukaan tanah. Pestisida masuk ke dalam tanah melalui pola biotransformasi dan bioakumulasi oleh tanaman, melalui proses reabsorpsi oleh akar serta pestisida masuk langsung melalui infiltrasi aliran air. Gejala ini akan mempengaruhi kandungan bahan aktif pada sistem air tanah, proses ini akan berlangsung secara terus menerus sampai dengan tahap pencucian dan tahap penguraian. Proses penguraian bahan aktif pestisida dapat berlangsung secara biologis maupun kimiawi di dalam tanah. Proses pencucian leaching bahan-bahan kimiawi tersebut pada akhirnya akan mempengaruhi kualitas air tanah, baik setempat maupun sekitarnya secara berkelanjutan. Apabila proses penguraian unsur-unsur residu pestisida berjalan 38 dengan baik dan terdegradasi hingga aman pada wadah-wadah penampungan air tanah misalnya sumber mata air, sumur resapan dan sumur gali untuk kemudian dikonsumsi oleh penduduk, maka fenomena pestisida dalam lingkungan bisa dikatakan aman. Namun demikian jika proses tersebut kurang berhasil atau bahkan tidak berhasil secara alami, maka kondisi sebaliknya yang akan terjadi. Penurunan kualitas air tanah serta kemungkinan terjangkitnya penyakit akibat pencemaran air merupakan implikasi langsung dari masuknya pestisida ke dalam lingkungan. Pada aliran permukaan seperti sungai, danau dan waduk yang tercemar pestisida akan mengalami proses dekomposisi. Pada tingkat tertentu, bahan pencemar tersebut akan mampu terakumulasi pada media tertentu sampai dengan tahap dekomposit. Gangguan pestisida melalui residu di tanah biasanya terlihat pada tingkat kejenuhan tanah karena tingginya residu pestisida. Unsur-unsur hara alami pada tanah makin terdesak dan sulit melakukan regenerasi hingga mengakibatkan tanah menjadi masam dan tidak produktif. Demikian juga keberadaan pestisida di udara terjadi melalui proses drift dan evapotranspirasi. Evapotranspirasi pestisida terjadi melalui proses foto-dekomposisi sinar matahari dari badan air dan tumbuhan selanjutnya terjadi akumulasi di udara dan akan menambah parah pencemaran udara dalam bentuk partikel cair maupun padat Kusnoputranto 1995. Penggunaan di bidang pertanian, ternyata tidak semua pestisida mengenai sasaran. Kurang lebih hanya 20 pestisida tertinggal di tanaman 1 yang mengenai hama sasaran sedangkan 80 lainnya jatuh ke tanah. Akumulasi residu pestisida tersebut mengakibatkan pencemaran lahan pertanian. Apabila masuk ke dalam rantai makanan, sifat beracun bahan pestisida dapat menimbulkan kanker, mutasi gen, bayi lahir cacat, CAIDS Chemical Acquired Deficiency Syndrom dan sebagainya Soejitno dan Ardiwinata 2002 Penggunaan pestisida dapat dilakukan dengan cara disemprot, ditabur, dioles dan lain-lain. Pemakaian pestisida yang cenderung berlebihan dan tidak memperhatikan aturan yang ada, selain pemborosan biaya produksi juga menimbulkan dampak sampingan yang merugikan terhadap lingkungan, yaitu; a Pencemaran air, tanah dan udara, yang akhirnya merugikan manusia dan mahkluk hidup lainnya; b Matinya musuh alami. Jika musuh alami musnah akan terjadi 39 peningkatan populasi yang menyebabkan organisme tersebut menjadi hama dengan tingkat serangan lebih besar ddari sebelumnya; c Kematian organisme bukan sasaran, dimana organisme ini merupakan predator serangan OPT jenis lain; d Kematian organisme yang menguntungkan; dan e Timbulnya kekebalan organisme pengganggu tanaman OPT