IV. METODE PENELITIAN
4.1. Data dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data time series dan untuk pembahasan juga dikumpulkan informasi kualitatif hasil diskusi dengan
Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Kelompok Tani jagung di Provinsi Jawa Timur dan Jawa Barat. Menurut Sinaga 2004 bahwa data time series merupakan
data mengenai fakta-fakta yang terjadi pada waktu yang berbeda-beda yang dikumpulkan dari kategori sumber yang sama.
Data time series yang dikumpulkan adalah data struktur ongkos usahatani jagung di Provinsi Jawa Timur dan Jawa Barat, tahun 1985-2009. Data struktur
ongkos usahatani jagung yang dikumpulkan bersumber dari BPS, Pusat Data dan Informasi Pertanian Pusdatin-Kementerian Pertanian, Ditjen Tanaman Pangan,
dan dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Timur dan Jawa Barat. Pertimbangan pemilihan lokasi penelitian Provinsi Jawa Timur dan Jawa
Barat bertujuan untuk memperoleh gambaran lengkap antara sentra produksi jagung paling tinggi yaitu Jawa Timur dan sentra produksi jagung yang masih
rendah yaitu Jawa Barat. Adapun pertimbangan lainnya pemilihan lokasi penelitian ini secara terinci adalah: 1 Provinsi Jawa Timur dan Jawa Barat
merupakan sentra produksi dari 10 sentra produksi jagung nasional, dimana Provinsi Jawa Timur merupakan sentra tertinggi dengan pangsa luas panennya
paling tinggi yaitu 31 persen terhadap luas panen nasional, dan Provinsi Jawa Barat merupakan sentra rendah dengan pangsa luas panennya sekitar 3 persen
terhadap luas panen nasional, 2 usahatani jagung di Jawa Timur lebih tinggi dalam hal penggunaan benih varietas hibrida, yaitu berkisar antara 50-60 persen
dan di Jawa Barat berkisar antara 25-30 persen, serta produsen benih varietas hibrida seperti BISI dan Dupont dominan berada di Jawa Timur, 3 sentra
produksi jagung Jawa Timur relatif dekat dengan pembeli seperti industri pakan ternak dengan jumlah pabrik pakan paling dominan yaitu sebanyak 15 unit,
sedangkan di Jawa Barat pembeli jagung yaitu industri pabrik pakan jumlahnya sekitar 4 unit, dan 4 ketersediaan data struktur ongkos usahatani terutama
periode 2000-2009 dikedua provinsi penelitian. Pada data struktur ongkos usahatani jagung akan diperoleh data struktur
penerimaan, biaya dan keuntungan usahatani. Dari data tersebut akan dapat diketahui data-data harga output jagung, harga input faktor produksi seperti:
benih, pupuk urea, pupuk TSP, dan upah tenaga tenaga kerja. Data harga jagung pada struktur usahatani jagung diperoleh dengan cara
membagi nilai penerimaan usahatani jagung oleh produksi jagung. Data harga jagung ini setelah dicocokan dengan data harga jagung pada statistik harga
produsen relatif sama. Harga jagung yang digunakan adalah harga jagung pipilan kring dalam satuan rupiah per kilogram. Data harga rata-rata di tingkat produsen
ini seringkali belum mencerminkan data harga yang benar-benar diterima petani Hartoyo, 1994. Seringkali petani mengeluarkan biaya transportasi atau biaya
angkut untuk penjualan hasil panennya. Biaya angkut atau biaya transportasi tergantung pada kondisi infrastruktur jalan, dan ketersediaan sarana transportasi.
Karena itu, pada penelitian ini selain untuk melihat pengaruh perubahan harga output terhadap penawaran output juga ingin melihat pengaruh infrastruktur jalan
sebagai prasarana transportasi yang dalam hal ini dinyatakan dengan panjang jalan.
Untuk harga input benih, pupuk urea dan pupuk TSP diperoleh dari hasil pembagian nilai penggunaan input dengan jumlah volume input yang digunakan.
