Keunggulan Komparatif dan Kompetitif

140 memberikan keuntungan yang wajar bagi petani jagung, sehingga harga tidak jatuh pada saat panen raya. Selain itu, dalam hal permodalan, pemerintah juga perlu memberikan subsidi bunga kredit untuk pinjaman modal usahatani bagi petani kecil dengan persyaratan yang mudah.

7.2. Keunggulan Komparatif dan Kompetitif

Daya saing merupakan konsep ekonomi yang berpijak pada konsep keunggulan komparatif comparative advantage. Sementara itu, konsep keunggulan kompetitif adalah konsep politik bisnis yang digunakan sebagai dasar dalam analisis strategis peningkatan kinerja perusahaan.Konsep keunggulan komparatif adalah Daya saing komoditas pertanian: konsep konsep kelayakan ekonomi, yang merupakan ukuran daya saing potensial dalam kondisi perekonomian tidak mengalami distorsi. Sementara itu, keunggulan kompetitif merefleksikan kelayakan finansial dalam kondisi konomi aktual Simatupang, 1991, dan Daryanto, 2009. Hasil analisis nilai keunggulan komparatif nilai DRC dan keunggulan kompetitif PCR. dari usahatani jagung tahun 2009 berdasarkan analisis PAM di Provinsi Jawa Timur dan Jawa Barat disajikan pada Tabel 17. Berdasarkan hasil analisis tersebut, dapat diketahui bahwa nilai DRC usahatani jagung sebesar 0.45 di Jawa Timur dan 0.52 di Jawa Barat yang mengindikasikan bahwa usahatani ini memiliki keunggulan komparatif. Berdasarkan nilai tersebut dapat diketahui bahwa untuk memproduksi jagung di Provinsi Jawa Timur dan di Jawa Barat hanya membutuhkan biaya sumberdaya domestik sebesar 45 dan 52 persen terhadap biaya impor yang dibutuhkan. Dengan kata lain, dari setiap US 1.00 yang dibutuhkan untuk mengimpor produk tersebut, hanya membutuhkan biaya 141 domestik sebesar US 0.45 dan US 0.52, artinya untuk memenuhi kebutuhan domestik komoditas jagung baik di Jawa timur dan di Jawa Barat sebaiknya diproduksi sendiri dan tidak perlu didatangkan atau diimpor dari negara atau daerah lain. Hasil penelitian Simatupang 2005 mengungkapkan bahwa rasio sumberdaya domestik DRCR komoditas jagung berkisar antara 0.58 pada usahatani di lahan kering Provinsi Sumatera Utara sampai 0.82 pada usahatani di lahan sawah Provinsi Lampung. Artinya usahatani jagung hibrida memiliki keunggulan komparatif atau daya saing baik di lahan sawah maupun di lahan kering atau tetap memiliki daya saing walaupun pada era pasar bebas tanpa campur tangan pemerintah dan tidak ada distorsi pasar. Sementara hasil penelitian Rosegrant, et.al., 1987 menyimpulkan bahwa usahatani jagung memiliki keunggulan komparatif dengan orientasi subtitusi impor dan perdagangan interregional antar regional di Indonesia, hal ini di tunjukkan oleh rata-rata nilai DRC masing-masing sebesar 0.81 dan 0.80. Hasil penelitian Mantau 2009 atas usahatani jagung di Bolaang Mongondow Sulawesi Utara memeperoleh nilai DRC sebesar 0.65 dan PCR sebesar 0.97. Tabel 17. Hasil Perhitungan Private Cost Ratio dan Domestic Resource Cost Ratio Usahatani Jagung di Provinsi Jawa Timur dan Jawa Barat, Tahun 2009 No. Provinsi Private Cost Ratio PCR Domestic Resource Cost Ratio DRCR 1. Jawa Timur 0.50 0.45 2. Jawa Barat 0.60 0.52 Nilai PCR usahatani jagung seperti pada Tabel 17 menunjukkan bahwa usahatani jagung di provinsi Jawa Timur dan Jawa Barat tahun 2009 142 dikategorikan memiliki keunggulan kompetitif yang baik karena nilai PCR 1, yaitu sebesar 0.50 di Provinsi Jawa Timur dan sebesar 0.60 di Provinsi Jawa Barat. Artinya untuk mendapatkan nilai tambah output sebesar satu satuan pada harga privat maka usahatani jagung di Provinsi Jawa Timur dan Jawa Barat masing-masing memerlukan tambahan biaya factor domestic sebesar 0.50 dan 0.60. Jika dilihat nilai PCR di kedua provinsi tersebut, maka dapat dikemukakan bahwa usahatani jagung di provinsi Jawa Timur relatif baik tingkat