terhadap pestisida. Tingginya residu pestisida yang terakumulasi di dalam tanah mengakibatkan tanah menjadi jenuh karena kebanyakan bahan kimia, kandungan zat renikya berkurang. Contoh kasus ; di Kabupaten Brebes sekitar 44.000 hektar lahan dari total lahan seluas 60.000 hektar yang digunakan untuk menanam bawang merah telah mengalami kerusakan Suara Merdeka 2002 dalam Nuryana 2005. Pestisida berada di udara setelah disemprotkan dalam bentuk partikel air droplet atau partikel yang terformulasi jatuh pada tanaman, air dan tanah Tarumingkeng 2001. Pestisida yang paling banyak menyebabkan kerusakan lingkungan dan mengancam kesehatan manusia adalah pestisida sintetik, yaitu golongan organoklorin. Tingkat kerusakan yang disebabkan organoklorin lebih tinggi dibandingkan senyawa lain, karena senyawa ini peka terhadap sinar matahari dan tidak mudah terurai. Pestisida organoklorin adalah salah satu golongan pestisida yang persisten. Suatu studi mengemukakan bahwa dengan hanya sekali aplikasi saja pestisida aldrin pada tanah, setelah 5 lima tahun kemudian masih ditemukan lebih dari 34 residunya. Sisanya sebanyak 66 berada dalam air, udara dan tanah. Menurut Abul-Muti et al. 2000 dalam Barchia 2009 menerangkan bahwa residu pestisida di dalam tanah tanaman sayuran di dataran tinggi Pengalengan sebagai berikut ; Bahan aktif BHC : pra tanam mencapai 0,118 ppm, pasca tanaman cabai 0,084 ppm ambang batas : 0,050 ppm, Bahan aktif endosulfan : pra tanam 0,039 ppm, kentang 0,019 ppm, kubis 0,001 ppm ambang batas : 0,100, Bahan aktif karbofuran : tanaman kentang 0,030 ppm, tomat 0,022 ppm, pasca kentang 0,031 ppm, cabe 0,045 ppm ambang batas : 0,200 ppm. Sumatra et al. 1991 menginformasikan bahwa para penderita kelompok samarakut memperoleh residu pestisida dari lingkungan maupun dalam makanan seperti air susu ibu, sayuran, tanaman pangan dan air minum. Lembaga Ekologi Universitas Padjajaran Bandung pada tahun 1977 membuktikan bahwa dari empat jenis sayuran yang dijual di pasar Kosambi Bandung, ditemukan 2 – 4 mgkg 40 residu pestisida jenis diazinon, karena formulasi ini yang sering digunakan Soemarwoto 1978. Hasil monitoring residu pestisida terhadap beberapa tanaman sayuran yang dilakukan oleh Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan di Departemen Pertanian di Pasar Minggu Jakarta terhadap sayuran didapatkan beberapa jenis diatas MRLs Maximum Residue Limits menurut WHO maupun FAO. Menurut Sismidari dkk 2006 hasil pengujian residu organofosfat diazinon, profenofos dan ethion pada produk kubis secara gas kromatografi diketemukan organofosfat diazinon dengan kadar 0,23 ppm ± 0,01 ppm, sedangkan profenofos dan ethion tidak terdeteksi. Pengaruh pestisida pada organisme non target terlihat pada pemakaian pestisida di areal pertanian hingga ke kawasan lain yang tidak terbatas terjadi melalui pola rantai makanan. Aplikasi pestisida berspektrum luas selain membunuh organisme pengganggu tanaman pada waktu yang sama juga akan membunuh berbagai jenis organisme yang berguna Miller and Tyler 1993. Organisme yang terbunuh berupa musuh alami predator dan parasitoid atau organisme berguna lainnya yang ada di dalam dan di permukaan tanah. Berbagai organisme tersebut secara bersama-sama dan berinteraksi dengan fauna lain berperan sangat penting dalam menjaga keseimbangan komunitas biotik di dalam ekosistem pertanian. Berbagai hasil penelitian membuktikan bahwa akibat aplikasi pestisida terhadap populasi musuh alami yaitu penyemprotan campuran endrin dan paration yang dilakukan secara terjadwal pada tanaman kubis menyebabkan hilangnya 22 spesies parasitoid dan 27 spesies predator yang ada, sementara populasi organisme pengganggu tanaman tidak mengalami penurunan yang berarti Las et al. 2006