Nilai input benih atau pupuk ini merupakan nilai yang dibayarkan oleh petani dari sejumlah pupuk yang dibeli. Tidak terdapat keterangan apakah nilai pupuk ini
merupakan nilai pupuk yang dibeli dari kios di kecamatan atau didesa. Namun, berdasarkan pengalaman empiris dan diskusi dengan Dinas Pertanian Tanaman
Pangan di lokasi penelitian, bahwa untuk membeli pupuk maka petani juga perlu mengeluarkan biaya transportasi untuk angkutan pupuk. Berdasarkan data struktur
ongkos usahatani jagung, bahwa harga pupuk dalam sepuluh tahun terakhir kecenderungannya selalu diatas Harga Eceran Tertinggi. Hal ini lebih disebabkan
karena kesulitan memperoleh pupuk, dan sulitnya memperoleh pupuk karena waktu tanam jagung pada lahan kering sering bersamaan dengan waktu tanam
padi. Sementara, jagung yang ditanam dilahan sawah setelah tanam padi, mengandalkan supply pupuk sisa dari pertanaman padi. Harga input benih, pupuk
urea dan TSP yang digunakan adalah harga dalam satuan rupiah per kilogram. Selanjutnya untuk data upah tenaga kerja diperoleh dari publikasi BPS
mengenai upah buruh tani dipedesaaan, khususnya untuk Provinsi Jawa Timur dan Jawa Barat. Data upah buruh yang tersedia untuk kegiatan mencangkul,
menanam, dan menyiang dari tahun 1985-2009. Tingkat upah yang terdapat pada publikasi tersebut merupakan upah kerja setengah hari, dengan jam kerja sekitar 6
jam. Pada penelitian ini, upah yang digunakan adalah upah mencangkul sebagaimana juga digunakan Hartoyo 1994. Dalam struktur ongkos usahatani
jagung, bahwa penggunaan tenaga kerja usahatani tidak tercantum jumlah fisiknya, tetapi yang ada adalah nilai total upah dari setiap kegiatan. Oleh karena
itu, pada penelitian ini untuk memperoleh data penggunaan tenaga kerja luar keluarga dilakukan dengan membagi total upah tenaga kerja dengan upah
mencangkul. Dengan demikian tenaga kerja yang digunakan adalah biaya tenaga kerja luar keluarga setara tenaga mencangkul, dan upah diukur dalam satuan
rupiah per setengah hari kerja setara pria. Data-data lain untuk analisis, yaitu: 1 data series waktu mengenai
pengeluaran riset dan pengembangan jagung 1985-2009 di peroleh dari Badan Litbang Pertanian-Kementerian Pertanian, 2 data series waktu mengenai
infrastruktur jalan panjang jalan diperoleh dari Badan Pusat Statistik, serta 3 data luas panen, produksi, produktivitas dan persentase areal tanam jagung hibrida
diperoleh dari Ditjen Tanaman Pangan serta Badan Pusat Statistik. Untuk data pengeluaran riset dan pengembangan jagung, yang digunakan
merupakan data anggaran riset dan pengembangan jagung khususnya di lingkup Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Badan Litbang Pertanian. Di
lingkup Badan Litbang Pertanian, terdapat Balai Penelitian Serelia. Pada unit kerja ini secara khusus melakukan penelitian komoditas jagung dan serealia lain.
Dengan memilah data sesuai keterangan dari subbagian program Badan Litbang Pertanian, maka diperoleh data pengeluaran riset dan pengembangan khusus untuk
jagung dari tahun 1985-2009. Untuk data infrastruktur jalan digunakan data panjang jalan. Panjang jalan
yang terdapat pada buku statistik meliputi: jalan negara, jalan provinsi dan jalan kabupaten. Data panjang jalan diperoleh dari Provinsi Jawa Timur dan Jawa
Barat, yaitu pada Provinsi Jawa Timur serta Jawa Barat Dalam Angka publikasi BPS dan Statistik Transportasi publikasi BPS. Data panjang jalan dari tingkat
jalan negara sampai jalan kabupaten, dan telah mencakup jalan ke kecamatan hingga sampai desa. Kewenangan perbaikan jalan kecamatan dan desa merupakan
kewenangan pemerintah kabupaten. Keberadaaan jalan hingga mencapai pedesaan sangat diperlukan untuk memperlancar arus barang dan jasa. Khusus pada sektor
pertanian, keberadaan jalan berperan dalam memperlancar penjualan hasil dan masuknya input pertanian dari distributor input yang umumnya berada
diperkotaan ke petani di pedesaan. Infrastruktur jalan pada penelitian ini diukur dalam satuan kilometer.
Untuk pembahasan juga dikumpulkan informasi kualitatif tentang usahatani dan pengembangan jagung di Provinsi Jawa Timur dan Jawa Barat.
Data sekunder diperoleh dengan mencatat dokumentasi dari instansi yang ada kaitannya dengan penelitian ini yaitu Dinas Pertanian Tanaman Pangan di
Provinsi Jawa Timur dan Jawa Barat. 4.2. Metode Analisis
4.2.1. Metode Menganalisis Fungsi Keuntungan Translog
Pada penelitian ini, model analisis untuk melihat fungsi keuntungan digunakan bentuk fungsi keuntungan translog seperti digunakan Shidu and
Baanante 1981 dan Adeleke, et.al. 2008. Fungsi keuntungan translog yang dinormalisasi dengan harga output jagung dan direstriksi artinya parameter yang
ada dalam persamaan 48 sama dengan parameter yang ada dalam persamaan 49, 50 dan 51
, atau
ih
=
hi
. Spesifikasi model keuntungan adalah sebagai berikut:
dengan keterangan: π = keuntungan yang direstriksi total revenue – total variabel
cost yang dinormalkan dengan harga jagung. Satuan keuntungan usahatani adalah Rpha.