kompetitifnya dibanding usahatani jagung di Jawa Barat. Dengan kata lain, untuk meningkatkan nilai tambah output sebesar satu satuan pada harga privat maka usahatani jagung di Provinsi Jawa Timur hanya memerlukan tambahan biaya faktor domestik sebesar 0.50 atau kurang dari satu. Sementara di Provinsi Jawa Barat, memerlukan tambahan biaya faktor domestik sebesar 0.60. Dengan nilai PCR 0.50 di Jawa Timur dan 0.60 di Jawa Barat maka usahatani jagung memiliki kemampuan baik dalam membiayai faktor domestik. Dengan perkataan lain bahwa kegiatan usahatani jagung terdapat kecenderungan penghematan biaya produksi. Menurut Hadi dan Wiryono 2005 bahwa produk pertanian Indonesia masih kalah bersaing dari sisi harga dibanding dengan Negara lain. Di Negara- negara barat sistem pertanian sudah sangat efisien dengan produktivitas yang tinggi sehingga mampu menjual dengan harga murah, sedangkan di Indonesia produktivitas jagung masih rendah. Dengan terdapatnya berbagai pungutan pada produk pertanian maka harga produk pertanian akan bertambah mahal yang mengakibatkan daya saing produk tersebut semakin menurun. Ketika daya saing produk menjadi rendah maka yang dihadapi bukan saja pasar internasional, tetapi 143 juga pasar lokal yang diserbu produk impor. Ketika pertanian dalam negeri sudah tidak berdaya maka akan terjadi ketergantungan terhadap produk pertanian impor. Oleh karena itu, sangat perlu bagi pemerintah baik di daerah maupun di pusat merumuskan kebijakan yang lebih operasional sehingga dapat meningkatkan daya saing usahatani jagung, khususnya di Provinsi Jawa Timur dan Jawa Barat. Kebijakan-kebijakan tersebut antara lain: 1. Menghilangkan atau mengurangi distorsi pasar baik pada pasar input maupun pada pasar output, seperti pajakretribusi komoditi, mengontrol harga pembelian, dan lain-lain. 2. Mengefektifkan program-program penelitian yang bersifat terapan untuk inovasi teknologi usahatani sehingga langsung bisa dirasakan manfaatnya oleh para petani sehingga terjangkau dengan anggaran usahatani yang dimiliki petani dan dapat diadopsi petani sehingga produktivitas usahataninya meningkat. 3. Menyediakan sarana dan prasarana yang dapat meningkatkan aksesibilitas sentra-sentra produksi terhadap pasar input maupun output, seperti pembentukan pasar lelang komoditi yang bersifat berkesinambungan. 4. Fasilitasi kredit permodalan usahatani jagung, terutama terhadap petani skala kecil dengan skema kredit yang mudah dan bunga ringan. 5. Mendorong penciptaan nilai tambah ditingkat petani agar tidak hanya menjual jagung sebagai bahan baku industri semata, namun perlu dukungan pengolahan jagung melalui bantuan sarana dan prasarana pengolahan sehingga dapat menjual jagung dalam bentuk olahan lebih lanjut. 144 6. Konsolidasi manajemen pengelolaan sistem usahatani dalam kelompok tani secara terpadu dan efisien, dalam rangka pemberdayaan kelompok tani untuk lebih menciptakan sistem usahatani yang lebih solid. Menurut Adnyana 2008, karena semakin menyusutnya lahan pertanian pertanian subur terutama untuk tanaman pangan termasuk jagung, maka kebijakan pemerintah dalam jangka panjang adalah perlunya mendorong konsolidasi manajemen usaha dalam bentuk korporasi dengan pola kemitraan dengan mendapat dukungan dari semua pihak, baik pemerintah, swasta, investor maupun masyarakat pada umumnya. Konsolidasi usaha dapat menempuh tiga model. Pertama, korporasi skala kecil hususnya untuk melakukan konsolidasi manajemen usaha bagi petani berlahan sempit pada hamparan 50-100 ha. Kedua, korporasi skala menengah dengan konsolidasi manajemen usaha skala menengah pada hamparan 300-500 ha. Ketiga, korporasi sistem estate dengan membuka lahan baru seperti Selebes Corn Belt.

VIII. ANALISIS KEBIJAKAN ATAS PERUBAHAN HARGA OUTPUT INPUT, PENGELUARAN RISET JAGUNG