2.8. Pendekatan Sistem

Pendekatan sistem adalah suatu pendekatan analisis organisatoris yang menggunakan ciri-ciri sistem sebagai titik tolak analisis. Dengan demikian, manajemen sistem dapat diterapkam dengan mengarahkan perhatian kepada berbagai ciri dasar sistem yang perubahan dan gerakannya akan mempengaruhi keberhasilan suatu sistem. Pada dasarnya pendekatan sistem adalah penerapan dari sistem ilmiah dalam manajemen. Dengan cara ini hendak diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku dan keberhasilan suatu organisasi atau suatu sistem. Metode ilmiah dapat menghindarkan manajemen mengambil kesimpulan- 41 kesimpulan yang sederhana dan simplisitis searah oleh suatu masalah disebabkan oleh penyebab tunggal Marimin 2004. Menurut Eriyatno 2003 pemikiran sistem selalu mencari keterpaduan antar bagian melalui pemahaman yang utuh, maka diperlukan suatu kerangka fikir baru yang terkenal sebagai pendekatan sistem system approach. System approach pendekatan sistem diartikan sebagai suatu metodologi penyelesaian masalah yang dimulai secara tentatif mendefinisikan atau merumuskan tujuan dan hasilnya adalah suatu sistem operasi yang secara efektif dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan yang kompleks. Oleh karena itu dalam pendekatan sistem selalu mencari keterpaduan antar bagian melalui pemahaman yang utuh. Pendekatan sistem menurut Eriyatno 2003 dalam Marganof 2007 pendekatan sistem umumnya ditandai oleh dua hal yaitu: 1 mencari semua faktor yang ada dalam mendapatkan solusi yang baik untuk menyelesaikan masalah, dan 2 dibuat suatu model kuantitatif untuk membantu keputusan secara rasional. Tiga pola dasar yang menjadi pegangan dalam penyelesaian permasalahan dengan pendekatan sistem, yaitu: 1 sibernetik goal oriented, artinya dalam penyelesaian permasalahan berorientasi pada tujuan. Tujuan ini diperoleh melalui need analysis analisis kebutuhan; 2 Holistik yaitu cara pandang yang utuh terhadap totalitas sistem, atau menyelesaikan permasalahan secara utuh, menyeluruh dan terpadu; dan 3 Efektif, artinya lebih dipentingkan hasil guna yang operasional serta dapat dilaksanakan, bukan sekedar pendalaman teoritis. Dengan demikian, berbagai metodologi dikembangkan sebagai karakter dalam pendekatan sistem, sehingga beragam metode yang ada di berbagai disiplin ilmu lainnya dapat digunakan sebagai alat bantu oleh ahli sistem. Pendekatan sistem yang baik apabila sejak awal sistem yang dikaji diketahui memiliki tujuan yang jelas dan memiliki prosedur hubungan timbal balik komponen sistem riil. Menurut Manetsch dan Park 1977, suatu pendekatan sistem akan dapat berjalan dengan baik jika terpenuhi kondisi-kondisi berikut: 1 tujuan sistem didefinisikan dengan baik dan dapat dikenali jika tidak dapat dikuantifikasikan, 2 prosedur pembuatan keputusan dalam sistem riil adalah tersentralisasi atau cukup jelas batasannya, dan 3 perencanaan jangka panjang dimungkinkan untuk dilakukan. Sedangkan menurut Ford 1999, mendefinisikan