R
i
R = Harga input variabel ke i; i=1,2,3,4 berturut-turut harga benih
S
, harga pupuk urea R
UR
, harga pupuk TSP R
T
upah tenaga kerja manusia R , dan
W
harga input variabel tersebut, harga benih: Rpkg; harga . Adapun satuan kempat
pupuk: Rpkg; dan upah tenaga kerja: RpHK. Zk = input tetap ke k; k=1,2,3,4 berturut-turut: biaya lain
Z
1
, luas panen jagung Z
2
dan infrastruktur jalan Z4. Adapun satuan untuk biaya lain: , pengeluaran riset jagung Z3,
Rpha; luas panen: hektar; pengeluaran riset jagung: Rupiah; dan infrastruktur jalan: kilometer.
D = dummy variable untuk provinsi 1=Jatim, 0=Jabar α
α = konstanta
α
0 ih
δ
ik k
Φ
kj
λ
I =
Berdasarkan persamaan 47 maka dapat diturunkan menjadi persamaan pangsa biaya sebagai berikut:
parameter fungsi keuntungan yang diduga.
-R
S
X S
S S
=
-------------
= α
S
+
SS
ln R
S
+
SUR
ln R
UR
+
SW
ln R
W
+
ST
ln R
T
+ π
S1
ln Z
1
+
S2
ln Z
2
+
S3
Wn Z
3
+
S4
ln Z
4
+ D ..................... 48
-R
UR
X S
UR U
=
--------------
= α
UR
+
URUR
ln R
UR
+
URS
ln R
S
+
URW
ln R
W
+
URT
ln R
T
+ π
UR1
ln Z
1
+
UR2
ln Z
2
+
UR3
ln Z
3
+
UR4
ln Z
4
+ D.……...49
-R
T
X
T
S
T
=
-------------
= α
T
+
TT
ln R
T
+
TS
ln R
S
+
TW
ln R
W
+
TT
ln R
UR
+ π
T1
ln Z
1
+
T2
ln Z
2
+
T3
ln Z
3 + T4
ln Z
4
+ D….…………. 50
-R
W
X
W
S
W
=
--------------
= α
W
+
WW
ln R
W
+
WS
ln R
S
+
WUR
ln R
UR
+
WT
ln R
T
π +
W1
ln Z
1
+
W2
ln Z
2
+
W3
ln Z
3
+
W4
ln Z
4
+ D…….. 51 Adapun keterangan pangsa biaya variabel diatas adalah: S
S
, S
U,
S
T
dan S
W
adalah masing-masing pangsa biaya variabel untuk input benih, pupuk urea, pupuk TSP dan tenaga kerja.
Asumsi keuntungan maksimum yang harus dipenuhi adalah persyaratan- persyaratan simetri, homogen terhadap input dan output, kemonotonikan, dan
kekonvekan. Untuk memenuhi syarat simetri, maka harus
ij
=
ji,
Metode penduga fungsi keuntungan menggunakan metode Zellner 1962 yaitu SUR dengan memasukkan pembatas pada beberapa parameter yang
memenuhi sifat simetri. Pengujian hipotesis akan diuji dengan menggunakan uji t. untuk i
≠ j . Fungsi keuntungan linier homogen derajat satu dan derajat nol terhadap fungsi
share biaya variabel. Kemonotonikan dapat dipenuhi apabila nilai dugaan pangsa
penerimaan Si mempunyai tanda positif dan nilai dugaan pangsa biaya Sh mempunyai tanda negatif.
Model fungsi keuntungan translog dapat diduga dengan dengan metode OLS Ordinary Least Squares dan SUR Seemingly Unrelated Regression,
namun dalam OLS sering terdapat gejala korelasi kontemporaneus sehingga dugaan parameter menjadi bias dan tidak konsisten. Oleh karena itu, pendugaan
parameter pada model digunakan metode SUR dengan program aplikasi computer SASETS Statistical Analysis System Econometric Time Series.
Uji t ini akan mengukur nilai dari parameter yang akan diestimasi dibagi dengan standar deviasi yang diestimasi. Kemudian untuk melihat kebaikan model,
digunakan ukuran uji F dengan melihat koefisien determinasi model R
2
. Semakin tinggi R
2
berarti model yang digunakan semakin baik.
