Studi Daya Saing Usahatani Jagung

pupuk TSP dan tenaga kerja. Sementara peubah tetap yang diamati adalah pengeluaran irigasi, curah hujan, pengeluaran untuk riset dan infrastruktur jalan. Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu diatas maka untuk penelitian penawaran output dan permintaan input khususnya dengan pendekatan fungsi keuntungan masih sangat terbatas yang memasukan peubah tetap pengeluaran riset dan infrastruktur khususnya jalan di dalam modelnya. Penelitian-penelitian penawaran output dan permintaan input usahatani jagung di Indonesia, khususnya sesudah tahun 1998 dengan menggunakan data time series sangat sulit ditemukan. Oleh karena itu, penulis melakukan penelitian pengaruh perubahan harga dan infrastruktur terhadap penawaran output, permintaan input dan daya saing jagung di Provinsi Jawa Timur dan Jawa Barat. Penelitian menggunakan data time series 1985-2009, dan selain memasukan peubah variabel harga input dan output, juga memasukan peubah tetap yaitu: pengeluran riset dan pengembangan jagung yang dilakukan pemerintah, infrastruktur jalan, luas panen dan biaya tetap usahatani. Model yang digunakan adalah fungsi keuntungan dengan bentuk fungsi translog.

2.3.2. Studi Daya Saing Usahatani Jagung

Studi tentang daya saing usahatani jagung telah dilakukan Simatupang 2005 yang menguraikan bahwa: 1 usahatani jagung hibrida layak secara sosial ekonomi dengan kisaran laba antara 747 ribu rupiah per hektar di lahan sawah Provinsi Lampung sampai 1.9 juta rupiah per hektar di lahan kering Provinsi Sumatera Utara, 2 rasio sumberdaya domestik DRCR komoditas jagung berkisar antara 0.58 pada usahatani di lahan kering Provinsi Sumatera Utara sampai 0.82 pada usahatani di lahan sawah Provinsi Lampung. Artinya usahatani jagung hibrida memiliki keunggulan komparatif atau daya saing baik di lahan sawah maupun di lahan kering atau tetap memiliki daya saing walaupun pada era pasar bebas tanpa campur tangan pemerintah dan tidak ada distorsi pasar, dan 3 titik impas sosial produktivitas bervariasi dari 3.9 tonha pada lahan kering di Sumatera Utara dan 5.82 tonha pada lahan sawah di Jawa Timur, serta daya toleransi berkisar antara 13 persen pada lahan sawah di Jawa Timur sampai 35 persen pada lahan kering di Sumatera Utara. Hasil penelitian lainnya yaitu Swastika 2004 mengemukakan usahatani jagung Indonesia kurang mempunyai keunggulan komparatif, karena rendahnya efisiensi sebagai akibat dari kecilnya skala usaha dan terpencar di wilayah yang luas. Kurangnya sarana-sarana pendukung menyebabkan agribisnis jagung Indonesia tidak berkembang. Pengadaan sarana produksi serta pengolahan dan pemasaran hasil menjadi kendala utama. Namun, di beberapa sentra produksi usahatani jagung terutama hibrida mempunyai keunggulan komparatif efisien dan berkelanjutan. Tantangan yang masih dihadapi adalah bahwa penggunaan jagung hibrida masih relatif rendah, karena selain benihnya mahal juga varietas ini hanya baik untuk kondisi lahan subur dan memerlukan input tinggi, sehingga tidak terjangkau oleh sebagian besar petani jagung yang miskin sumberdaya. Implikasinya adalah bahwa perlunya kebijakan operasional dalam pengembangan produksi jagung nasional untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor. Rosegrant, et.al., 1987 telah melakukan studi keunggulan komparatif dengan analisis DRC untuk komoditas tanaman pangan termasuk jagung. Hasil studi menyimpulkan bahwa usahatani jagung memiliki keunggulan komparatif dengan orientasi subtitusi impor dan perdagangan interregional antar regional di Indonesia, hal ini di tunjukkan oleh rata-rata nilai DRC masing-masing sebesar 0.81 dan 0.80. Selain itu, Ilham dan Rusastra 2009 mengelaborasi berbagai hasil penelitian yang menyimpulkan bahwa selama hampir satu dekade 1986-2008 nilai DRC dan PCR komoditas jagung bervariasi menurut lokasi, agroekosistem, dan musim. Besaran nilai DRC jagung berkisar antara 0.21 – 0.99 DRC 1, dan nilai PCR berkisar antara 0.48 – 0.85 PCR 1. Hal ini berarti bahwa usahatani jagung di Indonesia memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif. Pada penelitian-penelitian yang dilakukan sebelumnya hanya terbatas pada penghitungan keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif. Pada penelitian sebelumnya juga jarang dilakukan analisis sensitivitas usahatani atas perubahan input variabel dan faktor tetap. Oleh karena itu, pada penelitian ini disamping melakukan analisis keunggulan komparatif dan kompetitif juga dilakukan analisis sensitivitas. Analisis sensitivitas pada penelitian ini dilakukan dengan cara memasukan perubahan-perubahan penawaran output jagung dan permintaan input variabel benih, pupuk urea, pupuk TSP dan tenaga kerja sebagai akibat atas perubahan harga input variabel dan faktor tetap khususnya pengeluaran riset dan pengembangan jagung serta infrastruktur jalan. Hasil dari analisis ini adalah perubahan-perubahan keuntungan privat dan soaial usahatani jagung serta koefisien DRC dan PCR yang merupakan indikasi keunggulan komparatif dan kompetitif. Oleh karena itu, analisis sensitivitas pada penelitian ini disinkronkan dengan analisis kebijakan penawaran output dan permintaan input usahatani jagung yang telah dilakukan sebelumnya.

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Fungsi Produksi dan Keuntungan

Fungsi produksi merupakan fungsi yang menggambarkan hubungan teknis antara input dan output Debertin, 1986. Dalam proses produksi pertanian terdapat tiga kategori input, yaitu: 1 input variabel seperti: pupuk, pestisida dan tenaga kerja; 2 input tetap seperti luas lahan, dan 3 input acak seperti: curah hujan dan kesuburan lahan. Selanjutnya Fan 1991, Hartoyo 1994, serta Khatri dan Thirtle 1996 mengungkapkan bahwa produksi pertanian dipengaruhi oleh perkembangan teknologi, infrastruktur jaringan irigasi dan jalan dan kelembagaan. Selain itu, juga menambahkan input pengeluaran riset pada penelitiannya dengan pendekatan fungsi keuntungan. Menurut Lipsey, et.al., 1984 bahwa keputusan penggunaan faktor produksi tergantung pada penggunaannya dalam jangka pendek, jangka panjang, dan jangka sangat panjang. Dalam jangka pendek, faktor produksi terdiri dari faktor tetap dan faktor variabel. Dalam jangka pendek, paling sedikit terdapat satu faktor tetap dan teknologi tidak berubah. Untuk jangka panjang, semua faktor produksi adalah variabel, dan teknologi juga belum berubah. Sementara pada jangka sangat panjang, semua faktor produksi adalah variabel dan teknologi telah berubah. Apabila Y adalah produksi suatu komoditi, Xj adalah jumlah input variabel j, dan Zk adalah input tetap k, maka fungsi produksi pada keadaan teknologi tertentu dapat dirumuskan sebagai berikut: Y = f X j ; Z k ……………………………………………………..1