Pengaruh Pengeluaran Riset dan Infrastruktur Jalan terhadap Produksi Jagung

Menurut Morlok 1995 bahwa perbaikan pelayanan transportasi di suatu daerah, misalnya melalui peningkatan jaringan jalan yang baik, akan memberikan dampak dalam hal peningkatan pola tata guna lahan, kualitas area, dan nilai lahan di area tersebut. Oleh karena itu, pengembangan sarana seperti jaringan jalan dalam suatu wilayah merupakan langka awal untuk menerima dan memperlancar barangjasa sesuai dengan kebutuhan pada wilayah tersebut. 3.9. Daya Saing Komoditas Jagung Keunggulan komparatif merupakan indikator sangat baik untuk mengukur daya saing komoditas pertanian dari suatu negara jika pasar dalam kondisi efisien, yaitu pasar tanpa distorsi. Dari analisis keunggulan komparatif dapat diperoleh informasi lainnya yang sangat berguna bagi penentuan kebijaksanaan pemerintah, yaitu simpul-simpul atau subsistem-subsistem mana dalam sistem agribisnis yang masih dalam kondisi tidak efisien, sehingga dapat ditetapkan langkah-langkah menuju proses produksi, pengolahan dan pemasaran yang lebih efisien. Daya saing didefinisikan sebagai “the sustained ability to profitability gain and maintained market share” Martin, et.al., 1991 dalam Rahman, et.al., 2002. Jelas bahwa usaha suatu komoditas mempunyai daya saing jika usaha tersebut mampu mempertahankan profitabilitasnya dan pangsa pasarnya. Faktor pemicu daya saing terdiri dari teknologi, produktivitas, input dan biaya, struktur industri dan kondisi permintaan. Selanjutnya menurut Martin, et.al., 2008 terdapat dua belas pilar dalam mendukung daya saing, yaitu: 1 kelembagaan yang ada, 2 infrastruktur, 3 stabilitas makroekonomi, 4 pendidikan dan kesehatan, 5 pelatihan dan pendidikan yang tinggi, 6 efisiensi pasar barang, 7 efisiensi pasar tenaga kerja, 8 pasar finansial yang memadai, 9 kesiapan teknologi pendukung, 10 ukuran pasar, 11 kesesuaian bisnisusaha, dan 12 terdapatnya inovasi atau temuan baru. Monke and Pearson 1995 mengemukakan bahwa untuk mengukur keunggulan kompetitif dapat didekati dengan cara menghitung profitabilitas privat, sedangkan untuk mengukur keunggulan komparatif dapat dilakukan dengan menghitung profitabilitas sosial. Menurut Hadi et.al. 2002 bahwa DRCR Domestic Resources Cost Ratio menggambarkan daya saing pada kondisi pasar yang efisien tidak terdistorsi, sedangkan nilai PCR Private Cost Ratio menggambarkan daya saing pada kondisi pasar aktual. Kondisi pasar aktual bisa merupakan pasar yang terdistorsi atau pasar yang efisien. Jika kondisi pasar aktual adalah efisien, maka nilai DRCR dan PCR adalah kurang dari satu. Dalam kenyataannya, pasar tidak dalam kondisi efisien. Pasar domestik dan pasar internasional masih terdistortif yang ditandai oleh adanya kebijaksanaan protektif, misalnya adanya pengenaan tarif impor oleh suatu negara sehingga barang dari negara lain sulit masuk ke negara yang bersangkutan. Dalam kondisi pasar terdistortif, analisis keunggulan kompetitif akan memberikan gambaran tentang keunggulan kompetitif suatu komoditas pertanian dari suatu negara. Private Cost Ratio PCR berdasarkan kondisi pasar yang ada dapat digunakan sebagai salah satu indikator keunggulan kompetitif suatu komoditas pertanian dari negara tertentu. Sementara Domestic Cost Ratio DRC berdasarkan kondisi pasar yang efisien dapat digunakan sebagai salah satu indikator keunggulan komparatif suatu komoditas pertanian dari negara tertentu. Alat analisis ekonomi yaitu Policy Analysis Matrix PAM sebagaimana diperkenalkan oleh Monke and Pearson 1995, menunjukkan efek secara individu maupun kolektif dari harga dan kebijakan faktor produksi, serta menyediakan informasi penting untuk analisis keuntungan biaya dari suatu usaha pertanian. Selain itu, model PAM juga dapat digunakan untuk menganalisis efisiensi ekonomi atas penggunaan sumberdaya dan besarnya insentif atau intervensi pemerintah serta dampaknya terhadap suatu sistem pengembangan komoditas. Pada matrik analisis kebijakan PAM terdiri dari tiga baris, yaitu baris pertama merupakan perhitungan dengan harga privat atau harga aktual, yaitu harga yang diterima petani baik pada komponen penerimaan maupun biaya faktor produksi. Baris kedua merupakan perhitungan dengan harga sosial atau harga bayangan, yaitu harga yang menggambarkan nilai sosial atau nilai ekonomi yang sesungguhnya baik pada komponen penerimaan maupun biaya usahatani. Pada baris pertama dan kedua dapat hitung keuntungan masing-masing berdasarkan harga privat dan harga sosial, yaitu merupakan selisih antara penerimaan dan biaya. Pada baris ketiga merupakan selisih perhitungan antara harga privat dengan harga sosial divergensi yang disebabkan oleh kegagalan pasar komoditas atau akibat terdapatnya kebijakan pemerintah atas pengembangan suatu usaha pertanian atau komoditas tertentu. Apabila terdapat divergensi, dimana pengaruh akibat kegagalan pasar kecil, maka kebijakan pemerintahlah yang memiliki pengaruh besar terhadap divergensi tersebut. Pada matrik analisis kebijakan juga terdapat empat kolom, dimana kolom pertama adalah kolom penerimaan, kolom kedua dan ketiga adalah kolom biaya yang dapat dibedakan atas input yang tradabel yang diperdagangkan di pasar internasional dan input domestik yang tidak diperdagangkan di pasar internasional, dan kolom keempat adalah keuntungan. Berdasarkan matrik analisis kebijakan dapat diketahui berbagai indikator, yaitu: 1 analisis keuntungan, yang mencakup keuntungan privat dan keuntungan sosial, 2 analisis keunggulan komparatif dan kompetitif DRC dan PCR, dan 3 analisis kebijakan terkait output dan input. Untuk analisis kebijakan terkait output dan input dengan indikator-indikatornya tidak dibahas pada penelitian ini. Pada penelitian ini, dilakukan analisis yang mencakup perhitungan keuntungan privat dan sosial, serta menganalisis keunggulan komparatif dan kompetitif dengan menggunakan indikator DRC dan PCR yang diperoleh dari matrik analisis kebijakan Policy Analysis Matrix.