4.2.2. Fungsi Permintaan Input dan Penawaran Output: Elastisitas Permintaan dan Penawaran
Elastisitas Permintaan Input
a. Elastisitas permintaan input terhadap harga sendiri eii: ………………………………………..…….52
Dimana: S
i
= rata-rata simple average dari S
i
b. Elastisitas permintaan silang input terhadap harga input lain e
ih
: ; dimana i
≠ h ……………………………….5γ c. Elastisitas permintaan input terhadap harga output e
iy
:
dimana i = 1,2,…,n h= 1,2,,….,n d. Elastisitas permintaan input i terhadap faktor tetap Z
k
e
ik
:
Elastisitas Penawaran Hasil
a. Elastisitas suplai penawaran terhadap harga input variable ke –i adalah:
b. Elastisitas penawaran terhadap harga sendiri sebagai berikut:
c. Elastisitas penawaran output terhadap input tetap Z
k
:
4.2.3. Bias Perubahan Teknologi
Perubahan teknologi memiliki pengaruh terhadap alokasi relatif faktor- faktor produksi variabel yang digunakan. Adapun input variabel yang dimasukkan
dalam model fungsi keuntungan adalah benih jagung, pupuk urea, pupuk TSP, dan tenaga kerja. Dalam penelitian ini, untuk melihat bias perubahan teknologi
mengacu pada penelitian sebelumnya yaitu Weaver 1983 dan Fulginiti and Perrin 1990, dimana bias perubahan teknologi pada fungsi translog diduga
dengan ukuran Hicksian dengan rumus sebagai berikut:
Dimana: Bhk
t
= ukuran Hicksian perubahan teknologi input Xh
t
relatif terhadap input Xk
t
h
t
dan k
t
= parameter input variabel h dan k terhadap pengeluaran riset jagung. Sh
t
dan Sk
t
Dalam rangka peningkatan produksi jagung, pemerintah melakukan berbagai kebijakan yang antara lain meliputi kebijakan harga input dan output
= dugaan pangsa input variabel h dan k.
4.2.4. Analisis Kebijakan Perubahan Harga, Pengeluaran Riset dan Pengembangan Jagung serta Infrastruktur Jalan
Ditjen Tanaman Pangan, 2008. Kebijakan yang terkait input usahatani jagung adalah kebijakan subsidi pupuk dan benih, bantuan benih gratis, bantuan alsintan,
dan teknologi budidaya. Kebijakan terkait output adalah kebijakan yang mendorong pemerintah daerah melalui kelembagaan pemasaran yang ada agar
menampung produksi jagung petani disaat panen, sehingga harga jagung di tingkat petani tidak jatuh. Sejak tahun 1990 sudah tidak ada lagi pengaturan atas
harga jagung melalui mekanisme harga dasar, karena dinilai tidak efektif dan tataniaga jagung dibebaskan sehingga harga jagung ditentukan oleh mekanisme
pasar. Terkait dengan kebijakan input seperti subsidi pupuk, karena keterbatasan
angaran pemerintah, maka harga HET Harga Eceran Tertinggi pupuk bersubsidi secara bertahap mengalami peningkatan. Kenaikan harga pupuk HET urea dan
SP36 misalnya pada periode 2005-2006 masing-masing sekitar 14.3 persen dan 10.7 persen. Sementara itu, harga jagung dipasaran mengalami peningkatan dari
Rp 1 362kg tahun 2005 menjadi Rp 1 500kg tahun 2006 atau peningkatannya sekitar 10.1 persen. Selain itu, pada kurun waktu 1985-2009 rata-rata peningkatan
harga pupuk dan benih baik di Proinsi Jawa Barat dan Jawa Timur masing-masing sebesar 10 persen dan 15 persen per tahun.Sementara rata-rata peningkatan harga
jagaung pada kurun waktu 1985-2009 di kedua provinsi sebesar 10 persen per tahun. Untuk kebutuhan analisis kebijakan, terkait peningkatan harga pupuk,
harga benih dan harga jagung menggunakan trend peningkatan harga-harga yang terjadi pada kurun waktu tersebut.
Oleh karena itu, dalam analisis kebijakan ini dilakukan simulasi kebijakan terhadap penawaran output dan permintaan input dengan memasukan nilai
elastisitas harga sendiri dan elastisitas silang. Menurut Fulginiti dan Perrin 1990, model elastisitas yang digunakan adalah:
dimana δ lnQ dan δ lnX adalah vektor k+n x 1 perubahan ouput dan
input. E adalah matriks k+n x k+n+m elastisitas penawaran dan permintaan terhadap harga output, harga input dan faktor tetap. Selanjutnya
δ ln P δ ln R δ ln Z adalah vector k+n+m x 1 perubahan harga output, harga input dan faktor tetap.
Perubahan kebijakan yang yang akan dianalisis meliputi beberapa skenario: 1 Harga jagung naik 10 persen,
2 Harga jagung turun 10 persen, 3 Harga pupuk naik 10 persen,
4 Harga benih naik 15 persen, 5 Kombinasi kebijakan skenario: 1, 3, dan 4
6 Kombinasi kebijakan skenario: 2, 3, dan 4 7 Pengeluaran riset jagung meningkat 10 persen,
8 Infrastruktur jalan naik 10 persen, 9 Kombinasi kebijakan skenario: 1, 3, 4, 7 dan 8
10 Kombinasi kebijakan skenario: 2, 3, 4, 7 dan 8 4.2.5. Analisis Daya Saing Usahatani Jagung
Untuk mengetahui sejauh mana keunggulan komparatif dan kompetitif jagung dilakukan pendekatan analisis penggunaan sumberdaya domestik dan input
tradabel. Metode analisis yang digunakan adalah Matrik Analisis Kebijakan PAM. Model matriks analisis kebijakan PAM yang dikembangkan oleh Monke
and Person 1995 merupakan sebuah model matriks yang selain dapat digunakan untuk mengukur keunggulan komparatif tetapi juga dapat mengukur intervensi
pemerintah serta dampaknya terhadap sistem agribisnis komoditas secara sistematis dan menyeluruh.
