Daya Saing Komoditas Pertanian

penurunan fungsi penawaran output dan permintaan input dari fungsi keuntungan memberikan hasil yang sama jika fungsi tersebut diturunkan dari fungsi produksi, dan 3 analisis dengan menggunakan fungsi keuntungan dapat menghindari masalah bias pada persamaan simulatan. Hal ini disebabkan karena pada fungsi keuntungan semua peubah eksogen terletak disebelah kanan dan peubah endogen terletak disebelah kiri persamaan.

2.2.2. Daya Saing Komoditas Pertanian

Suatu negara memproduksi dan mengekpor suatu komoditas adalah karena adanya keunggulan komparatif. Teori keunggulan komparatif pertama kali diperkenalkan oleh David Ricardo tahun 1817. Menurut Ricardo perdagangan antar dua negara akan menguntungkan dua belah pihak jika masing-masing negara memproduksi dan mengekspor komoditas yang memiliki keunggulan komparatif. Keunggulan komparatif yang dimaksud adalah memiliki biaya yang lebih efisien dalam memproduksi suatu komoditas Krugman dan Obstfeeld, 2000; serta Salvatore, 1997. Teori keunggulan komparatif Ricardo memiliki kelemahan yaitu menganggap bahwa tenaga kerja merupakan satu-satunya faktor produksi yang mempengaruhi harga komoditas yang diproduksi. Oleh karena itu, teori ini disempurnakan oleh G. Haberler melalui teori opportunity cost yang menyatakan bahwa suatu negara yang memiliki opportunity cost paling rendah dalam memproduksi suatu komoditas akan memiliki keunggulan komparatif terhadap komoditas tersebut. Teori komparatif berdasarkan opportunity cost tersebut kemudian disempurnakan lagi oleh Heckscher dan Ohlin yang kemudian dikenal dengan teori Heckscher–Ohlin. Menurut teori ini, keunggulan komparatif suatu negara dipengaruhi oleh perbedaan kelimpahan faktor produksi yang dimiliki dan intensitas penggunaan faktor-faktor produksi yang berlimpah. Menurut Barbaros, et.al., 2007, untuk mengukur tingkat daya saing competitiveness ekspor komoditas suatu negara dibanding negara pesaingnya rival countries dapat digunakan ukuran Revealed Comparative Advantage Index Indeks RCA dan Comparative Export Performance CPA Index. Keunggulan komparatif terhadap suatu komoditas tidak selamanya akan dimiliki suatu negara. Oleh karena itu, agar keunggulan komparatif bersifat dinamis harus diikuti dengan perbaikan teknologi melalui berbagai penelitian. Hal yang sama juga diungkapkan Batra and Khan 2005, bahwa keunggulan komparatif dalam ekspor komoditas dapat diukur dengan Revealed Comparative Advantage Index Indeks RCA . Jika nilai indeks RCA suatu negara untuk komoditas tertentu adalah lebih besar dari satu, maka negara bersangkutan memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata dunia untuk komoditas tersebut atau terspesialisasi. Sebaliknya, bila lebih kecil dari satu, berarti keunggulan komparatif untuk komoditis tersebut tergolong rendah, di bawah rata-rata dunia atau tidak terspesialisasi. Menurut Simatupang 2005, bahwa daya saing suatu usaha merupakan suatu kemampuan usaha untuk tetap layak secara privat financial pada kondisi teknologi usahatani, lingkungan ekonomi dan kebijakan ekonomi dan kebijakan pemerintah yang ada. Analisis terhadap daya saing dapat didekati dengan estimasi nilai DRCR Domestic Resource Cost Ratio dan PCR Private Cost Ratio . Nilai DRCR digunakan untuk mengukur keunggulan komparatif suatu komoditas pertanian suatu negara, sedangkan PCR merupakan indikator untuk mengukur keunggulan kompetitif suatu komoditas pertanian suatu negara. Monke and Pearson 1995 mengemukakan bahwa untuk mengukur keunggulan kompetitif dapat didekati dengan cara menghitung profitabilitas privat, sedangkan untuk mengukur keunggulan komparatif dapat dilakukan dengan menghitung profitabilitas sosial. Lebih lanjut Hadi et.al., 2002 mengemukakan bahwa DRCR menggambarkan daya saing pada kondisi pasar yang efisien tidak terdistorsi, sedangkan nilai PCR menggambarkan daya saing pada kondisi pasar actual. Kondisi pasar aktual bisa merupakan pasar yang terdistorsi atau pasar yang efisien. Jika kondisi pasar aktual adalah efisien, maka nilai DRCR dan PCR adalah kurang dari satu. Sementara itu, Rosegrant, et.al, 1987 mengemukakan bahwa analisis keunggulan komparatif dengan indikator DRC pada komoditas pertanian dapat dikerjakan pada berbagai level regional. Analisis komparatif regional mengasumsikan 3 rejim dasar perdagangan regional yaitu: substitusi impor, perdagangan interregional, dan promosi ekspor. Dalam penelitian ini, untuk komoditas jagung karena dalam rangka pemenuhan kebutuhannya masih cukup dominan melakukan impor maka analisis akan difokuskan pada analisis sebagai substitusi impor. 2.3. Tinjauan Beberapa Studi Sebelumnya 2.3.1. Studi Penawaran Output dan Permintaan Input