3.10. Hipotesis

Dalam rangka mengarahkan dan mempermudah pencapaian tujuan maka disusunlah suatu hipotesis. Hipotesis pada hakekatnya merupakan jawaban sementara atas suatu tujuan penelitian. Maka dalam hal ini disusunlah beberapa hipotesis sebagai berikut: 1. Elastisitas permintaan input tidak responsif terhadap perubahan harga sendiri dan perubahan harga sendiri input berpengaruh negatif terhadap penggunaan input. Sementara elastisitas penawaran output jagung responsif terhadap perubahan harga sendiri dan perubahan harga sendiri output berpengaruh positif terhadap penawaran jagung. 2. Upaya peningkatan produktivitas jagung nasional dilakukan dengan peningkatan pemakian variaetas unggul hibrida dan perbaikan teknik budidaya. Penggunaan benih jagung hibrida saat ini masih relatif terbatas, karena antara lain benihnya relatif mahal dan memerlukan alokasi input seperti pupuk yang tinggi intensif. Dalam hal penggunaan pupuk, petani sudah menjadi kebiasaan dalam usahatani. Proporsi biaya penggunaan pupuk terhadap total biaya usahatani nasional sekitar 16 persen. Oleh karena itu, diduga bahwa petani tidak lagi responsif terhadap perubahan harga pupuk. Dalam hal ini jika terjadi kenaikan harga pupuk dan benih diduga tidak menurunkan penawaran output jagung. 3. Kebijakan peningkatan produksi jagung nasional memerlukan dukungan berupa peningkatan atau perbaikan infrastruktur penunjang seperti infrastruktur jalan di daerah, untuk lebih meningkatkan pemasaran hasil pertanian dan memudahkan masuknya sarana usahatani ke sentra produksi. Pembangunan jalan semakin pesat terutama di Pulau Jawa pada era Orde Baru, namun saat era otonomi daerah pengembangan infrastruktur jalan mengalami stagnasi. Oleh karena itu, diduga bahwa perubahan infrastruktur jalan berpengaruh terhadap peningkatan penawaran output dan permintaan input usahatani jagung. 4. Untuk mendorong peningkatan produksi jagung, pemerintah secara kontinyu menyebarluaskan berbagai teknologi hasil riset penelitian dan pengembangan seperti: benih jagung unggul, teknik budidaya jagung spesifik lokasi, dan penanganan sistem panen dan pasca panen yang lebih baik. Biaya pengeluaran riset dan pengembangan sangat tergantung dari ketersediaan anggaran pemerintah. Pada penelitian ini diduga pengeluaran untuk riset penelitian dan pengembangan jagung khususnya yang dilakukan oleh pemerintah memiliki pengaruh terhadap peningkatan penawaran output dan permintaan input usahatani jagung.