Hasil analisis PAM menginformasikan bahwa keunggulan kompetitif dan komparatif serta dampak kebijakan terhadap usahatani jagung. Dalam PAM
terdapat asumsi bahwa suatu kegiatan ekonomi dapat dipandang sebagai sisi privat dan sisi sosial. Kenyataannya pelaksanaan asumsi pertama merupakan analisis
finansial dimana keuntungan dilihat dari pihak yang terlibat dalam aktivitas tersebut. Asumsi kedua merupakan analisis ekonomi, yaitu analisis yang dilihat
dari masyarakat secara keseluruhan baik yang terlibat dalam aktivitas ekonomi maupun yang tidak.
Dengan kedua asumsi diatas maka dalam analisis PAM terdapat perbedaan perlakuan terhadap input dan output serta harga yang digunakan dari suatu
kegiatan ekonomi. Analisis finansial mengunakan harga privat, yaitu harga yang diterima dibayar oleh pelaksana ekonomi setelah ada kebijakan pemerintah atau
distorsi pasar. Dalam analisis ekonomi digunakan harga bayangan, yaitu harga yang terbentuk sebagai akibat mekanisme pasar dalam pasar persaingan sempurna.
Tahapan dalam mengunakan metode PAM adalah: 1 identifikasi input secara lengkap dari usahatani jagung, 2 menentukan harga bayangan shadow
price dari input dan output usahatani jagung, 3 memilah biaya kedalam
kelompok tradabel dan domestik, 4 menghitung penerimaan dari usahatani jagung, dan 5 menghitung dan menganalisis berbagai indikator yang bisa
dihasilkan oleh PAM.
Pada analisis ini hanya 2 indikator yang akan dihitung yaitu DRCR Domestic Resource Cost Ratio dan PCR Private Cost Ratio. Rasio Biaya
Sumberdaya Domestik DRCR merupakan perbandingan antara biaya ekonomi
faktor domestik dengan nilai tambah dalam harga ekonomi. DRC pada keuntungan ekonomi sedangkan PCR pada keuntungan finansial. Rasio DRC
merupakan indikator daya saing ekonomi atau ukuran keunggulan komparatif. Meminimumkan DRC berarti memaksimumkan keuntungan ekonomi. Sementara
Rasio Biaya Finansial PCR merupakan ukuran efesiensi atau daya saing dalam nilai finansial, atau juga dapat dikatakan sebagai ukuran keunggulan kompetitif
dari sisi harga privat. PCR ini merupakan rasio antara biaya finansial faktor domestik dengan nilai tambah dalam harga finansial. Nilai tambah adalah
perbedaan antara nilai output dengan biaya input-input tradabel. Hal ini menunjukan seberapa besar sistem ini dapat berusaha untuk membayar faktor-
faktor domestik dan masih tetap bersaing. Seorang pengusaha untuk meminimumkan PCR dengan menekan biaya faktor domestik dan input tradabel
atau memaksimumkan nilai tambah sehingga keuntungan yang akan diperoleh maksimum.
Menurut
Rosegrant et.al, 1987 bahwa analisis keunggulan komparatif dengan indikator DRC pada komoditas pertanian dapat dikerjakan pada berbagai
level regional. Analisis komparatif regional mengasumsikan 3 rejim dasar perdagangan regional yaitu: substitusi impor, perdagangan interregional, dan
promosi ekspor. Dalam penelitian ini, untuk komoditas jagung karena dalam rangka pemenuhan kebutuhannya masih cukup dominan melakukan impor maka
analisis akan difokuskan pada analisis sebagai substitusi impor.
Terdapat dua pendekatan untuk mengalokasikan biaya dalam analisis PAM yaitu pendekatan total dan pendekatan langsung. Pendekatan total
diasumsikan bahwa setiap biaya input yang diperdagangkan tradable produksi domestik terdiri dari kelompok biaya domestik dan asing. Pendekatan ini untuk
mengetahui dampak suatu kebijakan. Pendekatan langsung adalah bahwa seluruh biaya input tradabel baik yang di impor maupun produksi domestik dinilai sebagai
kelompok biaya asing. Pendekatan ini dipakai bila tambahan input tradabel baik impor maupun produksi domestik dapat dipenuhi dari perdagangan internasional.
