Implementasi Kebijakan Penggunaan Pestisida pada Tanaman Sayuran
19
pengunaan pestisida secara tepat dan berdampak negatif minimum. Aturan-aturan yang dimaksud sesuai dengan amanah Undang-undang Republik Indonesi No. 12
tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, pengaturan pestisida tercantum dalam Bab IV pasal 38, 39, 40, 41 dan 42. Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia No. 7 Tahun 1973 tentang Pengawasan atas Peredaran, Penyimpanan dan Penggunaan Pestisida, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun
1995 tentang Perlindungan Tanaman yang tercantum dalam Bab III pasal 10, 12, 15, 16, 17, 18, 19 dan 20. dan Keputusan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri
Pertanian Nomor 881MENKESSKBVIII1996 dan 711?KptsTP.270896 tentang Batas Maksimum Residu Pestisida pada Hasil Pertanian.
Menurut Peaturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1973, yang dimaksud dengan penggunaan pestisida adalah menggunakan pestisida
dengan atau tanpa alat dengan maksud untuk memberantas atau mencegah hama dan penyakit, mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan,
mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian tanaman tidak termasuk pupuk, memberantas atau mencegah hama-hama air dan lain-lainnya.
Diperjelas dalam penjelasan PP Nomor 6 Tahun 1995 pasal15 pasal 1 penggunaan pestisida dalam rangka pengendalian organisme pengganggu tumbuhan dilakukan
secara tepat guna. Selanjutnya dalam penjelasannya yang diartikan dengan tepat guna adalah sebagai berikut ; 1 Tepat jenis yaitu disesuaikan jenis pestisida yang
digunakan dengan jenis organisme pengganggu tumbuhan, misalnya untuk mengendalikan serangga menggunakan insektisida, mengendalikan cendawan
menggunakan fungisida dan mengendalikan gulma menggunakan herbisida; 2 Tepat dosis yaitu banyaknya pestisida yang diaplikasikan persatuan luas atau berat
atau volume sasaran disesuiakan dengan rekomendasi yang ditetapkan, misalnya kgha; 3 Tepat cara yaitu disesuaikan antara bentuk formulasi pestisida dan alat
aplikasi yang digunakan, misalnya penyemprotan, perendaman, penaburan pengolesan; 4 Tepat sasaran yaitu disesuaikan antara jenis komoditi tanaman serta
jenis dan cara hidup organisme pengganggu tumbuhan yan akan diaplikasikan pestisida; 5 Tepat waktu yaitu pada waktu populasi organisme pengganggu
tumbuhan telah mencapai ambang pengendalian dan sebagian besar dalam stadium peka, keadaan cuaca memenuhi syarat, dan 6 Tepat tempat yaitu disesuaikan
20
dengan keadaan tempat yang akan diaplikasi pestisida, misalnya lahan kering, lahan berair, rawa dan gudang.
Selain itu peraturan pemerintah pasal 15 ayat 2 ini juga menjelaskan dalam penggunaan pestisida persyaratan kesehatan ditetapkan oleh Menteri Kesehatan,
sedangkan persyaratan keselamatan kerja ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor; 258MENKESPERIII92 yang dimaksud
dengan persyaratan kesehatan adalah ketentuan-ketentuan yang bersifat teknis kesehatan yang harus dipenuhi untuk tujuan melindungi, memelihara dan atau
mempertinggi derajat kesehatan. Bab III pasal 4 ayat 1 menjelaskan tenaga penjamah pestisida harus berbadan sehat dan dalam melaksanakan tugasnya wajib
menggunakan perlengkapan pelindung yang memenuhi syarat kesehatan, ayat 2 jenis perlengkapan pelindung bagi penjamah pestisida disesuaikan dengan jenis
klasifikasi pestisida atau jenis pekerjaannya. Selain kebijakan yang mengatur tentang perlindungan kesehatan tenaga
penjamah pestisida, pemerintah telah mengatur penggunaan pestisida untuk tidak boleh merusak lingkungan, oleh karena itu pemerintah telah membuat kebijakan
yang mengatur penggunaan pestisida untuk tidak menimbulkan pencemaran lingkungan. PP No. 6 Tahun 1996 pasal 19 menyebutkan penggunaan pestisida
dalam rangka pengendalian organisme pengganggu tumbuhan merupakan alternatif terakhir dan dampak negatif yang timbul harus ditekan seminimal mungkin. Pasal
ini menjelaskan bahwa penggunaan pestisida selain menekan tingkat keracunan bahkan kematian terhadap manusia, ternak dan hewan peliharaan lainnya, ikan dan
biota air lainnya, musuh alami dan hewan berguna lainnya, hewan liar tanaman, juga dicegah agar tidak menimbulkan organisme pengganggu tumbuhan sekunder,
resistensi, resurgensi, masalah residu pada bahan pangan maupun bahan lainnya serta pencemaran lingkungan.