Dalam menentukan harga bayangan nilai tukar uang domestik terhadap mata uang asing digunakan persamaan:
dimana SCf = Xt+Mt Xt-Txt+Mt+Tmt ; dengan keterangan: SER = nilai tukar bayangan tahun t Rp US;
SCFt = standart conversion factor tahun t ; Xt
= nilai Ekspor Indonesia tahun t Rp; Mt
= nilai Impor Indonesia tahun t Rp; Txt
= pajak ekspor tahun t Rp, dan Tmt
= pajak impor atau bea masuk tahun t Rp Berdasarkan hasil penelitian Hadi, et.al. 2002 dan Suroso 2008 pada
Tabel 1 disajikan alokasi biaya usahatani khususnya untuk komoditas jagung. Alokasi biaya usahatani dipilah atas komponen domestik dan tradabel.
Berdasarkan Tabel 1, maka dapat diketahui bahwa untuk input sepertti benih, pupuk urea, pupuk TSP dan pestisida seluruhnya dihitung sebagai komponen
input tradabel. Sementara untuk biaya lain dan tenaga kerja seluruhnya dihitung sebagai komponen input domestik.
Alokasi biaya usahatani dipilah atas komponen domestik dan tradable. Setelah pengalokasian biaya input dan output kedalam kelompok tradable dan
domestik, baik secara finansial maupun ekonomi, maka tahap pertama menghitung tingkat keuntungan, berdasarkan atas biaya input dan harga output.
Data pada matrik PAM merupakan dasar untuk menganalisis keuntungan dan dampak atas kebijakan pemerintah.
Tabel 1. Alokasi Biaya Usahatani Jagung Berdasarkan Komponen Domestik dan Tradabel
Jenis Biaya Domestik
Tradabel 1. Biaya Lain: iuran,
sewa alat pertanian 2. Benih Jagung
3. Pupuk Urea 4. Pupuk SP36TSP
5. Pupuk KCl 6. Pestisida
7. Tenaga Kerja 100
100 100
100 100
100 100
Sumber: Hadi, et.al. 2002 dan Suroso 2008. Analisis daya saing jagung akan dilakukan baik pada tingkat usahatani.
Daya saing komoditas jagung dalam hal ini akan diukur dengan metode DRCR Domestic Resource Cost Ratio dan PCR Private Cost Ratio. Makin kecil nilai
DRCR dan PCR maka semakin besar daya saing komoditi pertanian tersebut. Rumus DRC dan PCR adalah sebagai berikut:
dengan keterangan: DFC
HS
= Σ X
d
P
dHS
,
R
HS
= Σ Q
y
P
yHS
, dan TIC
HS
= Σ X
t
P
tHS
DRCR = Domestic Resource Cost Ratio
DFC
HS
R = Jumlah biaya faktor domestik dengan harga sosial
HS
TIC = Jumlah penerimaan kotor dengan harga sosial
HS
X = Jumlah biaya input tradabel dengan harga sosial
d
P = Jumlah penggunaan faktor domestik
dHS
Q = Harga Sosial faktor domestik
y
P = Jumlah output tradabel
yHS
X = Harga sosial output tradabel
t
P = Jumlah penggunaan input tradabel
tHS
= Harga sosial input tradabel
dengan keterangan: DFC
HP
= Σ X
d
P
dHP
R ,
HP
= Σ Q
y
P
yHP
, dan TIC
HP
= Σ X
t
P
tHP
PCR = Private Cost Ratio
DFC
HP
R = Jumlah biaya faktor domestik dengan harga private
HP
TIC = Jumlah penerimaan kotor dengan harga private
HP
X = Jumlah biaya input tradable dengan harga private
d
P = Jumlah penggunaan faktor domestik
d HP
Q = Harga privatel faktor domestik
y
= Jumlah output tradabel
P
y HP
= Harga private output tradabel X
t
= Jumlah penggunaan input tradabel P
t HP
Berdasarkan data BPS 2009 dan Bank Indonesia 2010 di ketahui bahwa nilai ekspor Indonesia Xt tahun 2009 sebesar US 116 510 juta atau setara Rp 1
= Harga private input tradabel
Penentuan Harga Sosial Nilai Tukar, Output dan Input Usahatani Jagung
Pada analisis biaya sumberdaya domestic DRC digunakan dua harga yaitu harga privat dan harga sosial. Harga privat disebut juga dengan harga pasar,
yaitu harga yang benar-benar diterima produsen atau yang dibayarkan oleh konsumen. Adapun harga sosial pada prinsipnya merupakan harga bayangan, yang
menggambarkan nilai sosial atau nilai ekonomi yang sesungguhnya dari unsur- unsur biaya maupun hasil yang menunjukkan opportunity cost dari biaya dan
hasil. Dengan asumsi bahwa harga perdagangan dipasar dunia bersaing sempurna, maka perhitungan yang digunakan sebagai dasar penentuan harga bayangan
output adalah harga perbatasan border price. Untuk barang yang di impor maka digunakan harga CIF Cost Insurance and Freighht, dan untuk barang yang di
ekspor digunakan harga FOB Free on Board. Menurut Gittinger 1986 bahwa harga bayangan yang digunakan secara umum ditentukan dengan cara
mengeluarkan distorsi akibat adanya kebijakan-kebijakan seperti subsidi, pajak, penentuan upah minimum, dan harga pembelian pemerintah.
Harga bayangan tersebut meliputi harga: nilai tukar, harga output, harga sarana produksi pupuk dan pestisida, upah tenaga kerja, dan biaya lainnya.
Harga Sosial Bayangan Nilai Tukar
095.19 Triliun rupiah. Adapun nilai impor Indonesia Mt tahun 2009 sebesar US 96 829.2 juta atau setara Rp 910.19 Triliun, dan untuk penerimaan Pajak ekspor
TXt tahun 2009 sebesar Rp 7.60 Triliun serta penerimaan Pajak Impor TMt tahun 2009 seebesar Rp 19.60 Triliun. Pada tahun 2009 nilai tukar US 1 adalah
setara Rp 9 400 BPS, 2010b. Sesuai formula SCft Standart Conversion Factor, maka berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai SCFt sebesar 0.994. Nilai
SCFt yang diperoleh selanjutnya digunakan untuk menghitung SER Shadow Exchange Rate
, sesuai formula yang telah disebutkan sebelumnya maka dari hasil perhitungan diperoleh nilai SER sebesar Rp 9 457.
Harga Sosial Output Jagung
Komoditas jagung digunakan untuk memenuhi berbagai kebutuhan pangan, industri bahan makanan, bahan baku pakan dan bahan baku energi
bioetanol. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, sampai tahun 2009 Indonesia masih melakukan impor jagung, dengan rata-rata harga CIF sebesar US 250 per
ton. Oleh karena itu, pada penelitian ini pendekatan harga bayangan melalui harga impor jagung.
Harga sosial jagung dihitung dari harga impor CIF sebagaimana dikemukakan oleh Rosegrant, et.al 1987, yaitu untuk lokasi Jawa Timur berasal
dari CIF Pelabuhan Tanjung Perak dan di Jawa Barat CIF Pelabuhan Tanjung Priok, dengan mengkonversi kedalam rupiah tahun 2009, US 1 = Rp 9 400, dan
harga bayangan nilai tukar sebesar Rp 9 457 kemudian dikurangi dengan bea masuk 5 persen dan PPH impor 2.5 persen. Harga sosial di tingkat pedagang
besar perlu ditambahkan dengan biaya-biaya bongkar muat dan pengangkutan. Selanjutnya untuk menghitung harga bayangan ditingkat petani, maka harga
bayangan di tingkat pedagang besar dikurangi biaya angkut sampai ditingka t petani dan biaya pengepakan. Rata-rata biaya angkut sebesar Rp 160 per kilogram
di Jawa Timur dan Rp 240 per kilogram di Jawa Barat. Hasil perhitungan harga sosial jagung ditingkat petani adalah sebesar Rp 2 397 per kilogram di Provinsi
Jawa Barat dan Rp 2 317 per kilogram di Provinsi Jawa Timur.
Harga Sosial Input Produksi
Harga sosial input benih jagung didekati, didekati dari harga sosial komoditi jagung sebagai output. Namun karena pada penanganan benih terdapat
aspek control kualitas, maka harga sosial benih lebih besar dibandingkan dengan harga bayangan sebagai output. Harga sosial benih di lokasi penelitian Provinsi
Jawa Timur dan Jawa Barat diperoleh dari pembagian harga aktual benih di lokasi penelitian Rp 24 582 per kilogram di Jawa Barat dan Rp 15 982 per kilogram di
Jawa Timur dibagi harga aktual output jagung di lokasi penelitian Rp 2 100 per kilogram di Jawa Barat dan Rp 2 200 per kilogram di Jawa Timur kemudian
dikali dengan harga sosial jagung di lokasi penelitian, maka diperoleh harga sosial benih sebesar Rp 28 057 per kilogram di Jawa Barat dan Rp 16 831 per kilogram
di Jawa Timur. Untuk harga sosial input pupuk urea, mengacu pada harga FOB. Hal ini
disebabkan bahwa Indonesia telah melakukan ekspor urea Viva News, 2009. Harga FOB pupuk urea rata-rata tahun 2009 sekitar US 0.4 per kilogram di
pelabuhan ekspor. Dengan memperhitungkan biaya bongkar muat dan transportasi ke lokasi penelitian, maka harga sosial urea diperoleh sebesar Rp 4 073 per
kilogram di Provinsi Jawa Barat dan Rp 3 993 per kilogram di Provinsi Jawa Timur. Sementara itu, untuk pupuk TSP Indonesia masih dilakukan impor,
sehingga acuannya menggunakan harga CIF. Harga CIF di Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta dan Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya rata-rata sebesar US 0.45
per kilogram. Selanjutnya dengan memperhitungkan biaya bongkar muat dan pengangkutan maka diperoleh harga sosial pupuk TSP sebesar Rp 4 565 per
kilogram di Provinsi Jawa Barat dan Rp 4 466 per kilogram di Provinsi Jawa Timur.