Memperhatikan penjelasan peraturan-peraturan penggunaan pestisida sebelumnya, disimpulkan bahwa pemerintah telah melakukan pengaturan
penggunaan pestisida secara jelas, untuk melindungi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara luas. Kebijakan dimaksud adalah bagian dari
produk pelayanan publik yang menjadi tanggungjawab unit kerja publik yakni pemerintah, dalam hal ini diwakili oleh dinas atau instansi terkait. Produk
21
pelayanan publik termasuk pelayanan dalam pendampingan, pembinaan dan motivator para petani dalam mengimplementasikan kebijakan penggunaan pestisida
pada tanaman sayuran executive policy implementator. Kaitannya dengan fungsi pelayanan yang dijalankan oleh pemerintah, pemerintah berperan dalam
penyediaan sarana dan fasilitas pendukung, melakukan pemberdayaan petani melalui pendampingan, pembinaan dan motivasi dan melakukan pembangunan
secara berkesinambungan. Hal ini sesuai dengan Rasyid 1997 dalam Areros 2007 yang mengemukakan bahwa pelayanan pada hakikatnya adalah salah satu
dari tiga fungsi hakiki pemerintah yakni penyediaan sarana pendukung supply, pemberdayaan empowerment dan pembangunan development. Keberhasilan
petugas dalam mengimplementasikan suatu kebijakan dilihat dari kemampuan mengemban ketiga fungsi hakiki tersebut. Oleh karena itu, petugas lapangan
sebagai kepanjangan tangan pemerintah harus menjadikan semangat melayani kepentingan masyarakat petani sebagai dasar motivasi mereka bekerja dibidang
pertanian tanaman sayuran, serta memiliki komitmen pengabdian dan pelayanan sebagai pelayan masyarakat.
Untuk mengukur tingkat pelayanan yang diberikan dalam rangka implementasi kebijakan berkualitas atau tidak, diperlukan kriteria tertentu. Untuk
mengukur kualitas implementasi suatu kebijakan sedikit lebih rumit jika dibandingkan dengan kualitas suatu barang atau produk. Hal ini disebabkan produk
keluaran sektor pemerintah berupa jasa yang agak sulit dikuantifikasi. Namun demikian telah banyak peneliti terdahulu dan diungkapkan oleh lembaga peneliti
maupun para pakar mengungkapkan tentang kriteria pengukuran kualitas pelayanan. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Kolter Supranto 1997 dan
Parasitaman et al. Tjiptono 1996, meliputi ; 1 Keandalan reliability, adalah kemampuan untuk melaksanakan kebijakan secara tepat dan terpercaya; 2
Keresponsifan resposiveness kemampuan untuk membantu para pelanggan petani dalam melaksanakan kebijakan dan ketanggapan; 3 Keyakinan
confidence, kemampuan, kesopanan serta kemampuan petugas untuk membangkitkan kepercayaan atau assurance; 4 Empati emphaty, syarat untuk
peduli atau memberikan perhatian pribadi kepada para petani; 5 Berwujud
22
tangibles, penampilan hasil suatu kebijakan yang diperoleh dan fasilitas komunikasi.
Dengan demikian dalam mengukur kualitas implementasi suatu kebijakan berarti mengevaluasi kualitas implementasi kebijakan yang telah dilakukan
dibandingkan dengan standar atau tujuan yang telah ditetapkan. Sebagaimana diketahui bahwa implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah
kebijakan dapat mencapai tujuannya yang tidak lebih dan tidak kurang. Untuk mengimplementasikan kebijakan publik dapat dibedakan menjadi dua model yaitu
langsung mengimplementasikan dalam bentuk program-program atau melalui formulasi kebijakan derivat atau turunan dari kebijakan publik tersebut. Pada
prinsipnya tujuan kebijakan adalah melakukan intervensi. Oleh karena itu, implementasi kebijakan sebenarnya adalah tindakan action intervensi itu sendiri.
Tindakan atau intervensi yang dimaksud dapat dinilai berdasarkan parameter reliability, responsiveness, confidence, emphaty
dan tangibles.