Untuk input lainnya yaitu pestisida, harga privat aktual juga merupakan harga sosial di lokasi penelitian. Hal ini didasari suatu fakta bahwa sejak 1 Januari
1989, harga pestisida nasional mengikuti mekanisme harga pasar yang artinya pemerintah sudah tidak lagi memberikan subsidi Hutabarat, et.al, 1997. Pada
data struktur ongkos usahatani, untuk input pestisida yang diketahui adalah nilainya, maka nilai pestisida atas harga privat juga merupakan nilai sosialnya.
Selanjutnya, untuk upah tenaga kerja harga sosialnya didekati dengan dari upah actual yang berlaku di lokasi penelitian. Upah yang berlaku di lokasi
penelitian Provinsi Jawa Barat dan Jawa Timur masing-masing sebesar Rp 19 689 per hari kerja dan Rp 18 145 per hari kerja. Hal ini didasarkan pertimbahangan
bahwa pasar tenaga kerja di lokasi penelitian khususnya di Pulau Jawa telah berjalan lancar. Untuk biaya-biaya lain termasuk sewa lahan dan iuran-iuran pada
kegiatan usahatani, nilai sosialnya di dekati dari nilai aktual yang dikeluarkan pada kegiatan usahatani di lokasi penelitian.
Penentuan harga bayangan biaya lain sewa alat pertanian, iuran, pajak dan sebagainya didasarkan atas nilai yang terdapat di lokasi penelitian. Hal ini
didasari pemikiran bahwa mekanisme sewa alat pertanian, iuran dan pajak telah berjalan secara baik di pedesaan.
4.2.6. Analisis Sensitivitas: Perubahan Harga, Pengeluaran Riset dan Pengembangan Jagung serta Infrastruktur Jalan terhadap
Keunggulan Komparatif dan Kompetitif
Setelah dilakukan analisis nilai keunggulan komparatif DRC dan kompetitif PCR dari matrik PAM dilakukan analisis sensitivitas yang bertujuan
untuk melihat bagaimana hasil analisis suatu aktivitas ekonomi bila terjadi perubahan dalam perhitungan biaya. Analisis sensitivitas dilakukan dengan
mengubah suatu unsur atau mengkombinasikan unsur-unsur serta menentukan pengaruh dari perubahan tersebut pada hasil analisis semula.
Menurut Pannell 1997 bahwa analisis sensitivitas dapat dibagi dalam empat kelompok utama, yaitu: pengambilan keputusan atau membangun
rekomendasi untuk para pengambil kebijakan, peningkatan pengertian atau kualifikasi suatu sistem dan model pembangunan. Sementara Gittinger 1986
mengemukakan bahwa pada analisis kelayakan proyek pertanian, baik secara finansial maupun ekonomi terdapat empat faktor yang sangat sensitif terhadap
suatu perubahan, sehingga diperlukan analisis sensitivitas. Keempat faktor tersebut yaitu: harga, keterlambatan pelaksanaan, kenaikan biaya dan perubahan
hasil. Analisis sensitivitas pada penelitian ini terutama dilakukan pada usahatani
jagung. Analisis sensitivitas ini masih terkait dengan analisis kebijakan perubahan harga dan infrstruktur terhadap penawaran output dan input yang dilakukan
sebelumnya. Pada analisis terdapat 10 skenario untuk memperoleh bentuk kebijakan yang paling efektif dalam meningkatkan keunggulan komparatif dan
kompetitif jagung di lokasi penelitian, yaitu sebagai berikut: 1 Harga jagung naik 10 persen,
2 Harga jagung turun 10 persen, 3 Harga pupuk naik 10 persen,
4 Harga benih naik 15 persen, 5 Kombinasi kebijakan skenario: 1, 3, dan 4
6 Kombinasi kebijakan skenario: 2, 3, dan 4 7 Pengeluaran riset jagung meningkat 10 persen,
8 Infrastruktur jalan naik 10 persen, 9 Kombinasi kebijakan skenario: 1, 3, 4, 7 dan 8
10 Kombinasi kebijakan skenario: 2, 3, 4, 7 dan 8 Pada analisis sensitivitas usahatani, perubahan-perubahan yang dihasilkan
dari analisis kebijakan penawaran output dan input dimasukan dalam perhitungan analisis sensitivitas usahatani jagung. Dengan analisis tersebut maka dapat
diketahui bagaimana perubahannya terhadap keuntungan privat dan sosial usahatani, serta keunggulan komparatif DRC dan keunggulan kompetitif PCR
usahatani jagung di lokasi penelitian Jawa Timur dan Jawa Barat.
V. PERKEMBANGAN PRODUKSI, USAHATANI DAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG PENGEMBANGAN